Upload presentasi
Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu
Diterbitkan olehAndree Bahar Telah diubah "10 tahun yang lalu
1
Oleh: Gemala Dewi, SH., LLM Kuliah BAHI FHUI
REGULASI PERBANKAN DI INDONESIA & Kedudukan Perbankan Islam di Dalamnya Oleh: Gemala Dewi, SH., LLM Kuliah BAHI FHUI
2
Regulasi Perbankan Sebagai Payung Hukum Bank Islam di Indonesia
UU No. 14 Th 1967 Deregulasi 1 Juni 1983 PAKTO 88 UU No. 7 Th 1992 jo PP 72/92 UU No. 10 Th 1998 UU No. 21 Th 2008 Perbankan Syariah
3
UU No. 14 Th 1967 Bab I Pasal 13 huruf c menyebutkan :
“Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan – tagihan yang dapat disamakan dengan itu berdasarkan persetujuan pinjam – meminjam antara Bank dengan lain pihak dalam hal mana pihak peminjam berkewajiban melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga yang telah ditetapkan”
4
Deregulasi 1 Juni 1983 Pem membuka belenggu penetapan tingkat bunga.
Ada kemungkinan tingkat bunga 0% Alasan penghambat: 1. Bank bagi hasil belum diatur => bertentangn dg UU NO 14 Th 1967 2. Berkonotasi ideologis => konsep negara Islam 3. Investor yg berminat msh dipertanyakan 4. Kebijakan Pembatasan Bank Asing. Solusi: (Pengenalan sistem BS melalui Koperasi): 1. Koperasi jasa Keahlian Teknosa 2. Koperasi Ridho Gusti
5
PAKET 27 OKTOBER 1988 Berisi tentang liberalisasi Perbankan
Memungkinkan pendirian bank-bank baru. Dimulai berdirinya BPRS: contoh: - BPRS Berkah Amal Sejahtera - BPRS Dana Mardhatillah - BPRS Amanah Rabaniah Dimulai pembentukkan BUS: - Lokakarya Ulama ttg Bunga di Cisarua (1990) - MUNAS IV MUI di Hotel Syahid Jaya - Akta Pendirian BMI (1 N0p 1991)
6
UU No. 7 Th 1992 (Dual Banking System)
Pasal 6, PP No 72 Tahun 1992 tentang Bank Berdasankan Prinsip Bagi Hasil: 1) Bank Umum atau Bank Perkreditan Rakyat yang kegiatan usahanya semata-mata berdasarkan prinsip bagi hasil, tidak diperkenankan melakukan kegiatan usaha yang tidak berdasarkan prinsip bagi hasil. 2) Bank Umum atau Bank Perkreditan Rakyat yang kegiatan usahanya tidak berdasarkan prinsip bagi hasil, tidak diperkenankan melakukan kegiatan usaha yang berdasarkan prinsip bagi hasil.”
7
UU No. 10 Th 1998 (Dual System of Banking)
Penegasan terhadap konsep Bank Islam. (Ps 1 Ayat (3), Ayat (4), Ayat (12) dan Ayat (13). Prinsip Syariah: “ Bahwa prinsip syariah adalah aturan perjanjian berdasarkan Hukum Islam antara bank dengan pihak lain untuk menyimpan dana dan/atau pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang dinyatakan sesuai dgn syariah, antara lain…” (Pasal 1 Ayat (13).
8
Peraturan Bank Indonesia Ttg Pengaturan Bank Islam
Untuk bank umum syariah diatur oleh PBI No. 6/24/PBI/ 2004 tgl 14 Oktober 2004 jo.PBI No. 7/35/PBI /2005 tanggal 25 September 2005 tentang Perubahan Atas PBI No. 6/24/PBI/2004 tentang Bank Umum yang Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah. Untuk Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS) diatur dengan PBI No. 6/17/PBI/2004 tgl. 1 Juli 2004.
9
Penyempurnaan Peraturan Pelaksanaan Sistem Perbankan Syariah
Th 2000 (Pengenalan PUAS) Th 2002 (Penyempurnaan layananJaringan) Th 2003 (Pengenalan Pasar Modal Syariah) Th 2005 (Penegasan Konsep Akad Syariah)* Th 2007 (Sistem P’nilai’Tingkat Kesehatan BUS)*
10
Pengaturan tentang PUAS
PUAS Diatur dlm PBI No. 2/8/PBI/ 2000 tgl. 23 Februari 2000 jo. PBI No. 7/26/PBI/2005 tanggal 8 Aguatus 2005 Tentang Perubahan Atas PBI No. 2/8/PBI/2000 Tentang PUAS. Peranti PUAS: - IMA - SWBI - FPJPS, dsb.
11
Penyempurnaan Jaringan Kantor BS
PBI No. 4/1/PBI/2002 Jo. PBI No. 8/3/PBI/2006 Tentang Perubahan Kegiatan Usaha BUK menjadi BUS dan Pembukaan Kantor BS oleh BUK mengatur : - Konversi Bank Umum Konvensional ke Bank Umum Syariah - Konversi kantor cabang konvensional ke syariah - Kantor Capem syariah di cabang konvensional - Membuka Unit Syariah di cantor Cabang Konvensional - Memperkenankan “Office Chanelling” di Kantor Cabang dan Capem Konvensional untuk layanan syariah.
12
Konsep Akad Syariah PBI No. 7/46/PBI/2005 Tentang Akad Penghimpunan dan Penyaluran Dana Bagi Bank Yang Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah mengatur a.l. tentang: - Memberi batasan hukum bagi akad- akad syariah - Memberi sanksi bagi yang melanggar - Memberi arahan bagi Penyelesaian Sengketa.*
13
Perlindungan Hukum Penyelesaian Sengketa ke:
BASYARNAS (SK MUI No. 09/MUI/XII/2003, tgl. 24 Des 2003) - Penyelesaian melalui 3 R : (Reschedulling, Reconditioning, dan Restructuring) ataupun bila perlu konversi akad Pengadilan Agama (UU No. 3 Tahun 2006 jo. UU No. 21 Tahun 2008)
14
UU No. 21 Tahun 2008 Merupakan usulan dari Komisi XI DPR RI (hak inisiatif) Proses penyusunan sudah dimulai sejak: Tahun 2002 yaitu BI melakukan kajian dan hasilnya berupa Naskah Akademis; Tahun 2003 Naskah Akademis disampaikan kepada DPR RI & Pemerintah untuk dijadikan pertimbangan penyusunan RUU; Penyusunan Draft RUU oleh DPR RI dimulai sejak tahun 2005; Pembahasan Draft RUU oleh Pemerintah (Depkeu, Depag, Depkumham) dimulai sejak Februari 2007 s/d Juni 2008.
15
STRUKTUR UU Terdiri dari: 13 Bab dan 70 Pasal, meliputi: Bab 1
Ketentuan Umum Bab 2 Asas, Tujuan dan Fungsi Bab 3 Perizinan, Bentuk Badan Hukum, Anggaran Dasar, dan Kepemilikan Bab 4 Jenis dan Kegiatan Usaha, Kelayakan Penyaluran Dana, dan Larangan Bagi Bank Syariah dan UUS Bab 5 Pemegang Saham Pengendali, Dewan Komisaris, Dewan Pengawas Syariah, Direksi, dan Tenaga Kerja Asing Bab 6 Tata Kelola, Prinsip Kehati-hatian, dan Pengelolaan Risiko Perbankan Syariah Bab 7 Rahasia Bank Bab 8 Pembinaan dan Pengawasan Bab 9 Penyelesaian Sengketa Bab 10 Sanksi Administratif Bab 11 Ketentuan Pidana Bab 12 Ketentuan Peralihan Bab 13 Ketentuan Penutup 15 15
16
ISU-ISU BARU DALAM UU PERBANKAN SYARIAH Definisi
Ketentuan Umum, Pasal 1, angka 9 BPRS = Bank Pembiayaan Rakyat Syariah Ketentuan Umum, Pasal 1, angka 25 Definisi Pembiayaan adalah penyediaan dana atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berupa: transaksi bagi hasil dalam bentuk mudharabah dan musyarakah; transaksi sewa menyewa dalam bentuk ijarah atau sewa beli (ijarah muntahiya bittamlik); transaksi jual beli dalam bentuk murabahah, salam dan istishna’; transaksi pinjam meminjam dalam bentuk qardh; transaksi sewa menyewa jasa dalam bentuk ijarah untuk transaksi multijasa berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara BS/UUS dan pihak lain yang dibiayai/menerima fasilitas dana dan wajib dikembalikan setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan ujrah, tanpa imbalan, atau bagi hasil.
17
FUNGSI SOSIAL BANK SYARIAH
Pasal 4, ayat (1) dan (2) Bank Syariah & UUS dapat menjalankan fungsi sosial sebagai lembaga Baitul Mal yaitu menerima zakat, infaq, sedekah, hibah atau dana sosial lainnya (a.l. denda terhadap nasabah/ta’zir) dan menyalurkannya kepada organisasi pengelola zakat. Bank Syariah & UUS dapat menghimpun dana sosial dari wakaf uang dan menyalurkannya kepada pengelola wakaf (nazhir) sesuai kehendak pemberi wakaf (wakif).
18
SPIN OFF Pasal 16, ayat (1) UUS dapat menjadi BUS tersendiri setelah mendapat izin dari BI. Pasal 17, ayat (2) Dalam hal terjadi penggabungan atau peleburan BS dengan Bank lainnya,Bank hasil penggabungan atau peleburan tersebut wajib menjadi BS.
19
KETENTUAN PERALIHAN SPIN OFF WAJIB
Pasal 68, ayat (1) dan (2) Dalam hal BUK memiliki UUS yang nilai asetnya telah mencapai paling sedikit 50% dari total nilai aset bank induknya atau 15 tahun sejak berlakunya UU ini, maka BUK dimaksud wajib melakukan pemisahan UUS tersebut menjadi BUS. Ketentuan lebih lanjut mengenai pemisahan dan sanksi bagi BUK yang tidak melakukan pemisahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan PBI. 19
20
KEGIATAN USAHA BPRS YANG DILARANG UU Perbankan Syariah, Pasal 25
UU No. 7/1992, Pasal 14 UU Perbankan Syariah, Pasal 25 Melakukan kegiatan usaha yang bertentangan dengan prinsip syariah Menerima simpanan berupa giro dan ikut serta dalam lalu lintas pembayaran. Melakukan kegiatan usaha dalam valuta asing. Melakukan kegiatan usaha dalam valuta asing, kecuali penukaran uang asing dengan izin BI. Melakukan penyertaan modal. Melakukan penyertaan modal, kecuali pada lembaga yang dibentuk untuk menanggulangi kesulitan likuiditas BPRS. Melakukan usaha perasuransian. Melakukan usaha perasuransian, kecuali sebagai agen pemasaran produk asuransi syariah. Melakukan usaha lain diluar kegiatan usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 Melakukan usaha lain diluar kegiatan usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21. 20 20
21
UU Perbankan Syariah, Pasal 21
KEGIATAN USAHA BPRS UU No. 7/1992 dan UU No.10/1998, Pasal 13 UU Perbankan Syariah, Pasal 21 Menghimpun dana masyarakat dalam bentuk simpanan berupa deposito berjangka, tabungan dan/atau bentuk lainnya yg dipersamakan dengan itu. Menghimpun dana masyarakat dalam bentuk simpanan berupa tabungan atau yg dipersamakan dengan itu berdasarkan akad wadi’ah atau akad lain yg tidak bertentangan dengan prinsip syariah; dan investasi berupa deposito atau tabungan atau bentuk lainnya yg dipersamakan dengan itu berdasarkan akad mudharabah atau akad lain yg tidak bertentangan dengan prinsip syariah. Memberikan kredit. Menyalurkan dana kepada masyarakat dalam bentuk: pembiayaan bagi hasil (mudharabah/musyarakah), pembiayaan untuk transaksi jual beli (murabahah, salam, istishna’), pinjaman (qardh), pembiayaan sewa menyewa (ijarah) atau sewa beli (Ijarah MBT), dan pengambilalihan utang (hawalah). Menyediakan pembiayaan dan penempatan dana berdasarkan prinsip syariah sesuai ketentuan yg ditetapkan BI. Menempatkan dana pada BS lain dalam bentuk titipan berdasarkan akad wadi’ah atau investasi berdasarkan akad mudharabah dan/atau akad lain yg tdk bertentangan dengan prinsip syariah. Menempatkan dana dalam SBI, deposito berjangka, sertifikat deposito dan/atau tabungan pada bank lain. Memindahkan uang, baik untuk kepentingan sendiri maupun untuk kepentingan nasabah melalui rekening BPRS yg ada di BUS, BUK dan UUS. Menyediakan produk atau melakukan kegiatan usaha BS lainnya sesuai dengan prinsip syariah berdasarkan persetujuan BI. 21 21
22
KOMITE PERBANKAN SYARIAH
Pasal 26, ayat (4) dan (5) Dalam rangka penyusunan Peraturan Bank Indonesia (PBI), BI membentuk Komite Perbankan Syariah (KPS). Penjelasan: Komite Perbankan Syariah beranggotakan unsur-unsur dari BI, Departemen Agama dan unsur masyarakat dengan komposisi berimbang, memiliki keahlian di bidang syariah dan berjumlah paling banyak 11 orang. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pembentukan, keanggotaan dan tugas Komite Perbankan Syariah sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diatur dengan PBI. 22 22
23
DEWAN PENGAWAS SYARIAH
Pasal 32, ayat (1), (2), (3) dan (4) Dewan Pengawas Syariah (DPS) wajib dibentuk di BS dan BUK yang memiliki UUS; DPS diangkat oleh RUPS atas rekomendasi MUI; DPS bertugas memberikan nasihat dan saran kepada direksi serta mengawasi kegiatan Bank agar sesuai dengan prinsip syariah; Ketentuan lebih lanjut mengenai pembentukan DPS diatur dengan PBI, yang sekurang-kurangnya meliputi: Ruang lingkup, tugas dan fungsi DPS Jumlah anggota DPS Masa kerja Komposisi keahlian Maksimal jabatan rangkap Pelaporan DPS 23 23
24
PENYELESAIAN SENGKETA
Pasal 55, ayat (1) dan (2) Penyelesaian sengketa Perbankan Syariah dilakukan oleh pengadilan dalam lingkungan Peradilan Agama; Dalam hal para pihak telah memperjanjikan penyelesaian sengketa selain Peradilan Agama, penyelesaian sengketa dilakukan sesuai dengan isi Akad. Penjelasan Yang dimaksud dengan “penyelesaian sengketa dilakukan sesuai dengan isi Akad” adalah upaya sebagai berikut: Musyawarah; mediasi perbankan; Badan Arbitrase Syariah Nasional (Basyarnas) atau lembaga arbitrase lain; Melalui pengadilan di lingkungan Peradilan Umum. 24
25
JANGKA WAKTU PENYESUAIAN
KETENTUAN PERALIHAN JANGKA WAKTU PENYESUAIAN Pasal 67, ayat (1) dan (2) Bank Syariah/UUS yang telah memiliki izin usaha pada saat UU ini mulai berlaku dinyatakan telah memperoleh izin usaha berdasarkan UU ini. Bank Syariah/UUS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib menyesuaikan dengan ketentuan dalam UU ini paling lama 1 tahun sejak mulai berlakunya UU ini. 25
26
Terima Kasih!
Presentasi serupa
© 2024 SlidePlayer.info Inc.
All rights reserved.