Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

SURVEI SUSUT PASCA PANEN MT 1994/1995 DAN MT 1995

Presentasi serupa


Presentasi berjudul: "SURVEI SUSUT PASCA PANEN MT 1994/1995 DAN MT 1995"— Transcript presentasi:

1 SURVEI SUSUT PASCA PANEN MT 1994/1995 DAN MT 1995
Pendahuluan Metodologi Pembahasan Hasil

2 LATAR BELAKANG (1) Usaha peningkatan produksi padi/gabah merupakan prioritas utama pembangunan pertanian sejak PJTP I, terbukti mulai tahun Indonesia berhasil mewujudkan swasembada beras. Peningkatan produksi padi/gabah dilakukan dengan berbagai usaha yang mencakup pra panen, saat panen, maupun pasca panen. Pada pra panen dilakukan dengan pengolahan lahan yang baik, penggunaan pupuk yang optimum, perbaikan irigasi, pemakaian bibit unggul serta pembrantasan hama yang efektif.

3 LATAR BELAKANG (2) Pada saat panen diusahakan agar kehilangan/ susut rendah yang dilakukan pada umur yang tepat, peralatan yang dipakai serta cuaca dan kadar air yang yang serasi. Pada pasca panen diusahakan penekanan besaran susut dalam perontokan, pengangkutan, pengeringan, penggilingan serta penyimpanan Survei susut saat panen dan pasca panen padi terakhir dilakukan pada tahun 1987 yang mencakup dua musim tanam, yaitu MT 1986/1987 dn MT 1987, kemudian dilanjutkan survei gabah beras pada tahun 1988.

4 LATAR BELAKANG (3) Hasil survei MT 1986/1987 dan MT 1987 meliputi susut saat panen (9,0 %), susut perontokan (5,32%), susut pengangkutan (0,52%), susut penjemuran (2,01%), susut penggilingan (3,46%) dan susut penyimpanan (1,70%).Konversi jemur dari GKP ke GKG sebesar 86,59 %, dan konversi GKG ke beras sebesar 65 %. Penilitian ini diharapkan dapat memberikan suatu besaran susut panen dan pasca panen yang uptodate, sehingga besaran tersebut dapat digunakan sebagai alat bantu perkiraan penghitungan produksi padi yang nyata yang nantinya digunakan oleh pemerintah sebagai dasar pengambilan kebijaksanaan di sektor pettanian secara umum dan subsektor padi khususnya.

5 TUJUAN Survei ini bertujuan untuk memperkirakan :
Susut saat panen dengan memperhatikan peralatan panen Susut perontokan dengan memperhatikan berbagai cara perontokan Susut pengangkutan padi/gabah dengan berbagai jenis alat angkut dan kemasan, terutama dari lahan kerumah/penggilingan/pasar(pengangkutan pertama”) Susut pengeringan beserta konversi jemur dengan berbagai variasi tempat/ cara penjemuran Susut penggilingan beserta konversi giling dengan berbagai variasi alat penggilingan Susut penyimpanan pada tingkat petani

6 RUANG LINGKUP Penelitian ini dilakukan di 15 provinsi (107 kabupaten dan 250 kecamatan) yang mencakup 93,38 persen produksi padi di Indonesia tahun 2004, yaitu : D.I. Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jambi, Sumatera Selatan, Lampung, Jawa Barat, Jawa Tengah, D.I.Yogyakarta, Jawa Timur, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Bali, Nusa Tenggara Barat, dan Sulawesi Selatan. Pada setiap provinsi diurutkan produksi padi per kabupaten, kemudian dipilih sejumlah kabupaten yang mewakili sekurang-kurangnya produksi pada daerah yang bersangkutan Selanjutnya pada setiap kabupaten terpilih diplih sebanyak 2-3 kecamatan yang didasarkan pada besaran luas panen kecamatan tersebut dan tersedianya penggilingan yang lebih dari 20 buah.

7 ORGANISASI LAPANGAN Tim Pengarah dan Tim Teknis terdiri dari :
Direktorat Jenderal Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Badan Pengendali Bimas Pusdata Departemen Pertanian Badan Urusan Logistik Balai Penelitian Tanaman Padi- Sukamandi Balai Penelitian Pangan Bulog-Tambun Biro Pusat Statistik Fakultas Teknologi Pertanian-IPB Instruktur Utama dan Instruktur Nasional (BPS Pusat dan BPS Propinsi) Pencacah : Mantis, Mantan dan staf BPS Kabup

8 SUSUT SAAT PANEN (1) Tinjauan Pustaka
Salah satu ciri varitas unggul adalah mudah rontok. Untuk menekan agar rontok seminal mungkin, sebaiknya panen dilakukan pada umur yang tepat. Dari sejumlah penelitian yang dilakukan oleh Malabayos (1966), Dimyati N.(1969), Curtz (1974),Caseem (1976), menunjukkan bahwa tingkat rontok saat panen dipengaruhi oleh umur tanaman, semakin lewat masak semakin besar rontoknya, sedangkan bila kurang matang saat dipanen mutu gabah yang dihasilkan rendah. Kerebahan padi juga juga berpengaruh terhadap susut saat panen. Menurut Grist (1959), padi yang berbatang tinggi dan jeraminya lemah, cenderung berpengaruh terhadap kerabahan. Kerebahan ini sangat berpengaruh terhadap susut hasil,

9 SUSUT SAAT PANEN (2) Tinjauan Pustaka
Sementara itu susut panen dapat berbeda karena perbedaan cara panennya (ani-ani, sabit biasa, sabit biasa, sabit bergerigi, dsb.),ketajaman alat yang mempengaruhi gaya–gaya pemotongan, ketrampilan pemenanen dan jumlah buruh panen. Pemotongan dengan ani-ani dapat dilakukan dengan memotong tangkai sepanjang 5-6 cm dekat sekali dengan pangkal malai, hal ini tergantung dari jenis padinya (Efferson,1952)

10 SUSUT SAAT PANEN (3) METODOLOGI PENELITIAN
Pengumpulan Data Lapang Ruang Lingkup dan Cakupan - Susut saat panen, perfontokan, pengeringan, penggilingan,pengangkutan pertama, dan penyimpanan di tingkat petani Varitas padi/gabah dikelompokan menjadi 3 jenis varitas; - Varitas Produksi Tinggi (VPT) : Pelta I, Adil, Makmur, Semeru, Cisadane,, IR 64 dsb. - Varitas Produksi Sedang (VPS): PB 20, Serayu, Asahan, Ciliwung, Way Putih, Bengawan Solo dsb. - Varitas Produksi Rendah (VPR): PB 32, Mahakam, Tondano, Maninjau, Jatiluhur, Way Rarem, Laut Tawar dsb.

11 SUSUT SAAT PANEN (4) Responden : Dipilih 3 petani yang melakukan panen untuk setiap Kec terpilih per MT dan diusahakan agar terwakili jenis varitas padi. Dari setiap petani terpilih dipilih sebuah petak sawah yang akan dilakukan panen secara acak. Pada setiap petak terpilih dipilih 1 plot ubinan Mantan/Mantis (2,5 m x 2,5 m) dan 4 buah plot ubinan kontrol (1 m x 1 m) masing-masing secara acak. Panenan pada plot ubinan Mantan/Mantis dilakukan oleh petani dengan kecepatan normal (sesuai dengan kebiasaan setempat). Pada plot kontrol panenan dilakukan secara teliti dengan gunting malai demi malai (panenan tanpa susut) Diambil sampel 1 kg padi/gabah per petani setelah dikeringkan dengan kadar air persen untuk dikirim ke lab Pusat.

12 SUSUT SAAT PANEN (5) Informasi yang Dikumpulkan:
Pengukuran Lapang (Observasi) - ubinan - pengukuran panjang tangkai/ malai - pengukuran kadar air - pengukuran jarak tanam Wawancara - keadaan lahan/pengairan - keadaan tanaman tunggal/campuran - penggunaan bibit, pupuk, dan obat-obatan - keterangan saat panen (alat panen dsb) - keterangan pasca panen (perlakukan penggabahan, pengangkutan, pengiringan, penggilingan, dan penyimpanan)

13 SUSUT SAAT PANEN (6)

14 SUSUT SAAT PANEN (7) Hasil Penelitian: Rincian MT 94/95 MT 95 Gabungan
Terbesar 11,78 10,23 10,82 Terkecil 9,04 9,20 9,13 Indonesia 9,61 9,52 9,56

15 SUSUT SAAT PANEN (8) Hasil Penelitian: Alat Panen MT 94/95 MT 95
Gabungan Sabit biasa 9,71 9,21 9,44 Sabit bergerigi 9,81 10,02 9,93 Ani-ani 7,07 9,72 8,56

16 SUSUT SAAT PANEN (9) Hasil Penelitian: Varitas MT 94/95 MT 95 Gabungan
VPT 9,43 9,55 9,49 VPS 9,45 8,79 9,04 VPR 11,21

17 SUSUT PERONTOKAN (1) Tinjauan Pustaka
Perontokan dapat dilakukan dengan alat perontok (thresher) maupun secara manual (dibanting, dipukul dengan bambu, diinjak). Penggunaan alat perontok umumnya dilakukan di pabrik penggilingan beras,. Perontokan secara manual umumnya dilakukan terhadap padi unggul baru. Cara ini dilakukan segera setelah padi dipanen dan dilaksanakan di sawah. Proses perontokan memberikan andil cukup besar yang menyebabkan susut hasil. Susut gabah jelas terlihat dengan adanya gabah tercecer atau terlempar dari tempat perontokan yang tak dapat dikumpulkan kembali, disamping adanya butir padi yang tertinggal pada malainya.

18 SUSUT PERONTOKAN (2) Metodologi Penelitian
Susut dalam perontokan dihitung dengan membandingkan cara petani (injak-injak/iles, banting, pukul/gedig atau thresher) dengan perontokan teliti (memetik gabah satu per satu dari malainya). Responden : purposive sampling Dipilih 3 petani sebuah penggilingan untuk setiap Kec terpilih per MT. Perontokan padi varitas lokal dilakukan di penggilingan besar atau penggilingan kecil, sedangkan varitas unggul dilakukan dilapang. Pada petani diteliti perontokan 25 kg padi, sedangkan pada penggilingan dirontokan dengan thresher sebanyak 100 kg (penggilingan besar) atau 50 kg (penggilingan kecil). Perontokan teliti dilakukan masing-masing terhadap 5 kg padi.

19 SUSUT PERONTOKAN (3) Informasi yang Dikumpulkan: Pengukuran Lapang
- cara perontokan - berat hasil perontokan - panjang tangkai - kadar air gabah Wawancara - kesadaran responden tentang susut perontokan - perlakuan pembersihan

20 SUSUT PERONTOKAN (4)

21 SUSUT PERONTOKAN (5) Hasil Penelitian Rincian MT 94/95 MT 95 Gabungan
Terbesar 5,76 5,06 5,36 Terkecil 3,46 3,22 3,20 Indonesia 4,82 4,87 4,85

22 SUSUT PERONTOKAN (6) Hasil Penelitian: Varitas MT 94/95 MT 95 Gabungan
VPT 4,91 5,19 5,07 VPS 4,90 4,17 4,55 VPR 4,45 4,37 4,41

23 SUSUT PERONTOKAN (7) Hasil Penelitian: Cara Perontokan MT 94/95 MT 95
Gabungan Iles/ Injak-injak Gedig/pukul 3,91 4,48 3,88 4,61 3,90 4,54 Banting Tanpa Tirai Banting dng Tirai 4,83 5,06 5,50 4,84 5,19 4,95 Pedal Thresher Power Thresher 5,46 5,26 4,94 5,02 5,07

24 SUSUT PERONTOKAN (8) Hasil Penelitian: Alas Perontokan MT 94/95 MT 95
Gabungan Plastik 5,45 4,98 5,18 Tikar 4,19 3,77 3,93 Terpal Lantai Jemur 4,85 3,79 5,61 4,82 5,31 4,20

25 SUSUT PENGANGKUTAN (1) Tinjauan Pustaka
Pengangkutan adalah proses pemindahan padi/gabah dari saat panen sampai beras di tangan konsumen. Selama proses tersebut dapat terjadi susut terutama karena tercecer. Susut pengangkutan dipengaruhi oleh bentuk alat angkut, jenis wadah, bentuk bahan yang diangkut dan cara pengankutan. Di daerah potensi produksi sering dijumpai kekurangan sarana pengangkutan.Pada saat panen di musim penghujan tidak dapat masuk ke daerah persawahan yang kondisinya jelek sehingga terpaksa dipikul, diangkut dengan sepeda dan lain-lain.Bahkan ada yang terpaksa ditumpuk di suatu tempat berhari-hari sehingga mengakibatkan gabah rusak (Slamet Zubaidi,1983)

26 SUSUT PENGANGKUTAN (2) Metodologi Penelitian
Pengangkutan padi/gabah hanya diteliti pengangkutan dari lahan ke rumah/gudang/ pasar/ KUD. Pengamatan dilakukan dengan mengukur berat bahan sebelum dan sesudah pengangkutan, termasuk pengukuran kadar air sebelum/sesudah pengangkutan. Dalam pengamatan diperhatikan pula wadah, alat, dan jarak pengangkutan Responden dipilih 3 petani pada setiap kecamatan terpilih per MT. Wadah yang dipakai dapat berupa bakul, karung goni, dan plastik curah . Alat pengangkutannya terdiri dari digendong, dengan sepeda dan kendaraan bermotor

27 SUSUT PENGANGKUTAN (3) Informasi yang Dikumpulkan Pengukuran Lapang
- kadar air - berat awal/ akhir - wadah dan cara pengangkutan Wawancara - jarak pengangkutan - kesadaran susut

28 SUSUT PENGANGKUTAN (4)

29 SUSUT PENGANGKUTAN (5) Hasil Penelitian Rincian MT 94/95 MT 95
Gabungan Terbesar 1,33 0,64 Terkecil 0,11 0,03 0,04 Indonesia 0,28 0,19 0,22

30 SUSUT PENGANGKUTAN (6) Hasil Penelitian Jarak Angkut (km) MT 94/95
Gabungan < 1 0,30 0,17 0,22 1- 5 0,24 0,20 >5 0,78 0,44 0,60

31 SUSUT PENGANGKUTAN (7) Hasil Penelitian Jenis Wadah MT 94/95 MT 95
Gabungan Karung Goni 0,24 0,22 0,23 Karung Plastik 0,28 0,18 Keranjang Bakul - 0,04 2,65

32 SUSUT PENGANGKUTAN (8) Hasil Penelitian Jenis Alat Angkut MT 94/95
Gabungan Tenaga Manusia 0,30 0,18 0,22 Kendaraan tak bermotor 0,28 0,21 0,23 Kendaraan bermotor Tenaga Hewan 0,20 0,76 0,10 0,16 0,40

33 SUSUT PENGERINGAN (1) Tinjauan Pustaka
Pengeringan merupakan perlakukan pendahuluan dalam rangtai pengolahan padi/gabah menjadi beras. Perlakuan ini mempengaruhi rendemen, mutu dan susut. Selain itu pengeringan juga penting di dalam penyimpanan padi/ gabah untuk mencegah kerusakan akibat serangan serangga dan mikro organisma yang dapat mengakibatkan penyusutan bobot dan penurunan mutu. Menurut Ciptadi dan Nasution (1976) tujuan dari pengeringan gabah adalah untuk mengurangi kadar air gabah agar gabah tidak rusak dan mencapai kualitas giling yang baik. Beberapa peneliti mengemukan bahwa agar diperoleh hasil penggilingan yang baik dan penyimpanan yang selamat, kadar air gabah harus diturunkan dari kadar air panen persen menjadi kadar air optimum 14 persen

34 SUSUT PENGERINGAN (2) Metodologi Penelitian
Susut pengeringan dihitung atas dasar kehilangan bobot bahan kering selama penjemuran. Cara-cara pengeringan dilakukan sesuai dengan cara petani. Tempat pengeringan di lamporan semen, di atas tanah dengan alas dan di jalan. Perlakukan selama pengeringan juga diperhatikan yang mencakup pembalikan serta pembersihannya. Oleh karenanya perlu diteliti kadar kotoran/gabah hampa. Responden ditetapkan 3 petani dan satu penggilingan, per kecamatan diusahakan pula agar terwakili per jenis varitras per MT. Bila penjemuran terhadap padi paling sedikit 100 kg ,sedangkan gabah 50 kg.

35 SUSUT PENGERINGAN (3)

36 SUSUT PENGERINGAN (4)

37 SUSUT PENGERINGAN (5)

38 SUSUT PENGERINGAN(6) Informasi Yang Dikumpulkan Pengukuran Lapang
- tempat/peralatan pengeringan - kadar air - berat sebelum/ setelah penegringan - persentase gabah bersih Wawancara - fasilitas penjemuran - pembalikan - lama penjemuran - tanggapan susut

39 SUSUT PENGERINGAN (7) Hasil Penelitian Rincian MT 94/95 MT 95 Gabungan
Terbesar 2,77 3,10 2,75 Terkecil 1,03 1,70 1,45 Indonesia 2,22 2,13 2,18

40 SUSUT PENGERINGAN (8) Hasil Penelitian Tempat Penjemuran/ Pengeringan
MT 94/95 MT 95 Gabungan Lahan Sawah Halaman Rumah 1,97 1,91 2,54 1,95 2,25 1,93 Lamporan Semen Lamporan Bata 2,23 3,76 2,10 3,30 2,16 3,52 Pinggir Jalan Umum Indonesia 2,51 2,22 2,13 2,34 2,18

41 Hasil Penelitian – Konversi Jemur
SUSUT PENGERINGAN (9) Hasil Penelitian – Konversi Jemur Rincian MT 94/95 MT 95 Gabungan Terbesar 90,86 89,30 2,75 Terkecil 85,23 85,13 90,28 Indonesia 86,52 86,51

42 SUSUT PENGGILINGAN (1) Tinjauan Pustaka
Penggilingan dari gabah menjadi beras merupakan salah satu lintasan utama dalam jalur penganan pasca panen padi. Teknologi penggilingan memegang peranan penting dalam menentukan kuantitas dan kualitas beras yang dihasilkan. Dari penggilingan sejumlah input padi akan menghasilkan output beras. Perbandingan output beras terhadap input gabah disebut konversi/rendemen giling. Penghitungan rendemen dapat dilakukan di lapang (rendemen lapang) dan di laboratorium (rendemen laboratorium). Selisih rendemen laboratorium dan rendemen lapang disebut susut dalam penggilingan. Susut dalam penggilingan dapat pula dihitung dari beras yang tercecer sewaktu menggiling.

43 SUSUT PENGGILINGAN (2) Metodologi Penelitian
Susut pednggilingan dihitung berdasarkan beda rendemen giling laboratorium dengan rendemen lapang. Penggilingan dilakukan terhadap gabah dalam salah satu derajat sosoh yaitu 80,90 atau Untuk menyeragamkan kenampakan derajat sosoh, pada setiap pencacah disediakan contoh. Penggilingan dilakukan terhadap berbagai variasi penggilingan yang mencakup perusahaan penggilingan besar (PPB), perusahaan penggilingan padi kevil (PPK), rice milling unii (RMU), perusahaan penggilingan huller dan perusahaan penggilingan engelberg. Disamping itu dilakukan penelitian untuk beberapa perusahaan, diminta menggiling dengan masukan yang sam, mengahasilkan keluaran yang berdeajat sosoh 80,90, dan 100.

44 SUSUT PENGGILINGAN (3) Responden : 5 buah penggilingan untuk setiap kecamatan terpilih per MT. Penggilingan dilakukan sekurang-kurangnya terhadap 50 kg gabah untuk setiap derajat sosoh. Contoh gabah 1 kg dan beras sebanyak ½ kg kg dikirim ke laboratorium Sejumlah 250 perusahaan penggilingan dipilih untuk melakukan penggilingan dengan input yang sama dengan hasil 3 macam derajat sosoh. Informasi Yang Dikumpulkan Pengukuran Lapang - berat awal gabah - berat hasil (beras, menir,dedak, katul, sekam dan merang) - kadar air. - derajat sosoh

45 SUSUT PENGGILINGAN (4) Informasi Yang Dikumpulkan Wawancara
- keterangan perusahaan penggilingan - keterangan mesin penggiling - keterangan masukan gabah - kleterangan sebelum digiling Laboratorium - penelitian mutu gabah - penelitian mutu beras

46 SUSUT PENGGILINGAN (5)

47 SUSUT PENGGILINGAN (6) Hasil Penelitian Rincian MT 94/95 MT 95
Gabungan Terbesar 3,45 3,97 3,85 Terkecil 0,74 0,15 0,55 Indonesia 2,72 2,19 2,46

48 SUSUT PENGGILINGAN (7) Hasil Penelitian: Varitas MT 94/95 MT 95
Gabungan VPT 2,80 2,20 2,53 VPS 2,31 2,29 VPR Indonesia 2,32 2,72 1,52 2,19 1,88 2,46

49 SUSUT PENGGILINGAN (8) Hasil Penelitian: Drajat Sosoh MT 94/95 MT 95
Gabungan 80 1,21 2,80 3,07 90 2,87 2,21 2,52 100 Indonesia 1,13 2,72 1,17 2,19 1,33 2,46

50 Hasil Penelitian - Rendemen/Konversi Giling
SUSUT PENGGILINGAN (9) Hasil Penelitian - Rendemen/Konversi Giling Rincian MT 94/95 MT 95 Gabungan Terbesar 66,38 65,68 65,61 Terkecil 61,62 61,20 61,55 Indonesia 62,86 63,50 63,20

51 SUSUT PENYIMPANAN (1) Tinjauan Pustaka
Besarnya susut berat dan kerusakan gabah yang disimpan dipengaruhi oleh tiga faktor penting yaitu kualitas awal gabah, pengaruh gangguan dari luar dan daya usaha manusia untuk mengatasinya. Kualitas awal ditentukan oleh kualitas bawaan gabah sejak masa pertumbuhan dan kualitas perolehan yang merupakan hasil perlakukan dari panen sampai siap disimpan. Kualitas bawaan yang paling berpengaruh negatif dalam penyimpanan adalah porositas atau sifat absorbsi dan desorbsi gabah terhadap uap air. Karena sifat ini kadar air gabah akan naik bila kelembaban udara di atas kelembaban seimbang dengan kadar air gabah (Mackay 1967), dan ini terjadi terutama dalam penyimpanan pada musim hujan. Kualitas bawaan yang positif adalah bahwa gabah memiliki sekam yang keras dan kasar yang melindungi bijinya.

52 SUSUT PENYIMPANAN (2) Tinjauan Pustaka
Kualitas perolehan yang paling berpengaruh adalah kadar air, kotoran, butir rusak dan butir mengapur. Kadar air yang tinggi menyebabkan susut berat melalui proses respirasi gabah. Kotoran dan butir rusak merupakan sumber investasi penyakit. Kadar kotoran berupa gabah hampa 3 pereen merfupakan batas tertinggi yang harus dipertimbangkan bila kualitas gabah dimaksudkan untuk tujuan penyimpanan (Unus Suriawiria, 1975). Faktor lingkungan yang paling berpengaruh adalah cuaca atau suhu, kelembaban udara dan faktor biologis yaitu hama gudang dan micro organisma.

53 SUSUT PENYIMPANAN (3) Metodologi Penelitian
Susut dalam penyimpanan diukur berdasarkan berat kering gabah sebelum dan sesudah penyimpanan. Pengamatan dilakukan langsung pada penyimpanan responden dan simulasi di tempat responden. Dalam susut penyimpanan hanya akan diteliti berkurangnya kuantitas. Selama periode waktu simpan yang telah ditetapkan bahan (gabah) yang disimpan tersebut tidak diperbolehkan diambil untuk dikonsumsi maupun dijual oleh petani responden. Responden dipilih 1 orang petani untuk setiap kecamatan terpilih untuk waktu selama 3 bulan. Teknik penyimpanan gabah oleh petani responden tersebut disesuaikan dengan kebiasaan dan karakteristik masing-masing tempat (daerah).

54 SUSUT PENYIMPANAN (4) Informasi yang Dikumpulkan Pengukuran Lapang
- kadar air - berat bahan (gabah) yang disimpan Wawancara - sejarah bahan yang disimpan - varitas - cara perontokan - cara pengeringan - cara pembersihan - kondisi tempat penyimpanan - usaha perawatan - sanitasi

55 SUSUT PENYIMPANAN (5)

56 SUSUT PENYIMPANAN (6) Hasil Penelitian Rincian MT 94/95 MT 95 Gabungan
Terbesar 2,19 2,31 Terkecil 0,22 0,54 0,38 Indonesia 1,12 1,61 1,43

57 SUSUT PENYIMPANAN (7) Hasil Penelitian Alas Tempat Penyimpanan Utama
MT 94/95 MT 95 Gabungan Alas Bambu 0,87 1,45 1,22 Alas Kayu 1,14 1,48 1,36 Alas Semen Lainnya 1,18 1,12 2,03 1,78 1,69


Download ppt "SURVEI SUSUT PASCA PANEN MT 1994/1995 DAN MT 1995"

Presentasi serupa


Iklan oleh Google