Upload presentasi
Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu
Diterbitkan olehHasniar Baharuddin Telah diubah "2 tahun yang lalu
1
HASNIAR BAHARUDDIN / D041802001 REVITALISASI PERMUKIMAN KUMUH PENATAAN PERMUKIMAN KUMUH DENGAN KONSEP PEREMAJAAN MENJADI KAWASAN RECREATIONAL WATERFRONT CITY
2
Berdasarkan SK Walikota Parepare No. 1043 Tahun 2018 revisi dari SK No. 331 tahun 2014 tentang Penetapan Kawasan Kumuh, Parepare memiliki kawasan kumuh seluas 94,77 ha, typologinya berada ditepian pantai, sungai, wilayah permukiman padat, pasar dan dataran tinggi, dengan isu kekumuhan yang menyebabkan penurunan fungsi kualitas kota/kawasan. Isu-isu indikator kekumuhan tersebut berdasarkan Peraturan Menteri PUPR No.02/PRT/M/2016 meliputi: isu bangunan gedung (keteraturan bangunan, tingkat kepadatan bangunan, persyaratan teknis bangunan gedung), isu jalan lingkungan (cakupan pelayanan dan kualitas permukaan jalan), isu penyediaan air minum, isu drainase lingkungan, isu pengelolaan persampahan, isu pengelolaan air limbah dan isu proteksi kebakaran. Dari ke 7 indikator kumuh, yang menjadi entry point dalam menangani permasalahan kumuh atau mengurangi luasan kumuh di kota Parepare adalah isu jalan, drainase, persampahan dan proteksi kebakaran, kondisi tersebut membutuhkan penanganan krusial. Seiring berkembangnya kota Parepare dan bertambahnya jumlah penduduk maka konsekuensinya adalah terjadinya alih fungsi lahan, lahan kosong, persawahan, perkebunan berubah menjadi jalan, gedung, ruko dan perumahan. Tanah yang tadinya berfungsi untuk meresap air tidak lagi berfungsi sebagai resapan karena tertutup beton/aspal sehingga terjadi banjir dan genangan air. Hal ini dapat mengganggu aktifitas suatu kawasan permukiman, mengurangi tingkat kenyamaan dan dapat menyebabkan kerusakan pada badan jalan akibat limpasan air, meskipun setiap tahun drainase dibuat, tetap saja ketika musim hujan tiba, terjadi genangan air. Untuk itu, perlu penataan drainase kota yang baik, ada keterhubungan antara drainase lingkungan dengan drainase sistem kota dan kualitas konstruksi yang perlu ditingkatkan. Selain permasalahan drainase dan jalan, sampah juga menjadi hal yang menyebabkan kekumuhan. Masalah sampah merupakan masalah perkotaan yang tidak ada habisnya, karena diproduksi secara terus menerus baik oleh rumah tangga maupun sektor jasa lainnya, belum meratanya kesadaran masyarakat dalam mereduksi sampah, baik dalam hal pemilahan maupun dalam pengelolaan persampahan. Meski pengadaan tempat pembuangan sampah dan tempat pengelolaan pesampahan diadakan, tetap saja sampah masih tersebar dijalan, lahan kosong, pasar dan pemukiman masyarakat. Padahal sampah dapat membawa dampak buruk bagi kondisi kesehatan manusia bila dibuang sembarangan atau ditumpuk tanpa pengelolaan yang baik, sampah yang dibuang di jalan atau selokan dapat menghambat saluran air yang membuat air terkurung atau tergenang, menjadi sarang nyamuk dan pada musim hujan dapat menyumbat saluran yang mengakibatkan terjadinya banjir. Pengelolaan persampahan ini juga perlu direncanakan penanganan efektifnya.
3
Begitupun dengan sistem proteksi kebakaran yang belum memadai, di Kota Parepare kebakaran yang terjadi dipermukiman disebabkan karena kondisi kelistrikan yang semrawut, bahan bangunan yang digunakan mudah terbakar, penataan massa bangunan yang terlalu padat sehingga tidak tersedia jalan dengan lebar jalan lebih dari 3,5 meter untuk dilalui mobil Damkar dan tidak tersedianya sarana proteksi kebakaran. Pelayananan pemadaman saat tanggap darurat yang efektif seperti penyediaan APAR (alat pemadam api ringan), penyediaan hydran pada kawasan kumuh dan rawan kumuh dan terdapat pos damkar untuk menanggulangi timbulnya kebakaran, penggunaan material bangunan yang tidak mudah terbakar serta penataan sistem jaringan listrik perlu dipertimbangkan kedepan. Salah satu kawasan kumuh di Kota Parepare dengan typologi kawasan pesisir yaitu Kawasan Kumuh di Kelurahan Sumpang Minangae. Kelurahan Sumpang Minangae merupakan salah satu kelurahan dari 22 kelurahan yang ada di Kota Parepare Provinsi Sulawesi Selatan dan salah satu kelurahan dari 6 kelurahan yang ada di Kecamatan Bacukiki Barat. Kelurahan ini memiliki luas wilayah 50,2 Ha, terdiri dari 4 RW (Rukun Warga) dengan 13 RT (Rukun Tetangga).Terletak pada S 04 o 03’27,0” dan E 119 o 37’32,9” Kelurahan Sumpang Minangae memiliki 2 Kawasan Kumuh yakni ; Kawasan Tinumbu yang terletak di Jl. Tinumbu RT.001 dan RT 002/RW.002 dan Kawasan Pareang terletak di Jl. Pareang RT.003 dan RT 004 /RW.002. Luas wilayah permukiman kumuh kelurahan Sumpang Minangae sebesar 4,21 Ha terdiri dari 2,06 Ha luas Kawasan Tinumbu dan 2,15 Ha luas Kawasan Pareang. Kawasan TinumbuKawasan Pareang
4
01 03 Menurut Undang- Undang Nomor 1 Tahun 2011 (Pasal 1 Ayat 13 UU Nomor 1 Tahun 2011 Tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman), tidak mengenal adanya istilah kawasan kumuh, yang ada Permukiman kumuh dan Perumahan kumuh. Permukiman kumuh adalah permukiman yang tidak layak huni karena ketidakteraturan bangunan, tingkat kepadatan bangunan yang tinggi, dan kualitas bangunan serta sarana dan prasarana yang tidak memenuhi syarat, Sedangkan Perumahan kumuh adalah perumahan yang mengalami penurunan kualitas fungsi sebagai tempat hunian. Menurut Rahardjo Adisasmita, 2010. Permukiman kumuh sering dilihat sebagai suatu kawasan yang identik dengan kawasan yang apatis, kelebihan penduduk, tidak mencukupi, tidak memadai, miskin, bobrok,berbahaya, tidak aman, kotor, di bawah standar, tidak sehat dan masih banyak stigma negatif lainnya Menurut Tjuk Kuswartojo,2005. Permukiman kumuh yaitu permukiman yang padat, kualitas konstruksi rendah,prasarana, dan pelayanan minim adalah pengejawantahan kemiskinan Menurut Parsudi Suparlan, permukiman kumuh adalah permukiman atau perumahan orang orang miskin kota yang berpenduduk padat, terdapat di lorong-lorong yang kotor dan merupakan bagian dari kota secara keseluruhan, juga biasa disebut dengan wilayah pencomberan atau semerawut. Menurut Johan Silas, permukiman kumuh dapat diartikan menjadi dua bagian, yang pertama ialah kawasan yang proses pembentukannya karena keterbatasan kota dalam menampung perkembangan kota sehingga timbul kompetisi dalam menggunakan lahan perkotaan.Sedangkan kawasan permukiman berkepadatan tinggi merupakan embrio permukiman kumuh. Dan yang kedua ialah kawasan yang lokasi penyebarannya secara geografis terdesak perkembangan kota yang semula baik, lambat laun menjadi kumuh, yang menjadi penyebabnya adalah mobilitas sosial ekonomi yang stagnan. PENGERTIAN PERMUKIMAN KUMUH
5
01 03 CIRI-CIRI PERMUKIMAN KUMUH KEL.SUMPANG MINANGAE CIRI FISIK 1.KONDISI BANGUNAN A. KETERATURAN BANGUNAN Komponen dari keteraturan bangunan meliputi: garis sempadan bangunan (GSB) minimal, tinggi bangunan, jarak bebas antar bangunan, tampilan bangunan, penataan bangunan, identitas lingkungan, orientasi lingkungan, rumah memiliki akses jalan dan menghadap langsung ke jalan atau sungai. Kawasan Kumuh di kelurahan Sumpang Minangae memiliki beberapa bangunan yang tidak teratur, tidak memiliki akses jalan dan rumah tidak menghadap ke jalan B. KEPADATAN BANGUNAN Tingkat kepadatan bangunan di Kelurahan Sumpang Minangae 36 rumah/ha. Dan dikawasan kumuh 40 unit/ha. Artinya kepadatan bangunan masih tergolong rendah. -kepadatan bangunan ≥100 rumah/ha (padat) -kepadatan bangunan 60-100 rumah/ha (sedang) -kepadatan bangunan < 60 rumah/ha (rendah)
6
01 03 C. KETIDAKLAYAKAN BANGUNAN Dikawasan kumuh pareang dan Tinumbu masih terdapat bangunan dan rumah yang tidak sesuai dengan persy teknis bangunan artinya Bangunan hunian tidak memiliki luas lantai <7,2 m2 per orang dan bangunan hunian tidak memiliki kondisi Atap, Lantai, Dinding yang sesuai persyaratan teknis. 2. KONDISI JALAN Kondisi jalan dikawasan mengalami penurunan kualitas akibat tergenangnya badan jalan jika musim penghujan. Dibeberapa ruas jalan khususnya ditepian pantai dan sungai, sempadan jalan beralih fungsi sebagai area jualan, area jemur ikan dan area pembuatan perahu, terdapat jalan tidak sesuai standar teknis, lebar < 1,5 meter.
7
3. KONDISI DRAINASE Kondisi drainase sebagai pengendali air permukaan (limpasan air hujan) belum maksimal sehingga masih menimbulkan masalah genangan dan banjir, ketidak mampuannya mengalirkan limpasaan air menimbulkan genangan lebih dari 30 cm selama lebih dari 2 jam dan lebih dari 2 kali setahun.Terdapat juga drainase tersier yang tidak terhubung dengan Sistem Drainase Kota, ketidaktersediaan drainase, drainase yang tidak terpelihara sehingga terjadi akumulasi limbah padat dan cair di dalamnya (terdapat endapan sampah dan pasir) serta drainase akhir (primer) mengalami penurunan kualitas konstruksi sehingga perlu dilakukan perbaikan drainase 4. KONDISI AIR MINUM Sumber air permukaan di Kota Parepare berasal dari aliran air sungai yang melintas di Kota Parepare dengan sungai utama yaitu sungai Karajae dan beberapa sungai kecil lainnya. Sungai tersebut merupakan salah satu potensi yang dimiliki kota Parepare dan dimanfaatkan sebagai sumber air baku untuk pengelolaan air bersih selain air tanah dangkal dan air tanah dalam. Masih terdapat masyarakat yang tidak mengakses air minum yang memenuhi syarat kesehatan dikawasan kumuh dan terdapat yang tidak tercukupi kebutuhan air minumnya minimal 60 liter/orang/hari.
8
5. KONDISI PENGELOLAAN AIR LIMBAH Air limbah cair rumah tangga dikawasan kumuh Kelurahan Sumpang Minangae masih terbuang bercampur dengan drainase, belum adanya sistem pengelolaan air limbah baik domestik, komunal maupun terpusat. Untuk air limbah padat terdapat MCK ++ yang terbangun di Kawasan ini untuk diperuntukkan bagi masyarakat umum, sedangkan untuk rumah tangga terdapat beberapa rumah tangga yang belum memiliki akses Jamban pribadi dengan kloset (berbentuk Leher Angsa yang terhubung dengan tangki septik).
9
Sistem pengelolaan persampahan di Kawasan kumuh belum maksimal dan tidak sesuai sandar teknis (minimal terangkut ke TPS/TPA kurang dari 2 kali seminggu) akibatnya disepanjang jalan terdapat sampah yang menggunung, diperparah dengan kebiasaan masyarakat yang membuang sampah disembarang tempat seperti disempadan jalan, di sungai dan di tepi pantai. Sarana dan prasarana persampahan kurang terawat dan tidak tersedia sarana pengelolaan sampah seperti TPST (Tempat pengelolaan sampah terpadu) atau TPS 3R (Tempat Pengelolaan sampah 3R) 6. KONDISI PENGELOLAAN PERSAMPAHAN
10
7. KONDISI PROTEKSI KEBAKARAN Permukiman yang kurang memenuhi standar teknis di kawasan kumuh sangat rawan akan terjadinya bencana kebakaran sehingga untuk mengantisipasi dini dan meminimalisir terjadinya kerugian akibat bahaya kebakaran maka perlu disiapkan prasarana proteksi kebakaran seperti menyediakan pasokan air yang diperoleh dari sumber alam maupun buatan, menyediakan jalan lingkungan yang memudahkan masuk keluarnya kendaraan pemadam kebakaran minimal lebar jalan 3,5 meter dan menyediakan sarana komunikasi untuk pemberitahuan terjadinya kebakaran kepada Instansi Pemadam Kebakaran dan menyiapkan data tentang sistem proteksi kebakaran lingkungan yang mudah diakses. Selain prasarana juga disiapkan sarana proteksi kebakaran seperti penyediaan Alat Pemadam Kebakaran Ringan (APAR), penyediaan kendaraan pemadam kebakaran (mobil/motor damkar), penyediaan mobil tangga sesuai kebutuhan dan penyediaan peralatan pendukung lainnya.
11
01 03 CIRI-CIRI PERMUKIMAN KUMUH KEL.SUMPANG MINANGAE CIRI NON FISIK 1.KONDISI SOSIAL BUDAYA Suku yang dominan di Kelurahan Sumpang Minangae adalah etnis Bugis, karena dominan warganya berasal dari etnis Bugis meskipun terdapat juga etnis makassar, duri dan jawa. Kewajiban sosial yang menjadi tradisi di Kelurahan Sumpang Minangae antara lain menyumbang keluarga yang sedang melaksanakan acara pernikahan, kelahiran, khitanan dan pindah rumah. Karena berada diwilayah pesisir maka mata pencaharian penduduk sebagian sebagai nelayan penangkap ikan, namun jika terjadi musim barat nelayan tidak melakukan aktivitas penangkapan sehingga pendapatan mereka berkurang. Kondisi kekurangan inilah yang menyebabkan ketidakmampuan untuk membenahi rumah dan sarana prasarana lingkungannya. Pola kebiasaan hidup masyarakat juga kurang menerapkan pola hidup bersih dan sehat, sampah dibuang sembarangan, pemeliharaan terhadap sarana dan prasarana kurang sehingga menyebabkan permukiman mereka terbengkalai, kurang layak. 2. KONDISI EKONOMI Mata pencaharian dominan kepala rumah tangga Kelurahan Sumpang Minangae adalah Perdagangan dan Jasa dengan usaha antara lain : Penjual, Nelayan, Penjahit, Pedagang, dan usaha-usaha rumah tangga lainnya, diantaranya masih terdapat masyarakat yang berpenghasilan rendah (MBR)
12
Sebagai tindak lanjut dari pencapaian target MDG’s tentang Sustainables Cities and Communities yaitu “Membangun kota dan permukiman yang inklusif, aman, berketahanan dan berkelanjutan” maka Pada tahun 2030 target Sustainable Development Goals (SDG’s) ditargetkan untuk menjamin akses dalam hal perumahan yang layak, aman dan terjangkau, akses pelayanan dasar dan Penanganan Permukiman Kumuh. Untuk itu perlu di lakukan penataan permukiman kumuh dan memikirkan konsep penanganannya
13
LOKASI KAWASAN KUMUH KELURAHAN SUMPANG MINANGAE
14
KONDISI UMUM KELURAHAN SUMPANG MINANGAE
15
KONSEP PENANGANAN PERMUKIMAN KUMUH Penanganan permukiman kumuh melalui aspek lingkungan melalui konsep penanganan peningkatan kualitas yang terdiri atas: Pemugaran: perbaikan, pembangunan kembali menjadi permukiman layak huni Peremajaan: Mewujudkan permukiman yang lebih baik guna melindungi keselamatan dan keamanan masyarakat sekitar dengan terlebih dahulu menyediakan tempat tinggal bagi masyarakat Pemukiman kembali: Pemindahan masyarakat dari lokasi yang tidak mungkin dibangun kembali/ tidak sesuai dengan rencana tata ruang dan/ atau rawan bencana serta menimbulkan bahaya bagi barang ataupun manusia (contoh: penyediaan Rusunawa) Berikut hasil perumusan konsep dan strategi penanganan kumuh tingkat Kota meliputi kegiatan penanganan permukiman kumuh yang berbasis ruang yang terdiri dari kegiatan pencegahan dan peningkatan kualitas permukiman kumuh. Untuk Kawasan Kumuh Kelurahan Sumpang Minangae menggunakan KONSEP PEMUGARAN A. KONSEP PENINGKATAN KUALITAS
16
PEREMAJAAN PERMUKIMAN KUMUH NoKomponenJenis Kegiatan 1.Bangunan Gedung a.Rehabilitasi dengan perbaikan atau penambahan terhadap komponen bangunan agar memenuh istandar konstruksi dan persyaratan teknis bangunan gedung. b.Rekonstruksi dengan membongkar dan membangun kembali bangunan atau sarana, prasarana, dan utilitas umum dengan penambahan komponen atau fungsi. c.Penataan kawasan dengan pengaturan petak bangunan d.Penambahan dan Penyediaan sarana permukiman(RTH, MCK umum) e.Penyediaan hunian sementara untuk masyarakat terdampak 2.Jalan Lingkungan a.Rehabilitasi jalan untuk peningkatan kapasitas jalan dengan penambahan lebar, perubahan material, penambahan bangunan pelengkap jalan. b.Peningkatan struktur jalan 3.Drainasea.Peningkatan kualitas unit sistem drainase b.Penyedian sistem drainase c.Penambahan segmen jaringan agar terhubung dengan sistem drainase kota 4.Air Minum a.Rehabilitasi unit SPAM dengan penambahan jaringan perpipaan, penyediaan jaringan non perpipaan, penambahan instalasi pengelolaan air minum 5.Air limbaha.Penyediaan sistem sanitasi setempat atau terpusat; b.Perbaikan komponen sanitasi pengelolaan air limbah. 6.Sampaha.Pembangunan Prasarana Sarana Persampahan (PSP) b.Rehabilitasi PSP dengan perbaikan dan penambahan komponen bangunan PSP. 7.Pengamanan kebakarana.Pembangunan sarana proteksi kebakaran b.Peningkatan kualitas sarana sistem proteksi kebakaran
17
1.PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN Lingkup kegiatan pengawasan dan pengendalian (Wasdal) dilakukan terhadap rencana pengembangan perumahan dan permukiman, mencakup perizinan terhadap : izin prinsip; izin lokasi; izin penggunaan pemanfaatan tanah; izin mendirikan bangunan; dan izin lainnya. Tahap pembangunan pengawasan dan pengendalian dilakukan terhadap kelayakan teknis pembangunan 7+1 aspek kumuh yang meliputi pengawasan dan pengendalian kesesuaian terhadap standar teknis, dan tahap pemanfaatan Pengawasan dan pengendalian kesesuaian terhadap kelayakan fungsi, untuk menjadim kondisi sistem pelayanan, kuantitas kapasitas dan dimensi serta kualitas bahan atau material yang digunakan masih sesuai dengan fungsinya; kondisi keberfungsian bangunan beserta prasarana, sarana dan utilitas umum (PSU) bangunan beserta PSU tidak mengurangi keberfungsiannya. B. KONSEP PENCEGAHAN
18
2. PEMBERDAYAAN MASYARAKAT Lingkup kegiatan pemberdayaan masyarakat dalam upaya pencegahan kumuh dilakukan melalui (dua) kegiatan meliputi ; Pendampingan melalui : Penyuluhan; Penyuluhan merupakan kegiatan untuk memberikan informasi dalam meningkatkan pengetahuan dan kesadaran masyarakat terkait pencegahan terhadap tumbuh dan berkembangnya perumahan kumuh dan permukiman kumuh Pembinaan; Pembimbingan merupakan kegiatan untuk memberikan petunjuk atau penjelasan mengenai cara untuk mengerjakan kegiatan atau larangan aktivitas tertentu terkait pencegahan terhadap tumbuh dan berkembangnya perumahan kumuh dan permukiman kumuh Bantuan Teknis; Bantuan teknis yang bersifat fisik, diarahkan pada upaya pemeliharaan/ perbaikan atau melengkapi komponen fisik yang menjadi paramater kekumuhan, Bantuan teknis non fisik, diarahkan pada kegiatan penyusunan elemen software pengaturan dan perencanaan, meliputi : fasilitasi penyusunan perencanaan; norma, standar, prosedur, dan kriteria; penguatan kapasitas kelembagaan; kerjasama pemerintah dengan swasta.
19
KONSEP RECREATIONAL WATERFRONT CITY Perkembangan sebuah wilayah memang bisa saja membuat daerah di tepian air bertumbuh menjadi kota pesisir (waterfront city). Dengan konsep waterfront development maka daerah di tepian laut, sungai dan danau bisa saja dikembangkan secara sengaja menjadi kota pesisir. Biasanya kota pesisir ini muncul karena bagian dari perkotaan yang berbatasan dengan perairan tersebut mengalami pemekaran dan perkembangan. Kriteria Waterfront City Tidak semua wilayah dapat disebut sebagai waterfront city (kota pesisir). Hal ini karena ada beberapa kriteria yang yang harus dipenuhi untuk bisa disebut sebagai kota pesisir. Berikut beberapa kriteria waterfront city tersebut * Berada di daerah tepian perairan besar seperti laut, sungai danau, dan lainnya. * Punya pemandangan utama dan dominan ke arah perairan * Umumnya merupakan wilayah yang berwujud pelabuhan, perdagangan, pariwisata dan permukiman. * Karena kurangnya lahan, maka pembangunan waterfront city bergerak ke arah vertikal-horisontal Karena berada di tepian perairan maka waterfront city mempunyai fungsi sebagai tempat rekreasi, industri, pelabuhan dan permukiman. Recreational Waterfront City Recreational waterfront city merupakan wilayah waterfront yang menghadirkan segala hal untuk kegiatan rekreasi seperti arena bermain, taman, pemancingan dan juga fasilitas perahu wisata..
20
KONSEP PEREMAJAAN
Presentasi serupa
© 2024 SlidePlayer.info Inc.
All rights reserved.