Upload presentasi
Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu
Diterbitkan olehDarra Ammar Telah diubah "10 tahun yang lalu
1
PENGARUH KARAKTERISTIK KAWASAN PERMUKIMAN PERKOTAAN TERHADAP EMISI CO2 Kebijakan Aksesibilitas Sarana Prasarana SAS – ARP – KSW – FTR [1]Disajikan dalam WORKSHOP Alternatif Rancangan Permukiman Perkotaan berdasar Emisi CO2 Di Bandung Tgl Maret 2006.
2
Emisi CO2 konsumsi energi, (transportasi dan sarana prasarana) Perilaku Penggunaan Moda, dalam kaitan dengan Jarak dan Aktivitas jumlah CO2 dalam udara Penyebaran bangunan : Kepadatan bangunan, kepadatan penduduk dan Ketinggian bangunan Kepadatan lalu lintas, dan rancangan transportasi Pola Jalan Jenis moda Jarak capai Akses Lay out jalan Penataan ruang terbuka hijau/landscaping, serta badan air Densifikasi dan Pedestrianisasi
3
KAWASAN Perumahan Perumnas Sarijadi dan Perumnas Antapani di kota Bandung Perumnas Harjamukti dan Kompleks Griya Sunyaragi Permai di kota Cirebon Perumnas Banyumanik dan Perumahan Plamongan Indah di kota Semarang Perumnas Sawojajar di kota Malang Perumnas Sweta Indah dan Perumnas Pagutan Permai di kota Mataram Perumnas Panakukang dan Perumahan Bumi Tamalanrea Permai di kota Makasar Perumnas Beruntung Jaya dan Perumahan HKSN di Banjarmasin
4
Sarijadi Bandung Tipologi lingkungan
Bangunan di kawasan studi (59,5%) merupakan bangunan berlantai satu sedangkan 24,2% merupakan bangunan berlantai dua. Tabel : Jumlah Lantai bangunan Jumlahlantai FrequencyPercent Jumlah Lantai 1 : 59 (59.6) Jumlah Lantai 2 : 24 (24.2) Total (83.8) Sumber: Hasil Tabulasi 2005 Tipologi sarana dan prasarana Sarana pejalan kaki tidak tersedia di kawasan perumahan Sarijadi, padahal jarak antara perumahan dengan pertokoan tidak terlampau jauh, namun cenderung dicapai dengan menggunakan moda kendaraan. Sarana pertokoan dalam skala kecil terdapat di seluruh kawasan secara menyebar. Terminal angkutan kota tidak disediakan, namun tumbuh di beberapa tempat sesuai dengan jalur trayek kendaraan angkutan kota. Saat ini terdapat tiga terminal angkutan kota yang merupakan titik-titik perpindahan antara trayek.
5
PERUMAHAN SARIJADI BANDUNG.
C PERUMAHAN SARIJADI BANDUNG. a. Pola Jalan : Pola jalan dengan sistem grid, membentuk sudut persimpangan jalan 90o. i. Jarak capai Jarak capai ke fasilitas umum cenderung mudah, dengan adanya pengembangan kawasan. Namun demikian kemudahan moda pejalan kaki tidak disediakan, sehingga terjadi kecenderungan penggunaan kendarangan, walaupun jarak capai ke fasilitas tidak terlampau jauh. ii. Akses Akses terbuka dari tiga arah kawasan, pada satu sisi memberi kemudahan, namun pada sisi lain memberi dampak pada peningkatan CO2, di kawasan yang diakibatkan oleh intensitas penggunaan yang padat. b. Lay out jalan Layout jalan merupakan kombinasi dari grid dan culdesac dengan hirarki yang jelas. Kondisi mengakibatkan terbentuknya jalur utama yang membelah kawasan dan jalur jalan lingkungan yang hanya dilalui penghuni. c. Landscaping Landscaping sebenarnya direncanakan dengan baik. Terdapat sabuk hijau yang membelah kawasan. Namun pada perkembangannya batas kawasan menjadi tidak jelas, demikian pula jalur hijau digunakan untuk perluasan bangunan. 2 3 1
6
Antapani Bandung Tipologi lingkungan
Mayoritas bangunan (75%) bangunan di kawasan studi berlantai satu sedangkan sisanya berlantai dua. Terdapat pula bangunan berlantai 3 sebanyak 2%. Bangunan di kawasan studi (75,8%) merupakan bangunan berlantai satu sedangkan 22,2% merupakan bangunan berlantai dua, serta 2% merupakan bangunan berlantai tiga. Jumlah Lantai Jumlah lantai FrequencyPercentase (%) Jumlah lantai : Jumlah lantai : Jumlah lantai : Total Sumber: Hasil Tabulasi 2005 Tipologi sarana dan prasarana Sarana – prasarana tersedia di kawasan perumahan Antapani adalah ruang terbuka, terminal angkutan kota jalur jalan dengan pola grid dalam skala kelas jalan lingkungan. Jalur pejalan kaki tidak tersedia di kawasan ini, konflik penggunaan terjadi antara moda jalan kaki dan moda kendaraan. Pola jalan adalah pola grid hirarkis dengan sudut 90o
7
Banyumanik Semarang b. Tipologi Lingkungan
Perumahan Banyumanik merupakan perumahan dengan mayoritas fungsi bangunan rumah tinggal, 64,7% berlantai 1 (satu) dan 33,3% berlantai 2 (dua). Tabel Jumlah lantai di Kawasan Studi Jumlah lantai JumlahPercentase (%) Jumlah lantai 1: 33 (64.7) Jumlah lantai 2: 17 (33.3) Total (98.0) Sumber: Hasil Tabulasi 2005 c. Tipologi Sarana Prasarana Kawasan Pola jalan adalah pola grid dengan kondisi jalan kolektor, jalan lingkungan di kawasan ini secara umum dinilai cukup bagus, demikian juga kondisi lapis permukaan jalan, dalam kondisi bagus. Jalur pedestrian umumnya digunakan sebagai perluasan penghijauan halaman rumah sehingga tidak berfungsi lagi sebagai jalur pedestrian. Pejalan kaki umumnya menggunakan jalur kendaraan yang relatif sepi, dan tidak dilewati oleh jalur kendaraan umum. Sistem pengumpulan sampah, dikumpulkan dari rumah ke rumah dengan menggunakan gerobak, dan dikumpulkan ke TPS setiap hari. Penampungan sampah di TPS berupa container sampah dan bangunan bak sampah. Penyaluran air hujan dan limbah cuci (grey water) disalurkan melalui drainase kawasan dan dialirkan ke sungai. Sedangkan limbah dari WC menggunakan sistem pengolahan dengan tangki septik dengan keluaran tangki tanpa filter atau bidang resapan. Jaringan air bersih yang tersedia di kawasan berupa sambungan rumah dari PDAM.
8
2. PERUMAHAN PERUMNAS BANYUMANIK SEMARANG
a. P ola Jalan Pola grid i. Jarak capai Mudah mencapai fasilitas, sekolah, perguruan tinggi, tempat kerja, pasar. ii. Akses Akses terbuka ke pusat-pusat kegiatan, dan jalan antar kota. c. Lay out jalan Jalan utama keluar kota, sampai jalan lingkungan terstruktur dengan cukup baik dan dalam dimensi yang memenuhi persyaratan. d. Landscaping Lanscaping kawasan berupa tanaman keras dipinggir jalan, berfungsi pula sebagai pengarah. Tepian sungai ditanami perdu dan tanaman keras. Pada halaman rumah, hanya 2% menanami rumput, dan sisanya tanaman dalam pot (80%), tanaman perdu dan tanaman keras. Fungsi tanaman adalah sebagai hiasan rumah.
9
Semarang Plamongan b. Tipologi Lingkungan
Jenis bangunan yang ada di perumahan tipe T21 dan T36 umumnya bangunan satu lantai dengan dominasi fungsi kawasan sebagai rumah tinggal skala menengah. Tabel : Jumlah lantai di Kawasan Studi Jumlah lantai JumlahPercentase (%) Jumlah lantai bangunan : Jumlah lantai bangunan : Total Sumber: Hasil Tabulasi 2005 c. Tipologi Sarana Prasarana Kawasan Di kawasan perumahan ini, direncanakan akan dilengkapi dengan kolam renang, sekolah dan fasilitas olah raga. Jalan kolektor, jalan lingkungan dan pedestrian di kawasan ini secara umum dalam kondisi baik. Permukaan jalan kolektor adalah lapisan aspal, permukaan jalan lingkungan berupa paving demikian juga permukaan pedestrian berupa lapisan paving. Pengelolaan kawasan masih ditangani oleh pengembang, belum diserahkan kepada Pemerintah Daerah. Sistem pengumpulan sampah dilakukan dengan communal system, yang dikumpulkan ke TPS di luar kawasan dan dilakukan setiap hari. Penampungan sampah di TPS dalam bentuk transfer depo dan container. Jaringan air bersih berupa sambungan rumah dari PDAM ke masing-masing persil telah tersedia. Penyaluran air hujan dan limbah cuci (grey water) disalurkan melalui drainase kawasan. Sedangkan limbah dari WC dengan menggunakan tangki septik berupa buis beton 3 susun. Tersedia pula sarana kawasan berupa terminal angkutan umum mini bis dengan rute Plamongan kota ke terminal sementara di Plamongan Indah.
10
1. PERUMAHAN PLAMONGAN INDAH SEMARANG
a. Pola Jalan : Pola jalan didominasi oleh pola grid dan membentuk sudut persimpangan 90o. Dari tatanan rumah-rumah terlihat kecenderungan kearah pemanfaatan lahan untuk mendapatkan kavling sebanyak mungkin. i. Jarak capai Kawasan cenderung berfungsi sebagai hunian. Aktivitas sehari-hari cenderung ke luar kawasan, dengan jarak pencapaian cukup jauh. ii. Akses Akses ke dan dari kawasan hanya dapat ditempuh dari satu arah utama. b. Lay out jalan Lay out tampak tidak jelas hirarkinya, sebenarnya terdapat jalur utama yang menghubungkan hunian ke dalam dua bagian. c. Landscaping Merupakan lahan sisa, disudut – sudut lahan, kecuali pada pintu masuk utama. Penghijauan terdapat disepanjang jalan utama, sebagai peneduh dan pengarah. Halaman rumah, umumnya terdapat tanaman dalam pot. (80%) dengan fungsi tanaman hias, serta 2% rumput, dan sisanya adalah tanaman perdu dan tanaman keras. 1. PERUMAHAN PLAMONGAN INDAH SEMARANG
11
Sawojajar Malang b. Tipologi lingkungan
Tinggi bangunan rumah-rumah Perumnas pada awalnya dibangun 1 lantai kemudian 30 bangunan dikembangkan secara vertikal menjadi 2 lantai. Tabel Jumlah lantai di Kawasan Studi Jumlah lantai JumlahPercentase (%) Jumlah lantai 1 : 67 (67,0) Jumlah lantai 2 : 30 (30.0) Total (97.0) Sumber: Hasil Tabulasi 2005 c. Tipologi sarana dan prasarana Peruntukan tanah bagi sarana dan prasarana meliputi: jalan sepanjang 30 km, sawah dan ladang 40,15 ha, bangunan umum 0,20 ha dan perumahan seluas 104,8 ha. Jalur hijau seluas 1,50 ha, pemakaman seluas 3 ha dan fasilitas lainnya seluas 1,75 ha. Sedangkan penggunaan lahan untuk pekarangan seluas 5 ha serta tegalan seluas 15,15 ha.
12
Harjamukti Cirebon Tipologi Lingkungan
Mayoritas perumahan adalah bangunan berlantai satu (92%), dan sebagian kecil (8%) berlantai dua. Tabel : Jumlah Lantai bangunan Jumlah lantaiFrequencyPercent Jumlah Lantai 1: 92 (92.0) Jumlah Lantai 2: 8 (8.0) Total100 Sumber: Hasil Tabulasi 2005 Tipologi Sarana Prasarana Secara umum komplek perumnas ini memiliki sarana prasarana yang cukup lengkap yang antara lain meliputi sarana perdagangan berupa warung, toko, dan supermarket, fasilitas peribadatan, fasilitas pendidikan dari TK sampai dengan SMU. Sedangkan fasilitas persampahan meliputi penampungan sampah sementara.
13
3. PERUMAHAN PERUMNAS CIREBON
Pola Jalan : Perpaduan grid, dan culdesac.
14
Sunyaragi Permai Cirebon
b. Tipologi Lingkungan Hampir seluruh bangunan di kawasan studi adalah bangunan berlantai satu (90%). Tabel : Jumlah Lantai bangunan JumlahlantaiFrequencyPercent Jumlah Lantai 1 : 90 (89.1) Jumlah Lantai 2 : 8 (7.9) Total (97.0) Sumber: Hasil Tabulasi 2005 c. Tipologi Sarana dan Prasarana Sarana jalan di gerbang masuk dan kawasan utama perumahan di areal studi dalam kondisi sangat baik.
15
Beruntung Jaya Banjarmasin
b. Tipologi Lingkungan Perumahan Perumnas Beruntung Jaya terletak di Kecamatan Banjarmasin Selatan Kelurahan Pemurus Dalam. Komplek perumahan ini kondisinya sudah terbangun semua. Pada awalnya rumah yang ada di kawasan ini berlantai satu, namun seiring dengan perubahan bentuk dan luas bangunan maka terdapat beberap bangunan yang berlantai dua. c. Tipologi Sarana dan Prasarana Sarana Prasarana yang terdapat di kawasan ini antara lain meliputi: Peribadatan : Mesjid Pendidikan : TK, SD, SMP Terminal Angkutan Umum Tempat Penampungan Sampah Sementara
16
Panakukang (Makasar) b. Tipologi Lingkungan
Ketinggian bangunan rumah rata-rata adalah 1 lantai dan sebagian kecil mencapai 2 lantai, sedangkan untuk bangunan umum yang telah terbangun mencapai ketinggian 4 lantai, yaitu di sepanjang Jl. Letjen. Hertasning dan Jl. Todopuli Raya, berupa bangunan perkantoran, perdagangan dan jasa. Tabel Jumlah Lantai Jumlah Lantai 1 (satu) 44 (88.0) Jumlah Lantai 2 (dua) 6 (12.0) Total (100.0) Sumber: Hasil Tabulasi 2005 c. Tipologi Sarana dan Prasarana Kawasan Panakkukang juga sudah dilayani oleh prasarana dan utilitas umum yang memadai, seperti jalan, sistem transportasi, air bersih PDAM, listrik, tilpon, drainase dan sistem pengelolaan sampah. Perumahan Perumnas Panakkukang dikembangkan di atas lahan seluas 124,6 Ha dengan fasilitas yang dikembangkan sebagai berikut: Lahan untuk sarana hunian; Lahan untuk fungsi penunjang perumahan seperti perkantoran, jasa sosial dan umum berada di sepanjang jalan utama Jl. Hertasning dan pusat-pusat lingkungan; Lahan untuk sarana penunjang sub center terpencar pada pusat-pusat lingkungan.
17
Sweta Indah Mataram b. Tipologi Lingkungan
Perumahan Sweta Indah merupakan perumahan berskala besar dengan dominasi jenis bangunan rumah tinggal 1 (satu) lantai. Orientasi tata letak rumah adalah pusat lingkungan berupa taman yang pada umumnya dilengkapi dengan fasilitas umum dan sosial, seperti kantor RW/RT, tempat peribadatan, tempat pendidikan atau lapangan olah raga. Sedangkan distribusi letak rumah mengikuti arah jalan yang berpola grid. c. Tipologi Sarana dan Prasarana Prasarana jalan di kawasan studi berpola “grid” dimana kelas jalan yang dibangun termasuk dalam kategori “jalan lingkungan” dengan lebar jalan rata-rata 6 meter. Pada awalnya kondisi permukaan jalan beraspal dengan sistim penetrasi, namun dana perawatan yang sangat terbatas menyebabkan kondisi saat ini sebagian rusak. Di sekitar kawasan perumahan terdapat jalan kota sebagai akses perumahan menuju tempat-tempat penting di berbagai bagian kota.
18
Pagutan Permai Mataram
b. Tipologi Lingkungan Perumahan Pagutan Permai merupakan perumahan berskala besar dengan dominasi jenis bangunan rumah tinggal 1 (satu) lantai. Orientasi tata letak rumah adalah pusat lingkungan berupa taman yang pada umumnya dilengkapi dengan fasilitas umum dan sosial, seperti kantor RW/RT, tempat peribadatan, tempat pendidikan atau lapangan olah raga. Sedangkan distribusi letak rumah mengikuti arah jalan yang berpola grid. Prasarana jalan di kedua kawasan studi berpola “grid” dimana kelas jalan yang dibangun termasuk dalam kategori “jalan lingkungan” dengan lebar jalan rata-rata 6 meter. Pada awalnya kondisi permukaan jalan beraspal dengan sistim penetrasi, namun dana perawatan yang sangat terbatas menyebabkan kondisi saat ini sebagian rusak. Di sekitar kawasan perumahan terdapat jalan kota sebagai akses perumahan menuju tempat-tempat penting di berbagai bagian kota.
19
Hasil perhitungan Kota Total (Kg/thn) Bandung (N=200) 3868 Cirebon (N=200) 2708 Makassar (N=100) 3159 Banjarmasin (N=100) 3502 Semarang (N=100) 3139 Mataram (N=100) 3192 Malang (N=100) 3350 Total emisi yang tertinggi adalah di Kawasan Antapani dan Sarijadi di Kota Bandung. Sedangkan terendah adalah Kawasan Harjamukti dan sunyaragi Permai di Cirebon. Hasil tersebut merupakan total perhitungan akibat energi domestik, pemakaian bensin, bahan bangunan, dikurangi dengan serapan kawasan dari penghijauan.
20
DENSIFIKASI DAN PEDESTRIANISASI
Densifikasi atau pemampatan untuk mengurangi kebutuhan transportasi. Dari keterkaitan antara jarak, tempat kerja, waktu tempuh dan moda yang digunakan, maka terlihat bahwa, penghuni kawasan Banyumanik bekerja tidak jauh dari tempat tinggal dan cenderung menggunakan moda jalan kaki sebagai penunjang aktivitas mereka. Melakukan perjalanan dengan jalan kaki masih banyak dilakukan dalam kegiatan sehari - hari. Sebagai salah satu faktor penentu penurunan emisi, sangat disayangkan bahwa hal ini tidak ditunjang oleh penyediaan fasilitas pedestrian yang dapat mengakomodasi aktivitas jalan kaki khususnya di kawasan ini. Penyediaan sarana pedestrian belum ada. Penataan dengan fungsi beragam dalan satu tatanan kawasan (mixed use) di kawasan Banyumanik cenderung berhasil baik, disamping itu kebiasaan penduduk untuk menggunakan mass transportasi ikut mendukung penurunan emisi CO2.
21
Aspek Transportasi
22
Karakteristik Transportasi Kawasan
Sistem jaringan jalan yang ada di kawasan perumahan secara umum berpola grid. Berdasarkan geometrinya sebagai kawasan perumahan yang terencana, di tiap kawasan mempunyai bentuk belokan dan lebar jalan yang relatif homogen Secara Umum kawasan tidak memberikan lajur khusus untuk pergerakan non motorist seperti pejalan kaki, speda, dan becak. Dengan demikian dalam pergerakan orang dan barang terjadi pencampuran antara pergerakan motorist dan non motorist. Koneksi dari dan menuju kawasan perumahansecara umum adalah jalan yang mengubungkan kawasan tersebut dengan kawasan pusat kota dan kawasan sub urban. Seperti halnya sistem jaringan jalan, karakteristik lalulintas di tiap kawasan relatif sama. Jenis kendaraan yang ada dan melewati kawasan tersebut terdiri dari kendaraan roda empat dan roda dua pribadi dan umum. Secara umum hambatan samping dalam pergerakan tidak ada, kecuali yang dekat dengan fasilitas perdagangan yang cukup besar seperti supermarket dan minimarket.
23
Pergerakan Pola Pergerakan Jarak Perjalanan Berdasarkan Tujuan
Pergerakan dalam Internal Kawasan Beribadah Aktivitas Belanja harian (Toko-Warung) Pergerakan Internal – Eksternal Kawasan Sekolah Bekerja Aktivitas Belanja Bukan Harian (MAL – Supermarket) Jarak Perjalanan Berdasarkan Tujuan Tujuan Rata-Rata (km/bulan) tempat kerja 221.77 sekolah 98.66 pasar 10.08 super market 6.02 mall 4.63 tempat ibadah 3.85 toko 1.39
24
Jarak Perjalanan Berdasarkan Kepemilikan Kendaraan
Jarak perjalanan total/bulan (km) Tidak memiliki kendaraan 248.85 Memiliki motor 444.14 Memiliki mobil 529.40 Memiliki mobil dan motor 549.51
25
Apa itu sampah? Sampah merupakan limbah yang timbul dari aktivitas manusia baik di rumah, kantor, pasar, tempat umum Jumlah sampah akan masih terus meningkat untuk negara sedang berkembang seperti Indonesia. Besarnya timbulan sampah dipengaruhi oleh tingkat ekonomi suatu masyarakat/bangsa. Semakin tinggi kemampuan ekonomi akan membuat semakin tinggi tingkat konsumtivitas yang berdampak pada semakin besarnya timbulan sampah. Namun di beberapa negara maju saat ini justru mulai terjadi penurunan laju timbulan sampah akibat meningkatnya kesadaran lingkungan di dalam masyarakatnya.
26
Sampah dan Perubahan Iklim
Bagaimana kaitan sampah dan perubahan iklim? Sampah di TPA menghasilkan gas CO2 dalam menyumbang efek rumah kaca Insinerator menghasilkan CO2. Kendaraan pengangkut sampah juga memproduksi CO2. Bagaimana strategi pengelolaan sampah mengurangi emisi gas rumah kaca? Pengurangan timbulan sampah organik yang diolah di TPA akan mengurangi gas yang dihasilkan dalam proses penghancuran sampah. Pengurangan timbulan sampah. Barang yang dapat didaur-ulang biasanya menggunakan lebih sedikit energi dalam proses pengolahannya sehingga dapat mengurangi emisi.
27
Di kota besar di Indonesia diperkirakan timbulan sampah per kapita berkisar antara 600 – 830 gram per hari Rata-rata timbulan sampah biasanya bervariasi dari hari ke hari dan antara suatu daerah dengan daerah lain. Variasi ini terutama disebabkan oleh perbedaan: tingkat hidup, semakin tinggi tingkat hidup masyarakat semakin besar timbulan sampah yang dihasilkannya; (b) iklim dan musim; (c) cara hidup dan mobilitas penduduk; (d) cara penanganan makanan
28
asumsi perhitungan bahan organik sampah = 75 %
berat jenis sampah dalam truk pemadatan = 295 kg/m3 bahan volatile = 95 % karbon dalam bahan volatile = 50 % karbon akan dikonversi ke methana adalah 50 % dan karbon dioksida = 50 % komposisi methana dan karbon dioksida = 29 : 65 ( dalam 6 – 12 bulan proses metabolisme) Berat sampah adalah dasar akurat untuk perhitungan dikarenakan adanya faktor kompakasi. Contoh: Antapani, Bandung dengan timbulan 0,83 kg/orang/hari dan jumlah penduduk 8.564, maka jumlah CO2 adalah = of organic matter x 0.83 kg/c/d x capita x 0.95 of volatile fraction x 0.5 of carbon x 0.5 of gases total x 65/ (29+65) of CO2 fraction total x 365 days = kg CO2 /year= ton CO2/year (achieved within 6 –12 months)
29
Dengan melihat volume timbulan sampah perorang per hari dapat diperkirakan dampak yang ditimbulkannya. No Lokasi Timbulan sampah padat Populasi (orang) Emisi CO2 (ton/tahun) L/orang/hari kg/orang/hari Bandung 1. Perumahan Sarijadi 3,30 0,83 12.897 481,25 2. Perumahan Antapani 8.564 319,56 Cirebon Griya Suniaraji Permai 3,25 0,96 2.718 117,31 Perumnas Burung 27.487 1.186,32 Semarang Perumnas Banyumanik 1,80 0,45 23.780 887,35 Plamongan Indah 8.870 179,45 Malang – Sawojajar 1,803 0,53 28.413 3.060,23 Mataram Perumnas Pagutan 3,04 0,89 2.424 96,99 Sweta Indah 2.854 114,19 Banjarmasin HKSN 4,22 1,24 3.102 172,93 Perumnas 7.053,01 Makassar Perumnas Panakkukang 2,40 0,60 22.005 759,98 Perumnas Tamalanrea 15.760 588,08
30
Sampah Mengingat banyaknya gas yang ditimbulkan oleh sampah maka tempat pembuangan sampah harus memperhatikan hal hal berikut agar tidak merugikan lingkungan setempat yaitu : dilakukan pemadatan sampah menyediakan pipa penyaluran dan pelepasan gas memperhatikan kinerja instalasi pengolahan air lindi penutupan tanah secara harian penutupan tanah akhir
31
KONTRIBUSI KEBIJAKAN TATA RUANG KOTA DI KAWASAN PERUMAHAN KOTA
TERHADAP EMISI CO2 DI KAWASAN PERUMAHAN KOTA Oleh : Tim Kerja tanjong pagar - szk Cileunyi mall SZK ARP Puri Endah
32
issue CO2 CO2 diperkirakan menjadi penyebab utama terjadinya efek rumah kaca karena kontribusinya terhadap terjadinya fenomena ini cukup besar (50%). Kecenderungan kadar CO2 di udara meningkat dari waktu ke waktu Kadar CO2 Pra-industrilisasi 1984 >>2050 280 ppm 345 ppm 560 ppm
33
issue Sumber Sumber Pencemaran No. Sumber Pencemaran Emisi Tahunan (%)
Asap Rokok -IMD No. Sumber Pencemaran Emisi Tahunan (%) 1. Pembakaran BBM stasioner 16,9 2. Industri 15,3 3. Transportasi 54,5 4. Pembakaran limbah pertanian 7,3 5. Pembuangan sampah 4,2 6. Lain-lain 1,8 Total 100 Transportasi-SBS-SZK Industri-Tuas-SZK TPS-Cimahi-ARS
34
Penanganan Transportasi
pendekatan Penanganan Transportasi Pendekatan Input Rekayasa Teknologi Non Teknologi (pengenaan pajak, perubahan gaya hidup, tata ruang, transportasi) Pendekatan Output Kontrol emisi yang ketat Pembatasan usia kendaraan
35
Kebijakan penataan ruang yang langsung mengatur pengurangan emisi CO2 masih sedikit.
Kebijakan yang mempunyai kontribusi signifikan thdp pengurangan CO2 dikaitkan dg pengaturan pencadang-an kawasan lindung, kawasan konservasi, jalur hijau: UU No. 22/1992 tentang Tata Ruang; Peraturan Pemerintah No. 63 tahun 2002, tentang Hutan Kota, dll. SNI-1733 – Perencanaan Kawasan Perumahan Kota Hutan kota tipe kawasan permukiman adalah hutan kota yang dibangun di atas areal permukiman yang berfungsi sbg penghasil oksigen, penyerap CO2, peresapan air dan penahan angin Besaran luasan hutan kota belum di atur dlm peraturan/standar nasional. Naskah ilmiah yang telah membahas tentang metode perhitungan luasan hutan kota: Alokasi hutan kota berbagai negara: 10% - 60% Kebutuhan ruang terbuka per penduduk beberapa negara
36
Kebutuhan R. Terbuka/pdk
kebijakan Kebutuhan Ruang Terbuka di Berbagai Negara No Negara Kebutuhan R. Terbuka/pdk 1. Malaysia 1,9 m2/penduduk 2. Jepang 5 m2/penduduk 3. Inggris 11,5 m2/penduduk 4. Amerika 60 m2/penduduk 5. DKI Jakarta 1,5 m2/penduduk Formula L = aV + bV 20 L = Luasan hutan kota V = Jumlah penduduk W = Jumlah kendaraan = Tetapan A = Kebutuhan Oksigen/orang (Kg/jam) B = Rata-Rata kebutuhan oksigen kendaraan bermotor (Kg/jam)
37
kebijakan Mataram Lahan konservasi atau jalur hijau terletak pd kawasan sekitar daerah aliran sungai & pantai (sempadan sungai & pantai 10 – 15 M). Alokasi kawasan pertanian, stlh dikurangi lahan u/ pengembangan kota. Alokasi ruang u/ jalan 20%, utilitas 15%, jalur hijau (open space) 20%. Penyediaan taman kota & ruang terbuka hijau Peletakan taman di pusat kota u/ sbg paru-paru kota Pendistribusian taman & ruang terbuka yang dpt memberikan pelayanan maksimal bagi masyarakat & dapat menambah niliai estetika kota Pemanfaatan ruang terbuka sbg sarana olah raga Pemanfaatan fasilitas kuburan & lahan pertanian sbg ruang terbuka hijau Pemanfaatan jalur hijau di sepanjang aliran sungai sbg kawasan limitasi/ konservasi u/ menyangga perkembangan fisik kota (sempadan m) 2 pola pergerakan: rutin & temporal melalui penataan pusat2 kegiatan. Pemisahan terminal regional dr terminal lokal Efisiensi penggunaan tenaga listrik melalui rehabilitasi sisitem yang ada, kualitas tegangan pd titik beban, efisiensi sistem, fleksibilitas sistem.
38
kebijakan Bandung Memperkecil/membatasi pertumbuhan baru & menjaga kelestarian wilayah utara Konservasi & rehabilitasi lahan daerah hulu sungai & pengaman sungai Penyebaran penduduk lebih merata dikaitkan dg pengembangan kawasan perluasan & penyebaran tempat-tempat bekerja Optimasi mode transportasi & memfungsikan kembali angkutan kereta api Industri rendah pencemaran & pemindahan ke bagian timur. Pembatasan penyediaan air, pemboran air tanah dalam. Perlindungan kelestarian lingkungan dg prioritas: - pembatasan pembangunan fisik Bandung Utara; - pengamanan wilayah lintas (wilayah rawan hidrologis, lahan kritis) Pengembangan jalur hijau kota (taman, hutan buatan, hutan lindung, margasatwa, kawasan olah raga) Pembatasan konversi kawasan produktif (pertanian subur). Pengenbangan jaringan jalan baru di pusat pengembangan sekunder u/ tujuan mendorong pusat pengembangan sekunder tersebut
39
kebijakan Makassar Penentapan bbrp kawasan menjadi kawasan lindung yang meliputi: perlindungan setempat, suaka alam & cagar budaya, serta kawasan rawan bencana. Pengembangan kawasan budidaya : kawasan hutan produksi, pertanian & wisata Alokasi ruang u/ guna lahan wisata, daerah sempadan, konservasi, RTH, rawa & sungai ( 22% dari total guna lahan). Rencana pengaturan kerapatan penduduk, bangunan, KDB, & KLB pd setiap BWK Penerbitan & menghentikan izin trayek angkot/pete-pete baru. Pengembangan fasilitas pejalan kaki Pengembangan jaringan jalan, terutama jalan lingkar luar dan jalan lingkar dlm sbg alternatif u/ mengurangi beban jalan & kemacetan lalu lintas. Pengaturan sistim jaringan jalan sbb: - Jln arteri & kolektor tdk memotong unit lingkungan permukiman skala 2500 pndk; - Jalan kolektor melewati pusat-pusat lingkungan berskala penduduk; - Jalan lokal menghubungkan antar pusat lingkungan berskala penduduk
40
kebijakan Malang Tata ruang diarahkan pd peningkatan kualitas permukiman & distribusi kepadatannya Penentuan kawasan & jenis industri dg pertimbangan aspek lingkungan & struktur ruang (industri non-polutan & berlokasi pd kawasan yang memenuhi syarat) Mempertahankan & membangun tempat olah raga baru di setiap wilayah kecamatan Membangun jaringan jalan berhirarki. Penetapan sempadan bangunan sesuai dengan kelas jalan Pembangunan trotoar jalan u/ mendorong warga berjalan kaki perjalan jarak dekat Peremajaan angkot secara periodik & konsisten Pengembangan & peningkatan kualitas TPA&TPS, RTH diluar kaw. terbangun min 30% thdp luas total Kota termasuk u/ konservasi, keberadaan sawah dsb. Kawasan sktr industri, disediakan RTH dg KDB max 50%, sisanya u/ sirkulasi & RTH dg jenis tanaman yang berfungsi buffer thdp polusi udara & suara. Kawasan lindung, dikembangkan sbg jalur hijau (kawasan penyangga & paru-paru kota, bantaran sungai, sepanjang rel KA, tegangan tinggi & kawasan konservasi lain). Kawasan terbangun disediakan RTH: kawasan padat 10%, kaw. sedang 15%, kaw. rendah min 20 % Pengendalian KDB & KLB kawasan terbangun sesuai sifat & jenis penggunaan. Bangunan yang telah/akan dibangun disyaratkan membuat sumur resapan. Pengembangan kawasan resapan u/ menampung buangan air hujan dr sal. drainase.
41
Rata-Rata Emisi C02 (Kg/Tahun)
Emisi CO2 Tabel Emisi CO2 Secara Total Variabel Rata-Rata Emisi C02 (Kg/Tahun) Persentase (%) Emisi CO2 dari energi domestik 2.093,6142 63,94 Emisi CO2 dari pemakaian bensin 1.114,222 34,05 Emisi CO2 dari bahan bangunan 84,51 2,58 Serap CO2 1,0341 0,03 Emisi CO2 total 3.274,3161 100
42
kebutuhan kebijakan Faktor Dominan Indikasi Kebutuhan Keterangan
Pemakaian Listrik Pengaturan disain bangunan Pengaturan KDB/KLB Pengaturan “site plan” Diatur dalam RTBL untuk bagian kota utama atau RDTR, perlu penegakan hukum Kepemilikan Kendaraan Pribadi Penerapan pajak progresif Pembatasan umur kendaraan dan emisi gas buang Tidak diatur dalam RTRW. Sebaiknya diatur dalam bentuk peraturan lainnya (Perda) Produksi Bahan Bangunan Himbauan penemuan teknologi produksi bahan yang rendah emisi Misalnya: rumah sistem precast, pemanfaatan kayu berkelas rendah
43
penutup Perangkat lunak sbg landasan kebijakan
daerah u/ pengendalian emisi CO2 secara tidak langsung sudah tersedia, antara lain: pengaturan kepadatan penduduk dan bangunan; penetapan kawasan lindung (perlindungan setempat, hutan kota, jalur hijau, taman kota, sempadan, dll); pengaturan jaringan jalan; distribusi pusat-pusat kegiatan; pengaturan luas kapling rumah. pengaturan tata bangunan (RTBL) Pengendalian implementasi kebijakan tata ruang, RTBL, pembatasan kepemilikan kendaraan, himbauan penemuan teknologi produksi yang rendah emisi menjadi hal yang penting dalam menekan faktor-faktor dominan emisi co2.
44
PERILAKU PENGGUNAAN MODA, DALAM KAITAN DENGAN JARAK DAN AKTIVITAS
kebutuhan energi melalui jarak tempuh, moda dan aktivitas, dapat dilakukan dengan mengurangi kebutuhan transportasi, diantaranya melalui tatanan ruang mix use. Perilaku penggunaan moda harus dikaitkan dengan pendapatan walaupun pembandingan kedua lokasi dilakukan pada kawasan yang diperuntukkan bagi masyarakat berpenghasilan rendah. Pola hidup yang berbeda, maka pemakaian energi baik untuk menunjang aktivitas maupun kebutuhan sehari-hari akan berbeda.
45
Penutup Besaran emisi CO2 di lingkungan perumahan dalam kaitan dengan tata ruang perumahan perkotaan, sangat erat kaitannya dengan : penentuan jarak capai, moda yang digunakan dan frekuensi Kebijakan sarana prasarana yang ada.
46
SZK Mall NILIM RIHS Kondominium Al Maksum
Presentasi serupa
© 2024 SlidePlayer.info Inc.
All rights reserved.