Upload presentasi
Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu
1
Transistor Amplifier Basics
It is critical to understand the notation used for voltages and currents in the following discussion of transistor amplifiers. This is therefore dealt with explicitly ‘up front’. As with dynamic resistance in diodes we will be dealing with a.c. signals superimposed on d.c. bias levels.
2
Transistor Amplifier Basics
We will use a capital (upper case) letter for a d.c. quantity (e.g. I, V). We will use a lower case letter for a time varying (a.c.) quantity (e.g. i, v)
3
Transistor Amplifier Basics
These primary quantities will also need a subscript identifier (e.g. is it the base current or the collector current?). For d.c. levels this subscript will be in upper case. We will use a lower case subscript for the a.c. signal bit (e.g. ib). And an upper case subscript for the total time varying signal (i.e. the a.c. signal bit plus the d.c. bias) (e.g. iB).This will be less common.
4
Transistor Amplifier Basics
ib + IB = iB
5
Transistor Amplifier Basics
It is convention to refer all transistor voltages to the ‘common’ terminal. Thus in the CE configuration we would write VCE for a d.c. collector emitter voltage and VBE for a d.c. base emitter voltage.
6
Common Emitter Characteristics
For the present we consider DC behaviour and assume that we are working in the normal linear amplifier regime with the BE junction forward biased and the CB junction reverse biased
7
Common Emitter Characteristics
Treating the transistor as a current node: Also:
8
Common Emitter Characteristics
Hence: which after some rearrangement gives
9
Common Emitter Characteristics
Define a common emitter current-transfer ratio Such that:
10
Common Emitter Characteristics
Since reverse saturation current is negligible the second term on the right hand side of this equation can usually be neglected (even though (1- α) is small) Thus
11
Common Emitter Characteristics
We note, in passing that, if β can be regarded as a constant for a given transistor then For a practical (non-ideal) transistor this is only true at a particular bias (operating) point.
12
Common Emitter Characteristics
A small change in α causes a much bigger change in ß which means that ß can vary significantly, even from transistor to transistor of the same type. We must try and allow for these variations in circuit design.
13
Common Emitter Characteristics
For example; α = 0.98, β = 49 α = 0.99, β = 99 α = 0.995, β =199
14
Common Emitter Characteristics
is also known as hFE and may appear on data sheets and in some textbooks as such. For a given transistor type data sheets may specify a range of values
15
Common Emitter Characteristics
The behaviour of the transistor can be represented by current-voltage (I-V) curves (called the characteristic curves of the device). As noted previously in the common emitter (CE) configuration the input is between the base and the emitter and the output is between the collector and the emitter.
16
Common Emitter Characteristics
We can therefore draw an input characteristic (plotting base current IB against base-emitter voltage VBE) and an output characteristic (plotting collector current Ic against collector-emitter voltage VCE)
17
Common Emitter Characteristics
We will be using these characteristic curves extensively to understand: How the transistor operates as a linear amplifier for a.c. signals. The need to superimpose the a.c. signals on d.c. bias levels. The relationship between the transistor and the circuit in which it is placed.
18
Common Emitter Characteristics
Once these basics are understood we will understand: Why we can replace the transistor by a small signal (a.c.) equivalent circuit. How to derive a simple a.c. equivalent circuit from the characteristic curves. Some of the limitations of our simple equivalent circuit.
19
IDEAL CE INPUT (Base) Characteristics
20
IDEAL CE INPUT Characteristics
The plot is essentially that of a forward biased diode. We can thus assume VBE 0.6 V when designing our d.c. bias circuits. We can also assume everything we know about incremental diode resistance when deriving our a.c. equivalent circuit. In the ‘non-ideal’ case IB will vary slightly with VCE. This need not concern us.
21
IDEAL CE OUTPUT (Collector) Characteristics
22
IDEAL CE OUTPUT (Collector) Characteristics
Avoid this saturation region where we try to forward bias both junctions
23
IDEAL CE OUTPUT Avoid this cut-off region where we try to reverse bias both junctions (IC approximately 0)
24
IDEAL CE OUTPUT (Collector) Characteristics
The plots are all parallel to the VCE axis (i.e. IC does not depend on VCE) The curves strictly obey IC = βIB In particular IC = 0 when IB = 0. We shall work with the ideal characteristic and later on base our a.c. equivalent circuit model upon it.
25
ACTUAL CE OUTPUT Characteristics
IB =
26
ACTUAL CE OUPUT Characteristics
Salient features are: The finite slope of the plots (IC depends on VCE) A limit on the power that can be dissipated. The curves are not equally spaced (i.e β varies with base current, IB). The finite slope of the IC-VCE plot would manifest itself as an output resistance. This would appear in a more detailed a.c. equivalent circuit of the transistor than the one we shall derive from the ideal curve. IC depends on VCE because an increase in VCE means that the CB junction becomes more reverse biased. The depletion layer width increases into the base, reducing the effective base width. Hence the base transport efficiency (α) and hence β increase with increasing VCE. The effect is known as base width modulation or the Early effect.
27
ACTUAL CE OUPUT Characteristics
You will get to measure these curves in the lab. There is also a PSPICE sheet “DC sweep analysis and transistor characteristics” to help aid you understanding.
28
Bipolar Junction Transistor (BJT)
Pendahuluan BJT adalah sebuah divais 3 terminal yang dipakai untuk berbagai pemakaian seperti penguatan sinyal, perancangan rangkaian logika digital dan rangkaian memory Prinsip dasarnya adalah penggunaan tegangan antara dua terminal untuk mengendalikan arus pada terminal ketiga. Jadi BJT dapat digunakan untuk membuat sebuah sumber terkendali. Pada titik ekstrimnya, sinyal pengendali dapat menyebabkan arus pada terminal ketiga berubah dari nol ke harga yang besar, sehingga dapat berperan sebagai saklar. BJT banyak dipakai dalam aplikasi rangkaian analog terutama untuk rangkaian frekuensi tinggi (RF) untuk sistem nirkabel. Untuk rangkaian logika digital kecepatan tinggi, penggunaan BJT dikenal dengan emitter-couple-logic. Kombinasi antara MOSFET dan BJT (BiCMOS) mempunyai keunggulan yaitu: resistansi input dan penggunaan daya rendah dari MOSFET dan pengoperasian pada frekuensi tinggi dan kemampuan arus ‘driving’ yang tinggi dari BJT.
29
Stuktur divais dan cara kerja fisik
Struktur yang Disederhanakan dan Mode Operasi Gambar 1. Struktur sederhana transistor npn BJT terdiri dari 3 daerah semikonduktor: emitter, base dan collector. transistor npn: emitter (n), base (p), collector (n) transistor pnp: emitter (p), base (n), collector (p) Transistor terdiri dari 2 pn junction: emitter-base junction (EBJ) dan collector-base junction (CBJ) Transistor sebagai penguat: bekerja pada mode aktif Transistor sebagai saklar: bekerja pada mode cutoff dan jenuh. Transistor juga dapat bekerja pada mode aktif terbalik (reverse active). Pada BJT kedua jenis pembawa muatan, elektron dan hole, berperan dalam proses terjadinya arus. Itulah sebabnya disebut bipolar. Gambar 2. Struktur sederhana transistor pnp
30
Mode kerja BJT Mode EBJ CBJ Cutoff Reverse Active Forward
Saturation Pada gambar (3) kedua sumber tegangan digunakan untuk memberikan bias agar transistor bekerja pada mode aktif. Tegangan VBE menyebabkan base mempunyai tegangan lebih tinggi dari emiter sehingga EBJ forward bias dan tegangan VCB menyebabkan collecor mempunyai tegangan lebih tinggi dari base sehingga CBJ reverse bias. Aliran arus difusi. EBJ forward bias: arus mengalir melalui junction terdiri dari: elektron dari emitter ke base (mempunyai level yang lebih tinggi) dan holes dari base ke emitter (levelnya lebih rendah). Emitter di-dope lebih banyak dan base di-dope lebih rendah. Divais dirancang mempunyai kerapatan elektron pada emiter yang tinggi dan kerapatan holes yang rendah pada base. Arus yang mengalir melalui EBJ adalah arus emitter yang terdiri dari 2 komponen, yaitu aliran elektron dan aliran holes. Arus emitter didominasi oleh aliran elektron. Elektron dari emitter ke base akan menjadi pembawa muatan minoritas pada base jenis p. Karena base biasanya tipis, pada keadaan steady konsentrasi elektron pada base hampir linier, tertinggi di sisi emitter dan terendah (nol) di sisi kolektor, karena tegangan positif pada kolektor menyebabkan elektron tersapu melewati daerah deplesi pada CBJ.
31
Gambar 3: Model rangkaian pengganti sinyal besar untuk BJT npn yang bekerja pada mode forward active. Gambar (5.a) adalah model rangkaian pengganti orde-1 transistor yang bekerja pada mode forward active. Dioda DE mempunyai arus skala ISE = (IS/αF) dan menghasilkan arus IE yang merupakan fungsi vBE. Arus dari sumber terkendali yang sama dengan arus collector dikendalikan oleh dengan fungsi eksponensial. Model ini pada dasarnya adalah sebuah sumber arus non-linier yang dikendalikan tegangan (VCCS) yang dapat diubah menjadi model sumber arus yang dikendalikan arus (CCCS) seperti pada gambar (5.b). Arus dari sumber terkendali adalah αFiE. Catatan: model ini nonlinier karena hubungan eksponsial antara iE yang melalui dioda DE dan tegangan vBE. Dari model ini terlihat jika transistor dipakai sebagai rangkaian kutub-4 dengan masukan antara E dan B, dan keluaran antara C dan B, penguatan arus sama dengan αF. Jadi αF disebut penguatan arus common-base
32
Karakteristik Arus – Tegangan
Polaritas dari transistor ditunjukkan oleh arah panah pada emitter. Arah panah ini menunjukkan aliran arus normal pada emitter yang juga menunjukkan arah maju dari EBJ. Gambar 14 menunjukkan arah arus yang sama dengan arah arus normal. Dalam hal ini tidak ada harga negatif untuk iE, iB dan iC. Sebuah transistor npn yang EBJ nya forward bias akan bekerja pada mode aktif jika tegangan collector tidak lebih rendah 0,4 V dari tegangan base. Jika lebih rendah dari 0,4 V, transistor akan bekerja pada mode jenuh. Sebuah transistor pnp yang EBJ nya forward bias akan bekerja pada mode aktif jika tegangan collector tidak lebih tinggi 0,4 V dari tegangan base. Jika lebih tinggi dari 0,4 V, transistor akan bekerja pada mode jenuh. Gambar 4: Simbol rangkaian BJT
33
Karakteristik Arus – Tegangan
Gambar 5: Polaritas tegangan dan aliran arus dalam transistor yang di bias dalam mode aktif Polaritas dari transistor ditunjukkan oleh arah panah pada emitter. Arah panah ini menunjukkan aliran arus normal pada emitter yang juga menunjukkan arah maju dari EBJ. Gambar 14 menunjukkan arah arus yang sama dengan arah arus normal. Dalam hal ini tidak ada harga negatif untuk iE, iB dan iC. Sebuah transistor npn yang EBJ nya forward bias akan bekerja pada mode aktif jika tegangan collector tidak lebih rendah 0,4 V dari tegangan base. Jika lebih rendah dari 0,4 V, transistor akan bekerja pada mode jenuh. Sebuah transistor pnp yang EBJ nya forward bias akan bekerja pada mode aktif jika tegangan collector tidak lebih tinggi 0,4 V dari tegangan base. Jika lebih tinggi dari 0,4 V, transistor akan bekerja pada mode jenuh.
34
Ringkasan hubungan arus – tegangan dari BJT pada mode aktif
Catatan: untuk transistor pnp, gantilah vBE dengan vEB VT = tegangan termal = kT/q ≈ 25 mV pada suhu kamar
35
Contoh soal 1: Gambar 6: Rangkaian untuk contoh soal 1 Transistor pada gambar (6.a) mempunyai β = 100 dan vBE = 0,7 V pada iC =1mA. Rancanglah rangkaian sehingga arus 2 mA mengalir melalui collector dan tegangan pada collector = +5 V
36
Jawab: VC = 5 V → CBJ reverse bias → BJT pada mode aktif VC = 5 V → VRC = 15 – 5 = 10 V IC = 2 mA → RC = 5 kΩ vBE = 0,7 V pada iC = 1 mA → harga vBE pada iC = 2 mA: VB = 0 V → VE = -0,717 V β = 100 → α = 100/101 =0,99 Harga RE diperoleh dari:
37
Tampilan Grafis dari Karakteristik Transistor
Gambar 7: Karakteristik iC – vBE dari sebuah transistor npn
38
Karakteristik iC – vBE identik dengan karakteristik i – v pada dioda.
Karakteristik iE – vBE dan iB – vBE juga exponensial dengan IS yang berbeda: IS/α untuk iE dan IS/β untuk iB. Karena konstanta dari karakteristik ekponensial, 1/VT, cukup tinggi (≈ 40), kurva meningkat sangat tajam. Untuk vBE < 0,5 V, arus sangat kecil dan dapat diabaikan. Untuk harga arus normal, vBE berkisar antara 0,6 V – 0,8 V. Untuk perhitungan awal, vBE = 0,7 V. Untuk transistor pnp, karakteristik iC- vBE tampak identik, hanya vBE diganti dengan vEB.
39
ro mempunyai pengaruh pada penguatan dari penguat transistor.
Perhatikan dioda DB memodelkan ketergantungan eksponensial iB pada vBE dan mempunyai arus skala ISB = IS/β. Kedua model hanya berbeda pada bagaimana fungsi kendali dari transistor dinyatakan: Pada rangkaian di gambar 20(a), tegangan vBE mengendalikan sumber arus collector, sedangkan pada gambar 20(b), arus iB adalah parameter pengendali untuk sumber arus βiB. β adalah representasi dari penguatan arus ideal dari konfigurasi common-emitter, oleh sebab itu disebut penguatan arus common-emitter. Gambar 8: Model rangkaian pengganti sinyal besar dari BJT npn yang bekerja di daerah aktif dalam konfigurasi common-emitter.
40
Karakteristik Common-Emitter
Pada kurva ini yang menjadi parameter adalah arus base iB. Setiap kurva iC – vCE diukur dengan mencatu base dengan arus IB yang konstan. Kurva yang dihasilkan tampak sama dengan karakteristik pada gambar 19 hanya di sini terlihat gejala breakdown dan koefisien arah pada kurva berbeda dengan kurva pada gambar 19. Gambar 9: Karakteristik common-emitter
41
Penguatan arus common-emitter β.
β didefinisikan sebagai perbandingan antara total arus pada collector dan total arus pada base. β mempunyai harga yang konstan untuk sebuah transistor, tidak tergantung dari kondisi kerja. Pada gambar 9, sebuah transistor bekerja pada daerah aktif di titik Q yang mempunyai arus collector ICQ, arus base IBQ dan tegangan collector – emitter VCEQ. Perbandingan arus collector dan arus base adalah β sinyal besar atau dc. βdc juga dikenal sebagai hFE.
42
Pada gambar 9 terlihat, dengan tegangan vCE tetap perubahan iB dari IBQ menjadi (IBQ + ∆iB) menghasilkan kenaikan pada iC dari ICQ menjadi (ICQ + ∆iC) βac disebut β ‘incremental’. βac dan βdc biasanya berbeda kira-kira 10% – 20%. βac disebut juga β sinyal kecil yang dikenal juga dengan hfe. β sinyal kecil didefinisikan dan diukur pada vCE konstan, artinya tidak ada komponen sinyal antara collector dan emitter, sehingga dikenal juga sebagai penguatan arus hubung singkat common-emitter
43
BJT sebagai Penguat dan sebagai Saklar
Pemakaian BJT: sebagai penguat: BJT bekerja pada mode aktif. BJT berperan sebagai sebuah sumber arus yang dikendalikan oleh tegangan (VCCS). Perubahan pada tegangan base-emitter,vBE, akan menyebabkan perubahan pada arus collector, iC. BJT dipakai untuk membuat sebuah penguatan transkonduktansi. Penguatan tegangan dapat diperoleh dengan melalukan arus collector ke sebuah resistansi, RC. Agar penguat menjadi penguat linier, transistor harus diberi bias, dan sinyal akan ditumpangkan pada tegangan bias dan sinyal yang akan diperkuat harus dijaga tetap kecil sebagai saklar BJT bekerja pada mode cutoff dan mode jenuh
44
Cara kerja sinyal besar – Karakteristik Transfer
Gambar 10. (a) Rangkaian dasar penguat common – emitter (b) Karakteristik transfer dari rangkaian (a)
45
Rangkaian dasar penguat common-emitter terlihat pada gambar 10.
Tegangan masukan total vI (bias + sinyal) dipasang di antara base dan emitter (ground) Tegangan keluaran total vO (bias + sinyal) diambil di antara collector dan emitter (ground) Resistor RC mempunyai 2 fungsi: Untuk menentukan bias yang diinginkan pada collector Mengubah arus collector, iC, menjadi tegangan keluaran vOC atau vO Tegangan catu VCC diperlukan untuk memberi bias pada BJT dan untuk mencatu daya yang diperlukan untuk kerja penguat. Karakteristik transfer tegangan dari rangkaian CE terlihat pada gambar 10(b). vO = vCE = VCC – RCiC
46
vI = vBE < 0,5 V → transistor cutoff.
0 < vI < 0,5 V, iC kecil sekali, dan vO akan sama dengan tegangan catu VCC (segmen XY pada kurva) vI > 0,5 V → transistor mulai aktif, iC naik, vO turun. Nilai awal vO tinggi, BJT bekerja pada mode aktif yang menyebabkan penurunan yang tajam pada kurva karakteristik transfer tegangan (segmen YZ), Pada segmen ini:
47
Mode aktif berakhir ketika vO = vCE turun sampai 0,4 V di bawah tegangan base (vBE atau vI) → CBJ ‘on’ dan transistor memasuki mode jenuh (lihat titik Z pada kurva). Pada daerah jenuh kenaikan vBE menyebabkan vCE turun sedikit saja. vCE = VCEsat berkisar antara 0,1 – 0,2 V. ICsat juga konstan pada harga: Pada daerah jenuh, BJT menunjukkan resistansi yang rendah, RCEsat antara collector dan emitter. Jadi ada jalur yang mempunyai resistansi rendah antara collector dan ground, sehingga dapat dianggap sebagai saklar tertutup. Sedangkan ketika BJT dalam keadaan cut off, arus sangat kecil (idealnya nol), jadi beraksi seperti saklar terbuka, memutus hubungan antara collector dan ground. Jadi keadaan saklar ditentukan oleh harga tegangan kendali vBE.
48
Penguatan Penguat. Agar BJT bekerja sebagai penguat, maka harus diberi bias pada daerah aktif yang ditentukan oleh tegangan dc base – emitter VBE dan tegangan dc collector – emitter VCE. Arus collector IC pada keadaan ini: Jika sinyal vi akan diperkuat, sinyal ini ditumpangkan pada VBE dan harus dijaga kecil (lihat gambar 10(b)) agar tetap pada segmen yang linier dari kurva transfer di sekitar titik bias Q. Koefiesin arah dari segmen linier ini sama dengan penguatan tegangan dari penguat untuk sinyal kecil di sekitar titik Q.
49
Penguatan sinyal kecil Av:
Perhatikan: penguat CE: inverting, artinya sinyal keluaran berbeda 180° dengan sinyal masukan. peguatan tegangan dari penguat CE adalah perbandingan antara penurunan tegangan pada RC dengan tegangan termal VT. untuk memaksimumkan penguatan tegangan, penurunan tegangan pada RC harus sebesar mungkin, artinya untuk harga VCC tertentu penguatan harus bekerja pada VCE yang lebih rendah.
50
Contoh soal 2 Sebuah rangkaian CE menggunakan sebuah BJT yang mempunyai IS = A, sebuah resistansi collector RC = 6,8 kΩ dan catu daya VCC = 10 V. Tentukan harga tegangan bias VBE yang diperlukan untuk mengoperasikan transistor pada VCE = 3,2 V. Berapakah harga IC nya? Carilah penguatan tegangan Av pada titik bias. Jika sebuah sinyal masukan sinusoida dengan amplitudo 5 mV ditumpangkan pada VBE, carilah amplitudo sinyal keluaran sinusoida. Carilah kenaikan positif vBE (di atas VBE) yang mendorong transistor ke daerah jenuh, dimana vCE= 0,3 V. Carilah kenaikan negatif vBE yang mendorong transistor ke daerah 1% cut off (vO = 0,99 VCC)
51
Analisis Grafis Gambar 11 Rangkaian yang akan dianalisa secara grafis
52
Analisis grafis dilakukan sebagai berikut:
Perhatikan gambar 11 yang mirip dengan rangkaian terdahulu hanya ada tambahan resitansi pada base, RB. Gambar 12. Konstruksi grafis untuk menentukan arus dc base pada rangkaian di gambar 11 Analisis grafis dilakukan sebagai berikut: Tentukan titik bias dc; set vi = 0 dan gunakan cara seperti pada gambar 12 untuk menentukan arus dc pada base IB. Gunakan karakteristik iC–vCE seperti yang terlihat pada gambar 13. Titik kerja akan terletak pada kurva iC–vCE yang mempunyai arus base yang diperoleh (iB = IB)
53
Gambar 13. Konstruksi grafis untuk menentukan arus dc collector IC dan tegangan collector–emitter VCE pada rangkaian pada gambar 11 vCE = VCC – iCRC Titik Q merupakan perpotongan antara garis beban dan kurva iC–vCE pada iB tertentu. Koordinat titik Q (VCE, IC). Perhatikan: titik Q harus berada di daerah aktif dan ditempatkan sedemikian rupa sehingga memungkinkan simpangan sinyal keluaran jika dipasang sinyal masukan (lihat gambar 30). Pada gambar 30(a) terlihat sinyal gelombang segitiga vi ditumpangkan pada tegangan dc VBB. Pada setiap harga VBB + vi(t), dapat dibuat garis lurus dengan koefisien arah -1/RB. Garis-garis beban ini memotong kurva iB–vBE pada titik yang koordinatnya memberikan harga iB dan vBE yang berkaitan dengan harga VBB + vi(t). Pada gambar 30(a) terlihat garis lurus pada vi = 0, amplitudo positif vi dan amplitudo negatif vi. Jika amplitudo vi cukup kecil, maka titik kerja dapat dijaga pada segmen yang hampir linier dari kurva iB–vBE dan menghasilkan sinyal gelombang segitiga ib dan vbe. Jadi konstruksi grafis pada gambar 30(a) bisa dipakai untuk menentukan harga iB untuk setiap harga vi. Pada karakteristik iC–vCE pada gambar 30(b), titik kerja akan bergerak sepanjang garis beban dengan koefisien arah -1/RC. Misal untuk amplitudo positif, iB = iB2 (dari gambar 30(a)), dan titik kerja pada bidang iC–vCE akan berada pada perpotongan garis beban dan kurva yang menunjukkan iB = iB2. Inilah cara untuk menentukan bentuk gelombang dari iC dan vCE dan juga komponen sinyal ic dan vce. Hubungan di atas adalah hubungan linier yang digambarkan dengan sebuah garis lurus seperti pada gambar 12. Garis ini dikenal dengan garis beban.
54
Gambar 14 (a). Penentuan grafis komponen sinyal vbe dan ib ketika komponen sinyal vi ditumpangkan pada tegangan dc VBB.
55
Gambar 14 (b). Penentuan grafis komponen sinyal vce dan ic ketika komponen sinyal vi ditumpangkan pada tegangan dc VBB.
56
Cara kerja sebagai saklar.
BJT bekerja sebagai saklar: gunakan mode cut off dan mode jenuh. Gambar 16: Rangkaian sederhana yang digunakan untuk menunjukkan mode operasi yang berbeda dari BJT.
57
Harga masukan vI bervariasi.
vI < 0,5 V → iB = 0, iC = 0 dan vC = VCC → simpul C terputus dari ground → saklar dalam keadaan terbuka. vI > 0,5 V → transistor ‘on’. Pada kenyataannya agar arus mengalir, vBE harus sama dengan 0,7 V, dan vI harus lebih tinggi Arus base akan menjadi: Dan arus collector menjadi: iC = βiB
58
Persamaan ini hanya berlaku untuk daerah aktif artinya CBJ tidak forward bias atau vC > vB – 0,4 V. vC = VCC – RCiC Jika vI naik, iB akan naik, dan iC akan naik juga, Akibatnya vCE akan turun. Jika vCE turun sampai vB– 0,4V, transistor akan meninggalkan daerah aktif dan memasuki daerah jenuh. Titik ‘edge-of-saturation’ (EOS) ini didefinisikan: Dengan asumsi VBE ≈ 0,7 V dan
59
Harga vI yang diperlukan untuk mendorong transistor ke EOS dapat ditentukan dengan persamaan:
VI(EOS) = IB(EOS)RB + VBE Menaikkan vI > VI(EOS) → menaikkan arus base yang akan mendorong transistor ke daerah jenuh yang semakin dalam. VCE akan sedikit menurun. Asumsikan untuk transistor dalam keadaan jenuh, VCEsat ≈ 0,2 V. Arus collector akan tetap konstan pada ICsat
60
Memaksakan lebih banyak arus pada base mempunyai pengaruh yang kecil pada ICEsat dan VCEsat. Pada keadaan ini saklar tertutup dengan resistansi RCEsat yang rendah dan tegangan offset VCEsat yang rendah. Pada keadaan jenuh, transistor dapat dipaksa bekerja pada harga β yang diinginkan.yang lebih rendah harga normal. Perbandingan antara IB dan IB(EOS) disebut faktor ‘overdrive’
61
Transistor pada gambar 17 mempunyai β berkisar antara 50 – 150.
Contoh soal 3: Transistor pada gambar 17 mempunyai β berkisar antara 50 – 150. Carilah harga RB yang menyebabkan transistor pada keadaan jenuh dengan faktor ‘overdrive’ lebih besar dari 10. Gambar 17 Jawab: Transistor dalam keadaan jenuh, tegangan collector: VC = VCEsat ≈ 0,2 V Arus collector:
62
Untuk membuat transistor jenuh dengan β yang paling rendah, diperlukan arus base paling sedikit:
Untuk faktor ‘overdrive’ = 10, arus base harus: IB = 10 x 0,196 = 1,96 mA Jadi RB yang diperlukan:
63
Contoh soal 4: Tentukan harga tegangan pada semua simpul dan arus pada semua cabang. Asumsikan β = 100 Gambar 18
64
Gambar 18
Presentasi serupa
© 2024 SlidePlayer.info Inc.
All rights reserved.