Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

MATA KULIAH TAREKH TASYRI’ PUSAT STUDY ISLAM ASY-SYIFA’

Presentasi serupa


Presentasi berjudul: "MATA KULIAH TAREKH TASYRI’ PUSAT STUDY ISLAM ASY-SYIFA’"— Transcript presentasi:

1 MATA KULIAH TAREKH TASYRI’ PUSAT STUDY ISLAM ASY-SYIFA’
Pertemuan ke-4 تريخ التشريع Andri Ismail, MA MATA KULIAH TAREKH TASYRI’ PUSAT STUDY ISLAM ASY-SYIFA’ PUSAT STUDY ISLAM ASY-SYIFA'

2 TASYRI ISLAM PADA MASA SAHABAT GENERASI PERTAMA
Definisi Sahabat Pengertian sahabat menurut terminologi ulama fiqh dan ushul fiqh adalah setiap orang yang pernah bertemu dengan Nabi Muhammad Saw. dalam status iman kepadanya, dan meninggal dunia dalam keadaan beriman pula. Para Ulama berbeda pendapat tentang lamanya interaksi (shuhbah) dengan Rasulullah dan banyaknya periwayatan dari Nabi Saw. Ada yang mensyaratkan seorang sahabat minimal bergaul dengan Nabi selama 1 atau 2 tahun dan pernah berperang bersama Rasulullah Saw walau hanya sekali atau dua kali.

3 Tapi sebagian ulama ada juga yang tidak mensyaratkan seperti itu, sehingga setiap orang yang pernah bertemu dengan Nabi adalah sahabat, terlepas dari lama tidaknya bergaul, ada tidaknya meriwayatkan hadis dari Nabi Saw, pernah berperang atau tidak bersama beliau. Sebagian ulama yang lain memberikan syarat harus melihat Nabi pada waktu ia berusia tamyiz. Menurut Abu Zur’ah, Rasul meninggalkan orang sahabat yang pernah meriwayatkan hadis. Periode ini dianggap sebagai periode pertama dalam pembentukan fiqh Islam, dimulai dari wafatya Rasulullah Saw tahun 11 H. sampai akhir masa Khulafa’ al-Rasyidin tahun 40 H.

4 Kelebihan Sahabat Dalam Memahami Syariat Mereka sangat dekat dan bertemu langsung dengan Nabi Saw., sehingga memudahkan mereka untuk mengetahui asbabun nuzul ayat dan asbabul wurud hadis. Mereka juga mengetahui penafsiran Rasulullah tentang beberapa ayat disamping juga mengetahui ‘illat hukum dan hikmahnya, sehingga memudahkan dalam melakukan qiyas nash-nash yang ada kemiripan lalu menetapkan hukumnya. Mereka memiliki pemahaman yang tinggi terhadap bahasa Arab yang merupakan bahasa Al-Quran. Mereka menghafal Al-Quran dan sunnah Rasulullah Saw., menjadi orang pertama yang mempelajari ilmu syariat dan hukumnya.

5 Sebab Perbedaan Pendapat
Sebab-Sebab Perbedaan Dalam Memahami Syariat di Kalangan Sahabat adalah karena Perbedaan tingkat pemahaman terhadap bahasa. Ada yang paham dengan bahasanya sendiri, istilah-istilah asing yang ada dan cara pemakaiannya, tetapi ada juga yang tidak bisa.

6 Misalnya, ketika Umar membaca ayat dalam Taushiyahnya, Atau Allah akan mengazab mereka disebabkan mereka menghina (takhawwufin), Umar bertanya kepada khalayak, “Apa makna takhawwufin” . Lalu seseorang dari suku Huzail menjawab, takhawwuf artinya tanaqqush (menghina). Umar berkata, “Apakah orang Arab tahu ini dalam syair mereka?”. Ia menjawab, “Ya”, lalu dibacakanlah bair syair yang memperkuat ucapannya. Umar berkata, “Jagalah syair kalian dan kalian tidak akan tersesat”. Para sahabat bertanya, “Apa itu syair (diwan) kami?”. Umar menjawab, “Syair Jahiliyah, sebab di dalamnya ada penafsiran untuk kitab kalian dan makna ucapan kalian.

7 Perbedaan dalam hal pergaulan dengan Rasulullah Saw
Perbedaan dalam hal pergaulan dengan Rasulullah Saw., yang berpengaruh terhadap tingkat pemahaman tentang asbabun nuzul ayat dan sunnah. Sahabat generasi pertama (as-Sabiqun al-Awwalun) yang beriman, tidak sama dengan orang-orang setelah mereka. Kemampuan dan kapasitas individu yang berbeda-beda, diantaranya perbedaan dalam hal tingkat pemahaman, hafalan, mengeluarkan hukum (istinbath), kemampuan menerjemahkan isyarat dari nash syariat.

8 SUMBER Dalam kitab Mashabih al-Sunnah karya Imam Al-Baghawi
SUMBER Dalam kitab Mashabih al-Sunnah karya Imam Al-Baghawi. Dari Maimun bin Mihran, ia berkata, “Jika ada orang yang berselisih datang kepada Abu Bakar, beliau akan melihat Kitabullah. Jika ia temukan di dalamnya apa yang bisa memutuskan perkara mereka, maka ia akan memutuskan dengannya. Jika tidak ada dalam Kitabullah dan ia tahu ada sunnah dari Rasulullah tentang hal itu, maka ia akan memutuskan dengannya. Kemudian jika tidak ada, Abu Bakar akan keluar menemui kaum muslimin dan berkata, “Ada yang datang begini dan begitu, apakah kalian ada yang tahu Rasulullah pernah memutuskan hal itu, atau ada sekelompok sahabat yang berkumpul lalu Rasulullah menceritakan hal itu kepada mereka ?”. Jika ia tidak menemukan juga dalam sunnah Rasulullah, maka ia akan mengumpulkan para pemimpin (tokoh) dan orang-orang pilihan untuk bermusyawarah. Jika dalam musyawarah tsb Abu Bakar sudah menyatukan pendapat mereka tetang sesuatu, maka itulah yang akan menjadi keputusannya. Sumber perundang-undangan pada masa sahabat adalah: AL-QURAN, AL-SUNNAH, IJMA’, dan RA’YI (logika).

9 Sikap Sahabat Terhadap Sumber Tasyri’ AL-QURAN Pada zaman Abu Bakar, al-Quran pertama kali dikumpulkan untuk tahapan pembukuan, lalu dilanjutkan pada masa Utsman bin Affan untuk yang kedua kalinya. Utsman ingin menyatukan perbedaan logat dalam bacaan, lalu ditulislah enam naskah, salah satunya disimpan oleh beliau, sisanya dibagikan ke seluruh negeri. Metode (manhaj) para sahabat dalam istinbath hukum dari al-Quran, jika ada masalah yang muncul dan memang sudah ada hukumnya serta kandungan dalilnya tepat, maka mereka akan mengambil ayat ini tanpa bermusyawarah dan tidak ada ikhtilaf. Perbedaan kadang muncul disebabkan adanya nash yang memiliki makna lebih dari satu (musytarak) maupun kata yang bermakna kiasan (majaz). Seperti QS. Al-Baqarah: 228 والمطلقات يتربصن بأنفسهن ثلاثة قروء kata quru’ adalah bentuk jamak dari qar’un yang bisa diartikan haid dan bisa pula diartikan suci (thuhur) .

10 Sikap Sahabat Terhadap Sumber Tasyri’ SUNNAH & IJTIHAD
Sunnah saat itu belum dibukukan, karena dikhawatirkan akan bercampur dengan al-Quran, yang menjadi rujukan adalah hafalan para sahabat. Mereka tidak menerima suatu hadis kecuali jika ada yang bersaksi selain yang meriwayatkannya, disamping meminta perawi bersumpah. Jika ada hadis dan perawinya yakin karena ia memang mengetahuinya, atau karena perawinya bisa dipercaya (tsiqah) , atau ada yang memberi persaksian dan tidak diketahui bahwa ia sudah meninggal sebelum periwayatan, atau tidak ada yang menentangnya, maka hadis itu diamalkan.

11 Dalam menghadapi perkembangan kehidupan, dengan berbagai persoalan yang memerlukan penetapan hukum, namun tidak terdapat dalam Al Quran dan Sunnah, para sahabat melakukan ijtihad. Ada beberapa sahabat yang menentukan langkah-langkah dalam berijtihad. Pada periode ini ijtihad sahabat belum dibukukan.

12 Contoh Ijtihad Sahabat Ijtihad khulafa’ur rasyidin tentang peristiwa unta yang tidak bertuan :
Abu Bakar dan Umar berijtihad, unta tersebut dibiarkan saja. Ali bin Abi Thalib berijtihad, unta tersebut dibuatkan kandang, lalu akomodasinya diserahkan kepada baitul mal untuk menanganinya, sampai si pemilik onta datang dan mengambilnya . Usman bin Affan berijtihad, unta tersebut dijual sebagaimana harga umumnya, lalu uangnya dikembalikan kepada si pemilik onta Ijtihad Umar tentang hukum Thalak : Umar bin Khattab berfatwa bahwa: wanita yang dicerai putus (Thalak Bain) itu mendapat nafkah dan tempat tinggal. Ketika sampai pada hadis Fathimah binti Qais bahwasanya Rasulullah tidak memberikan nafkah dan tidak pula tempat tinggal baginya setelah perceraian yang ketiga, maka ia berkata: “ kita tidak meninggalkan kitab Allah dan Sunnah Nabi kita karena perkataan seorang perempuan yang barangkali ia hafal atau lupa ”.

13 Contoh Ijtihad Sahabat Ibnu Abbas berijtihad tentang ‘ iddahnya seorang wanita yang di tinggal mati oleh suaminya sedang ia dalam keadaan hamil, maka yang harus dilakukan oleh wanita tersebut apakah: Menunggu kehamilannya (melahirkan) atau Menunggu sampai masa ‘ iddah ditinggal mati suaminya, yaitu selama empat bulan sepuluh hari ijtihad Ibnu Abbas adalah memilih masa ‘ iddah yang paling lama, di hitung dari sejak kematian suaminya. Namun pendapat yang paling rajih adalah berdasarkan hadist Sabi’ah Aslamiyyah, yaitu Iddahnya menunggu sampai melahirkan. Baru ia boleh dinikahi kembali, karena fungsi ‘ iddah sendiri adalah kapan ia bisa dinikahi kembali.

14 Khalifah Abu Bakar al-Shiddiq 11-13 H
Usai Rasulullah wafat, hampir saja terjadi pertengkaran antara kaum Muhajirin dan Anshar, karena merasa berhak menjadi pemimpin. Perdebatan terjadi di Tsaqifah Bani Sa’idah selama 3 hari, jenazah Rasul pun belum sempat dikubur saat itu, hingga masalah kepemimpinan bisa dipecahkan dengan kearifan Umar bin Khattab yang secara Aklamasi memilih Abu Bakar sebagai khalifah pertama.

15 Pengangkatan Abu Bakar menjadi khalifah, awal terbentuknya pemerintahan model khilafah dalam sejarah Islam. Era Abu Bakar disibukkan dengan memerangi kaum murtad, ingkar bayar zakat, dan Nabi palsu Musailamah al-Kazzab. Abu Bakar memerangi orang yang enggan membayar zakat dalam perang Yamamah. Beliau berujar, “Akan aku perangi orang yang berani memisahkan antara shalat dan zakat”. Menghimpun ayat-ayat al-Quran yang berserakan menjadi 1 mushaf, atas usulan Umar , karena banyak huffadz yang syahid dalam perang.

16 Masalah hukum pada era Abu Bakar diantaranya masalah waris, ketika seorang nenek menanyakan bagian warisnya, Abu Bakar berkata, “Engkau tidak mendapatkan apa-apa, karena tidak aku dapatkan keterangan baik dalam al-Quran dan sunnah”. Lalu berdirilah Mughirah bin Syu’bah memberikan kesaksian bahwa Rasulullah pernah memberikan bagian kepada nenek sebesar 1/6 bagian, tampil sebagai saksinya adalah Muhammad bin Maslamah.

17 Khalifah Umar bin Khattab 13-23 H.
Umar terpilih sebagai khalifah dengan sistem formatur dan usulan dari Abu Bakar sebelum wafat, karena beliau khawatir terjadi konflik perebutan kekuasaan Saat terpilih, Umar berpidato, “Saya takut kalau satu ketika saya berbuat salah, tapi dari kalian tidak ada yg menentangku, karena hormat kalian kepadaku... Maka, kalau saya berbuat baik, bantulah saya, tapi kalau saya berbuat jelek, harap kalian luruskan…”.

18 Umar sangat terkenal dengan ijtihad individunya.
Diantara ijtihad Umar : Jatuhnya thalaq tiga sekaligus dalam satu majelis. Pada masa Rasulullah dan Abu Bakar serta dua tahun pertama pemerintahan Umar, thalaq tiga sekaligus itu dihitung jatuh satu kali. Umar melihat gejala lain dalam masyarakat, dimana banyak orang menjatuhkan thalaq dan mempermainkan thalaq tiga, maka beliaupun berijtihad bahwa thalaq tiga sekaligus itu jatuh tiga pula. Masalah harta rampasan perang. Al-Quran & sunnah menjelaskan bahwa harta ghanimah baik yang bergerak maupun tidak bergerak dibagikan seluruhnya kepada orang-orang yang terlibat peperangan.

19 واعلمو أنما غنمتم من شيئ فإن لله خُمُسَهُ وللرسول ولذي القربى واليتامى والمساكين وابن السبيل
Pada saat Umar menaklukkan Irak dan Syam, Umar menetapkan agar harta yang tidak bergerak, khususnya tanah pertanian tetap berada pada tangan pemilik dan penggarapnya. Hanya saja mereka diwajibkan membayar pajak ( kharaj ). Hal ini bertentangan dengan QS. Al-Anfal 41 dan praktek Nabi SAW yang membagi tanah di Khaibar.

20 Pendapat Umar ditentang oleh sebagian sahabat, diantaranya Bilal bin Rabah, Abdurrahman bin Auf dan Zubair bin Awwam. Alasan Umar menerapkan hal tersebut atas asas maslahat umum , diantaranya jika tanah dibagikan maka perlu pemeliharaan, sementara tentara umumnya tidak mempunyai waktu tenaga dan skill untuk menggarap tanah subur tsb.

21 Tentang Mu’allaf. Umar tidak memberikan bagian zakat muallaf, yaitu terhadap kategori orang kafir yang diharapkan akan masuk Islam, dan orang kafir yang dikhawatirkan akan merusak Islam. Sedangkan terhadap kategori orang Islam yang masih lemah imannya, atau orang Islam yang mempunyai pikiran seperti orang kafir, atau orang Islam yang tinggal di perbatasan dengan negara kafir tetap diberikan zakat. Umar beralasan, “ sesungguhnya Allah telah menguatkan Islam dan tidak memerlukan kalian lagi. Maka jika kalian mau masuk Islam, masuklah! Dan jika tidak maka antara kami dan kalian adalah pedang!

22 Hukum Potong tangan bagi pencuri.
Umar tidak melaksanakan hukum potong tangan bagi pencuri sesuai ketetapan Al-Quran والسارق والسارقة فاقطعو أيديهما karena situasi dan kondisi pencurian di musim paceklik yang menyebabkan terpaksa mencuri. Sahabat itu bernama Alamah al-Hatib bin Abi Baltaah yang mengakui telah mencuri, namun setelah diselidiki ia mencuri karena kelaparan.

23 Lagipula, barang yang dicuri tidak mencapai batas nishab ¼ Dinar dan orang yang dicuri adalah tetangganya yang kaya raya yang tidak mendermakan hartanya kepada faqir miskin sebagaimana semestinya . Umar berkata, tidak dipotong tangan pencuri karena izqi/nakhal (sebiji kurma – maksudnya barang tidak berharga), juga tidak pada tahun kelaparan ini (‘am maja’ah).

24 harus dipahami bahwa Umar tidak menganulir hukuman potong tangan secara umum, tetapi karena pelaksaan hukuman had itu tidak boleh diterapkan ketika masih mengandung syubhat didalamnya, karena Rasulullah SAW melarang menetapkan hukum had apabila terdapat syubhat didalamnya -itraku al-hudud an al-muslimin bi syubhat-. إترك الحدود عن المسمين بالشبهات Tinggalkan pelaksanaan hudud terhadap orang Islam jika masih terdapat subhat.

25 Perempuan yang menikah pada waktu ‘iddah.
Jika wanita sedang ‘iddah dinikahi laki-laki sebelum ‘iddahnya berakhir dan apabila sudah berjima’, maka perkawinan itu harus dibatalkan, kemudian wanita itu mengulang ‘iddahnya dari awal, dan laki-laki yang menikahinya haram menikahi wanita itu untuk selamanya. Sementara menurut Ali bin Abi Thalib dan sahabat lain, perkawinannya dibatalkan, dan si wanita harus menyelesaikan ‘iddahnya. Setelah selesai, si laki-laki itu atau laki-laki lain boleh menikah dengan wanita tersebut.

26 Shalat Tarawih Pada masa Nabi, para sahabat melaksanakannya secara sendiri ( munfarid ), dan dilakukan 11 raka’at. Umar lalu mengumpulkan para sahabat untuk shalat tarawih berjama’ah, dan dilakukan sebanyak 23 raka’at.

27 Pembagian harta gharowain, yaitu pembagian harta yang ahli warisnya terdiri dari suami atau istri, ibu dan ayah. Menurut Ibnu Abbas, dalam dua kasus tsb ibu mendapat 1/3. Namun menurut Umar, Utsman dan Zaid bin Tsabit ibu memperoleh 1/3 dari sisa. Peradilan sudah teratur dengan adanya penunjukan qadhi. Umar membuat hukum acara seperti tertuang dalam Risalah Qadha’. Sumber pendapatan negara untuk mengisi Baitul Mal pada masa Umar diperoleh dari kharaj (pajak hasil bumi) dan jizyah (pajak perlindungan), ‘ usyur (pajak impor 10%) dan zakat.

28 Jelang akhir hayatnya akibat ditikam oleh Abu Lu’luah, Umar melalui musyawarah membentuk Tim Formatur diketuai oleh Abdurrahman bin ‘Auf bertugas memilih khalifah sesudah Umar. Anggota tim: Utsman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Sa’ad bin Abi Waqqas, Zubeir bin Awwam, Thalhah bin Ubaidillah, dan menyertakan Abdullah bin Umar (tanpa hak suara). Dasar penunjukan tim, karena mereka dinyatakan oleh Nabi SAW termasuk orang yang mendapat kabar gembira dengan jaminan masuk surga.

29 . Khalifah Utsman bin Affan 23-35 H
Pada masa Utsman, peradilan sudah memiliki bangunan tersendiri yang terpisah dari masjid. Diantara hasil ijtihad Utsman bin Affan: Azan Jum’at dua kali. Pada masa Nabi, sekali azan sudah cukup untuk memberitahu orang untuk shalat Jum’at. Namun, pada masa Utsman, umat Islam semakin banyak, wilayahnya semakin luas, sehingga perlu azan Jum’at dua kali agar merata ke seluruh negeri.

30 Isteri yang diceraikan dalam kondisi suaminya sakit keras, kemudian si suami meninggal dunia .
Si isteri mendapatkan harta warisan, baik si isteri dalam masa ‘iddah ataupun ‘iddahnya sudah berakhir. Sementara menurut Umar, si isteri mendapat bagian harta warisan hanya dalam masa ‘iddah.

31 Isu sentral, setelah 6 tahun pertama yang membuat pemerintahan goyah & guncang:
Protes kebijaksanaan & tindakan yang dinilai tidak adil. Protes berhubungan dengan pengangkatan dan pemberhentian gubernur. Masalah pengelolaan uang negara. Fitnah orang Yahudi, Abdullah bin Saba’ & komplotannya yang menjelek-jelekkan Utsman dan memuji Ali di daerah penduduk selain Hijaz: Kufah, Bashrah, Mesir, Fusthat. Pemberontakan ribuan orang Kufah, Bashrah, Mesir mengepung rumah Khalifah Utsman dan berhasil membunuh Utsman ketika sedang baca al-Quran.

32 Khalifah Ali bin Abi Thalib 35-40 H
Dibai’at ditengah-tengah suasana berkabung atas kematian Utsman. Mu’awiyah tidak membai’at Ali sebagai khalifah. Tidak dibai’at secara aklamasi, karena: Banyak sahabat senior tidak berada di Madinah. Wilayah Islam sudah meluas. Sikap Politis Memberhentikan semua gubernur yang diangkat oleh Utsman Tanah-tanah yang dibagikan di zaman Utsman kepada keluarganya ditarik kembali. Pengawasan ketat terhadap pejabat pemerintahan. Lahirnya Oposisi Aisyah, Thalhah dan Zubeir sebagai kekuatan di Bashrah menuntut kematian Utsman (terjadi Perang Jamal).

33 Mu’awiyah bin Abi Sufyan diberhentikan dari jabatan (terjadi Perang Shiffin yang diakhiri dengan tahkim/arbitrase). Memberhentikan Ali dan Mu’awiyah. Ketika pasukan Ali bin Abi Thalib hampir menang, pasukan Syam mengangkat mushaf-mushaf dan meminta agar bertahkim dengan Kitab Allah. Siasat itu dilakukan oleh ‘Amr bin ‘Ash, panglima pasukan Mu’awiyah. Akibat Tahkim: Mu’awiyah secara de Jure menang. 2 tahun kemudian menjadi khalifah

34 Pengikut Ali kecewa karena Ali mau menerima Tahkim, mereka keluar dari kelompok Ali, mereka dinamakan Khawarij. Khawarij inilah yang diangap sekte pertama dalam Islam. Ali dibunuh oleh seorang Khawarij yang bernama Abdul Rahman bin Muljam saat akan melaksanakan shalat subuh.

35 Diantara hasil ijtihad Ali bin Abi Thalib:
‘ Iddah perempuan hamil yang ditinggal mati suaminya adalah diambil waktu yang paling panjang antara 4 bulan 10 hari atau sampai melahirkan, sedangkan menurut Umar ‘iddahnya sampai melahirkan. Masalah siksa dera bagi pemabuk . Di dalam hadis ditegaskan bahwa hukuman bagi peminum khamar adalah 40 kali cambukan. Namun Ali menerapkannya dua kali lebih berat menjadi 80 kali cambukan, dengan alasan umat Islam pada masanya di nilai belum jera dengan 40 kali cambukan.


Download ppt "MATA KULIAH TAREKH TASYRI’ PUSAT STUDY ISLAM ASY-SYIFA’"

Presentasi serupa


Iklan oleh Google