Upload presentasi
Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu
1
ETIKA – AKUNTANSI DAN GENDER
ETIKA – AKUNTANSI DAN GENDER Sri Rahayu, SE, M.Si
2
Fenomena Penghasilan seorang akuntan di Indonesia termasuk rendah dibandingkan negara lain di Asia. Selain itu, profesi ini masih diselimuti bias gender. Hasil penelitian yang dipublikasi dalam Jurnal Akuntansi dan Keuangan edisi September 2007 menemukan, bahwa fee yang diterima auditor wanita dan auditor laki-laki pada saat rekrutmen adalah sama. Namun, beberapa tahun kemudian fee auditor wanita lebih rendah dari auditor laki-laki. Hal tsb mengindikasikan bahwa kenaikan karier auditor laki-laki lebih cepat daripada auditor wanita.
3
Paradigma Androsentrisme & Patriarkalisme
Paradigma Androsentrisme & Patriarkalisme Androsentrisme adalah cara memandang atau memahami segala sesuatunya yang dengan sengaja/tidak sengaja yang selalu menjadikan karakteristik laki-laki sebagai tolok ukur (center). Patriarkalisme adalah seseorang melihat orang lain sebagai objek atau “yang lain” (the other). Ketika seseorang melihat orang lain sebagai yang lain, itu berarti pada saat yang sama ia melihat dirinya sebagai objek; “aku”-”yang lain.
4
Teologi atau mitos tentang perempuan, yaitu: makhluk yang pasif, lemah, perasa, tergantung, menerima keadaan, makhluk rumahan atau pekerja kantoran, dinilai dari tubuh, dan penurut (Marwah Daud, 1994)
5
Menjadi akuntan: panggilan untuk semua
Menjadi akuntan: panggilan untuk semua Terdapat kesetaraan antara akuntan laki-laki dan perempuan dalam bekerja, terutama menyangkut motivasi, komitmen organisasi, komitmen kerja dan kemampuan kerja. Perbedaan yang ada lebih disebabkan karena masalah faktor-faktor psikologis individu. Jadi tidak ada perbedaan dalam kesempatan dan peranan bagi perempuan dan laki-laki dalam profesi akuntansi. (Samekto, 1999)
6
Tugas & Organisasi akuntan Publik
Tugas & Organisasi akuntan Publik Situasi yang penuh tekanan (pressure) di dalam dunia kerjanya seperti jam kerja yang tinggi. Besarnya kualitas kerja yang diharapkan, adanya deadline klien, tekanan kerja dan level kerja yang berat. Pengendalian dan pengawasan yang ketat, level kompetisi yang tinggi (Strawser et al, 1999)
7
Maka, seorang akuntan harus profesional:
Maka, seorang akuntan harus profesional: Memiliki keunggulan dalam menjalankan profesinya, yang dipengaruhi oleh: Aspek individu; merupakan faktor psikologis atau karakter seseorang. Pengalaman; terbukti semakin tinggi jam kerja seseorang maka akan cenderung semakin profesional. Kemampuan profesional, yang meliputi; - kemampuan intelektual - kemampuan emosional - kemampuan fisis (kecakapan melakukan tugas)
8
Penelitian: PENGARUH GENDER, TEKANAN KETAATAN, DAN KOMPLEKSITAS TUGAS TERHADAP AUDIT JUDGMENT Gender tidak berpengaruh terhadap audit judgment Perbedaan gender antara auditor pria & wanita dg perbedaan karakter & sifat yang melekat pada individu masing-masing tidak berpengaruh thp judgment Tekanan ketaatan berpengaruh secara signifikan terhadap audit judgment Kecenderungan untuk mentaati perintah atasan atau keinginan klien Kompleksitas tugas tidak berpengaruh signifikan terhadap audit judgment Auditor mengetahui dengan jelas, tidak kesulitan & dapat melaksanakan tugas dengan baik
9
Kesimpulan: Isu perbedaan gender, mitos maupun paradigma negatif tentang perempuan dalam profesi akuntansi tidak dapat dibuktikan secara empiris, bila terjadi kelambatan kenaikan karier pada wanita lebih dikarenakan adanya kebudayaan yang diciptakan untuk laki laki (patriarkhi), kemudian stereotype tentang perempuan, yaitu pendapat yang menyatakan bahwa perempuan mempunyai keterikatan (komitmen) pada keluarga yang lebih besar daripada komitmen terhadap karir.
10
Faktor psikologis atau karakteristik yang dibutuhkan untuk seorang akuntan adalah; Tenang dan tidak emosional, Hidupnya teratur, mampu bekerja dalam rutinitas, mempunyai dan mengikuti prinsip dan prosedur, Tegas, memiliki kemampuan, profesional judgement yang akurat dan tepat, dan komunikatif, Jadi, faktor gender tidak berpengaruh dalam profesionalisme akuntan (Gary Siegel dan Marconi, 1989)
11
Laki-laki dan perempuan adalah individu yang memiliki keunikan dan otonomi masing-masing dan oleh karena itu, mereka saling melengkapi. Maka harus ada perbedaan perlakuan terhadap perempuan, namun perbedaan tersebut bukanlah berarti diskriminasi dalam pendidikan, kesehatan, pelayanan publik, politik, karier, dan pemerintahan. Perbedaan perlakuan ditujukan dalam masalah perang, cuti, transportasi, militer, pakaian, kriminal, dan urusan seksual.
12
Dengan demikian isu gender tetap merupakan isu yang tidak dapat dijelaskan dengan tuntas melalui riset empiris.
13
Maka masih perlukah feminisme? Masih perlukah maskulinisme? Tidak! Karena pada dasarnya dan akhirnya, laki-laki dan perempuan saling melengkapi (komplementer) tidak ada yang lebih superior.
Presentasi serupa
© 2024 SlidePlayer.info Inc.
All rights reserved.