Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

Fiskal Ekonomi Indonesia #3.

Presentasi serupa


Presentasi berjudul: "Fiskal Ekonomi Indonesia #3."— Transcript presentasi:

1 Fiskal Ekonomi Indonesia #3

2 kebijakan fiskal kebijakan fiskal adalah kebijakan yang mengatur penerimaan dan pengeluaran negara Penerimaan negara di Indonesia terdiri dari pajak, penerimaan di luar pajak, dan penerimaan lainnya yang bersifat hibah pengeluaran pemerintah pada dasarnya dibagi menjadi dua kelompok, yaitu pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan.

3 Perkembangan kebijakan fiskal
Perkembangan kebijakan fiskal Indonesia telah mengalami beberapa dinamika Kebijakan fiskal merupakan salah satu instrumen pemerintah untuk melaksanakan fungsi alokasi, distribusi, dan stabilisasi ekonomi Pada masa krisis peran pemerintah dapat dikatakan sebagai motor penggerak perekonomian, mengingat sektor swasta belum dapat diandalkan untuk menggerakkan perekonomian secara optimal

4 Perkembangan kebijakan fiskal
Sejak Repelita I hingga Repelita IV, APBN Indonesia selalu didasarkan pada prinsip anggaran berimbang dinamis Anggaran berimbang dimaksudkan untuk untuk menyesuaikan besarnya anggaran pada tahun tertentu harus disesuaikan dengan pendapatan pada tahun tersebut. anggaran yang dinamis dimaksudkan jika penerimaan negara lebih rendah dari yang direncanakan, pemerintah mempunyai fleksibilitas untuk menyesuaikan pengeluaran sehingga dapat terjaga keseimbangannya

5 Potret APBN Indonesia Tahun 2000-2003
Tahun 2000 merupakan era baru bagi perkembangan fiskal Indonesia jangka waktu berlakunya APBN. Pada tahun sebelumnya, jangka waktu APBN adalah 1 April hingga 31 Maret pada tahun berikutnya. mulai tahun 2000,  1 April 2000 sampai dengan 31 Desember  1 Januari dan berakhir pada 31 Desember pada tahun yang sama cara penyajian APBN yang mengikuti standar internasional, yaitu dengan menggunakan konsep Government Finance Statistics (GFS) APBN disusun berdasarkan amanat Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) serta diliputi semangat otonomi daerah.

6 Potret APBN Indonesia Tahun 2000-2003
Otonomi daerah membawa pengaruh yang besar pada arah kebijakan fiskal Indonesia Pada tahun sebelumnya belanja negara terdiri dari belanja rutin dan belanja pembangunan (yang terdiri dari pembiayaan rupiah dan pembiayaan proyek). Setelah adanya otonomi daerah, belanja pemerintah terdiri dari belanja pemerintah pusat dan belanja untuk daerah Belanja pemerintah daerah terdiri dari : Pengeluaran rutin, dan Pengeluaran pembangunan, yang terdiri dari : Pembiayaan pembangunan Pembiayaan proyek Belanja untuk daerah terdiri dari : Dana perimbangan, dan Dana otonomi khusus dan penyeimbang

7 Tabel 2. Ringkasan Perkembangan Pelaksanaan APBN, 1999-2003
Uraian 2000 2001 2002 2003 R % A. Pendapatan Negara dan Hibah 205,3 20,8 301,1 298,6 18,5 341,4 19,1 I. Penerimaan Dalam Negeri 20,7 300,6 20,1 298,5 340,9 1. Penerimaan Perpajakan 115,9 11,8 185,5 12,4 210,1 13,0 242,0 13,5 a. Pajak dalam Negeri 108,9 11,0 176,0 199,5 230,9 12,9 b. Pajak Perdagangan Internasional 7,0 0,7 9,5 0,6 10,6 11,1 2. Penerimaan Negara Bukan Pajak 89,4 9,1 115,1 7,9 88,4 5,5 98,9 a. Penerimaan SDA 76,3 7,7 85,7 5,9 64,8 4,0 67,5 3,8 b. Penerimaan BUMN 0,4 8,8 9,8 12,6 c. PNBP Lainnya 0,9 20,6 1,4 13,9 18,8 1,0 II. Hibah - 0,5 0,0 0,1 B. Belanja Negara 221,4 22,5 341,6 23,6 322,2 20,0 376,5 21,1 I. Belanja Pemerintah Pusat 188,3 260,5 18,0 224,0 256,2 14,3 II. Belanja ke Daerah 33,1 3,4 81,1 5,6 98,2 6,1 120,3 6,7 C. Surplus/Defisit Anggaran (A-B) -16,1 -1,6 -40,5 -2,8 -23,6 -1,5 -35,1 -2,0 D. Pembiayaan (I + II) 16,1 1,6 40,5 2,8 1,5 32,7 1,8 I. Pembiayaan Dalam Negeri 30,2 2,1 16,9 1,1 32,1 1. Perbankan Dalam Negeri -13,0 -1,3 -1,2 -0,1 -8,2 -0,5 8,3 2. Non-Perbankan Dalam Negeri 18,9 1,9 31,4 2,2 25,2 23,9 1,3 II. Pembiayaan Luar Negeri (neto) 10,2 10,3 6,6 1. Penarikan Pinjaman LN (bruto) 17,8 26,2 1,2 20,4 2. Pembayaran Cicilan Pokok Utang LN -7,6 -0,8 -15,9 -1,1 -12,3 -19,8

8 Potret APBN Indonesia Tahun 2004-2005
Pada tahun 2003, di Indonesia berlaku Undang-undang Nomor 17 mengenai Keuangan Negara. Undang-undang ini menjadi dasar penyusunan APBN tahun 2005 dan tahun-tahun selanjutnya. Undang-undang ini menetapkan beberapa ketentuan dalam penyusunan APBN. Beberapa ketentuan tersebut antara lain Meniadakan pengelompokan anggaran rutin dan anggaran pembangunan. Penyesuaian penyusunan APBN pada masa peralihan kekuasaan pada tahun 2004 yang telah lalu. Ada beberapa kekhususan APBN tahun Kekhususan tersebut bertujuan untuk dapat tetap menjamin kesinambungan fiskal dan memberikan ruang bagi pemerintah dan DPR hasil Pemilu 2004 untuk melakukan perubahan-perubahan yang sesuai dengan prioritas kebijakan fiskal

9 Tabel 3. Ringkasan Perkembangan Pelaksanaan APBN, 2004-2005
Uraian 2004 2005 Realisasi % thd PDB A. Pendapatan Negara dan Hibah 407,9 17,7 495,0 18,1 I. Penerimaan Dalam Negeri 407,6 493,7 1. Penerimaan Perpajakan 280,9 12,2 346,8 12,7 a. Pajak dalam Negeri 268,2 11,6 331,6 12,1 b. Pajak Perdagangan Internasional 0,6 15,2 2. Penerimaan Negara Bukan Pajak 126,7 5,5 146,9 5,4 a. Penerimaan SDA 91,4 4,0 110,6 4,1 b. Penerimaan BUMN 9,8 0,4 12,8 0,5 c. PNBP Lainnya 25,5 1,1 23,5 0,9 II. Hibah 0,3 0,0 1,3 B. Belanja Negara 437,7 19,0 507,4 18,6 I. Belanja Pemerintah Pusat 308,1 13,4 356,9 13,1 II. Belanja ke Daerah 129,7 5,6 150,5 C. Surplus/Defisit Anggaran (A-B) -29,9 -1,3 -12,4 -0,5 D. Pembiayaan (I + II) 25,8 19,5 0,7 I. Pembiayaan Dalam Negeri 48,9 2,1 30,7 1. Perbankan Dalam Negeri 22,7 1,0 6,8 0,2 2. Non-Perbankan Dalam Negeri 26,1 23,9 II. Pembiayaan Luar Negeri (neto) -23,0 -1,0 -11,3 -0,4 1. Penarikan Pinjaman LN (bruto) 25,9 2. Pembayaran Cicilan Pokok Utang LN -46,5 -2,0 -37,1 -1,4

10 Istilah-istilah dalam fiskal
Ilusi Fiskal : Kesalahan persepsi masyarakat baik mengenai aspek pembiayaan maupun pengalokasian anggaran. Ironisnya, keputusan mengenai aspek pembiayaan dan pengalokasian anggaran tersebut dihasilkan justru dari kesalahan persepsi semacam ini. Pendapatan Asli Daerah : Penerimaan pemerintah daerah yang diperoleh dari berbagai sumber yang berasal dari daerah sendiri. Sumber-sumber penerimaan dan kewenangan dalam pemungutannya ditetapkan menurut peraturan dan perundangan yang berlaku. Pos-pos yang tercakup dalam PAD adalah pajak daerah, retribusi daerah, laba BUMD, dan pos-pos PAD yang sah. Belanja Modal :Istilah Belanja Modal ini ini dikenal dengan Pengeluaran Pembangunan pada masa sebelum desentralisasi fiskal. Belanja ini secara umum dialokasikan oleh pemerintah daerah untuk mendukung penyelenggaraan pelayanan kepada publik. Belanja Modal ini mencakup belanja untuk proyek-proyek pembangunan sarana dan prasarana di daerah.

11 Istilah-istilah dalam fiskal
Belanja Operasional : Istilah Belanja Operasional ini dikenal dengan Pengeluaran Rutin pada masa sebelum desentralisasi fiskal. Belanja ini secara umum dialokasikan oleh pemerintah daerah untuk mendukung penyelenggaraan pemerintahan. belanja Operasional ini mencakup belanja gaji, pengadaan barang, pemeliharaan barang, perjalanan dinas, bantuan, dan belanja tak tersangka. Dana Dekonsentrasi : Dana Dekonsentrasi merupakan pembiayaan penyelenggaraan pemerintah pusat yang dilaksanakan oleh Gubernur sebagai wakil pemerintah pusat di daerah. Dana ini disalurkan melalui departemen atau Lembaga Pemerintah Non Departemen (LPND) yang bersangkutan. Oleh karena itu, pertanggungjawaban keuangan atas pelaksanaannya dilakukan oleh Gubernur kepada Departemen atau LPND yang bersangkutan dan dilaporkan secara terpisah dari anggaran desentralisasi (APBD). Penyelenggaraan dekonsentrasi dibiayai atas beban pengeluaran pembangunan APBN.

12 Istilah-istilah dalam fiskal
Dana Alokasi Umum: Bantuan dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah pada masa setelah desentralisasi fiskal guna pemerataan pelayanan publik di antara pemerintah daerah. DAU dialokasikan atas dasar formula tertentu yang mengacu pada potensi ekonomi dan kebutuhan belanja masing-masing daerah. Dana Alokasi Khusus : Bantuan dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah pada masa setelah desentralisasi fiskal guna membiayai kebutuhan-kebutuhan yang bersifat mendesak dan untuk membiayai prioritas pembangunan pemerintah pusat di tingkat regional. Dana ini terdiri, antara lain, bantuan di bidang kehutanan, pendidikan, kesehatan, jalan desa, dan irigasi. Dana Bagi Hasil Pajak dan Bukan Pajak : Dana Bagi Hasil Pajak dan Bukan Pajak (BHPBP) merupakan penerimaan pajak dan bukan pajak pemerintah pusat yang diberikan kepada pemerintah daerah. Dana BHPBP ini didistribusikan baik kepada daerah penghasil, daerah sekitarnya, dan provinsi penghasil. Dana bagi hasil ini mencakup penerimaan PBB, BPHTB, pajak penghasilan orang pribadi dalam negeri, minyak, gas, pertambangan, hutan, dan perikanan.

13 Istilah-istilah dalam fiskal
Subsidi Daerah Otonom : Subsidi dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah pada masa sebelum desentralisasi fiskal untuk mendukung belanja rutin pemerintah daerah guna membantu menciptakan perimbangan keuangan antartingkat pemerintahan. Sebagian besar dana SDO digunakan untuk membiayai gaji pegawai di daerah. Inpres : Bantuan dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah pada masa sebelum desentralisasi fiskal untuk membiayai kegiatan pembangunan di daerah. Dasar pemberianbantuan ini adalah adanya penyerahan sebagian urusan kepada daerah dan terbatasnya kemampuan keuangan pemerintah daerah dalam membiayai urusan-urusan tersebut. Bantuan ini terdiri dari berbagai macam yang mencakup pengadaan jalan, SD, pasar, kesehatan, penghijauan, dan Desa Tertinggal.

14 Sumber defisit Bisa dari pemerintah pusat maupun pemerintah daerah
Problems Measuring the Deficit Inflation Capital assets  perubahan utang dikurangi perubahan aset  masalah capital budgeting Uncounted liabilities  pensium, social insurance The business cycle  ketidakpastian perekonomian

15 Anggaran berimbang vs kebijakan fiskal yang optimal
Utang pemerintah Anggaran berimbang vs kebijakan fiskal yang optimal Tidak seluruh ekonom sepakat Banyak ekonom menyatakan bahwa kebijakan anggaran defisit dapat digunakan untuk Menstabilkan output dan employment Mengatasi masalah pajak ketika terjadi fluktuasi pendapatan Meredistribusi pendapatan antar generasi

16 Efek fiskal atas kebijakan moneter
Utang pemerintah Efek fiskal atas kebijakan moneter Defisit anggaran dapat dibiayai dengan pecetakan uang Utang pemerintah yang tinggi akan memberikan insentif bagi pembuat kebijakan untuk menciptakan inflasi Untungnya Pemerintah cukup paham bahwa menciptakan inflasi tidak menguntungkan Sebagian besar bank sentral memiliki independensi

17 Utang pemerintah Utang dan politik
Banyak orang tidak percaya terhadap pembuat kebijakan dalam kasus anggaran defisit dengan alasan Pembuat kebijakan tidak takut akan biaya yang sesungguhnya mereka keluarkan, sepanjang beban itu ditanggung oleh pembayar pajak yang akan datang Pembayar pajak yang akan datang tidak dapat berpartisipasi dalam pengambilan keputusan, sehingga kepentingannya tidak diperhitungkan.

18 Dimensi internasional
Utang pemerintah Dimensi internasional Defisit anggaran pemerintah dapat menyebabkan perdagangan defisit, yang harus dibiaya dengan meminjam dari LN Utang pemerintah akan menaikkan capital flight karena investor asing melihatnya sebagai faktor resiko Utang yang besar akan menurunkan kemampuan politis negara di dunia


Download ppt "Fiskal Ekonomi Indonesia #3."

Presentasi serupa


Iklan oleh Google