Upload presentasi
Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu
Diterbitkan olehIcha Edwin Telah diubah "10 tahun yang lalu
1
Sejarah berdirinya NU berawal dari gejolak politik keagamaan yang bermula pada tahun 1924 pemerintahan Turki menghapus sistem khilafah serta melucuti semua kekuatannya yang menjadi pusat pemimpin Islam. Bagaimanapun juga, penghapusan khilafah menyebabkan banyak masyarakat muslim, terutama di daerah jajahan Inggris dan Belanda, merasa terpukul dan kehilangan orientasi.
2
Mungkin lebih tepat dikatakan bahwa masyarakat-masyarakat Muslim yang terjajahlah yang merasakan kebutuhan akan kepemimpinan politik yang independen—sekalipun hanya bersifat simbolik—semacam itu. Kongres pertama di adakan di Makkah oleh Syarif Husein, dengan tujuan untuk meminta pengakuan sebagai calon Khilafah oleh Ummat Islam seluruh dunia, akan tetapi gagal.
3
Kekuasaan syarief Husein pun hancur di tangan Ibnu Saud.
Pada saat itu dibentuk kongres di Cairo atas inisiatif dari Raja Fu’ad yang sekaligus sebagai calon Khilafah, Rasyd Radha pun mengirim surat ke Sarekat Islam dan Muhammadiyah, organisasi penting yang ada di Indonesia saat itu. Kongrespun gagal dan di tunda dikarnakan banyaknya permasalahan Internal di Mesir.
4
Ibnu Saud pun membuat kongres tandingan pada thn 1926 di Hijaz sekaligus berusaha memperoleh legitimasi atas kekuasaannya. Di Indonesia pun di adakan kongres yaitu sebagai delegasi untuk menghadiri kongres di Mesir dan di Hijaz yang beranggotakan Sarekat Islam, Muhammadiyah dan para Ulama Tradisional. Puncaknya kongres di bandung yangmana Ulama Tradisional di acuhkan.
5
Akhirnya Ulama Tradisional yang terdiri dari Kiai Wahab dan tiga santrinya meninggalkan arena kongres dan membuat kongres tersendiri di Surabaya. Dengan tujuan untuk membendung niat Ibn Saud memberantas praktek-praktek tradisional yang tidak mereka setujui. Kiai Wahab pun meminta persetujuan dari gurunya yaitu KH Hasyim Al-Asy'ari, dan akhirnya di restui.
6
Kiai Wahab, yang merupakan juru bicara kaum tradisionalis paling vokal pada Kongres Al-Islam, mendorong para Kiai terkemuka di Jawa Timur agar mengirimkan utusan sendiri ke Mekkah untuk membicarakan masalah madzhab dengan Ibnu Sa’ud. Untuk tujuan ini, mereka membentuk sebuah komite Komite Hijaz, yang bertemu di rumahnya di Surabaya pada 31 Januari 1926 untuk menentukan siapa yang akan diutus. Untuk lebih memperkuat kesan pihak luar, komite ini memutuskan mengubah diri menjadi sebuah organisasi, dan menggunakan nama Nahdlatoel ‘Oelama.
7
Syari’ah dan kemasyarakatan
Nahdlatul Ulama (NU) adalah organisasi sosial kemasyarakatan dan keagamaan di indonesia yang berdiri pada tanggal 31 Januari 1926 di Surabaya. NU dalam menjalankan kegiatannya memiliki 4 (empat) sikap kemasyarakatan yaitu: tawasuth dan i’tidal (sikap moderat dan adil), tasamuh (sikap toleransi), tawazun (sikap yang seimbang atau keserasian hubugan) dan amar ma’ruf nahi munkar (sikap mengajak berbuat kebaikan dan mencegah perbuatan buruk/merusak).
8
NU sebagai jam’iyyah sekaligus gerakan diniyah islamiyah, sejak berdirinya telah menjadikan faham Ahlussunnah wal jama’ah sebagai basis teologi (dasar berakidah) dan menganut salah satu dari empat madzhab: Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hanbali sebagai pegangan dalam berfiqih.
9
NU merupakan lembaga yang potensial sebagai agen perubahan sosial, budaya dan kebijakan di masyarakat. NU memiliki perangkat pelaksana kebijakan berupa lembaga dan badan otonom serta memiliki tingkat kepengurusan dari tingkat Nasional hingga tingkat Kelurahan serta memiliki 15 cabang istimewa di luar negeri. Jumlah warga NU tercatat mencapai 60 juta orang yang tersebar di seluruh pelosok tanah air, dengan berbagai status sosial dan profesi seperti kiyai, guru, nelayan, petani, pedagang serta di pemerintahan baik yang menjabat sebagai eksekutif, legislatif, dan yudikatif.
10
Bahtsul Masail Secara historis forum bahtsul masail telah ada sebelum NU berdiri. Saat itu sudah ada diskusi di kalangan pesantren yang melibatkan kiai dan santri yang hasilnya diterbitkan dalam bulletin LINO (Lailatul Ijma’ Nahdlatul Oelama’). Dalam hal ini para Ulama NU dan forum bahtsul masail mengarahkan orientasinya dalam pengambilan hukum kepada aqwal al-mujtahidin (pendapat para mujtahid) yang mutlaq maupun yang Muntasib.
11
Bila kebetulan diketemukan qaul mansuh (pendapat yang ada nashnya) maka qaul itulah yang akan dipegangi. Kalau tidak diketemukan maka akan beralih ke qaul mukharraj (pendapat hasil tarjih). Bila terjadi khilaf akan tetapi juga mengambil sikaf dalam menentukan pilihan sesuai dengan situasi kebutuhan hajiyah tahsiniyah (kebutuhan sekunder) maupun dharuriyah (kubutuhan primer).
12
Dari segi historis maupun operasional, bahtsul masail NU merupakan forum yang sangat dinamis, demokratis dan berwawasan luas. Dinamis sebab persoalan (masail) yang digarap selalu mengikuti perkembangan (trend) hukum dimasyarakat. Demokratis dalam forum tersebut tidak ada perbedaan antara kiai ,santri baik yang tua maupun yang muda. Berwawasan luas sebab dalam bahtsul masaik tidak ada dominasi madzhab dan selalu sepakat dalam khilaf.
Presentasi serupa
© 2024 SlidePlayer.info Inc.
All rights reserved.