Upload presentasi
Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu
Diterbitkan olehFadly Nisa Telah diubah "10 tahun yang lalu
1
Dekonstruksi Pemikiran an- Na’im terhadap Fikih Hukum Islam
2
Siapa an-Na’im???
3
Biografi.... √ an-Na’im mempunyai nama lengkap Abdullah ahmed an- Na’im √ seorang aktivis HAM yang dikenal di dunia internasional √ Lahir di Sudan pada 1946 dan menyelesaikan pendidikan S1 di Universitas Khartoum, tiga tahun kemudian pada tahun 1973 dia mendapat gelar sekaligus LL.B., LL.M, dan M.A dari University of Cambridge, Inggris. Pada tahun 1976 mendapat gelar Ph.D. dalam bidang hukum dari University Of Edinburg Skotlandia dengan disertasi tentang perbandingan prosedur pra percobaan kriminal (hukum Inggris, Skotlandia, Amerika dan Sudan).
4
Bagaimana Pemikiran an-Na’im terhadap Hukum Islam itu sendiri?
Pengertian hukum Islam : “hukum islam” adalah sejumlah aturan yang bersumber pada wahyu Allah dan Sunnah Rasul, baik yang langsung maupun tidak langsung, yang mengatur tingkah laku manusia, yang diakui dan diyakini serta harus dikerjakan oleh umat islam. Disamping itu, hukum islam juga harus memiliki kekuatan untuk mengatur, baik secara politis maupun social.
5
Lanjutan.... An-Naim Menawarkan metodologi baru alternatif dalam menguak pandangan Islam terhadap HAM. Perhatian utamanya adalah hukum islam kaitannya dengan isu-isu internasional modern seperti HAM, konstitusionalisme modern, dan hukum pidana modern. Menurutnya hukum Islam saat ini membutuhkan reformasi total “Dekontruksi”.
6
An-Na’im menolak sakralitas syari’at
An-Na’im menolak sakralitas syari’at. Menurutnya, syari’at bukanlah totalitas ajaran Islam, tapi hanya interpretasi ulama atas sumber hukum Islam
7
Lanjutan.... Mereformasi syariat Islam : Na’im menolak reformasi ini dilakukan dalam framework (kerangka) Ushul Fiqh yang ada. Sebab dalam framework ini ijtihad tidak dibenarkan pada hukum yang telah disentuh secara definitif oleh al-Qur’an. Padahal hukum-hukum yang masuk dalam kategori inilah, seperti hukum hudud dan qishas, status wanita dan non-Muslim, hukum waris dan seterusnya yang perlu di perbaharui
8
an-Na’im menawarkan konsep naskh terbalik yang pernah di canangkan oleh gurunya Mahmud Muhammad Taha : Jika selama ini ayat madaniyyah menasakhkan (menghapus) ayat makkiyah, karena yang pertama datang lebih akhir dari yang kedua, maka Na’im mengusulkan agar ayat makiyah yang menasakhkan (menghapus hukum atau) ayat madaniyyah. karena ayat-ayat makiyah bersifat lebih universal dan abadi karena menganjurkan kebebasan, persamaan derajat tidak mendiskriminasi jender maupun agama dan kepercayaan.
9
Kenapa makiyyah? Menurut an-Na’im, hukum Islam lama tidak bisa menghormati HAM karena berpijak pada ayat-ayat madaniyah. Sedangkan ayat-ayat makiyyah adalah ayat yang menekankan pada nilai-nilai keadilan dan persamaan yang fundamental dan martabat yang melekat pada seluruh manusia.
10
Apa Implikasi dari Pemikiran an-Na’im terhadap perkembangan Islam?
Pendekatan an-Na’im ini sangat problematik. Karena dari pemikirannya tersebut menggambarkan sepertinya tidak ada konsistensi dan kesinambungan ayat-ayat Alqur’an “The specific political and legal norms of the Qur’an and Sunna of Medina did not always reflect the exact meaning and implications of the message as revealed in Mecca” (norma-norma politik dan hukum al Qur’an dan Sunnah yang turun di Medinah tidak selalu merefleksikan arti serta implikasi yang pasti dari pesan yang diturunkan di Mekah)
11
Implikasi yang lain : membuka ruang lebar kepada masyarakat untuk tidak mematuhi hukum-hukum Allah karena dianggap produk manusia andaikan pendekatan ini tetap digunakan, maka sudah pasti banyak hukum-hukum Islam yang akan terabaikan termasuk salat, zakat, haji, perkawinan, riba, dan lain- lain, karena hampir keseluruhan hukum-hukum tersebut terkandung dalam ayat-ayat Madaniyyah. Akibatnya Islam pun harus bubar, setidaknya Islam dikosongkan dari syariat-syariatnya.
12
Sebagai sebuah karya intelektual, buku an-Naim ini layak untuk mendapatkan apresiasi. Namun demikian, ia hendaklah dibaca dengan nalar kritis dan nalar atmosfer yang akademis, bukan dengan semangat dogmatis apalagi ideologis. Hal ini perlu ditekankan mengingat banyaknya kalangan cerdik cendikia Indonesia belakangan ini yang begitu saja mengadopsi sebuah pemikiran dan gagasan semata-mata karena ia diusung nama-nama besar dalam dunia belantara pemikiran islam kontemporer.
13
Billahi fii sabilill haq, Fastabiqul Khoirot
Wassalamu’alaikum....
Presentasi serupa
© 2024 SlidePlayer.info Inc.
All rights reserved.