Upload presentasi
Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu
Diterbitkan olehWulan Iman Telah diubah "10 tahun yang lalu
1
DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN
Oleh : Direktur Pascapanen dan Pembinaan Usaha Disampaikan pada Workshop Resolusi Konflik dan Expo CSR di Perkebunan dan Kehutanan Jogja Expo Center-Yogyakarta, 20 November 2013 DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN
2
TUGAS DAN FUNGSI DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN
Peraturan Menteri Pertanian No. 61/Permentan/OT.140/10/2010 Tanggal 10 Oktober 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pertanian TUGAS : Merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang perkebunan. FUNGSI : Perumusan kebijakan di bidang perbenihan, budidaya, perlindungan, dan pascapanen perkebunan; Pelaksanaan kebijakan di bidang perbenihan, budidaya, perlindungan, dan pascapanen perkebunan; Penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang perbenihan, budidaya, perlindungan, dan pascapanen perkebunan; Pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang perbenihan, budidaya, perlindungan, dan pascapanen perkebunan; Pelaksanaan administrasi Direktorat Jenderal Perkebunan.
3
DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN
VISI DAN MISI DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN VISI “Profesional Dalam Memfasilitasi Peningkatan Produksi, Produktivitas, Dan Mutu Tanaman Perkebunan Berkelanjutan”. MISI Memberikan pelayanan perencanaan, program, anggaran, dan kerjasama teknis yang berkualitas, pengelolaan administrasi keuangan dan aset yang berkualitas, memberikan pelayanan organisasi tata laksana, kepegawaian, humas, hukum, dan administrasi perkantoran yang berkualitas, dan melakukan evaluasi pelaksanaan kegiatan, dan penyediaan data serta informasi yang berkualitas; Meningkatkan kemampuan penyediaan benih unggul, dan penyediaan sarana produksi; Mendorong upaya peningkatan produksi dan produktivitas usaha budidaya tanaman semusim, tanaman rempah dan penyegar dan tanaman tahunan;
4
lanjutan Memfasilitasi terwujudnya integrasi antar pelaku usaha budidaya tanaman perkebunan dengan pendekatan kawasan, memotivasi penerapan teknologi tepat guna yang sesuai dengan kondisi lokal, dan mendorong penumbuhan dan pemberdayaan petani dan kelembagaan petani; Memfasilitasi ketersedian teknologi, sistem perlindungan perkebunan, pengamatan dan pengendalian organisme pengganggu tanaman (OPT) dan penanganan gangguan usaha serta dampak perubahan iklim. Memfasilitasi peningkatan penyediaan teknologi dan penerapan pascapanen budidaya tanaman semusim, tanaman rempah penyegar dan tanaman tahunan, memfasilitasi peningkatan bimbingan dan penanganan usaha berkelanjutan seperti ISPO (Indonesia Sustanaible Palm Oil), PIR (Perusahaan Inti Rakyat), Rekomtek (Rekomendasi Teknis), memfasilitasi peningkatan penanganan gangguan usaha dan konflik perkebunan.
5
PERATURAN YANG TERKAIT DENGAN GANGGUAN USAHA DAN KONFLIK PERKEBUNAN
UU No.5 Thn 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria; UU No.18 Thn 2004 tentang Perkebunan; UU No.12 Thn 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman; UU No.4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara; UU No.41 Tahun 2009 tentang Kehutanan; UU No.7 Tahun 2012 tentang Penanganan Konflik Sosial; PP No. 40 Thn 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai Atas Tanah; PP No. 4 Thn 2001 tentang Pengendalian Kerusakan dan atau Pencemaran Lingkungan Hidup yang Berkaitan dengan Kebakaran Hutan dan atau Lahan; PP No.10 Thn 2006 tentang Badan Pertanahan Nasional; PP No.11 Thn 2010 tentang Penertiban dan Pendayagunaaan Tanah Terlantar; PP No.10 Thn 2010 tentang Tata Cara Perubahan Peruntukan dan Fungsi Kawasan Hutan;
6
Lanjutan ... Peraturan Menteri Pertanian No. 07/Permentan/OT.140/2/2009 tentang Pedoman Penilaian Usaha Perkebunan; Peraturan Menteri Pertanian No. 19/Permentan/OT.140/3/2011 tentang Pedoman Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia (ISPO); Peraturan Menteri Pertanian No. 14/Permentan/PL.110/2/2009 tentang Pedoman Pemanfaatan Lahan Gambut Untuk Budidaya Kelapa Sawit; Peraturan Menteri Pertanian No. 98/Permentan/OT.140/9/2013 tentang Pedoman Izin Usaha Perkebunan; Surat Keputusan Dirjenbun No. 38 Thn tentang Petunjuk Teknis Pembukaan Lahan Tanpa Bakar untuk Pengembangan Perkebunan. Peraturan-peraturan di daerah yang terkait di bidang usaha perkebunan.
7
ASAS, TUJUAN, DAN FUNGSI PERKEBUNAN (UU No
ASAS, TUJUAN, DAN FUNGSI PERKEBUNAN (UU No.18 Tahun 2004 Pasal 2, 3, dan 4 tentang Perkebunan) ASAS Perkebunan diselenggarakan berdasarkan atas asas : Manfaat dan berkelanjutan, Keterpaduan, Kebersamaan, Keterbukaan, serta Berkeadilan TUJUAN Meningkatkan pendapatan masyarakat Meningkatkan penerimaan negara Meningkatkan penerimaan devisa negara Menyediakan lapangan kerja Meningkatkan produktivitas, nilai tambah, dan daya saing Memenuhi kebutuhan dan bahan baku industri dalam negeri Mengoptimalkan pengelolaan sumber daya alam secara berkelanjutan FUNGSI EKONOMI, yaitu peningkatan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat serta penguatan struktur ekonomi wilayah dan nasional. EKOLOGI, yaitu peningkatan konservasi tanah dan air, penyerap karbon, penyediaan oksigen, dan penyangga kawasan lindung. SOSIAL BUDAYA, yaitu sebagai perekat dan pemersatu bangsa.
8
JENIS GANGGUAN USAHA DAN KONFLIK PERKEBUNAN
SENGKETA LAHAN (terdapat 18 jenis): Penggunaan tanah adat/ulayat tanpa persetujuan pemuka adat/ masyarakat Penetapan Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) di Provinsi/Kabupaten/Kota belum selesai Okupasi/penyerobotan lahan oleh masyarakat Tumpang tindih lahan antara perkebunan dengan kawasan hutan Tumpang tindih lahan perkebunan dengan kawasan pertambangan Tumpang tindih lahan karena izin baru Proses penerbitan HGU tidak mengikuti ketentuan yang berlaku Tuntutan pengembalian lahan masyarakat terhadap tanah yang sedang dalam proses perpanjangan HGU Ganti rugi lahan dan tanam tumbuh belum selesai tetapi perusahaan sudah operasional Tanah masyarakat diambil alih perusahaan
9
Lanjutan ... SENGKETA LAHAN : Kebun plasma yang menjadi agunan kredit diperjualbelikan oleh petani tanpa sepengetahuan perusahaan/bank Tuntutan masyarakat terhadap kebun plasma yang telah dijanjikan tidak dipenuhi perusahaan Masyarakat menuntut pengembalian tanah yang sudah dilakukan ganti rugi oleh perusahaan Izin Lokasi sudah berakhir dan tidak dilakukan pembaharuan/ perpanjangan Masyarakat menuntut lahan perusahaan untuk dimiliki/dikuasai Luas lahan plasma tidak sesuai dengan penetapan jumlah calon petani peserta oleh Bupati Tuntutan masyarakat atas pembangunan kebun plasma minimal 20 % dari areal yang diusahakan oleh perusahaan (Permentan No.98 Th.2013) Lahan ditelantarkan oleh perusahaan
10
SENGKETA NON LAHAN (terdapat 12 jenis) :
Lanjutan ... SENGKETA NON LAHAN (terdapat 12 jenis) : Petani tidak mampu dan atau tidak ada keinginan membayar/melunasi kredit Penetapan harga pembelian produksi kebun plasma tidak sesuai ketentuan Masyarakat menolak pembangunan Perkebunan Kelapa Sawit karena dipengaruhi oleh LSM dan pihak ketiga lainnya (oknum) Penetapan plafond kredit kebun plasma tidak sesuai ketentuan Penjarahan dan pencurian produksi Petani ingin ikut sebagai peserta plasma Keterlambatan konversi kebun plasma Perusahaan tidak secara rutin menyampaikan informasi sisa hutang kepada petani Pelaku usaha perkebunan tidak memiliki perizinan usaha perkebunan Wanprestasi/ingkar janji kemitraan perusahaan dengan masyarakat Penerbitan Izin Usaha Perkebunan yang belum/tidak sesuai ketentuan Pembangunan kebun melebihi luas areal perizinan
11
PERKEMBANGAN KASUS GUKP NASIONAL
(2007 S/D 2012) Uraian 2007 2008 2009 2010 2011 2012*) Jumlah Kasus 475 596 508 694 822 739 Penyelesaian 123 64 196 57 49 83 *) GUKP yang tercatat/terlaporkan di Ditjen Perkebunan sebanyak 739 kasus, terdiri atas : Sengketa lahan sebanyak : 539 kasus (72,25%) Sengketa non lahan sebanyak : 185 kasus (25,05%) Sengketa dengan Kehutanan : kasus ( 2,00%)
12
Kasus Lahan Yang Banyak Terjadi Tahun 2012
Okupasi Lahan, 116 Kasus (15,5%); Tumpang tindih Lahan, 78 Kasus (10,45%); Ganti Rugi Lahan, 61 Kasus (8,17%); Masyarakat Menuntut Lahan, 51 Kasus (6,84%); Tanah Masyarakat Diambil Alih Perusahaan, 29 Kasus (3,88%).
13
5 Provinsi Dengan Kasus GUKP TerbanyakTahun 2012
Kalimantan Tengah 178 Kasus Sumatera Utara 88 kasus 23,86 % Kalimantan Timur 74 Kasus 11 % Kalimantan Barat 54 Kasus 9,9 % Riau 43 Kasus 6,9 % 5,9 %
14
KASUS GUKP YANG DAPAT DIFASILITASI OLEH
DITJEN PERKEBUNAN (S.D. AKHIR TAHUN 2012) Sebanyak 46 kasus (6,17%), tersebar di 16 Provinsi, yaitu: Aceh : 2 Kasus Sumatera Utara : 4 Kasus Sumatera Barat : 2 Kasus Jambi : 1 Kasus Riau : 5 Kasus Sumsel : 3 Kasus Bengkulu : 2 Kasus Lampung : 3 Kasus Jawa Barat : 4 Kasus Jawa Tengah : 3 kasus Jawa Timur : 2 kasus Kalimantan Barat : 4 kasus Kalimantan Selatan : 3 kasus Kalimantan Tengah : 3 kasus Sulawesi Selatan : 3 kasus Sulawesi Tengah : 2 kasus
15
PERKEMBANGAN PENANGANAN KASUS GUKP
Pada tahun 2012, terdapat 739 kasus GUKP yang tercatat di Ditjen Perkebunan. Dibandingkan dengan tahun 2011 (822 kasus), terjadi penurunan sebanyak 83 kasus (10%). Berkurangnya jumlah kasus dikarenakan beberapa kasus telah dapat diselesaikan baik di Pusat, Provinsi maupun Kabupaten. Mungkin ada juga kasus yang tidak dilaporkan.
16
KERANGKA PIKIR PENANGANAN GUKP
Multi dimensi: Hukum, Sosial, Budaya, Politik dan Ekonomi Tersebar di 23 Provinsi; 73 % menyangkut Lahan Tidak dapat diselesaikan sendiri secara parsial MELIBATKAN BEBERAPA INSTANSI PUSAT/DAERAH PEMBENTUKAN TIM KOORDINASI/TIM TERPADU PENANGANAN GUPK TINGKAT PUSAT, PROVINSI, DAN KABUPATEN/KOTA DESAKAN UNTUK PENYELESAIAN PENANGANAN PENYELESAIAN SECARA TERPADU IKLIM USAHA PERKEBUNAN YANG KONDUSIF
17
KONFLIK LAHAN PERKEBUNAN
KEBIJAKAN PENANGANAN KONFLIK LAHAN PERKEBUNAN Mempercepat penyelesaian permasalahan konflik melalui : Musyawarah untuk mufakat (win-win solution); Penyelesaian ganti rugi lahan/ganti rugi tanam tumbuh; Komunikasi intensif dan persuasif antara pihak yang bersengketa dengan instansi terkait; Fasilitasi melalui pertemuan; Pembinaan Kemitraan Usaha; Mempercepat pembangunan kebun plasma sesuai peraturan dan ketentuan yang berlaku; Penilaian Usaha Perkebunan; Penerapan Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO); Pemberdayaan PPNS; Penerapan sanksi sesuai peraturan yang berlaku.
18
KENDALA PENANGANAN GUKP
Sulitnya koordinasi dalam penyelesaian masalah karena melibatkan banyak pihak dan instansi terkait. Adanya provokator, LSM dan pihak ketiga (oknum) yang memanfaatkan situasi konflik antara masyarakat dengan perusahaan. Lemahnya penegakan hukum. Perbedaan persepsi terhadap peraturan dan perundang-undangan yang terkait dengan pembangunan perkebunan. Terjadinya pergantian pimpinan/pejabat yang menangani usaha perkebunan.
19
UPAYA PENANGANAN GANGGUAN USAHA DAN KONFLIK PERKEBUNAN
Pembentukan Tim Terpadu Penanganan Gangguan Usaha dan Konflik Perkebunan sesuai Keputusan Menteri Pertanian No. 4027/Kpts/OT.160/4/2013, tanggal 1 April 2013. Pembentukan Tim Penanganan Gangguan Usaha Perkebunan, Pembentukan Tim Penanganan Konflik Perkebunan, dan Sekretariat Tim Gangguan Usaha dan Konflik Perkebunan sesuai SK Dirjenbun No. 150/Kpts/OT.160/4/2013 tanggal 4 April 2013. Surat Menteri Pertanian No. 120/HK.410/M/5/2013 tanggal 14 Mei 2013 perihal Fasilitasi Penyelesaian Sengketa Lahan yang ditujukan kepada Kepala BPN dan Menteri Kehutanan. Surat Edaran Direktur Pascapanen dan Pembinaan Usaha No /RC.250/E6/05/2013 tanggal 27 Mei 2013 perihal Pembentukan Tim Koordinasi Penanganan Gangguan Usaha dan Konflik Perkebunan yang ditujukan kepada Kepala Dinas Perkebunan Provinsi. Penyusunan Pedoman Penanganan Gangguan Usaha dan Konflik Perkebunan (GUKP). dalam proses / konsep Memfasilitasi penyelesaian GUKP melalui klarifikasi dan mediasi permasalahan dengan pihak-pihak yang bersengketa.
20
TIM TERPADU PENANGANAN GANGGUAN USAHA DAN KONFLIK PERKEBUNAN
Tim Terpadu Penanganan Gangguan Usaha dan Konflik Perkebunan telah ditetapkan berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian No. 4027/Kpts/OT.160/4/2013, tanggal 1 April 2013. Susunan Keanggotaan : Pengarah :Menteri Pertanian Penanggung jawab :Direktur Jenderal Perkebunan 3.Ketua :Direktur Pascapanen dan Pembinaan Usaha 4.Wakil Ketua :Direktur Konflik Pertanahan, BPN RI
21
Lanjutan ... Anggota : Direktur Kawasan dan Pertanahan, Ditjen Pemerintahan Umum - Kemendagri; Direktur Pengukuhan, Penatagunaan, dan Tenurial Kawasan Hutan, Ditjen Planologi - Kemenhut; Direktur Tindak Pidana Tertentu, Bareskrim – POLRI; Direktur Pembinaan Pengusahaan Batubara, Ditjen Minerba – Kementerian ESDM; Kepala Biro Hukum dan Informasi Publik, Sekretariat Jenderal Kementan; Inspektur III, Inspektorat Jenderal Kementan; Direktur Perlindungan Perkebunan, Ditjen Perkebunan; Direktur Tanaman Tahunan, Ditjen Perkebunan; Direktur Tanaman Semusim, Ditjen Perkebunan; Direktur Tanaman Rempah, Ditjen Perkebunan;
22
TUGAS TIM TERPADU PENANGANAN GUKP
Menyiapkan bahan kebijakan, norma, standar, prosedur, kriteria, dan upaya-upaya penanganan gangguan usaha dan konflik perkebunan; Mengidentifikasi pelaksanaan penanganan gangguan usaha dan konflik perkebunan; Melaporkan perkembangan perlaksanaan penanganan gangguan usaha dan konflik perkebunan.
23
PERAN PEMERINTAH, PEMERINTAH DAERAH, DAN PERUSAHAAN
DALAM PENANGANAN GUKP PEMERINTAH PUSAT (DITJEN PERKEBUNAN – KEMENTAN) Memfasilitasi penanganan GUKP. Melakukan monitoring dan pembinaan terhadap provinsi/ kabupaten/kota. Mengadakan pertemuan koordinasi di pusat secara rutin setiap tahun. Melakukan identifikasi permasalahan di lapangan secara akurat bersama provinsi/kabupaten/kota. Melakukan pendekatan secara persuasif dengan masyarakat. Melakukan koordinasi terpadu dengan instansi terkait untuk mendapatkan solusi melalui musyawarah (Win-win Solution). Sosialisasi komponen-komponen ganti rugi yang harus diperhitungkan (lahan, tanam tumbuh, sarana dan prasarana, dan lain-lain yang terdapat di atas lahan). Pemberdayaan dan peningkatan pengetahuan/ keterampilan PPNS untuk mendukung kegiatan yustisi.
24
PEMERINTAH PROVINSI/KABUPATEN/KOTA
Melakukan konsolidasi dan koordinasi dengan pihak-pihak terkait dalam penanganan kasus Pembentukan Tim Teknis Penanganan Gangguan Usaha dan Konflik Perkebunan Melakukan pembinaan dengan melakukan penilaian kebun sesuai peraturan perundang-undangan Melakukan pengawasan terhadap perusahaan perkebunan Penegakan hukum dan penerapan sanksi yang tegas bagi pelaku usaha yang terbukti melanggar peraturan perundang-undangan Pemberdayaan dan peningkatan pengetahuan / keterampilan PPNS untuk mendukung kegiatan yustisi Melakukan pemantauan dan pengecekan pada lokasi-lokasi terjadinya GUKP Menginventarisir kasus-kasus yang terjadi Mengambil langkah-langkah yang harus dilakukan untuk penyelesaian kasus GUKP Meningkatkan intensitas upaya pengawasan terhadap perusahaan perkebunan Melaporkan perkembangan dan penyelesaian kasus secara rutin setiap 6 (enam) bulan ke Pusat
25
PELAKU USAHA / PERUSAHAAN PERKEBUNAN
Sebelum pembukaan baru atau pengembangan kebun perlu melakukan musyawarah dengan pihak masyarakat pemegang hak. Pembukaan lahan perkebunan dilakukan sesuai luasan yang telah ditetapkan. 3. Melakukan ganti rugi yang wajar sesuai kesepakatan dengan masyarakat dan instansi terkait serta peraturan perundang- undangan yang berlaku. 4. Membuat IUP dan HGU dengan memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan. Menerapkan program tanggung jawab sosial perusahaan (Corporate Social Responsibility/CSR). 6. Melakukan kemitraan yang saling menguntungkan, saling menghargai, saling bertanggung jawab, saling memperkuat, dan saling ketergantungan dengan pekebun, karyawan, dan masyarakat sekitar perkebunan.
26
Alamat : PELAPORAN Alamat email : Disampaikan ke :
DIREKTORAT PASCAPANEN DAN PEMBINAAN USAHA DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN Alamat : Kanpus Kementerian Pertanian RI Jl. Harsono RM No.3 Gedung Lantai 3, Pasar Minggu, Jakarta 12550 Alamat Telp. (021) Fax. (021)
Presentasi serupa
© 2024 SlidePlayer.info Inc.
All rights reserved.