Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

DEFINISI TUNANETRA VISUAL HANDICAP TUNANETRA Legally definition

Presentasi serupa


Presentasi berjudul: "DEFINISI TUNANETRA VISUAL HANDICAP TUNANETRA Legally definition"— Transcript presentasi:

1 DEFINISI TUNANETRA VISUAL HANDICAP TUNANETRA Legally definition
Educationally definition Orang buta secara legal adalah mereka yang memiliki ketajaman penglihatan sentral 20/200 atau lebih kecil (lebih buruk), setelah melalui suatu perbaikan (misalnya dengan kacamata) atau mereka yang luas pandangnya demikian sempit, sehingga tidak lebih dari 20 derajat. (The American Medical Association, 1934; dan American Foundation for The Blind). Orang buta adalah mereka yang gangguan penglihatannya demikian parah, sehingga mereka harus membaca dengan menggunakan braille atau metode-metode oral (audio tape and recorder). Orang yang kurang lihat (partially sighted) adalah mereka yang masih dapat membaca huruf cetak, walaupun harus menggunakan kaca pembesar atau buku-buku yang berhuruf cetak besar.

2 DEFINISI DAN KLASIFIKASI
Definisi secara legal (Legally Definition)" q   Didasarkan pada hasil asesmen terhadap ketajaman penglihatan (sentral dan luas pandang). q    Kenapa dikatakan Legal ? q    Biasa dipakai oleh masyarakat awam dan profesi kedokteran. q    Orang buta secara legal adalah mereka yang memiliki ketajaman penglihatan sentral 20/200 atau lebih kecil (lebih buruk), setelah melalui suatu perbaikan (misalnya dengan kacamata) atau mereka yang luas pandangnya demikian sempit, sehingga tidak lebih dari 20 derajat. (The American Medical Association, 1934; dan American Foundation for The Blind).

3 Layman’s Criteria The Committee on Statistics of The Blind, Cruickshank & Johnson
People who are totally blind or have light perception, up to but not including 2/200 would be unable to perceive motion or hand movement at a distance of three feet. The blind individual having motion or form perception might perceive up to 10/200 and would be unable to count fingers at a distance of three feet. Those people who might be expected to have travel vision would perceive up to 10/200 and would be unable to read large letters similar to those in the headlines of a newspaper. Those who would be expected to read large headlines might be measured on the Snellen Chart up to 20/200; they would not, however, be expected to read 14-point or smaller type. Individuals having borderline vision might have a visual acuity of 20/200 or more but they would not have sufficient vision for activities in which eyesight is essential; these individuals are further described as unable to read 10-point type, or if they read it at all, they would do so with a marked handicaped

4 BUTA: memiliki visus sentralis 20/200 FEET
6/60 meter KURANG AWAS 20/70 – 20/200 Normal (20/20) – 20/70 feet (6/6 meter) 20/ / / / / / /400 DST. KLASIFIKASI BUTA (BLIND) KURANG LIHAT (LOW VISION)

5 Arti Pecahan Snellen (Snelln Chart)
Meter Feet Dapat Digunakan Kerusakan 6/6 20/20 100% 0,0% 6/9 20/30 91,5% 8,5% 6/12 20/40 83,6% 16,4% 6/15 20/50 76,5% 23,5% 6/21 20/70 64,0% 36,0% 6/30 20/100 48,9% 51,1% 6/60 20/200 20,0% 80,0%

6 LEGALLY/KLINIS/ MEDIK EDUCATIONALLY/ PENDIDIKAN TUNA NETRA Mereka yang memiliki ketajaman penglihatan dari 20/70 f hingga buta total Gangguan penglihatan secara signifikan, shg membutuhkan layanan pendidikan yg khusus. LOW VISION Mereka yang memiliki ketajaman penglihatan 20/70 s.d. 20/200 Mengalami gangguan penglihatan tetapi masih bisa membaca tulisan awas yang diperbesar. BUTA Mereka yang ketajaman penglihatannya lebih kecil sama dengan 20/200 f Mengalami gangguan penglihatan sehingga harus menggunakan huruf braille.

7 Masalah dalam definisi legal.
Ketajaman penglihatan tidak dapat meramalkan secara tepat tentang bagaimana sisa penglihatan yang mereka miliki dapat digunakan. Penelitian Willis(1976) terhadap siswa yang buta secara legal, menemukan bahwa: §  18% di antaranya buta total. §   52% dari mereka menggunakan buku-buku berhuruf cetak besar atau cetak biasa sebagai sarana utamanya untuk membaca. §   3% menggunakan buku berhuruf cetak besar dan Braille. §   21% hanya menggunakan braille, dan §   24% menggunakan metode oral (tape recorder).

8 Definisi pendidikan (Educationally Definition)
q    Dianut (biasa dipakai) oleh para pendidik. q    Orang buta adalah mereka yang gangguan penglihatannya demikian parah, sehingga mereka harus diajari membaca dengan menggunakan braille atau metode-metode oral (audio tape and recorder). q    Orang yang kurang lihat (partially sighted) adalah mereka yang masih dapat membaca huruf cetak, walaupun harus menggunakan kaca pembesar atau buku-buku yang berhuruf cetak besar.

9 KESALAHPAHAMAN (Misconceptions) TENTANG TUNANETRA
KESALAHPAHAMAN (Misconceptions) TENTANG TUNANETRA  MISCONCEPTION PENJELASAN  Hanya sedikit mereka yang buta secara legal tidak memiliki penglihatan sama sekali. Sebagian besar dari mereka masih memiliki sejumlah fungsi penglihatan. Mereka yang buta secara legal tidak memiliki penglihatan sama sekali.

10 MISCONCEPTION PENJELASAN
Sebagian besar orang buta secara legal menggunakan braille sebagai cara pokok mereka dalam membaca. Sebagian besar orang buta secara legal menggunakan huruf cetak besar, sebagai cara pokok mereka dalam membaca. Bahkan, kecenderungan akhir-akhir ini menunjukkan bahwa lebih banyak orang buta yang tidak dapat memanfaatkan huruf cetak, sekarang menggunakan metode oral (mendengarkan tape dan recorder) dari pada menggunakan braille.

11 MISCONCEPTION PENJELASAN 
Orang buta memiliki indera tambahan yang memungkinkan mereka untuk mendeteksi segala rintangan. Orang buta tidak memiliki indera tambahan. Mereka dapat mengembangkan indera pendeteksi rintangan, apabila mereka memiliki kemampuan mendengar.

12 MISCONCEPTION PENJELASAN 
Orang buta dengan sendirinya akan memiliki ketajaman indera-indera yang lainnya secara lebih baik. Hanya karena melalui konsentrasi dan perhatian, orang-orang buta dapat melakukan diskriminasi penginderaan dengan baik. Hal inipun tidak terjadi secara otomatis, tetapi lebih merupakan akibat penggunaan indera-indera penerima secara baik.

13 MISCONCEPTION PENJELASAN 
Orang buta memiliki kemampuan musik yang luar biasa. Kemampuan musik pada orang-orang buta tidak harus lebih baik daripada orang awas. Rupa-rupanya, banyak orang buta yang menekuni karir musik, karena itu merupakan salah satu bidang atau cara, dimana mereka dapat mencapai sukses secara maksimal.

14 Orang buta tidak berdaya, dan bergantung kepada orang lain.
MISCONCEPTION PENJELASAN  Orang buta tidak berdaya, dan bergantung kepada orang lain. Dengan perlakuan yang baik dan pengalaman belajar yang tepat, orang buta dapat menjadi mandiri dan memiliki kepribadian yang kokoh seperti orang awas pada umumnya.

15 MISCONCEPTION PENJELASAN
Jika orang yang kurang lihat(partially sighted) memanfaatkan penglihatannya terlalu banyak, penglihatan mereka akan semakin memburuk. Hanya dalam kejadian yang jarang, pernyataan tersebut benar. Kemampuan penglihatan sebenarnya dapat ditingkatkan melalui latihan dan penggunaan. Pemakaian lensa yang kuat, membaca buku dalam jarak yang dekat, serta penggunaan mata sebanyak mungkin tidak membahayakan penglihatan.

16 MISCONCEPTION PENJELASAN
Orang buta dengan sendirinya dapat mengembangkan kemampuan konsentrasi yang luar biasa, yang menyebabkan mereka menjadi pendengar yang baik. Menjadi pendengar yang baik adalah suatu keterampilan yang dipelajari. Walaupun benar banyak tunanetra yang memiliki kemampuan mendengar secara baik, akan tetapi hal tersebut merupakan sebagian dari hasil kerja keras mereka. Hal ini mereka lakukan karena itulah alat/cara yang mereka andalkan untuk mendapatkan informasi sebanyak-banyaknya dari lingkungan.

17 MISCONCEPTION PENJELASAN 
Anjing penuntun (Guide Dog) dapat membawa orang buta pergi ke berbagai tempat (kemana saja) yang diinginkan tunanetra. Anjing penuntun tidak dapat membawa orang buta kemana saja; orang buta pertama-tama harus tahu terlebih dahulu kemana dia akan pergi. Anjung terutama hanya bertindak sebagai pengaman terhadap rintangan atau daerah yang tidak aman.

18 PREVALENSI Sub committee on rehabilitation of the nation institute of neurological diseases and blindness (1971) memperkirakan bahwa 0,15 s.d. 0,56 dari keseluruhan populasi adalah buta secara legal. Departemen Pendidikan Amerika Serikat melaporkan bahwa 0,7 % dari anak-anak pra-sekolah s.d. anak kelas 12, dilayani sebagai anak yang cacat penglihatan.

19 ANATOMI DAN FISIOLOGI MATA
Cornea (yaitu sebuah lapisan tembus pandang yang berada di depan iris dan pupil), yang melaksanakan sebagian besar dari proses pem-biasan cahaya, sehingga gambar objek dapat difokuskan. Aquaous humor (yaitu suatu bahan cairan) Pupil (suatu celah terbuka di bagian tengah iris, suatu bagian dari mata yang bisa mengkerut dan melebar bergantung pada jumlah cahaya yang masuk ke mata). Lensa yang berfungsi untuk menyaring dan merubah fokus cahaya, sehingga bisa menembus vitreous humor (suatu bahan menyerupai agar- agar yang tembus pandang). Retina (bagian belakang dari bola mata yang mengandung serabut-serabut syaraf yang dihubungkan dengan syaraf penglihatan).

20 SENSASI PENGLIHATAN

21 PROSES MELIHAT

22 MELIHAT

23 AREA PENGLIHATAN DI OTAK

24

25 OTAK

26 PENGUKURAN KEMAMPUAN PENGLIHATAN
Ketajaman penglihatan sentral (visus centralis): Jarak jauh: -Kartu snellen (snellen chart). Jarak dekat: -Kartu snellen (snellen chart) jarak dekat. -Jeager Chart, yang tersusun dari garis garis dalam ukuran dan jenis yang berbeda.  Luas pandang (visus ferifir): Kemampuan penglihatan fungsional: Diagnostic Assessment Procedure (DAP) (barraga, 1983; Barraga dan Collins,1979; Barraga, Collins dan Hollis, 1977).

27 ASESMEN PENGLIHATAN IDENTIFIKASI PENGUKURAN KETAJAMAN PENGLIHATAN
- visus sentralis - visus perifer ASESMEN PENGLIHATAN FUNGSIONAL

28 Identifikasi Gangguan Penglihatan:
Indikator (gejala) adanya gangguan penglihatan (The national Society for The Prevention of Blidness, 1972,p.19) adalah sbb.: A. prilaku (behavior) 1.    Menggosok-gosok mata secara berlebihan. 2.    Menutup atau melindungi sebelah mata, memiringkan mata atau menjorongkannya ke depan. 3.    Mengalami kesukaran pada saat membaca atau dalam pekerjaan-pekerjaan lain yang membutuhkan ketelitian mata. 4.    Mengedipkan mata secara berlebihan atau lekas marah pada saat melakukan pekerjaan yang membutuhkan ketelitian mata. 5.    Membaca buku pada jarak yang dekat. 6.    Tidak dapat melihat benda-benda yang jauh secara jelas. 7.    Mengedipkan kelopak mata atau mengerutkan dahi secara berlebihan.

29 B. Tampilan Fisik(Appearance)
Lanjutan….. B. Tampilan Fisik(Appearance) 1.    Mata juling. 2.    Merah di sekeliling mata atau kelopak mata membengkak. 3.    Mata berair atau mengalami peradangan. 4.    Mata bergerak terus menerus. C. Keluhan (Complaint) 1.    Mata gatal, panas atau terasa kasar seperti tergores-gores. 2.    Tidak dapat melihat dengan jelas. 3.    Pusing, sakit kepala, atau mual pada saat melakukan pekerjaan yang membutuhkan ketelitian mata. 4.    Penglihatan kabur atau penglihatan ganda (double).

30 PENGUKURAN PENGLIHATAN FUNGSIONAL
Pengukuruan penglihatan fungsional? Mengukur sisa kemampuan penglihatan yang secara ril masih dapat digunakan untuk keperluan aktivitas sehari-hari khususnya dalam kegiatan belajar (membaca dan menulis). Tujuan? untuk mengetahui kondisi penglihatan terbaik pada anak, berkaitan dengan jarak, warna, ukuran, latar, posisi dll.

31 Dimensi dalam pengukuran penglihatan fungsional
jarak, warna, ukuran, latar, posisi Cahaya dll.

32 PENYEBAB KETUNANETRAAN
1.   Genetis (keturunan) dan pembawaan sejak lahir. 2.    Kelainan refraksi (errors of repraction): a. Myopi (rabun jauh): berkas sinar jatuh di depan retina. b. Hyperopic (rabun dekat). Berkas sinar jatuh di belakang retina.     c. Presbiopi, Astigmatisma 3.    Penyakit mata:      a. Glaukoma, (tekanan bola mata terlalu berlebihan)       b. Katarak, diabetes.      c. Nystagmus (suatu keadaan dimana terdapat gerakan-gerakan yang cepat pada mata yang terjadi di luar kemauannya).      d. Trachoma. Dll. 4.    Kecelakaan:

33 KARAKTERISTIK PSIKOLOGIS TUNANETRA
Perkembangan Bahasa: c    Tidak ada perbedaan dalam sebagian besar aspek bahasa (Bateman,1965; Matsuda,1984; Mc Ginnis,1981; Ragow,1981). c     Beberapa keterbatasan (kekurangan): 'gesture'(mimik muka,bahasa tubuh), kecenderungan verbalism. Secara umum, ketunanetrtaan tidak mengganggu perkembangan bahasa.

34 Keterbatasan perkembangan kognitif pada tunanetra (lowenfeld, 1973):
Rentang dan veriasi pengalaman. - objek yg tdk terjangkau - objek yang terlalu besar - objek yg terlalu kecil. - objek yang berbahaya Kemampuan untuk bergerak (mobilitas). keterbatasan/kesulitan untuk bergerak dan berpindah tempat. Interaksi dengan lingkungan. memahami, mengontrol, berinteraksi dg berbagai objek yg ada di lingkungan.

35 Kemampuan intelektual:
§   Samual P. Hayes sebagai pelopor di bidang tes inteligensi standar untuk anak-anak tunanetra, tes "Hayes-Binet" §     Constributions to Psychology of Blindness (Hayes, 1941) melaporkan bahwa skor IQ anak tunanetra pada umunya sesuai dengan keadaan umurnya. §    Dia menyimpulkan bahwa kebutaan tidak secara otomatis menyebabkan rendahnya taraf inteligensi seseorang. §    Beberapa anak yang semula menunjukkan skor IQ rendah berubah secara dramatis pada saat mendapat kesempatan pelayanan pendidikan yang tepat (Hayes, 1940). lanjut……...

36 lanjutan……. Dia tidak menemukan adanya kekurangan pada anak tunanetra terutama pada hasil tes verbal dan bahwa tidak terdapat hubungan antara umur terjadinya kebutaan dengan skor IQ. §    Hasil tes inteligensi tunanetra harus dilihat/ditafsirkan secara hati-hati, karena bagaimanapun juga, tes inteligensi untuk anak-anak tunanetra pada umumnya kurang valid dibanding dengan tes inteligensi untuk anak-anak awas. Hal ini disebabkan karena adanya proses modifikasi pada prosedur tes tersebut. §    Alat tes intelegensi lain: The Blind Learning Aptitude Test (BLAT) (Newland,1964), dan Ohwaki-Kohs (Ohwaki, Tanno, Ohwaki, Hariu, Hayasaka, dan Miyake, 1960).

37 Kemampuan Konseptual:
c   Perkembangan kemampuan konseptual atau kognitif anak tunanetra tertinggal di belakang anak-anak awas (Gottesman, 1973,1976; Stephens and Grube,1982; Stephens and Simpkins,1974; Witkin, Birnbaum, Lomonaco, Lehr and Herman,1968). c    Anak tunanetra akan cenderung lebih miskin dalam mengerjakan tugas-tugas yang memerlukan pemikiran abstrak. Mereka sangat memungkinkan sekali untuk hidup dalam lingkungan yang serba konkrit (Higins,1973; Nolan and Aschroft,1969; Singer and Strainer, 1966; Suppes,1974; Tilman,1967a,b; Zwebelson and Barg,1967). c    Kekurangan-kekurangan tersebut bukan disebabkan karena sifat pembawaannya, tetapi karena kurangnya mendapatkan pengalaman-pengalaman pendidikan yang memadai.

38 Antara Indera Perabaan dan Penglihatan:
Konsep Ruang: Tunanetra mengalami kesulitan/kelambatan dalam konsep ruang (Hartlage,1967; Swallow and Poulsen,1973) penelitian menunjukkan bahwa konsep ruang bukanlah sesuatu yang tidak mungkin bagi anak tunanetra (Birns,1986; Hartlage,1973). Cara tunanetra memepelajari konsep ruang: pencatatan waktu, indera perabaan dan kinestetik. Antara Indera Perabaan dan Penglihatan: Perabaan merupakan alat penting dalam membentuk berbagai konsep. Ada dua macam perabaan (tactual):  Synthetic touch  Analytic touch Keterbatasan perabaan: kesulitan penyatuan konsep, perlu perhatian dan kesadaran yang tinggi, perlu kontak langsung dengan objek.

39 Pengaruh Usia Saat Terjadinya Kebutaan dan Derajat Kerusakan Terhadap Perkembangan Konsep.
q   Anak kurang lihat pada umumnya mencapai perkembangan konsep yang lebih baik dibanding buta total. q   Ketunanetraan setelah kelahiran memungkinkan pengembangan konsep yang lebih baik disbanding yang buta sebelum kelahiran. q   Sisa penglihatan, masa kebutaan, kepercayaan diri dan motivasi sangat menentukan keberhasilan perkembangan konsep tunanetra.

40 Kelebihan Anak Tunanetra § Tunaneta adalah kelompok yang hetorogen.
§        Anak-anak tunanetra mengembangkan kemampuan dalam hal perhatian (Witkin dkk.,1968). §        Anak tunanetra menunjukkan kemampuan yang cukup baik dalam tugas-tugas pendengaran. §        Mereka juga mendapat skor yang tinggi pada pengukuran kreativitas (Halpin, Halpin and Torrance, ; Halpin, Halpin and Tilman, 1973; Tisdal, Blackhurst and Marsk, 1971). §        Hal-hal tersebut disebabkan karena mereka harus mengandalkan indera-indera yang lain dalam menyerap berbagai informasi, dan seperti yang kita ketahui bahwa penggunaan indera-indera tersebut membutuhkan perhatian (konsentrasi) yang lebih banyak.

41 Orientasi dan Mobilitas (OM)
q     Orientasi adalah proses pemanfaatan indera yang masih ada, untuk memahami posisi diri dalam lingkungan serta hubungannya dengan objek-objek lain yang ada di sekitarnya. q     Mobilitas adalah kemampuan bergerak dari satu posisi/tempat ke posisi/tempat yang lain. q     Ada dua cara yang biasa digunakan oleh anak tunanetra dalam memproses informasi ruang, yaitu (1) membuat rute secara berurutan (2) membuat gambar peta tentang hubungan umum di antara berbagai tempat/objek di suatu lingkungan (peta kognitif) (Doods, Howarth and Carter, 1982; Fletcher, 1981; Herman, Chatman and Roth, 1983; Rieser, Gurth and Hill, 1982). q    Factor-faktor yang berhubungan dengan kemampuan mobilitas tunanetra: 1. Sisa penglihatan. 2. Masa terjadinya kecacatan. 3. Motivasi.

42 Obstacle Sense (OS) q        OS adalah kemampuan untuk mendeteksi rintangan yang ada di lingkungan. q        Menyebabkan seolah-oleh TN memiliki indera tambahan. q        OS berkaitan dengan penerapan 'Dappler Effect', yaitu suatu prinsif fisika yang mengatakan bahwa pola nada dari suatu bunyi muncul selama (pada saat) seseorang bergerak menuju sumbernya.

43 Anggapan Tentang Ketajaman Penginderaan Tunanetra.
q   Mitos: “tunanetra dengan sendirinya akan memiliki ketajaman indera- indera yang lain (selain mata) secara lebih baik. q   Dengan konsentrasi, perhatian, belajar, pemakaian yang terus menerus, serta motivasi yang tinggi, TN dapat mengembangkan ketjaman indera yang lain secara lebih baik.

44 Prestasi Akademik c   Membandingkan kedua kelompok tersebut secara langsung adalah meragukan. Hal ini terutama disebabkan karena kedua kelompok itu harus dites dalam kondisi yang berbeda. c    Hanya ada sedikit bukti yang menyatakan bahwa anak kurang lihat maupun anak buta tertinggal oleh teman-teman awasnya yang sebaya, ketika dibandingkan usia mentalnya (Bateman, 1963; Bateman and Wetherell, 1967; Lowenfeld, 1945; Nolan and Ashcroft, 1969; Oseroff and Birch, 1971; Suppes, 1974). c    Kesimpulan umum: prestasi akademik anak tunanetra tidak terpengaruh sebesar apa yang terjadi pada anak yang mengalami gangguan pendengaran. Telah terbukti bahwa pendengaran lebih penting daripada mata di dalam proses belajar. c    Lowenfeld (1977), beranggapan bahwa peningkatan kemampuan pendengaran telah mengakibatkan berkurangnya kelemahan akademis pada tunanetra.

45 Penyesuaian Sosial §  Pada dasarnya, reaksi masyarakat terhadap anak tunanetra itulah yang menentukan kemampuan atau kekurangmampuan anak tunanetra di dalam menyesuaikan diri.Kekurangmampuan penyesuaian diri pada anak tunanetra, lebih mungkin disebabkan karena perlakuan-perlakuan yang diberikan oleh masyarakat kepada anak tunanetra. §   Mengajarkan keterampilan bersosial kepada anak tunanetra merupakan suatu tugas yang tidak mudah karena katerampilan-keterampilan tersebut secara tradisional, membutuhkan modal dan latar belakang penggunaan penglihatan (Farkas, Sherick, Matson and Loebig, 1981; Stewart, Van Hasselt, Simon and Thomson, 1985; Van Hasselt, 1983). §   Tunanetra sering tertinggal dari rekan-rekannya yang awas dalam memperoleh informasi secara tepat tentang sex (Welbourne, Lifschiitz, Selvin and Green, 1983). Berbagai usulan telah dilontarkan, mulai dari penggunaan boneka sampai dengan penggunaan model manusia hidup.

46 Pengulangan Prilaku (Streotypic Behaviors)
c  Salah satu hambatan yang dialami oleh sebagian kecil anak tunanetra dalam melakukan penyesuaian sosial adalah adanya prilaku stereotip", c   Stereotip", adalah pengulangan-pengulangan gerakan seperti gerakan menggoyang atau menggosok-gosok mata. Sering disebut dengan istilah blindism. c   Ada tiga teori umum tentang penyebab terjadinya prilaku stereotip: 1. Hilang (berkuranya) rangsang penginderaan. 2. Hilangnya kesempatan sosialisasi.isolasi sosial dapat menyebabkan seseorang mencoba mencari tambahan stimulus melalui prilaku stereotip (Warren, 1977,1981). 3. Terjebak ke dalam pola prilaku rutin (kebiasaan). c   'Modifikasi tingkah laku' sering digunakan untuk menghilangkan prilaku menstimulasi dirinya sendiri pada anak yang mangalami gangguan prilaku ataupun kepada anak yang terbelakang mental (Foxx and Azrin, 1973)

47 Layanan Pendidikan  System/lingkungan pendidikan bagi TN (Kirk dan Gallagher, 1986). Lihat gambar model berikut: Spungin (dalam Kirk dan Gallagher, 1986): 1. Program Prasekolah §  Anak-anak usia 0 s.d. 5 tahun. §  Program terutama ditekankan pada latihan-latihan stimulasi sensoris, penguasaan konsep gambaran tubuh, keterampilan motorik (kasar dan halus), pengenalan lingkungan secara terbatas, serta pengemabngan konsep-konsep dasar. §  Pendekatan: berbentuk permainan.

48 2.       Guru Konsultan (consultant teacher)
§         Murid-murid tunanetra terdaftar dapa sekolah-sekolah reguler terdekat dimana anak tinggal. §         Lebih dari 50% waktu belajar diberikan (dilakukan) oleh guru biasa pada sekolah setempat. §         Guru konsultan adalah guru khusus tunanetra yang berfungsi sebagai konsultan bagi guru-guru, kepala sekolah atau petugas lainnya yang memberi pelayanan pendidikan kepada anak tunanetra di sekolah tersebut. Lanjut……..

49 3. Guru Keliling (Itinerant Teacher)
Program ini memiliki karakteristik yang hampir sama dengan program guru konsultas, yaitu murid-murid tunanetra terdaftar pada sekolahsekolah biasa terdekat. Bedanya adalah bahwa pada program guru keliling, guru khusus tunanetra menggunakan sebagaian besar waktunya untuk melakukan pengajaran langsung kepada anak tunanetra. 4. Kelas Sumber Belajar (Resource Room Program) Siswa terdaftar pada suatu sekolah biasa (umum), dimana terdapat di dalamnya suatu kelas khusus yang digunakan untuk melaksanakan pengajaran khusus bagi anak tunanetra (sewaktu-waktu).

50 5. Kelas Khusus (Special Class)
Siswa terdaftar dalam sebuah kelas khusus yang ada pada sekolah reguler. Pengajaran pada kelas ini biasanya relatif padat/penuh dan berlangsung sepanjang hari (jam sekolah). Program yang disajikan biasanya berkenaan dengan pengembangan materi atau ketarmpilan-keterampilan khusus yang dibutuhkan. 6. Sekolah Khusus (Special school) Program ini berbentuk lembaga/sekolah yang secara khusus diperuntukkan bagi anak tunanetra.

51 Program Latihan Orientasi dan Mobilitas
c   Orientasi menunjuk kepada kemampuan seorang tunanetra untuk mengetahui dan menyadari keadaan atau posisi dirinya dalam suatu lingkungan serta hubungannya dengan objek-objek lain yang ada pada lingkungan tersebut. c     Program latihan orientasi pada dasarnya adalah latihan penggunaan atau pemanfaatan fungsi-fungsi indera yang masih ada pada tunanetra, untuk dapat mengenali keadaan lingkungannya secara baik atau tepat. c     Latihan pendengaran, penciuman, perabaan, pengecapan, kinestetik dan lain-lain,yang secara langsung dihubungkan dengan upaya pengenalan lingkungan. c     Mobilitas pada dasarnya adalah kemampuan seorang tunanetra untuk bergerak atau berpindah tempat dari satu posisi ke posisi lain, secara cepat, tepat dan selamat. c     Untuk dapat melakukan mobilitas secara baik seseorang harus terlebih dahulu memiliki orientasi yang benar atau tepat mengenai lingkungannya.

52 Metode dan teknik program latihan mobilitas:
1.  Latihan bergerak/berjalan dengan pendamping awas: a. Dasar-dasar untuk pendamping awas. b. Melewati jalan sempit. c. Melewati pintu. d. Pindah pegangan. c. Berbalik arah. d. Duduk di kursi (dengan atau tanpa meja). e. Naik dan turun tangga. f. Memasuki kendaraan. g.Menerima dan menolak ajakan, dll.

53 2. Latihan bergerak/berjalan sendiri tanpa bantuan tongkat.Meliputi:
a. Trailling (menyusuri). b. Squaring off. c. Upper hand and fore arm (tangan menyilang di atas tubuh) d. Lower hand and fore arm (tangan menyilang di bawah tubuh) e. Direction taking (menemukan/memanfaatkan garis pengarah). f. Dropped objects (mencari benda jatuh). g. Search Pattern (mengenali/menjelajah ruangan). h. Shaking hand (berjabat tangan).

54 3. Latihan bergerak/berjalan dengan menggunakan tongkat. Meliputi:
a. Cara memegang tongkat. b. Cara mengayunkan atau menggerakan tongkat. c. Melangkah dengan tongkat. d. Naik dan turun tangga dan lain sebagainya. 4. Mobilitas dengan bantuan anjing penuntun (guide dog). 5. Mobilitas dengan bantuan alat-alat elektronis

55 Pelayanan Anak Low Vision
c   Hanninen (1975) percaya bahwa sebagian besar anak tunanetra harus membaca huruf cetak (yang diperbesar) daripada membaca braille. c      Mitos umum tentang sisa penglihatan:         1. Membaca buku dalam jarak yang relatif dekat (bagi anak low vision( akan merusak atau membahayakan fungsi penglihatannya.         2. Penggunaan lensa mata yang kuat untuk keperluan membaca atau yang lain-lainya akan menyebabkan luka atau kerusakan pada mata.        3. Pemakaian sisa penglihatan yang terlalu banyak akan merusak penglihatan. c      Hanya dalam kondisi yang sangat jarang anggapan-anggapan tersebut benar.

56 c    Tiga tahapan utama dalam rangka program pelayanan pendidikan bagi anak low vision:
1. Asesmen Untuk mengetahui sisa penglihatan yang secara nyata masih bisa difungsikan (penglihatan fungsional). 2. Penyusunan dan Pelaksanaan Program a. Penyiapan lingkungan belajar yang sesuai b. Melaksanakan program latihan: Evaluasi.

57 Pelaksanaan Program: Barraga,1973 (dalam Catright, 1986) telah menawarkan suatu pokok-pokok kegiatan dalam rangka pengembangan persepsi penglihatan, dengan urutan sebagai berikut: a. Kesadaran terhadap cahaya, warna dll. b. Latihan pengembangan persepsi bentuk objek tiga dimensi. c. Latihan pengembangan persepsi bentuk dari objek yang ter- saji dalam gambar atau permukaan lainnya. d. Latihan mengenali, memilih, membedakan dan mengelompokkan objek-objek berdasarkan suatu aturan atau kelompok tertentu. e. Latihan pengembangan kesadaran visual terhadap lambang- lambang huruf atau kata. f. Latihan kesadaran visual terhadap ide atau gagasan-gagasan yang tersaji.

58 STRATEGI PEMBELAJARAN
UNTUK TUNANETRA Dua isu pokok dalam strategi pembelajaran tunanetra: c  Memodifikasi lingkungan belajar agar sesuai dengan kondisi anak tunanetra. c   Pengoptimalan dan pemanfaatan indera-indera yang masih berfungsi, untuk mengimbangi kelemahan yang disebabkan hilangnya fungsi pengelihatan Strategi pembelajaran dalam pendidikan ATN pada hakekatnya adalah strategi pembelajaran umum yang diterapkan dalam kerangka dua pemikiran dasar di atas.

59 Azas-Azas Pembelajaran 1. Azas Individu
Anak dilayanai secara individu. Individualized Education Program = IEP. 2.    Azas Kekonkritan Pengalaman secara nyata dari apa yang dipelajari. Bower (1986): pengalaman penginderaan langsung. 3.    Azas Kesatuan (unified instruction) Melibatkan semua pengalaman penginderaannya secara terpadu. Bower (1986): gagasan ini disebut sebagai “multy sensory approach”, 4.    Azas kemandirian (selfactivity) Mendorong siswa untuk belajar secara aktif dan mandiri. Anak belajar mencari dan menemukan. Guru sebagai fasilitator yang membantu memudahkan siswa belajar, dan motivator yang membangkitkan motivasi belajar anak.

60 Pola Pembelajaran 1. Bahan, alat, atau mungkin cara yang diberikan kepada ATN sama seperti apa yang diberikan kepada anak-anak awas. Pelajaran agama, budi pekerti, seni suara dll. 2.   Pola pembelajaran yang membutuhkan perubahan untuk penyesuaian (modifikasi, baik berkenaan dengan bahan, alat atau cara). Penggunaan peta atau penggaris timbul, metode demonstrasi disertai perabaan pada waktu mengajarakan senam, bola sepak yang berbunyi, tali pengarah pada waktu lomba lari, adalah beberapa diantara bentuk-bentuk modifikasi. 3. Pola pembelajaran, yang menuntut adanya penggantian. Pembelajaran seni lukis diganti dengan pembelajaran lain sepadan, misalnya seni membentuk. 4.   Untuk hal-hal tertentu, materi pelajaran tidak mungkin sama sekali dilakukan oleh ATN dan materi pengganti yang sepadan sulit ditemukan, untuk itu maka boleh jadi materi tersebut tidak diberikan (dihilangkan) sama sekali. Kegiatan-kegiatan laboratorik.

61 15, 20, 30, 40, 50, 70, 100 dan 200 kaki). tersebut adalah: 3, 5, 6, 9, 12, 15, 20, 30 dan 60 meter.

62 M Ft 60 C D E 30 A B C R 100 20 R M N O 70 15 S T U V W 50 12 F G H I Y Z 40 9 K L M Q R 30 6 N P W N G 20 5 R C B A U P 15 3 D J X Y T O 10 K E W M I N F


Download ppt "DEFINISI TUNANETRA VISUAL HANDICAP TUNANETRA Legally definition"

Presentasi serupa


Iklan oleh Google