Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

KELAS ALKITAB MALAM SURAT YUDAS dan WAHYU

Presentasi serupa


Presentasi berjudul: "KELAS ALKITAB MALAM SURAT YUDAS dan WAHYU"— Transcript presentasi:

1 KELAS ALKITAB MALAM SURAT YUDAS dan WAHYU
PDT. A. LETLORA S.Th, M.Min 29 November 2010 GPIB JEMAAT IMMANUEL DI BEKASI

2 Pendahuluan. Yudas memperkenalkan dirinya sekadar sebagai "saudara Yakobus" (ayat Yud 1:1). Satu-satunya pasangan saudara dalam PB yang bernama Yudas dan Yakobus adalah saudara tiri Yesus (Mat 13:55; Mr 6:3). Mungkin Yudas menyebutkan nama Yakobus karena kedudukannya sebagai pemimpin jemaat di Yerusalem akan membantu menjelaskan identitas dan kekuasaannya sendiri.

3 Surat yang singkat namun tegas ini ditulis untuk menentang para guru palsu yang terang-terangan berhaluan antinomisme (yaitu mereka mengajarkan bahwa keselamatan melalui kasih karunia mengizinkan mereka untuk berdosa tanpa dijatuhi hukuman) dan yang menghina pernyataan rasuli tentang pribadi dan tabiat Yesus Kristus (ayat Yud 1:4).

4 Dengan demikian mereka memecah-belah gereja mengenai apa yang harus dipercaya (ayat Yud 1:19,22) dan bagaimana harus berperilaku (ayat Yud 1:4,8,16). Yudas melukiskan guru palsu yang tak berprinsip ini sebagai "orang-orang fasik" (ayat Yud 1:15) dan juga sebagai orang "tanpa Roh Kudus" (ayat Yud 1:19).

5 Tujuan Yudas menulis surat ini
(1) untuk sangat mengingatkan orang percaya mengenai ancaman serius dari para guru palsu dan pengaruh mereka yang merusak di dalam gereja, dan (2) untuk menantang orang percaya yang sejati dengan keras supaya mereka bangkit dan "berjuang untuk mempertahankan iman yang telah disampaikan kepada orang-orang kudus" (ayat Yud 1:3).

6 Isi surat Setelah memberikan salam (ayat Yud 1:1-2), Yudas menyatakan bahwa tujuannya mula-mula ialah menulis tentang sifat keselamatan (ayat Yud 1:3a). Akan tetapi, sebaliknya dia terdorong untuk menulis surat ini karena guru-guru palsu yang memutarbalikkan kasih karunia Allah dan dengan demikian melemahkan kebenaran dalam gereja (ayat Yud 1:4). Yudas menuduh mereka sebagai tidak suci secara seksual (ayat Yud 1:4,8,16,18), berkompromi seperti Kain (ayat Yud 1:11), serakah seperti Bileam (ayat Yud 1:11), suka memberontak seperti Korah (ayat Yud 1:11), congkak (ayat Yud 1:8,16), penipu (ayat Yud 1:4,12), sensual (ayat Yud 1:19) dan memecah-belah (ayat Yud 1:19).

7 Yudas menyatakan kepastian hukuman Allah atas semua orang yang berbuat dosa seperti itu dan menggambarkannya dengan enam contoh dari PL (ayat Yud 1:5-11). Gambaran dua belas ciri kehidupan mereka menunjukkan bahwa mereka siap untuk menerima murka Allah (ayat Yud 1:12-16). Orang percaya didorong untuk waspada dan untuk menaruh belas kasihan bercampur ketakutan bagi mereka yang goyah (ayat Yud 1:20-23). Yudas menutup suratnya dengan suatu peningkatan pengilhaman dalam ucapan berkatnya (ayat Yud 1:24-25).

8 Empat ciri utama menandai surat ini.
(1) Surat ini berisi celaan yang paling blak-blakan dan bersemangat dari PB terhadap para guru palsu. Itu menggarisbawahi betapa seriusnya ancaman ajaran palsu terhadap iman yang sejati dan hidup yang kudus bagi segala angkatan. (2) Surat ini menunjukkan kesenangan untuk memberikan ilustrasi dengan memakai rangkaian tiga -- misalnya: tiga contoh penghukuman dalam PL (ayat Yud 1:5-7), tiga ciri guru palsu (ayat Yud 1:8), dan tiga contoh orang tidak kudus dalam PL (ayat Yud 1:11). (3) Di bawah pengaruh penuh dari Roh Kudus, Yudas dengan leluasa menunjuk kepada sumber-sumber tertulis: (a) Alkitab PL (ayat Yud 1:5-7,11), (b) tradisi Yahudi (ayat Yud 1:9,14-15) dan (c) 2 Petrus, serta mengutip langsung 2Pet 3:3, yang diakuinya sebagai berasal dari rasul-rasul (ayat Yud 1:17-18). (4) Surat ini berisi ucapan berkat PB yang paling agung.

9 KITAB WAHYU KEPADA YOHANES
Kitab Wahyu ini sendiri sering disebut sebagai kitab Apokaliptik dalam PB. Kata apokaliptik berasal dari bahasa Yunani: apokalypsis yang artinya membukakan/menyingkapkan. Jenis tulisan semacam ini sebenarnya telah ada sejak PL misalnya dalam dalam kitab para nabi (mis: Daniel 2, 7, 9-12; Yeh. 1, 37, 40). Genre tulisan apokaliptik ini juga muncul dalam tulisan-tulisan Yahudi pada masa antar perjanjian (1 Enoch, 4 Ezra, dll) hingga masa PB (Kitab Wahyu dan beberapa bagian dalam surat-surat Paulus). Namun penyingkapan yang termuat dalam kitab Wahyu dipandang sebagai klimaks dari nubuatan-nubuatan yang pernah tertulis tersebut.

10 Didorong oleh keinginan untuk semakin mempertahankan keutuhan kerajaannya, Antiokhus semakin mendorong helenisasi disegala aspek kehidupan. Misalnya sesaat sebelum pelaksanaan suatu pertandingan olah raga, tidak jarang diawali oleh upacara penyembahan kepada dewa-dewa Yunani yang bagi orang Yahudi sangat dilarang. Penolakan penyembahan ini membuat Antiokhus pernah mengeluarkan suatu ketetapan untuk melarang orang Yahudi menjalankan segala ketetapan Taurat. Antiokhus bahkan secara kejam menghukum orang Yahudi yang melanggar ketetapan itu. Ia juga merampas harta dan perlengkapan di Bait Allah.

11 Sebelumnya Antiokhus juga telah mengintervensi pengangkatan Imam Besar, yakni dengan merestui orang-orang yang bisa dia jadikan ”boneka” yang meguntungkan dirinya. Puncak penghinaan serta penghukuman Antiokhus kepada orang Yahudi terjadi ketika sebuah altar dewa Zeus Olympus ditempatkan di atas altar Bait Allah dan disitu daging haram dipersembahkan sebagai sesajen (band. II Makabe 6:2; Daniel 11:31; 12:11). D. S. Russell, Penyingkapan Ilahi (Jakarta: BPK GM, 1993), hal. 34.

12 Kondisi yang sulit memaksa mereka untuk memandang kepada tatanan yang bersifat metafisis dan mistis. Hal ini membuat sastra ber-genre ini memuat bahasa-bahasa serta simbol-simbol yang sulit kita pahami – tentunya apabila dilihat dari cara berpikir kita pada konteks yang berbeda. Andre Lacocque menyimpulkan: ”penyebab adanya apokaliptik adalah keyakinan bahwa Allah mempunyai rencana untuk menyatukan sejarah manusia, satu rencana yang perlu ditemukan, sebab rencana ini merupakan rahasia jagat raya ini. Dengan cara ini, sejarah dibagi menjadi dua kutub: yang sekarang sedang berjalan dan yang terakhir; dan sejarah yang ditopang dalam kekekalan hikmat dan pengetahuan Allah. Itulah sebabnya mengapa Kerajaan Allah melampaui sejarah, tetapi dimasukkan ke dalam sejarah di dalam pemerintahan orang-orang kudus (band. Daniel 7).”

13 Genre apokaliptik merupakan sebuah ekspresi manusia pada eranya dalam memahami fakta sebuah sejarah dalam kaitannya dengan campur tangan serta rencana Allah. Dengan demikian, tidak berlebihan jika sebagian ahli menyimpulkan genre ini sebagai sastra pengharapan disamping juga sebagai sastra untuk memperingatkan pembacanya. Dan kitab Wahyu adalah satu diantaranya.

14 Angka 7 dalam Kitab Wahyu
Mengingat peran angka tujuh begitu signifikan dalam kitab ini, maka pembahasan tentang angka ini sengaja kita bahas dibagian awal tulisan ini. Dalam kitab Wahyu angka 7 (tujuh/epta) muncul secara sangat menonjol (± 54 kali). Jumlah tersebut belum termasuk yang muncul secara implisit, misalnya: "Anak Domba yang disembelih itu layak untuk menerima kuasa, dan kekayaan, dan hikmat, dan kekuatan, dan hormat, dan kemuliaan, dan puji-pujian!" (5:12), "Amin! puji-pujian dan kemuliaan, dan hikmat dan syukur, dan hormat dan kekuasaan dan kekuatan bagi Allah kita sampai selama-lamanya! Amin!" (7:12). Selain itu dalam kitab ini juga muncul kata berbahagia (Maka,rioj/Makarioi) sebanyak 7 kali: 1:3; 14:13; 16:15; 19:9; 20:6; 22:7; 22:14.

15 Angka ini memiliki pengertian tersendiri
Angka ini memiliki pengertian tersendiri. Dalam Yehezkiel 25-32, angka ini juga muncul yakni ”tujuh bangsa”. Bagi orang-orang Yahudi, angka ini memiliki makna yang terkait dengan kesempurnaan, keutuhan, totalitas, kegenapan, dll. Dengan makna tersebut, maka angka ini sering dikaitkan dengan Allah atau karya-Nya.

16 Penulis Teks ini sendiri menyatakan bahwa penulisnya adalah Yohanes hamba Allah (1:1, 4, 9; 22:8), dia juga menyebut dirinya sebagai saudara dari para pembacanya (1:9). Walaupun dia tidak menyebut dirinya sebagai nabi, namun tampaknya dia bisa saja merupakan bagian dari kelompok nabi Kristen (22:6-9) dan tampaknya cukup dikenal oleh sejumlah jemaat di Propinsi Asia Kecil. Sebagai nabi, dia bernubuat atau menyampaikan berita dari Allah (10:11), dan kitab ini memang memuat nubuatan (22:7, 10, 19). Secara tradisional, gereja menyimpulkan bahwa penulis kitab ini adalah Yohanes sang Rasul, yang juga adalah penulis Injil Yohanes serta 3 surat-surat Yohanes.

17 Namun demikian, jika diperhatikan 1:1 secara keseluruhan, tampaknya Allah sendirilah yang menjadi pengarang utama kitab ini “Inilah wahyu Yesus Kristus, yang dikaruniakan Allah kepada-Nya.” Karena itu, benarlah pendapat yang mengatakan bahwa apa yang dinubuatkan dalam kitab ini sama sekali bukan hasil imajinasi dan meditasi manusia (Yohanes), tapi adalah penyataan Allah tentang gereja-Nya. Menurut Wahyu 1:1b, Yohanes adalah orang yang memperoleh penyataan Allah kepada Yesus Kristus itu dan menuliskannya ke dalam bahasa manusia: “Dan oleh malaikat-Nya yang diutus-Nya, Ia telah menyatakannya kepada hamba-Nya Yohanes.”

18 Tahun Penulisan Kitab ini memuat isu penganiayaan yang cukup menonjol (lebih jauh akan dibahas pada bagian ”kondisi penerima” dan ”tujuan penulisan”). Berdasarkan isu penganiayaan yang muncul dalam kitab ini, umumnya ada dua pendapat tentang pada era siapa penganiayaan tersebut terjadi, yakni era Kaisar Nero (54-68) atau era Domitian (81-96). Kitab ini juga memuat indikasi bahwa jemaat-jemaat ini bukanlah generasi pertama (lebih jauh akan diuraikan dalam bagian ”kondisi penerima” di bawah). Karena jemaat ini bukankah jemaat generasi pertama, maka tampaknya era domitian lebih bisa diterima yakni sekitar 95 EK, yakni pada tahun-tahun terakhir era Domitian. Selain itu, issu ketidakbertumbuhan gereja (suam-suam kuku) dalam kitab ini juga kurang cocok dengan kondisi gereja pada era generasi-generasi yang palin awal, termasuk era Nero.

19 Penerima Tiga pasal pertama kitab ini (baca: 1:4) menunjukkan bahwa kitab ini ditujukan kepada tujuh jemaat di Propinsi Asia (Efesus, Smirna, Pergamus, Tiatira, Sardis, Filadelpfia dan Laodikia). Yang menjadi pertanyaan adalah, apakah kitab ini hanya ditujukan kepada jemaat-jemaat di kota-kota tersebut di atas? Apakah ada penafsiran lain mengingat kota-kota tersebut berjumlah 7 buah? Dalam penjelasan tentang angaka 7 di atas, kita akan melihat bahwa angka ini merujuk kepada sebuah arti kesempurnaan atau keutuhan atau kegenapan. Beranjak dari makna angka tersebut, sebagian besar ahli menyimpulkan bahwa penerima kitab ini adalah keseluruhan gereja Tuhan Yesus Kristus disegala tempat dan segala abad

20 Ketujuh jemaat ini adalah sebagai perwakilan, yang sempurna, dari pembacanya. Carson dan Moo menyebutkan bahwa ketujuh kota ini merupakan pusat informasi. Sehingga alasan pengambilan ketujuh kota ini lebih kepada alasan geografis dan komunikasi

21 Kondisi Penerima Sebagaimana yang telah disinggung di atas, bahwa nuansa tentang penderitaan dalam berbagai bentuk sangat kuat dalam kitab ini. Kita bisa menangkap nuansa tersebut misalnya: melalui cara penulis yang mengambarkan bahwa darah pembaca kitab ini sedang dicurahkan (6:10; 7:14; 16:6; 17:6; 19:2), sebagian sedang menantikan kematiannya dalam penjara yang pengap dan gelap (2:10), terancam mati kelaparan atau kehausan (6:8; 7:16), sebagian telah dilemparkan untuk dimangsa binatang buas (6:8), banyak diantara mereka telah dipenggal kepalanya (20:4), Antipas di Pergamus telah dibunuh (2:13), Yohanes telah dibuang ke Patmos (1:9).

22 Pulau Patmos sendiri adalah pulau yang berbatu dan tidak rata dan berada disebelah Tenggara kota Efesus. Pada era Romawi, pulau ini dijadikan sebagai salah satu tempat pembuangan bagi orang-orang yang dianggap bersalah. Seperti yang tercatat dalam kitab ini, penolakan terhadap penyembahan kepada Kaisar tampaknya menjadi salah satu penyebab penindasan kepada jemaat-jemaat dan Yohanes (baca 13:4-7, 15-16; 14:9-11; 15:2; 16:2; 19:20; 20:4). Pada era Kaisar Domitian ada bukti kuat yang mengatakan bahwa pada kepemimpinannya Domitian menegaskan keilahian dirinya. Dia mengklaim dirinya sebagai dominus et deus (lord and god). Domitian tampaknya menuntut penyembahan kepada dirinya sebagai wujud kesetiaan orang kepada dirinya. Dengan demikian, siapa saja yang tidak mau menyembahnya berarti tidak setia kepadanya dan dianggap musuh.

23 Sikap jemaat yang sedemikian rupa sangat mungkin disebabkan oleh gelombang penganiayaan serta ajaran sesat yang sedang dan akan mereka hadapi. Dengan gambaran penerima yang sedemikian rupa tersebut, maka penulis kitab ini merasa sangat berkepentingan untuk menanggapinya. Karena itu tidak berlebihan bila kita menyimpulkan bahwa gagasan yang ada di balik penulisan kitab ini adalah penguatan/ penghiburan sekaligus juga sebagai peringatan untuk antisipasi.

24 Gagasan itu terlihat melalui ayat-ayat berikut, misalnya: mereka yang setia akan ikut memerintah dan duduk bersama Dia di atas tahta-Nya (3:21), Allah akan menghapus air mata mereka (7:17; 21:4), Allah akan mendengarkan doa-doa mereka dan jawaban doa mereka akan mempengaruhi jalannya sejarah (8:3-4), orang-orang yang mati di dalam Tuhan disebut berbahagia dan perbuatan baik mereka tidak akan dilupakan (14:13), darah kaum martir akan dibalaskan (19:2), orang-orang kudus akan memakai jubah putih dalam pernikahan Anak Domba (19:7-9) dan mereka akan memerintah bersama Kristus untuk selama-lamanya (5:10; 22:5).

25 Oleh sebab itu, dapat dikatakan bahwa kitab ini merupakan kombinasi antara tuntutan spiritual dan tuntutan etik. Secara spiritual mereka diminta untuk tetap setia dalam situasi yang sangat sulit sekalipun. Pada saat yang sama, secara etik, mereka juga diminta untuk waspada terhadap kekuatan dan keinginan jahat yang terus menerus mendesak mereka kepada kehidupan moral yang tidak disukai Allah. Tuntutan ini menjadi sangat beralasan sebab Allah yang mereka percayai adalah Allah yang kekal , Allah yang menjadi hakim pada hari penghakiman.

26 Mengenai pembagian yang sedemikian rupa, Hendriksen tampaknya sependapat dengan beberapa ahli lain, misalnya seperti: L. Berkhof, L. Morris, B. B. Warfeild. Pembagian lengkapnya adalah sbb: Kristus di tengah-tengah kaki dian dari emas (1-3) Gulungan kitab dengan tujuh meterai (4-7) Tujuh sangkakala penghukuman (8-11) Perempuan dan Anak laki-laki dianiaya oleh naga dan para pembantunya (binatang dan pelacur) (12-14) Tujuh cawan murka (15-16) Jatuhnya pelacur besar dan kedua binatang (17-19) Penghukuman atas naga (iblis) yang diikuti oleh penciptaan langit baru dan bumi yang baru (20-22)

27 Arti Angka Selain angka 7, masih ada beberapa angka lain yang muncul dalam kitab Wahyu. Angka yang cukup sering muncul adalah sepuluh (Yun: deka) yakni sebanyak 9 kali. (baca. 2:10; 12:3; 13:1*; 17:3, 7, 12*, 16). Jika kita membaca kesembilan ayat di atas, maka angka sepuluh selalu terkait dengan setan dan pekerjaannya. Sementara angka dua belas juga cukup sering muncul dan selalu dikaitkan dengan orang pilihan Allah. Besar kemungkinan berakar dari 12 suku-suku Israel (baca. 7:5-6; 12:1; 21:12; 21:14; 21:16; 22:2, dll.). Istilah tua-tua (Yun: presbuteroi/presbuterouj/presbuterwn) juga muncul dua belas kali. Dengan demikian, dalam kitab Wahyu, angka dua belas melukiskan orang-orang pilihan Allah, sementara angka sepuluh melukiskan Setan dan pengikutnya serta aktifitas mereka. Jika tujuh adalah angka sempurna yang terkait dengan Allah sendiri, maka angka enam adalah angka setan yang gagal mencapai kesempurnaan.

28 Makna Simbol Kitab Wahyu memuat banyak simbol-simbol yang sangat membingungkan kita. Simbol-simbol tersebut ada yang berupa angka, peristiwa, warna, dll. Sebagaimana sebuah simbol, tentu saja dia mewakili sebuah gagasan atau makna. Namun simbol-simbol yang membingungkan ini membuat kita bertanya: ”Bukankah penyingkapan bertujuan untuk membuat segala sesuatunya menjadi tersingkap (menjadi jelas)? lalu mengapa justru simbol-simbol ini bukan membuat makin jelas tetapi justru menjadi semakin tidak jelas?”

29 Ternyata berdasarkan konteks historis teks, paling tidak, ada dua alasan penggunaan bahasa simbol ini yakni: demi kejelasan pesan dan demi keamanan penyebaran pesan yang disampaikan melalui simbol-simbol tersebut. Tampaknya kedua alasan di atas menjadi alasan penggunaan simbol-simbol dalam kitab Wahyu ini.

30 Sementara itu, simbol-simbol yang dipakai untuk merujuk kepada penguasa yang lalim, tampaknya adalah demi keamanan penyebaran pesan itu. Sebagaimana yang kita ketahui, pada saat penglihatan ini terjadi, Gereja Tuhan sedang mengalami penganiayaan yang sangat besar dibawah pemerintahan Romawi (band. Penggunaan kata Babel dalam 14:8 (juga 1 Ptr. 5:13)).


Download ppt "KELAS ALKITAB MALAM SURAT YUDAS dan WAHYU"

Presentasi serupa


Iklan oleh Google