Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

ANAMNESIS. Definisi Anamnesis: Wawancara medis oleh dokter kepada pasien untuk mendapatkan informasi selengkap – lengkapnya tentang kondisi yang sedang.

Presentasi serupa


Presentasi berjudul: "ANAMNESIS. Definisi Anamnesis: Wawancara medis oleh dokter kepada pasien untuk mendapatkan informasi selengkap – lengkapnya tentang kondisi yang sedang."— Transcript presentasi:

1 ANAMNESIS

2 Definisi Anamnesis: Wawancara medis oleh dokter kepada pasien untuk mendapatkan informasi selengkap – lengkapnya tentang kondisi yang sedang dialami oleh pasien sebagai bahan untuk menyimpulkan diagnosis penyakit dari pasien tersebut.

3 Bentuk Anamnesis wawancara medis yang dilakukan SECARA LANGSUNG antara dokter dan pasien itu sendiri, Wawancara medis oleh dokter DENGAN KELUARGA PASIEN YANG MEMBAWA PASIEN tersebut ke dokter AutoanamnesisAlloanamnesis

4 IDENTITAS PASIEN: 1.Umur 2.Jenis kelamin 3.Ras 4.Status pernikahan 5.Agama 6.Pekerjaan

5 4 Riwayat Penyakit Sekarang (RPS) Riwayat Penyakit Dahulu (RPD) Riwayat Kesehatan Keluarga Riwayat Sosial dan Ekonomi

6 Riwayat Penyakit Sekarang (RPS) Pokok Kegiatan : KELUHAN UTAMA 1.Lokasi (dimana ? menyebar atau tidak ?) 2.Onset / awitan dan kronologis (kapan terjadinya? berapa lama?) 3.Kuantitas keluhan (ringan atau berat, seberapa sering terjadi ?) 4.Kualitas keluhan (rasa seperti apa ?) 5.Faktor-faktor yang memperberat keluhan. 6.Faktor-faktor yang meringankan keluhan. 7.Analisis sistem yang menyertai keluhan utama Sistematika Pertanyaan Investigasi

7 Riwayat Penyakit Sekarang (RPS) Pokok Kegiatan : KELUHAN UTAMA Pendekatan Investigasi Identifikasikan Organ yang sakit BUKAN Penyakitnya Pengetahuan anatomi dan fisiologi Pengetahuan sosiologi, psikologi dan antropologi 1 2

8 Riwayat Penyakit Dahulu (RPD) Pokok Kegiatan : Riwayat Penyakit 1.Pernah/ Tidak menderita penyakit dengan keluhan yang sama? 2.Kapan terjadinya? 3.Sering kambuh/ Berulang atau tidak? 4.Obat yang pernah diberikan? 5.Sedang menderita penyakit kronis ? (Hipertensi, DM, PJK, Ginjal Kronis, dll) 6.Imunisasi yang pernah/ belum diperoleh? 7.Awal usia menstruasi? 8.Gangguan menstruasi? 9.Pernah rawat inap/ tidak? 10.Pengobatan waktu rawat inap? Sistematika Pertanyaan Investigasi

9 Riwayat Kesehatan Keluarga 1.Penderita penyakit kronis ? (Hipertensi, DM, PJK, Ginjal Kronis, dll) 2.Penderita penyakit menular? Sistematika Pertanyaan Investigasi

10 Riwayat Sosial Ekonomi 1.Pendidikan pasien/ Orang tua? 2.Pekerjaan Pasien/ Orang Tua? 3.Status pernikahan 4.Pola tidur? 5.Pola makan? 6.Kebiasaan merokok? 7.Konsumsi Alkohol? 8.Konsumsi obat-obatan tertentu? 9.Konsumsi narkotika? 10.Asuransi yang dimiliki? 11.Percaya diri dalam pergaulan? Sistematika Pertanyaan Investigasi

11 KEPALA LEHER DADA (THORAX) PEMERIKSAAN FISIK PERUT (ABDOMEN)

12 PEMERIKSAAN KEPALA UMUM 1. Bentuk dan ukuran kepala 2. Terdapat hidrosefalus/ tidak 3. Mikrosefalus atau mesosefal 4. Terdapat tonjolan tulang/tidak 5. Asimetri kepala dan wajah

13 PEMERIKSAAN KEPALA Khusus 1. Pemeriksaan Wajah PUCAT SIANOSIS IKTERIK Kemungkinan insufisiensi aorta atau anemia Kemungkinan cacat jantung bawaan Kemungkinan hepatitis atau tumor pankreas Penampakan Wajah Fasies leonina Tanpa ekspresi/ wajah topeng Asimetri wajah Kemungkinan menderita kusta Kemungkinan mongoloid/ Parkinson Kemungkinan adanya kelumpuhan pada syaraf kranial terutama nervus fasialis atau Bells palsy Kelainan pada kelenjar parotis akibat parotitis Atau tumor pada parotis

14 PEMERIKSAAN KEPALA Khusus 2. Pemeriksaan Rambut WARNA, JUMLAH, DISTRIBUSI, KEKUATAN, MUDAH RONTOK ALOPESIA AREATA MALNUTRISI RONTOK MENDADAK, BENTUK OVAL, TANPA INFLAMASI MUDAH DICABUT, BERWARNA KECOKLATAN DAN KERING

15 PEMERIKSAAN KEPALA Khusus 3. Pemeriksaan Mata Inspeksi Kelopak Mata : edema, lingkaran hitam di sekitar mata, reflek menutup mata, kerapatan menutup mata. Bulu mata : ada/ tidak, pertumbuhannya dan bentuknya Conjunctiva: warna, ada / tidaknya perdarahan, kiste perlukaan Sclera mata: warna, ada tidaknya perdarahan Pupil: respon cahaya, ukuran Iris/lensa mata/kornea : warna atau kekeruhan Palpasi MENGETAHUI KEKENYALAN BOLA Mata dengan menggunakan kedua jari telunjuk dalam keadaan mata tertutup

16 PEMERIKSAAN KEPALA Khusus 3. Pemeriksaan Hidung Inspeksi Inspeksi eksternal Permukaan hidung Asimetri, deformitas, inflamasi Inspeksi internal Di dalam hidung mukosa yang menutup septu m dan turbin asi mukosa oedema dan kem erah an oedema dan pucat pada rinitis alergik, polip ulkus karena pengg unaan kokain Posisi dan integritas septum nasi deviasi atau perforasi

17 PEMERIKSAAN KEPALA Khusus 4. Pemeriksaan Mulut dan Faring Inspeksi Bibir Mukosa Oral Gusi dan Gigi Langit-Langit Mulut Lidah Faring warna, kelembaban, oedema, ulserasi atau pecah-pecah warna mukosa, pigmentasi, ulserasi dan nodul inflamasi, oedema, perdarahan, retraksi atau perubahan warna gusi, gigi tanggal atau hilang Warna dan bentuk, torius platinus / tidak Warna dan papila, glositis, paralisis syaraf kranial ke-12 Warna dan papila, faringitis, paralisis syaraf kranial ke-10

18 PEMERIKSAAN LEHER 1.Asimetri 2.Denyutan abnormal 3.Tumor 4.Keterbatasan gerakan dalam range of motion (ROM) 5.Pembesaran kelenjar limfe dan tiroid. UMUM

19 PEMERIKSAAN LEHER 1.Tulang hioid 2.Tulang rawan tiroid 3.Kelenjar tiroid 4.Muskulus sternokleidomastoideus 5.Pembuluh karotis 6.Lelenjar limfe PALPASI Pemeriksaan dilakukan pada kedua sisi (bilateral) bersamaan

20 PEMERIKSAAN LEHER 1.Panjang Bentuk Leher Ektomorf, Kahektis, Pasien tuberkulosis paru yang lama 2. Pendek dan Gemuk 3. Bersayap Endomorf, Obesitas, Sindrom cushing, Miksedema, Kretinisme Sindrom Turner

21 PEMERIKSAAN LEHER Tidak dapat menoleh kiri & kanan, indikasi kelumpuhan Inspeksi Otot Leher Otot M.Sternokleidomastoideus Inspeksi postur bahu, indikasi kelumpuhan pada bahu yang lebih rendah Otot M. Trapezius

22 PEMERIKSAAN LEHER Inflamasi/ tidak Kelenjar Getah Bening Inspeksi Perbesaran Konsistensi lunak, kenyal atau keras, perlekatan pada dasar atau pada kulit Palpasi

23 PEMERIKSAAN LEHER Konsistensi ukuran, noduler, difus dan nyeri tekan Kelenjar Tiroid Inspeksi Perintah gerakan menelan, raba tiroid dari belakang pastikan benjolan ikut bergerak selama menelan Palpasi Bising (bruit) indikasi strauma Auskultasi Sternum atas, suara redup indikasi struma retrosternol Perkusi

24 PEMERIKSAAN LEHER Pengukuran Jugularis Venous Pressure (JVP) Menggambarkan aktivitas jantung Pengukuran tak langsung Tentukan titik zero atau level flebostatik, sebagai titik tengah lokasi atrium kanan pada perpotongan antara garis midaksiler dengan garis tegak lurus sternum pada level angulus Ludovici Pada posisi tegak, tekanan vena jugularis yang normal akan tersembunyi di dalam rongga toraks Pada posisi berbaring vena jugularis mungkin akan terisi meskipun tekanan vena masih normal. Pada posisi setengah duduk 45 derajat (dalam keadaan rileks) titik perpotongan vena jugularis dengan klavikula akan berada pada bidang horizontal kira-kira 5 cm diatas titik nol, jika batas atas denyut vena terlihat di atas klavikula, maka tekanan vena jugularis pasti meningkat (Indikasi Gagal Jantung)

25 PEMERIKSAAN LEHER Arteri Karotis Denyut Nadi Karotis Menggambarkan denyut jantung lebih baik dibandingkan denyut arteri brakialis 1.Denyut arteri karotis kanan dapat diraba dengan menggunakan ibu jari tangan kiri yang diletakkan di samping laring dekat m. Sternokleidomastoideus. 2.Dapat diraba dari belakang dengan menggunakan empatjari pemeriksa pada tempat yang sama. 3.Pada stenosis aorta, denyut arteri karotis akan teraba lebih lemah daripada keadaan normal; sedangkan pada insufisiensi aorta, denyut arteri karotis akan teraba kuat dan keras.

26 PEMERIKSAAN LEHER Trakea 1.Inspeksi letak trakea apakah di tengah atau bergeser atau tertarik ke samping 2.Palpasi, letakkan jari tengah tangan pemeriksa pada suprasternal notch, kemudian secara hati hati geser jari tersebut ke atas dan agak ke belakang sampai trakea, teraba 3.Bila trakea bergeser ke salah satu sisi, maka ruang di sisi kontralateral trakea akan lebih luas dibandingkan dengan ruang yang searah dengan pergeseran trakea. 4.Pada aneurisma aorta, akan tampak adanya tracheal tug, yaitu tarikan-tarikan yang teraba sesuai dengan sistole jantung dengan sedikit dorongan keatas pada os krikoid; tampak jelas pada posisi duduk atau berdiri dengan sedikit menengadah

27 PEMERIKSAAN THORAX PEMERIKSAAN THORAX

28 PEMERIKSAAN THORAX INSPEKSI Evaluasi lesi pada dinding dada, kelainan bentuk dada, menilai frekuensi, sifat dan pola pernapasan

29 1. KELAINAN DINDING DADA PARUT BEKAS OPERASIVENA SUPERVISIAL LEBAR SPIDER NAEVI GINEKOMASTIA TUMOR LUKA OPERASI RETRAKSI OTOT-OTOT INTERKOSTA

30 2. KELAINAN BENTUK DADA 1.Barrel chest muncul berkaitan dengan 2.kondisi osteoarthritis (radang sendi dan pengapuran) dan PPOK (penyakit paru obstruktif kronis) 3.Paru-paru mengalami over-inlfasi karena terpenuhi udara, akibatnya rongga dada akan mengembang terus menerus. D 4.Diameter anteroposterior lebih besar dari diameter latero lateral. 5.Tulang punggung melengkung (kifosis), Angulus costqe >90 derajat. BARREL CHEST (DADA TONG)

31 1.Kurvatura vertebra melengkung secara berlebihan ke arah anterior. 2.Kelainan ini akan terlihat jelas bila pemeriksaan dilakukan dari arah lateral pasien KIFOSIS (DADA BUNGKUK) 2. KELAINAN BENTUK DADA

32 1.Kurvatura vertebra melengkung secara berlebihan ke arah lateral. 2.Kelainan ini terlihat jelas pada pemeriksaan dari posterior SKOLIOSIS (DADA BENGKOK) 2. KELAINAN BENTUK DADA

33 Pectus Exovotum/ Funnel Chest (Dada Corong) 1.Jika terdapat lebih dari satu tulang iga fraktur, gerakan paradoks pada toraks dapat terlihat. 2.Penurunan diafragma mengurangi tekanan intratoraks pada inspirasi. 3.Area yang mengalami cedera melesak ke dalam (tulang sternum), saat ekspirasi toraks bergerak ke luar 2. KELAINAN BENTUK DADA

34 KELAINAN BENTUK DADA Pectus Carinatum (Dada Burung) 1.Pectus carinatum, sternum berubah letak kearah anterior (Menonjol Ke depan) 2.DIameter anteroposterior meningkat. 3.Perbatasan kartilago kostal dengan tonjolang sternum relatif tertekan

35 KELAINAN BENTUK DADA 1.Pada kifoskoliosis, kurvatura tulang belakang dan rotasi vertebrata yang abnormal mengakibatkan deformitas dada, menyebabkan evaluasi paru menjadi sangat sulit diinterpretasikan. 2.Bentuk dada ini dapat terjadi sebagai akibat sekunder dari poliomelitits atau sebagai manifestasi dari sindrom marfan. KIFOSKOLIOSIS

36 3. FREKUENSI PERNAFASAN 1.Frekuensi pernapasan normal 1,4-20 kali per menit. 2.Pernapasan kurang dari 14 kali permenit disebut bradipnea, misalnya akibat pemakaian obat-obat narkotik, dan kelainan serebral. 3.pernapasan lebih dari 20 kali per menit disebut takipnea, misalnya pada pneumonia, ansietas, dan asidosis.

37 3. SIFAT DAN POLA PERNAPASAN SIFAT PERNAPASAN PERNAPASAN CUPING HIDUNG PURSED LIPS BREOTHING KOMBINASI ABDOMEN TORAKAL ABDOMINAL pasien tumor peritonitis umum pasien PPOK lanjut Umum Normal LK/PR Pernafasan mulut pada pasien ppOK Pernafasan mulut pada pasien Penumonia

38 3. SIFAT DAN POLA PERNAPASAN POLA PERNAPASAN SIGHING RESPIROTION PERNAPASAN CHEYNE STOKES BRADIPNEA TAKIPNEA PERNAPASAN NORMAL HIPERPNEA/HIPERVENTILASI PENAFASAN TERATUR CEPAT & DANGKAL CEPAT & DALAM LAMBAT ADANYA PERIODE APNEA SECARA BERULANG PERNAPASAN NORMAL YANG DISELINGI OLEH TARIKAN NAPAS YANG DALAM PERNAPASAN BIOT (ATAXIC BREOTHING) TIDAK TERATUR BAIK DALAM HAL FREKUENSI MAUPUN AMPLITUDONYA

39 PEMERIKSAAN THORAX PALPASI STATIS Pemeriksaan kelenjar getah bening Pemeriksaan untuk menentukan posisi mediastinum supraklavikula submandibula kedua aksila Pergeseran mediastinum bagian atas dapat menyebabkan deviasi trakea Jarak antara suprosternal notch dengan kartilago krikoid normal selebar 3-4 jari. Berkurangnya jarak ini menunjukkan adanya hiperinflasi paru Deviasi pulsasi apeks jantung menunjukkan adanya pergeseran mediastinum bagian bawah

40 PEMERIKSAAN THORAX PALPASI DINAMIS PEMERIKSAAN EKSPANSI PARU 1.pergerakan kedua klavikula 2.Berkurangnya gerakan pada salah satu sisi menunjukkan kelainan pada sisi tersebut 3.Menggunakan ibu jari yang saling dekat 4.Berkurangnya ekspansi dada pada salah satu sisi petunjuk adanya kelainanpada sisi tersebut PEMERIKSAAN VOKAL FREMITUS 1.meletakkan kedua telapak tangan pada permukaan dinding dada 2.minta menyebutkan angka 77 atau 99, sehingga getaran suara akan lebih jelas 3.Fremitus yang melemah didapatkan pada penyakit empiema, hidrotoraks, atelektasis. 4.Fremitus yang mengeras terjadi karena adanya infiltrat pada parenkim paru

41 PEMERIKSAAN THORAX PERKUSI Dengan teknik ketukan untuk mendengarkan bermacam- macam bunyi

42 PEMERIKSAAN THORAX LOKASI PERKUSI

43 PEMERIKSAAN THORAX MACAM BUNYI PERKUSI Sonor (resonant): terjadi bila udara dalam paru (alveoli) cukup banyak, terdapat pada paru yang normal. Hipersonor (Hiperresonanf): terjadi bila udara di dalam paru/dada menjadijauh lebih banyak, misalnya pada emfisema paru, kavitas besar yang letaknya superfisial, pneumotoraks dan bula yang besar Redup (dull): bila bagian yang padat lebih banyak daripada udara misalnya : adanya infiltrat/ konsolidasi akibat pneumonia, efusi pleura yang sedang. Pekak (flat / stony dull ) : terdapat pada jaringan yang tidak mengandung udara di dalamnya, misalnya pada tumor paru, efusi pleura masif Bunyi timpani: terdengar pada perkusi lambung akibat getaran udara di dalam lambung.

44 PEMERIKSAAN THORAX CARA PERKUSI Pada paru bagian depan dilakukan pemeriksaan perkusi perbandingan secara bergantian kiri dan kanan (zigzag). Dalam keadaan normal didapatkan hasil perkusi yang sonor pada kedua paru. Menentukan batas paru hati dilakukan perkusi sepanjang garis midklavikula kanan sampai didapatkan adanya perubahan bunyi dari sonor menjadi redup, mulai dari sela iga ke 2 kanan, dan umumnya didapatkan setinggi sela iga ke 6. Menentukan batas paru lambung dilakukan perkusi sepanjang garis aksilaris anterior kiri sampai didapatkan perubahan bunyi dari sonor ke timpani. Biasanya didapatkan setinggi sela iga ke-8. Batas ini sangat dipengaruhi oleh isi lambung. Dalam keadaan normal didapatkan hasil perkusi yang sonor pada kedua paru. Daerah aksila dapat diperkusi dengan cara meminta pasien mengangkat tangannya ke atas kepala. Daerah supraskapula seluas 3 sampai 4 dari di pundak. Hilangnya bunyi sonor pada daerah ini menunjukkan adanya kelainan pada apeks paru, misalnya tumor paru, tuberkulosis paru

45 PEMERIKSAAN THORAX CARA PERKUSI Pada paru bagian depan dilakukan pemeriksaan perkusi perbandingan secara bergantian kiri dan kanan (zigzag). Dalam keadaan normal didapatkan hasil perkusi yang sonor pada kedua paru. Menentukan batas paru hati dilakukan perkusi sepanjang garis midklavikula kanan sampai didapatkan adanya perubahan bunyi dari sonor menjadi redup, mulai dari sela iga ke 2 kanan, dan umumnya didapatkan setinggi sela iga ke 6. Menentukan batas paru lambung dilakukan perkusi sepanjang garis aksilaris anterior kiri sampai didapatkan perubahan bunyi dari sonor ke timpani. Biasanya didapatkan setinggi sela iga ke-8. Batas ini sangat dipengaruhi oleh isi lambung. Dalam keadaan normal didapatkan hasil perkusi yang sonor pada kedua paru. Daerah aksila dapat diperkusi dengan cara meminta pasien mengangkat tangannya ke atas kepala. Daerah supraskapula seluas 3 sampai 4 dari di pundak. Hilangnya bunyi sonor pada daerah ini menunjukkan adanya kelainan pada apeks paru, misalnya tumor paru, tuberkulosis paru

46 PEMERIKSAAN THORAX AUSKULTASI Pemeriksaan auskultasi ini meliputi pemeriksaan suara napas pokok, pemeriksaan suara napas tambahan untuk menemukan adanya kelainan yang berdasarkan intensitas, frekuensi serta lamanya fase inspirasi dan ekspirasi SUARA NAPAS POKOK Vesikular 1.Nafas lembut dengan intensitas dan frekuensi rendah 2.Tanda fase inspirasi langsung diikuti dengan fase ekspirasi tanpa diselingi jeda, dengan perbandingan 3: 1 Bronkovesikular 1.Nafas dengan intensitas dan frekuensi sedang, Tanda fase ekspirasi menjadi lebih panjang hampir sama fase inspirasi yang kadang diselingi jeda. 2.Dalam keadaan normal ada pada dinding anterior setinggi sela iga l- dan 2 serta daerah interskapul. Bronkial 1.Keras dan berfrekuensi tinggi, fase ekspirasi menjadi lebih panjang dari fase inspirasi dan diantaranya diselingi jeda. 2.Terjadi perubahan kualitas suara sehingga terdengar seperti tiupan dalam tabung Trakeal suara napas yang sangat keras dan kasar, dapat didengarkan pada trakea Amforik terdapat kavitas besar yang letaknya perifer dan berhubungan dengan bronkus, terdengar seperti tiupan dalam botol kosong

47 PEMERIKSAAN THORAX SUARA NAPAS TAMBAHAN Ronki basah (crockles atau roles) 1.Nafas terputuss putus bersifat non musical, terdengar pada saat inspirasi akibat udara yang melewati cairan dalam saluran napas 2.Sifat ronki basah ini dapat bersifat nyaring (bila ada infiltrat misalnya pada pneumonia) ataupun tidak nyaring (pada edema paru) Ronki kering 1.Suara napas kontinyu, musical, frekuensi yang relatif rendah, terjadi karena udara mengalir melalui saluran napas yang menyempit, misalnya akibat adanya sekret yang kental. 2.Wheezing adalah ronki kering yang frekuensinya tinggi dan panjang yang biasanya terdengar pada serangan asma Bunyi gesekan pleura (Pleurol friction rub) 1.Terjadi karena pleura parietal dan viseral yang meradang saling bergesekan. Pleura yang meradang akan menebal atau menjadi kasar. 2.Bunyi gesekan ini terdengar pada akhir inspirasi dan awal ekspirasi Hippocrotes succussion Terdengar suara cairan pada rongga dada bila pasien digoyang- goyangkan. Biasanya didapatkan pada pasien dengan hidropneumotoraks Pneumothorox click Bunyi yang bersifat ritmik dan sinkron dengan saat kontraksi jantung, terjadi bila didapatkan adanya udara di antara kedua lapisan pleura yang menyelimuti jantung AUSKULTASI

48 PEMERIKSAAN JANTUNG Pokok pengetahuan : anatomi dan fisiologi jantung serta sistem pembuluh darah 1.Dua pertiga bagian jantung terletak di rongga dada kiri dan sepertiga sisanya terletak di sebelah kanan. 2.Di bagian bawah berbatasan langsung dengan diafragma dan di bagian atas terdapat vena kava superior, aorta ascendens, dan arteri pulmonalis dengan percabangan kiri dan kanan. 3.Sisi kanan jantung dibentuk oleh atrium kanan, sedangkan sisi kiri dibentuk oleh sebagian besar ventrikel kiri dan sisanya oleh atrium kiri. 4.Atrium kiri dan ventrikel kiri dibatasi oleh pinggang jantung. Basis jantung mengarah ke superior dan posterior, setinggi iga ke 3 sebelah kanan. 5.Apeks jantung terletak di bagian anterior setinggi sela iga ke-5 bagian medial dari garis midklavikular sebelah kiri DASAR ANATOMI

49 BATAS – BATAS JANTUNG Batas atas jantung: dimulai dari batas bawah tulang rawan iga ke-2 sebelah kiri ke batas atas tulang rawan iga ke-2 sebelah kanan Batas bawah jantung: dimulai dari tulang rawan iga ke 6 kanan hingga ke apeksjantung di sela iga ke-5 garis midklavikula kiri Batas kanan dan kiri jantung: mengikuti garis yang menghubungkan ujung kiri dan kanan batas atas dan bawa hjantung. Batas kanan dan kiri jantung disebut juga batas pulmonal

50 TIPOGRAFI DINDING JANTUNG

51 PEMERIKSAAN JANTUNG 1.Keadaan umum: kesadaran, tinggi badan, berat badan, dan inspeksi pasien. 2.Tanda-tanda vital: tekanan darah dan denyut arteri. 3.Penilaian jugular venous pulse. 4.Pemeriksaan jantung: inspeksi, palpasi (meraba), perkusi (mengetuk-ngetuk dinding dada), dan auskultasi (mendengarkan bunyi-bunyi jantung). 5.Pemeriksaan edema PEMERIKSAAN UMUM

52 PEMERIKSAAN JANTUNG INSPEKSI JARI DAN KUKU 1.Nyeri pada jari 2. Clubbing finger 3. Sptinter hemorrhage Nodus osler adalah lesi yang nyeri yang muncul di lempeng jari pada pasien dengan endokarditis infektif Nodus osler Pembengkakan jaringan lunak pada bagian distal dari jari tangan atau kaki, di dasar kuku Sptinter hemorrhage garis tipis berwarna coklat kemerahan, di bawah kuku yang biasanya ditemukan pada pasien endokarditis infektif

53 INSPEKSI JANTUNG Dinding dada pasien Pernapasan pasien Kelainan kulit atau tanda bekas operasi jantung Bentuk tulang punggung Deformitas tulang berat Benjolan alat pacu jantung

54 VOUSSURE CARDIAQUE penonjolan setempat yang lebar di daerah precordium, di antara sternum dan apeks codis kelainan jantung organis kelainan jantung yang berlangsung sudah lama/terjadi sebelum penulangan sempurna hipertrofi atau dilatasi ventrikel ICTUS Dewasa kurus, tampak pulsasi ictus cordis pada sela iga V, linea medioclavicularis kiri. ictus kordis bergeser ke kiri dan melebar, kemungkinan adanya pembesaran ventrikel kiri. Pulpasi yang kuat pada sela iga III kiri disebabkan oleh dilatasi arteri pulmonalis pada supra sternal mungkin akibat kuatnya denyutan aorta Pada hipertrofi ventrikel kanan, pulsasi tampak pada sela iga IV di linea sternalis atau daerah epigastrium. Pulsasi pada leher bagian bawah dekat scapula ditemukan pada coarctatio aorta.

55 PALPASI JANTUNG untuk mengonfirmasi impuls apeks yang sebelumnya sudah dilihat saat inspeksi, dan mengevaluasi ventrikel kanan, arteri pulmonal, serta pergerakan ventrikel kiri. ICTUS CORDIS ATAU POINT OF MOXIMUL IMPULS (PMI) Berdiri di sisi kanan pasien Pasien diposisikan supinasi atau left laterql decubitus (LLD) Pastikan denyut apeks pada20-40 % orang dewasa teraba di posisi supinasi 50% teraba pada posisi LLQ terutama pada mereka yang kurus Gunakan ujung jari di daerah dada sela iga ke lima, garis midklavikula, karena daerah tersebut merupakan daerah yang paling sensitif LIFTS THRILL HEAVES Pada mitral insufisiensi teraba pulsasi bersifat menggelombang disebut ”vantricular heaving”. Pada stenosis mitralis terdapat pulsasi yang bersifat pukulan pukulan serentak disebut ”ventricular lift”. getaran ”thrill” yang terasa pada telapak tangan, akibat kelainan katup-katup jantung. Getaran ini sesuai dengan bising jantung yang kuat pada waktu auskultasi. Tentukan pada fase apa getaran itu terasa, demikian pula lokasinya.

56 PERKUSI JANTUNG 1.Untuk menentukan batas-batas jantung. 2.Pada penderita emfisema paru terdapat kesukaran perkusi batas-batas jantung. 3.Selain perkusi batas-batas jantung, juga harus diperkusi pembuluh darah besar di bagian basal jantung 4.Pada keadaan normal antara linea sternalis kiri dan kanan pada daerah manubrium sterni terdapat pekak yang merupakan daerah aorta. Bila daerah ini melebar, kemungkinan akibat aneurisma aorta. BATAS-BATAS JANTUNG 1.Batas kanan : Ruang ICS ke-3 s.d. 5 pada linea parasternal kanan. 2.Batas kiri : Ruang ICS ke-3 linea parasternal kiri s.d. ruang ICS ke-5 linea axillaries anterior kiri. 3.Batas atas : Ruang ICS ke-3 linea parasternal kanan s.d ICS ke-3 linea parasternal kiri. 4.Batas bawah : Ruang ICS ke-5 linea parasternal kanan s.d. ruang ICS ke-5 linea axillaries anterior kiri.

57 ASUKULTASI JANTUNG 1.Pemeriksa dapat mendengarkan bunyi jantung, baik yang normal maupun tidak normal, serta bising jantung (murmug bila ada kelainan di jantung) dan gesekan pericard. 2.Pemeriksaan jantung dilakukan dengan alat stetoskop. 3.Untuk mendapatkan hasil auskultasi yang baik, pemeriksa harus melakukan pemeriksaan dalam ruangan yang tenang. 4.Auskultasi dilakukan untuk mengidentifikasi bunyijantung S1 dan 52, suara tambahan pada sistol dan diastol, serta murmur sistolik dan diastolik. Lokasi titik pemeriksaan auskultasi 1.Apeks, bagian paling lateral dari impuls jantung yang teraba atau disebut area mitral, untuk mendengar bunyi jantung yang berasal dari katup mitral. 2.Sela iga ke 4-5 parasternal kiri dan kanan, disebut juga area trikuspid atau left lower sternol border, untuk mendengarkan bunyi jantung dari katup trikuspid. 3.Sela iga ke-3 kiri untuk mendengarkan bunyi patologis dari septal bila ada kelainan seperti ASD atau VSD. 4.Sela iga ke-2 kiri di samping sternum, disebut area pulmonal atau left bose, untuk mendengarkan bunyi jantung dari katup pulmonal. 5.Sela iga ke-2 kanan di samping sternum, disebut area aorta atau right bose, untuk mendengarkan bunyi jantung dari katup. 6.Arteri karotis kanan dan kiri untuk mendengarkan bila ada penjalaran murmur dari katup aorta ataupun kalau ada stenosis di arteri karotis sendiri.

58 ASUKULTASI JANTUNG BUNYI JANTUNG 1.Perhatikan lokalisasi dan asal bunyi jantung 2.Tentukan bunyi jantung I dan II 3.Tentukan intensitas bunyi dan kualitasnya 4.Pastikan ada tidaknya bunyi jantung III dan bunyi jantung IV 5.Pastikan irama dan frekuensi bunyi jantung 6.Pastikan bunyi jantung lain yang menyertai bunyi jantung 1.Bunyi jantung normal terdiri atas bunyI jantung S1 yang lebih lemah daripada S2 di area apeks dan trikuspid 2.Bunyi jantung S1 merupakan suara yang dihasilkan dari penutupan katup mitral dan trikuspidal dideskripsikan dengan suara "lub", 3.Bunyi jantung S2 merupakan suara yang dihasilkan dari menutupnya katup aorta dan pulmonal dengan suara "dup" 4.Untuk menentukan S1 adalah dengan meraba arteri radialis atau arteri karotis alau ictus cordis, dimana S1- sinkron dengan denyut arteri-arteri tersebut atau dengan denyut ictus cordis. 5.Fase antara S1- dan S2 disebut fase sistolik, sedangkan fase antara S2 dan S1 disebut fase diastolik. Fase sistoiik lebih pendek daripada fase diastolik BUNYI JANTUNG NORMAL

59 AUSKULTASI JANTUNG 1.Splitting S1 kadang bisa terdengar di batas kiri bawah sternum, ketika penutupan katup trikuspid tertunda karena RBBB 2.Splitting merupakan karakteristik dari S2 karena katup aorta dan pulmonal menutup di saat yang bervariasi mengikuti siklus respirasi (Splitting fisiologis, Wide physiologic splitting, Wide Fixed Splitting, dan Parodoxicol splitting). 3.Bunyi jantung S3 yaitu bunyi jantung yang terdengar saat fase awal diastolik (early diostole) dengan nada rendah dan tumpul (dull) alau halus. 4.S3 patologis antara lain penurunan kontraktilitas miokardium, gagal jantung kongesti, dan overlood volume ventrikel, seperti pada kasus regurgitasi mitral atau trikuspid. 5.Bunyi S3 yang berasal dari ventrikel kiri (leff-sided S3) paling jelas terdengar di apeks dengan posisi dekubitus lateral kiri, sementara itu bunyi S3 dari ventrikel kanan (right- sided S3) paling jelas terdengar di left lower sternol border. 6.Auskultasi bunyi S3 paling baik dilakukan dengan menggunakan bagian bell dari stetoskop. BUNYI JANTUNG TAMBAHAN

60 AUSKULTASI JANTUNG 1.Bunyi jantung S4 yaitu bunyi jantung yang terdengar sesaat sebelum S1, pada fase akhir diastolik (lote diostolic) atau presistolik. 2.Bunyi S4 memiliki nada rendah dan tumpul (dull) atau halus. dihasilkan akibat kontraksi atrium yang lebih kuat dari biasanya untuk memompakan darah ke ventrikel yang mengalami peningkatan resistensi mungkin terjadi karena adanya hipertropi atau fibrosis di ventrikel. 3.Penyebab lain S4: hipertensi, stenosis aorta, coorctation of oorta, kardiomiopati hipertropi, penyakit arteri koroner, dan pemanjangan interval P-R 4.Pada pasien dengan stenosis trikuspid juga dapat te rdengar opening snopnamun seluruh pasien tersebut biasanya juga memiliki stenosis mitral 5.Adanya bunyi Aortic click yang dihasilkan karena katup aorta yang membuka terlalu cepat dan pada kelainan stenosis aorta 6.Pericardial rub didapat pada kasus perikarditis konstriktiva terjadi gesekan antara perikard lapis viseral dan lapis parietal. Bunyi ini tidak dipengaruhi oleh pernapasan. bunyi kasar dan dapat didengar di area trikuspidal dan atipikal dan bisa terdengar pada fase sistolik atau diastolik atau keduanya. 7.Bila ada bising murmur, beberapa karakteristik yg harus diperhatikan antara lain: Waktu, bentuk, lokasi intensitas maksi mal, penjalaran dan intensitas. BUNYI JANTUNG TAMBAHAN

61 AUSKULTASI JANTUNG IDENTIFIKASI MUR-MUR Waktu sistolik (terjadi kapanpun dari S1-S2) diastolik, (terjadi kapanpun dari S2 hingga S1 setelahnya) Berkelanjulan/ continuous (mulai saat sistol namun memanjang hingga melewati diastol). Bentuk murmur crescendo (semakin keras) decrescendo (semakin lem but/peIan) crescendo - decrescendo ( intensitasnya meningkat di awal kemudian menurun) ploteou (memiliki intensitas yang sama di sepanjang murmur) Lokasi intensitas maksimal Transmisi dari titik intensitas maksimal Derajat Intensitas Mur-Mur

62 AUSKULTASI JANTUNG Derajat Intensitas Mur-Mur Derajat 1 (intensitas paling rendah) terdengar samar-samar. Biasanya susah terdengar oleh pemeriksa yang tidak berpengalaman. Tidak disertai thrill. Derajat 2 (intensitas rendah,) terdengar halus, tapi langsung terdengar setelah steitoskop di letakkan di dada oleh pemeriksa yang tidak berpengalaman. Tidak disertai thrill. Derajat 3 (intensitas medium) terdengar agak keras. Tidak disertai thrill. Derajat 4 (intensitas medium) terdengar keras. Namun, stetoskop harus kontak sempurna dengan kulit. Biasanya diserlai thrill. Derajat 5 (intensitas keras) terdengar sangat keras. Dapat terdengar dengan stetoskop sebagian dilepas dari dada. Biasanya disertai thrill. Derajat 6 (inten5itas paling keras) terdengar sangat keras; Dapat terdengar meskipun stetoskop tidak diletakkan di dinding dada. Biasanya diserlai thrill.

63 PEMERIKSAAN ABDOMEN

64 INSPEKSI ABDOMEN Melihat abdomen baik bagian depan ataupun belakang (pinggang) Keadaan abdoryen seperti simetris atau tidak, Bentuk atau kontur ukuran, Kondisi dinding perut (kulit, vena, umbilikus, striae alba) dan Pergerakan dinding abdomen. Pada keadaan normal dan fisiologis: 1.Pergerakan dinding usus akibat peristaltik usus tidak terlihat. 2.Bila terlihat gerakan peristaltik usus maka dapat dipastikan adanya hiperperistaltik dan dilatasi sebagai akibat obstruksi lumen usus. 3.Obstruksi lumen usus ini dapat disebabkan macam-macam kelainan antara lain tumor, perlengketan, strangulasi dan skibala. 4.Pada keadaan starvasi bentuk dinding abdomen cekung dan tipis, disebut bentuk skopoid. Pada keadaan ini dapat terlihat gerakan peristaltik usus. 5.Abdomen yang membuncit dalam keadaan normal dapat terjadi pada pasien gemuk.

65 INSPEKSI ABDOMEN Pada keadaan Patologis: 1.Abdomen membuncit disebabkan oleh ileus paralitik, ileus obstruktif, meteorismus, asites, kistoma ovarii, dan kehamilan. 2.Tonjolan setempat menunjukkan adanya kelainan organ di bawahnya, misal tonjolan regio suprapubis terjadi karena pembesaran uterus pada wanita atau terjadi karena retensi urin pada pria tua dengan hipertrofi prostat atau wanita dengan kehamilan muda. 3.Pada stenosis pilorus, lambung dapat menjadi besar sekali sehingga pada abdomen terlihat pembesaran setempat.

66 AUSKULTASI ABDOMEN Pemeriksaan ini dilakukan untuk: 1.Suara/Bunyi usus: frekuensi dan pitch meningkat pada obstruksi, menghilang pada ileus paralitik. 2.Succussion splosh - untuk mendeteksi obstruksi lambung. 3.Bruit arterial. 4.Venous hum pada kaput medusa Dalam keadaan normal: Suara peristaltik usus kadang kadang dapat didengar walaupun tanpa menggunakan stetoskop, biasanya setelah makan atau dalam keadaan lapar, bising usus terdengar lebih kurang 3 kali permenit. Obstruksi usus: suara peristaltik usus ini akan meningkat, lebih lagi pada saat timbul rasa sakit yang bersifat kolik disebut borborigmi. Kelumpuhan Usus (Paralisis): misal pasca-operasi atau pada keadaan peritonitis umum, suara ini sangat melemah dan jarang bahkan kadang-kadang menghilang. Keadaan ini juga bisa terjadi pada tahap lanjut dari obstruksi usus dimana usus sangat melebar dan atoni. Pada ileus : obstruksi kadang terdengar suara peristaltik dengan nada yang tinggi dan suara logam (metollic sound).

67 AUSKULTASI ABDOMEN Pemeriksaan ini dilakukan untuk: 1.Suara/Bunyi usus: frekuensi dan pitch meningkat pada obstruksi, menghilang pada ileus paralitik. 2.Succussion splosh - untuk mendeteksi obstruksi lambung. 3.Bruit arterial 4.Venous hum pada kaput medusa Dalam keadaan normal: Suara peristaltik usus kadang kadang dapat didengar walaupun tanpa menggunakan stetoskop, biasanya setelah makan atau dalam keadaan lapar, bising usus terdengar lebih kurang 3 kali permenit. Obstruksi usus: suara peristaltik usus ini akan meningkat, lebih lagi pada saat timbul rasa sakit yang bersifat kolik disebut borborigmi. Kelumpuhan Usus (Paralisis): misal pasca-operasi atau pada keadaan peritonitis umum, suara ini sangat melemah dan jarang bahkan kadang-kadang menghilang. Keadaan ini juga bisa terjadi pada tahap lanjut dari obstruksi usus dimana usus sangat melebar dan atoni. Pada ileus : obstruksi kadang terdengar suara peristaltik dengan nada yang tinggi dan suara logam (metollic sound). Murmur pada auskultasi abdomen: Bruit sistolik dapat didengar pada aneurisma aorta atau pada pembesaran hati karena hepatoma. Bising vena (venous hum): kadang-kadang disertai dengan terabanya getaran (thrill), dapat didengar di antara umbilikus dan epigastrium. Suara murmur kadang – kadang terdengar pada fistula arteriovenosa intraabdominal

68 PALPASI ABDOMEN Pemeriksaan ini dilakukan untuk: Untuk menentukan ada tidaknya kelainan dalam rongga abdomen PALPASI PERMUKAAN (SUPERFICIAL) 1.Posisi tangan menempel pada dinding perut, penekanan dilakukan oleh ruas terakhir dan ruas tengah jari-jari, bukan dengan ujung jari. 2.Sistematika palpasi dilakukan dengan hati-hati pada daerah nyeri yang dikeluhkan oleh pasien. 3.Palpasi superfisial tersebut bisa juga disebut palpasi awal untuk orientasi sekaligus memperkenalkan prosedur palpasi pada pasien. 1.Penting untuk pasien gemuk pasien atau dengan otot dinding yang tebal 2.Untuk palpasi organ secara spesifik misalnya palpasi hati, limpa, dan ginjal 3.Pada palpasi hati, mulai dari fosa iliaka kanan dan bergerak ke atas pada tiap respirasi, jari- jari harus mengarah pada dada pasien. 4.Pada palpasi kandung empedu, kandung empedu yang teraba biasanya selalu abnormal. 5.Pada keadaan ikterus, kandung empedu yang teraba berarti bahwa penyebabnya bukan hanya batu kandung empedu tapi juga harus dipikirkan karsinoma pankreas. 6.Pada palpasi limpa, mulai dekat umbilikus, raba limpa pada tiap inspirasi, bergerak secara bertahap ke atas dan kiri setelah tiap inspirasi dan jika tidak teraba, ulangi pemeriksaan pasien dengan posisi menyamping ke kiri, dengan pinggul kiri dan lutut kiri ditekuk. 7.Pada palpasi ginjal, palpasi bimanual dan pastikan dengan pemeriksaan bollottement. PALPASI DALAM (DEEP PALPATION)

69 PALPASI ABDOMEN Pemeriksaan ini dilakukan untuk: Untuk menentukan ada tidaknya kelainan dalam rongga abdomen PALPASI PERMUKAAN (SUPERFICIAL) 1.Posisi tangan menempel pada dinding perut, penekanan dilakukan oleh ruas terakhir dan ruas tengah jari-jari, bukan dengan ujung jari. 2.Sistematika palpasi dilakukan dengan hati-hati pada daerah nyeri yang dikeluhkan oleh pasien. 3.Palpasi superfisial tersebut bisa juga disebut palpasi awal untuk orientasi sekaligus memperkenalkan prosedur palpasi pada pasien.

70 PALPASI ABDOMEN Pada Palpasi Hati, mulai dari fosa iliaka kanan dan bergerak ke atas pada tiap respirasi, jari-jari harus mengarah pada dada pasien untuk memastikan ada/tidaknya penonjolan pada regio hipokondrium kanan. Pada pembesaran hati yang ekstrim akan terlihat permukaan abdomen asimetris antara daerah hipokondrium kanan dan kiri Pada Palpasi Kandung Empedu, kandung empedu teraba biasanya selalu abnormal. Pada keadaan ikterus, kandung empedu teraba berarti bahwa penyebabnya bukan hanya batu kandung empedu tapi juga harus dipikirkan karsinoma pankreas. Pada Palpasi Limpa, mulai dari dekat umbilikus, raba limpa pada tiap inspirasi, bergerak secara bertahap ke atas dan kiri setelah tiap inspirasi dan jika tidak teraba, ulangi pemeriksaan pasien dengan posisi menyamping ke kiri, dengan pinggul kiri dan lutut kiri ditekuk. Pada Palpasi Ginjal, Tangan kiri diletakkan pada pinggang bagian belakang dan tangan kanan pada dinding abdomen bagian depan. Pembesaran ginjal akan teraba di antara kedua tangan tersebut, dan bila salah satu tangan digerakkan akan teraba benturannya di tangan lain. Fenomena ini dinamakan bollotemenf positif. Pada keadaan normal pemeriksaan ballottement negatif. PALPASI DALAM (DEEP PALPATION) 1.Penting untuk pasien gemuk pasien atau dengan otot dinding yang tebal 2.Untuk palpasi organ secara spesifik misalnya palpasi hati, limpa, dan ginjal

71 PEMERIKSAAN EKSTREMITAS Pemeriksaan Area Panggul dan Tungkai Atas 1.Inspeksi gaya berjalan pasien saat memasuki ruangan. 2.Observasi lebar dasar panggul, pergeseran panggul dan fleksi lutut 3.Observasi bagian lumbal untuk melihat adanya lordosis ringan 4.Inspeksi permukaan anterior dan posterior dari panggul untuk melihat adanya atrofi otot atau adanya memar 5.Palpasi bagian anterior dari panggul 6.Palpasi bagian posterior dari panggul 7.Range of Motion (ROM)

72 PEMERIKSAAN EKSTREMITAS 1.Gerakan fleksi: dengan posisi pasien terlentang, Pasien diminta untuk menekuk lutut ke arah dada. Normalnya bagian anterior dari paha hampir dapat menyentuh dinding dada 2.Gerakan ekstensi: minta pasien telungkup, dan diminta mengangkat tungkai ke posterior. 3.Gerakan abduksi: pasien terlentang kemudian diminta mengabduksi tungkai ke lateral. 4.Gerakan adduksi: pasien terlentang diminta mengaduksi tungkai ke medial melewati garis tengah tubuh. 5.Gerakan rotasi eksternal: pasien terlentang diminta memfleksikan lutut 90 derajat dan memutar panggul ke luar (putar tungkai bawah mendekati garis tengah sumbu tubuh). 6.Gerakan rotasi internal: pasien terlentang diminta memfleksi lutut 90 derajat dan memutar panggul ke dalam (putar tungkai bawah menjauhi garis tengah sumbu tubuh). Pemeriksaan Range of Motion (ROM)

73

74 PEMERIKSAAN LUTUT DAN TUNGKAI BAWAH INSPEKSI GAYA BERJALAN PASIEN SAAT BERJALAN MEMASUKI RUANGAN, LIHAT SAAT FASE SWING DANSTANCE. 1.Cek keselarasan dan bentuk kedua lutut pasien dan observasi adanya atrofi pada otot quadrisep. 2.Lihat di bagian yang cekung sekitar patella, bengkak di sendi lutut, dan kantung suprapatela. Lihat apakah ada bengkak di sekitar lutut. PALPASI POSISI LUTUT FLEKSI. Pada posisi ini lekukan tulang lebih terlihat dan otot, ligamen dan tendon lebih relaksasi. Beri perhatian pada tempat yang terdapat nyeri, karena problem lutut sering mengalami nyeri. Palpasi sendi tibiofemoral: taruh ibu jari di jaringan lunak di kedua sisi tendon patela. Kenali lekukan sendi lutut. Identifikasi batas-batas femur distal dan tibia proksimal. Nilai kompartemen sendi medial dan lateral dengan lutut fleksi 90°. Palpasi lokasi patela, cari tendon patela distal sampai menemukan tuberositas tibia. Minta pasien untuk mengangkat kakinya. Pastikan bahwa tendon patela intak. Palpasi semua yang menebal atau pembengkakan di kantong suprapatela dan sepanjang batas patella mulai 10cm diatas batas superior dari patela dan rasakan jaringan lunak diantara ibu jari dan jari-jari tangan ke distal dengan langkah yang progresif untuk mengenali kantong suprapatela, rasakan apakah ada bengkak atau rasa panas di antara jaringan. Tes palpasi untuk menilai efusi di sendi lutut (The Bulge sign, The Ballon sign, Ballotement sign patella) Palpasi Range of motion (ROM) Manuver (McMurray Test, Apley Grind Test, Valgus Stress Test, Varus Stress Test, Anterior Drawer Sign, Posterior Drawer Sign, Lachman Test)

75 PEMERIKSAAN LUTUT DAN TUNGKAI BAWAH

76

77 PEMERIKSAAN PERGELANGAN KAKI DAN KAKI Inspeksi semua permukaan pergelangan kaki dan kaki. Lihat adakah deformitas, nodul, bengkak, kalus atau kedangkalan PALPASI menggunakan ibu jari, palpasi bagian anterior dari setiap sendi pergelangan kaki, rasakan adakah nyeri atau bengkak Palpasi sepanjang tendon achilles untuk nodul atau nyeri Palpasi tumit, terutama bagian inferior dan posterior kalkaneus dan plantar fascia untuk melihat nyeri Palpasi untuk melihat nyeri di maleolus lateral dan medial, terutama jika ada trauma Palpasi sendi metatarsofalangeal untuk melihat nyeri. Tekan bagian terdepan di antara ibu jari dan jari-jari. Berikan tekanan tepat di proksimal dari metatarsal pertama sampai metatarsal kelima Palpasi bagian kepala dari lima metatarsal dan lekukannya dengan ibu jari dan jari telunjuk. Taruh ibu jari di bagian dorsum dari kaki dan jari telunjuk di permukaan plantar

78 PEMERIKSAAN PERGELANGAN KAKI DAN KAKI Gerakan fleksi pergelangan kaki (plantar fleksi): arahkan kaki ke arah lantai Gerakan ektensi pergelangan kaki (dorso fleksi): arahkan kaki ke arah atas Gerakan inversi: tekuk tumit ke arah dalam Gerakan eversi: tekuk tumit ke arah dalam Range of motion (ROM) Maneuver Anterior drawer test Posterior drawer test Thompson Test

79

80 Anterior drawer test Pasterior drawer test

81


Download ppt "ANAMNESIS. Definisi Anamnesis: Wawancara medis oleh dokter kepada pasien untuk mendapatkan informasi selengkap – lengkapnya tentang kondisi yang sedang."

Presentasi serupa


Iklan oleh Google