Upload presentasi
Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu
1
Hak Ulayat dan Hukum Adat
2
Pengertian Hak ulayat Menurut Boedi Harsono (1994:215), Hak ulayat adalah hak dari suatu masyarakat hukum adat atas lingkungan tanah wilayahnya, yang memberi wewenang-wewenang tertentu kepada penguasa adat untuk mengatur dan memimpin penggunaan tanah wilayah masyarakat hukum tersebut. Menurut Maria S.W. Sumardjono (1993), sebagai istilah teknis yuridis, hak ulayat adalah hak yang melekat sebagai kompetensi khas pada masyarakat hukum adat, berupa wewenang/kekuasaan mengurus dan mengatur tanah seisinya, dengan daya laku ke dalam dan ke luar.
3
Menurut Ter Haar (1960), Hak Ulayat adalah hak untuk mengambil manfaat dari tanah, perairan (sungai, danau, perairan pantai, laut), tanaman-tanaman dan binatang yang ada di wilayah masyarakat hukum adat yang bersangkutan. Menurut sumber lain: Hak Ulayat adalah hak masyarakat hukum adat yang meliputi hutan, padang penggembalaan ternak, belukar bekas ladang, tanah-tanah pertanian yang dikerjakan secara berputar, perairan darat maupun laut, penambangan tradisional dan penagkapan ikan sungai dan laut (KPA, 1998).
4
Menurut Pasal 1 angka 4 RUU SDAgraria:
Hak Ulayat adalah kewenangan masyarakat hukum adat untuk mengatur secara bersama-sama pemanfaatan tanah, perairan, tanaman serta binatang-binatang yang ada di wilayah masyarakat hukum yang bersangkutan, sepanjang tidak bertentangan dengan kepentingan nasional Kesimpulan: hak ulayat adalah hak masyarakat hukum adat terhadap tanah dan perairan serta isinya yang ada di wilayahnya berupa wewenang menggunakan dan mengatur segala sesuatu yang berhubungan dengan tanah dan perairan serta lingkungan wilayahnya di bawah pimpinan kepala adat.
5
Kriteria penentu masih ada atau tidaknya hak ulayat (Sumardjono, 1999)
Adanya masyarakat hukum adat yang memenuhi ciri-ciri tertentu sebagai subyek hak ulayat, Adanya tanah/wilayah dengan batas-batas tertentu sebagai lebensraum (ruang hidup) yang merupakan obyek hak ulayat; Adanya kewenangan masyarakat hukum adat untuk melakukan tindakan-tindakan tertentu yang berhubungan dengan tanah, sumber daya alam lain serta perbuatanperbuatan hukum.
6
Subyek hak masyarakat atas wilayah adatnya (hak ulayat) Masyarakat hukum adat
Masyarakat hukum adat di Indonesia merupakan masyarakat atas kesamaan; teritorial (wilayah), Genealogis (keturunan), dan teritorial-genealogis (wilayah dan keturunan), sehingga terdapat keragaman bentuk masyarakat adat dari suatu tempat ke tempat lainnya
7
Obyek hak masyarakat atas wilayah adatnya (hak ulayat)
tanah, air, Tumbuh tumbuhan, dan binatang,
8
Wewenang Masyarakat Adat atas Tanah dan Sumber Daya Hutan
1) Mengatur dan menyelenggarakan penggunaan tanah (untuk pemukiman, bercocok tanam, dll), persediaan (pembuatan pemukiman/persawahan baru dll), dan pemeliharaan tanah. 2) Mengatur dan menentukan hubungan hukum antara orang dengan tanah (memberikan hak tertentu kepada subyek tertentu) 3) Mengatur dan menetapkan hubungan hukum antara orang-orang dan perbuatan-perbuatan hukum yang berkenaan dengan tanah (jual beli, warisan dll).
9
Wewenang masyarakat adat
semua yang ada di atas tanah (pepohonan, binatang, bebatuan yang memiliki makna ekonomis); didalam tanah bahan-bahan galian), dan juga sepanjang pesisir pantai, juga diatas permukaan air, di dalam air maupun bagian tanah yang berada didalamnya
10
Wilayah Hukum adat Suatu wilayah yang didiami oleh sekelompok orang yang corak corak kehidupan termasuk hukum adat mereka yang hampir bersamaan ditandai oleh : 1. Sistim garis keturunan yang sama 2. Pola pola perkawinan yang sama 3. Bahasa pengantar / Bahasa daerah yang sama 4. Struktur kemasyarakatan yang sama
11
Hukum adat dalam masyarakat Minangkabau
Adat adalah : Pola kehidupan masyarakat berbentuk pola tingkah laku yang berkembang sesuai dengan sejarah perkembangan masyarakat yang bersangkutan, menyangkut semua aspek kehidupan masyarakat, baik dalam aspek hidup pribadi , baik dalam hubungan antara manusia dengan sang pencipta , hubungan manusia dengan machluk halus, maupun hubungan antara manusia. Hukum Adat : Pola prilaku masyarakat yang diberi sanksi apabila melanggarnya.
12
2.Pengakuan Hak ulayat dan perundang-undangan
Pasal 3 UUPA menegaskan keberadaan hak ulayat dengan menyatakan: Dengan mengingat ketentuan-ketentuan dalam Pasal 1 dan 2, pelaksanaan hak ulayat dan hak-hak serupa itu dari masyarakat-masyarakat hukum adat, sepanjang menurut kenyataannya masih ada, harus sedemikian rupa sehingga sesuai dengan kepentingan nasional dan negara, yang berdasarkan atas persatuan bangsa serta tidak boleh bertentangan dengan undang-undang dan peraturan-peraturan yang lain yang lebih tinggi.Pengakuan eksistensi hak ulayat oleh UUPA tetap dibatasi oleh eksistensinya dan pelaksanannya. Artinya, pengakuan itu akan diberikan kepada hak ulayat yang memang secara faktual masih berlangsung, dan bahwa pelaksanaan hak ulayat itu harus memperhatikan kepentingan bangsa secara keseluruhan.
13
Rancangan UUSDAgraria, Pasal 6 menyatakan:
Hak Ulayat masyarakat hukum adat atas tanah, perairan, tanaman dan binatang dalam wilayahnya yang menjadi sumber kehidupan dan mata pencahariannya, yang pada kenyataannya masih berlangsung, diakui, dihormati dan dilindungi sesuai dengan dinamika perkembangan masyarakat hukum adat, kepentingan nasional dan negara dan prinsip Negara Kesatuan RI serta pelaksanaannya tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Pengakuan Hak Ulayat yang masih berlangsung, dikukuhkan dengan peraturan perundang-undangan berdasarkan kriteria tertentu dan hasil penelitian yang melibatkan masyarakat hukum adat ybs, instansi terkait, akademisi dan lembaga swadaya masyarakat.
14
Menurut ketentuan Pasal 6 ayat (3) RUU SDAgraria, kriteria masih berlangsungnya hak ulayat meliputi unsur-unsur: masyarakat hukum adat; wilayah tempat hak ulayat berlangsung; hubungan, keterkaitan dan ketergantungan masyarakat hukum adat dengan wilayahnya; adanya kewenangan untuk mengatur secara bersama-sama pemanfaatan tanah, perairan, tanaman serta binatang-binatang yang ada di wilayah masyarakat hukum ybs., berdasarkan hukum adat yang berlaku dan ditaati masyarakatnya.
15
Ketentuan tersebut kemudian diatur dalam RUU SDAgraria Pasal 6 ayat (5) menyatakan:
“Dalam hal di atas hak ulayat akan diberikan suatu hak tanah atau ijin pemanfaatan sumberdaya agraria kepada pihak ketiga, hak ulayat masyarakat hukum adat tersebut harus dilepaskan terlebih dahulu setelah memperoleh persetujuan tertulis dari masyarakat hukum adat ybs.”
16
Dalam hal ijin pemanfaatan SDAgraria, ketentuan Pasal 26 ayat (3) RUU SD Agraria menyatakan:
“Dalam hal sumberdaya agraria yang akan diberikan terletak di dalam wilayah hak ulayat, maka pemberian ijin sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus dengan persetujuan tertulis masyarakat hukum adat yang bersangkutan”. Dalam memperoleh hak tanah atau ijin pemanfaatan sumberdaya, Pasal 29 ayat (3) menentukan: “Dalam hal sumberdaya agraria terletak dalam wilayah hak ulayat, tatacara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, meliputi pula tatacara yang berlaku dalam hukum adat ybs.
17
3.Pengingakaran terhadap hukum adat
1. UU No. 4 Tahun 2009 Undang-undang Pertambangan mineral dan Batu bara Di lihat dari kewenangan pemerintah di dalam pengelolaan pertambangan mineral dan batubara terlihat dengan jelas ketidak berpihakan pemerintah terhadap hak ulayat yang mana penguasaan tanah berdasarkan hak ulayat itu oleh persekutuan hukum adat itu dipergunakan sebesar-besarnya untuk kesejahtraan daripada persekutuan masyarakat adat itu sendiri. Pemerintah hanya mengantisifasi apabila terjadi konflik internal masyarakat yang ada dikawasan pertambangan.
18
Wilayah Pertambangan Pasal 9 (1) WP sebagian dari tata ruang nasional merupakan landasan bagi penetapan kegiatan pertambangan. (2) WP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Pemerintah setelah berkoordinasi dengan pemerintah daerah dan berkonsultasi dengan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia. PEMBAHASAN Bahwa di dalam ketentuan pasal 9 tersebut diatas hak ulayat yang merupakan hak penguasaan tanah oleh persekutuan hukum adat tidak dijadikan pertimbangan khususKalau kita tinjau dari segi ciri-ciri hak ulayat : hanya persekutuan hukum itu sendiri beserta warganya yang berhak dengan bebas mempegunakan tanah-tanah liar diwilayah kekuasaannya. Orang luar hanya boleh mempergunakan tanah dengan izin penguasa persekutuan tersebut, tanpa itu di dianggap melakukan pelanggaran. Warga persekutuan hukum boleh mengambil manfaat dari wilayah hak ulayat dengan ijin kepala persekutuan hukum adat. Sehingga dapat disimpulkan UU No. 4 Tahun 2009, merupakan pengingkaran terhadap hak ulayat oleh pemerintah.
19
2. UU. No. 41 TAHUN tentang penguasaan Hutan Penguasaan hutan Pasal 4 (1) Semua hutan di wilayah Republik Indonesia termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat (2) Penguasaan hutan oleh Negara sebagaimana dimaksud ayat (1) memberi wewenang kepada pemerintah untuk : a. Mengatur dan mengurus segala sesuatu yang berkaitan dengan hutan, kawasan hutan, dan hasil hutan. b. Menetapkan status wilayah tertentu sebagai kawasan hutan atau kawasan hutan sebagai bukan kawasan hutan; dan c. Mengatur dan menetapkan hubungan-hubungan hukum antara orang dengan hutan, serta mengatur perbuatan-perbuatan hukum mengenai kehutanan. (3) Penguasaan hutan oleh Negara tetap memperhatikan hak masyarakat hukum adat, sepanjang kenyataan masih ada dan diakui keberadaannya, serta tidak bertentangan dengan kepentingan nasional.
20
PEMBAHASAN Pasal 9 (1) Untuk kepentingan pengaturan iklim mikro, estetika, dan resapan air, disetiap kota ditetapkan kawasan tertentu sebagai hutan kota. (2) Ketentuan lebih lanjut sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diatur dengan Peraturan Pemerintah. PEMBAHASAN Di daerah perkotaan sekalipun pasti ditemukan persekutuan hukum adat yang notabena masih ditemukan hak ulayat. Dengan ketentuan pasal 9 di atas seringkali kita temukan pengingkaran hak ulayat bahkan pengingkaran hak milik perorangan. Seperti ditetapkannya kawasan tertentu sebagai hutan kota atau jalur hijau. Pada saat kepentingan masyarakat adat dengan hak ulayat ataupun kepentingan perseorangan dengan hak miliknya untuk kepentingan lain sangat tidak memungkinkan merubah ketetapan kawasan hutan kota atau kawasan jalur hijau tersebut. Sehinga dapat disimpulkan bahwa UU 41 Tahun 1999 adalah suatu pengingkaran atas keberadaan hak ulayat oleh pemerintah.
21
UU No. 22 Tahun 2001 Tentang Minyak dan gas bumi PENGUASAAN DAN PENGGUNAAN Pasal 4 (1) Minyak dan Gas Bumi sebagai sumber daya alam strategis takterbarukan yang terkandung di dalam Wilayah Hukum Pertambangan Indonesia merupakan kekayaan nasional yang dikuasai oleh negara. (2) Penguasaan oleh Negara sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diselenggarakan oleh Pemerintah sebagai pemegang kekuasaan pertambangan. (3) Pemerintah sebagai pemegang Kuasa Pertambangan membentuk Badan Pelaksana sebagaimana dimaksud dalam pasal 1 ayat 23. PEMBAHASAN Pengakuan hak ulayat oleh pemerintah sebatas hak ulayat itu tidak dipergunakan oleh pemerintah untuk kepentingan Negara dan bangsa. Apabila hak ulayat itu dipakai oleh pemrintah untuk kepentingan Negara maka secara otomatis hak ulayat itu dikuasai oleh Negara. Begitu pula dengan rencana pemerintah membangan pertambangan minyak dan gas bumi di wilayah hak ulayat, maka persekutuan hukum adat itu diharuskan untuk menyerahkan hak ulayat itu menjadi tanah yang dikuasai oleh Negara yang nantinya dipakai sebagai salah satu kekayaan nasional yang dikuasai oleh Negara.
22
Pasal 20 (1) Data yang diperoleh dari survey Umum dan/atau Eksplorasi dan Eksploitasi adalah milik Negara yang dikuasai oleh pemerintah. (2) Data yang diperoleh Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap di Wilayah kerjanya dapat digunakan oleh Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap dimaksud selama jangka waktu kontrak kerjasama. (3) Apabila Kontrak Kerja Sama berakhir, Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap wajib menyerahkan seluruh data yang diperoleh selama masa kontrak kerja sama kepada Mentri melalui badan pelaksana. (4) Kerahasiaan data yang diperoleh Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap di Wilayah Kerja berlaku selama jangka waktu yang ditentukan. (5) Pemerintah mengatur, mengelola, dan memanfaatkan data sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) untuk merencanakan penyiapan pembukaan Wilayah Kerja. (6) Pelaksanaan ketentuan mengenai kepemilikan, jangka waktu penggunaan, kerahasiaan, pengelolaaan, dan pemanfaatan data sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), ayat (5) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
23
PEMBAHASAN Melihat Dari ketentuan pasal 20 UU Minyak dan Gas Bumi dinyatakan eksplorasi dan eksploitasi adalah milik Negara yang dikuasai oleh pemerintah, dalam hal ini menurut pendapat saya meskipun perusahaan minyak dan gas bumi itu berbentuk BUMN tetap Negara hanya komposisinya adalah menguasai bukan memiliki, pemerintah dalam hal ini mengelola sumber daya alam itu. Kalau dalam konteks berpikir memiliki berarti semua asfek tanah yang dikuasai oleh persekutuan hukum adat maupun perseorangan dapat dimiliki oleh negara , kalau itu terjadi bagaimana kalau terjadi dampak bagi masyarakat persekutuan adat di wilayah perusahaan minyak dan gas bumi itu. Di sinilah terlihat jelas pengingkaran hak ulayat, kekawatiran masyarakat yang berada diwilayah tersebut yang tanah persekutuan hukum adat itu dipergunakan untuk pertambangan berdampak bencana berkepanjangan yang tidak bisa ditanggulangi akibat kerusakan alam. Masyarakat hanya bisa pasrah menerima kenyataan yang harus mereka hadapi.
Presentasi serupa
© 2024 SlidePlayer.info Inc.
All rights reserved.