Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

Perdagangan Orang di Indonesia Tahun 1999 – 2005

Presentasi serupa


Presentasi berjudul: "Perdagangan Orang di Indonesia Tahun 1999 – 2005"— Transcript presentasi:

1 PENERAPAN UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG

2 Perdagangan Orang di Indonesia Tahun 1999 – 2005
Jumlah Kasus Dilimpahkan ke Kejaksaan Persen 1 1999 173 134 77,46 2 2000 24 16 66,67 3 2001 179 129 72,02 4 2002 155 90 58,06 5 2003 125 67 53,60 6 2004 43 23 53,48 7 2005 30 8 26,66 Sumber: Badan ReserseKriminal MabeS POLRI (2006).

3 Data 30 kasus perdagangan orang pada tahun 2005, tersebar di 11 propinsi:
Sumatera Utara (1), Kepulauan Riau (2), Sumatera Selatan (3), Lampung (2), DKI Jakarta (7, tertinggi), Jawa Barat (1), Jawa Timur (6), Kalimantan Barat (4), Sulawesi Tengah (1), Sulawesi Selatan (2), dan Papua (1) Dari 30 kasus tercatat 58 orang korban, yang terdiri dari 40 perempuan dewasa, 3 perempuan dibawah umur, 10 anak-anak dan 5 bayi. Sedangkan pelakunya berjumlah 42 orang penjahat. Berdasarkan catatan Bareskrim Mabes POLRI, dari 30 kasus 8 kasus telah diajukan kejaksaan, 6 kasus dalam penyidikan, dan 16 kasus dalam tingkat penyelidikan. (Sumber Bareskrim Mabes Polri 2006)

4 Data Pemulangan Korban Perdagangan Orang Tahun 2005-2006
Daerah Asal Korban Keterangan Korban 1 Nanggroe Aceh Darussalam 12 Jenis Kelamin 2 Sumatera Utara 33 Laki-laki 93 3 Sumatera Barat Perempuan 547 4 Jambi Kelompok Usia 5 Riau Bayi 15 6 Kepulaian Riau Anak-anak 155 7 Sumatera Selatan Dewasa 470 8 Bengkulu Negara Asal 9 Lampung 27 Tanah Air 142 10 Banten Malaysia 11 DKI Jakarta 19 Singapore Jawa Barat 148 Hongkong 13 Jawa Tengah 35 Taiwan 14 Jawa Timur 59 Japan Kalimantan Barat 192 Saudi Arabia 16 Kalimantan Timur Sumber: IOM, 2006. 17 Sulawesi Utara 18 Sulawase Selatan Sulawesi Tenggara 20 Nusa Tenggara Barat 49 21 Nusa Tenggara Timur 22 Maluku Total 640

5 Pusat Pelayanan Terpadu di Indoensia
Kepolisian daerah Rumah Sakit Umum/Kepolisian Naggroe Aceh Darussalam RS Bhayangkara Aceh Sumatera Utara RS Bhayangkara Medan Sumatera Barat RS Bhayangkara Padang, RS Bhayangkara Tebing Tinggi Jambi RS Bhayangkara Jambi Riau RS Bhayangkara Pekanbaru, RS Bhayangkara Dumai Sumatera Selatan RS Bhayangkara Palembang, RS Bhayangkara Lampung DKI Jakarta RS Cipto Mangunkusumo, RS Polpus Sukantu, Kramatjati; RS Brimob Kelapadua Dua, Cimanggis Jawa Barat RS Hasan Sadikin, Bandung, RS Bhayangkara Sartika Asih, Bandung ; RS Secapa, Sukabumi Jawa Tengah RSU Karyadi, Semarang ; RS Bhayangkara Semarang ; RS Akademi kepolisian, Semarang ; RS Bhayangkara Surakarta Jawa Timur RS Bhayangkara HS Mertoyoso, Surabaya ; RS Bhayangkara Kediri RS Bhayangakara Nganjuk ; RS Bhayangkara Tulungagung ; RS Bhayangkara Lumajang ; RS Gasum, Porong Bali RS Bhayangakara Trijata, Denpasar Kalimantan Barat RS Bhayangkara Pontianak Kalimantan Tengah RS Bhayangkara Palangkaraya Kalimantan Timur RS Bhayangkara Balikpapan Sulawesi Utara RS Bhayangkara Manado Sulawesi Tengah RS Bhayangkara Palu Sulawesi Selatan Rs Bhayangkara Andi Mappa Odang, Makassar Sulawesi tenggara RS Bhayangakara Kendari Nusa Tenggara Barat RS Bhayangakara Mataram Nusa Tenggara Timur RS Bhayangakara Kupang Maluku RS Bhayangakara Ambon Maluku Utara RS Bhayangakara Ternate Papua RS Bhayangakara Papua, Jayapura Sumber Bareskrim Mabes POLRI, 2006 ; Depkes, 2006.

6 Penyebaran Ruang Pelayanan Khusus
No. Kepolisian Daerah RPK 1 Nanggroe Aceh Darussalam 6 2 Sumatera Utara 16 3 Sumatera Barat 5 4 Jambi Riau Sumatera Selatan 10 7 Bengkulu 8 Lampung 9 DKI Jakarta Jawa Barat 29 11 Jawa Tengah 34 12 DI Yogyakarta 13 Jawa Timur 44 14 Kalimantan Barat 15 Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan 17 Kalimantan Timur 18 Sulawesi utara 19 Sulawesi Tengah 20 Sulawesi Selatan 21 Sulawesi Tenggara 22 Bali 23 Nusa Tenggara Barat 24 Nusa Tenggara Timur 25 Papua Penyebaran Ruang Pelayanan Khusus Sumber: Bareskrim Mabes Polri, 2006

7 Kelompok Rentan Kelompok yang rentan menjadi korban perdagangan orang:
mereka yang berasal dari keluarga miskin di desa/ kota Anak-anak putus sekolah Anak-anak korban KDRT Buruh migran Anak jalanan Janda cerai karena pernikahan dini Bayi

8 Modus Operandi Penipuan Bujuk rayu Jeratan utang Jeratan Jasa
Adopsi ilegal Duta budaya/ seni-entertainment Penculikan, pemalsuan identitas

9 Cara Kerja Trafficker/ Pelaku
Agen/ calo merekrut korban Kerjasama antar trafficker (Malaysia & Medan) Memanfaatkan kondisi darurat (bencana alam/ daerah konflik) Tindakan lanjutan hasil recruitmen korban/ calon korban dibawa ke daerah tujuan melalui daerah transit melalui transportasi darat, laut atau udara Dokumen-dokumen palsu Para pelaku: kalangan dekat/ keluarga, orang tua, suami, paman, agen, germo, calo, perusahaan perekrut.

10 Ancaman Dari Pelaku Jeratan utang, korban menjadi sangat tergantung kepada majikan Menahan gaji, pasport, visa, dokumen penting lainnya Ancaman kekerasan fisik dan atau psikis Pemutusan hubungan kerja, dsb.

11 Akar Masalah Kemiskinan dan rendahnya pendidikan Diskriminasi gender
Budaya Lemahnya sistem hukum dan penegakannya Putus sekolah Globalisasi (mudahnya akses informasi) Kondisi konflik dan bencana Keluarga tidak harmonis

12 Diundangkan tanggal 19 April 2007
UNDANG-UNDANG NO. 21 TAHUN 2007 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG Diundangkan tanggal 19 April 2007 Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4720

13 Perdagangan orang telah meluas dalam bentuk jaringan kejahatan yang terorganisasi dan tidak terorganisasi, baik bersifat antar negara maupun dalam negeri. Perdagangan orang menjadi ancaman bagi : - Masyarakat - Bangsa dan Negara, serta - Norma – norma kehidupan yang dilandasi penghormatan terhadap hak asasi manusia.

14 Langkah-langkah Pemberantasan TPPO
Didasarkan pada nilai-nilai luhur, komitmen nasional dan internasional, untuk melakukan upaya : - Pencegahan sejak dini ; - Penindakan terhadap pelaku ; - Perlindungan korban TPPO, dan - Peningkatan kerjasama.

15 SISTEMATIKA UNDANG-UNDANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG
BAB I : KETENTUAN UMUM BAB II : TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG BAB III : TINDAK PIDANA LAIN YANG BERKAITAN DENGAN TPPO BAB IV : PENYIDIKAN, PENUNTUTAN, DAN PEMERIKSAAN DI SIDANG PENGADILAN BAB V : PERLINDUNDANG SAKSI DAN KORBAN BAB VI : PENCEGAHAN BAB VII : KERJA SAMA INTERNASIONAL DAN PERAN SERTA MASYARAKAT BAB VIII: KETENTUAN PERALIHAN BAB IX : KETENTUAN PENUTUP

16 Perdagangan Orang, khususnya perempuan dan anak, merupakan tindakan yang bertentangan dengan harkat dan martabat manusia dan melanggar hak asasi manusia, sehingga harus diberantas.

17 Ketentuan mengenai larangan perdagangan orang pada dasarnya telah diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Pasal 297 KUHP menentukan mengenai larangan perdagangan wanita dan anak laki-laki belum dewasa dan mengkualifikasikan tindakan tersebut sebagai kejahatan. Pasal 83 Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menentukan larangan memperdagangkan, menjual, atau menculik anak untuk diri sendiri atau untuk dijual. Namun, ketentuan KUHP dan Undang-Undang Perlindungan Anak tersebut tidak merumuskan pengertian perdagangan orang yang tegas secara hukum. Di samping itu, Pasal 297 KUHP memberikan sanksi yang terlalu ringan dan tidak sepadan dengan dampak yang diderita korban akibat kejahatan perdagangan orang. Oleh karena itu, diperlukan undang-undang khusus tentang tindak pidana perdagangan orang yang mampu menyediakan landasan hukum materiil dan formil sekaligus. Untuk tujuan tersebut, undang-undang khusus ini mengantisipasi dan menjerat semua jenis tindakan dalam proses, cara, atau semua bentuk eksploitasi yang mungkin terjadi dalam praktik perdagangan orang, baik yang dilakukan antarwilayah dalam negeri maupun secara antarnegara, dan baik oleh pelaku perorangan maupun korporasi.

18 PERDAGANGAN ORANG Ps 1 bt 1  adalah tindakan:
perekrutan, pengangkutan, penampungan, pengiriman, pemindahan, atau penerimaan seseorang  dengan cara : ancaman kekerasan penggunaan kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau penyalahgunaan posisi rentan, penjeratan utang atau memberi bayaran atau manfaat, sehingga memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas orang lain tersebut, baik yang dilakukan di dalam negara maupun antar negara,  untuk tujuan eksploitasi atau mengakibatkan orang tereksploitasi

19 mengutip dari pwr pnt Bapak Haryono SH. MH
Alur Elemen TPPO Proses Pemindahan (movement) Caranya (means) Penipuan Pemaksaan Penyekapan Penculikan Penyalahgunaan kekuasaan dll Untuk tujuan eksploitasi dan semacamnya termasuk praktik yang serupa perbudakan mengutip dari pwr pnt Bapak Haryono SH. MH

20 TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG
Ps.1 bt.2 Tppo adalah : Setiap tindakan atau rangkaian tindakan atau serangkaian tindakan. Yang memenuhi unsur-unsur tindak pidana Yang ditentukan dalam undang-undang ini. (UU 21 Th 2007)

21 PEREKRUTAN seseorang dari keluarga atau komunitasnya.
ps 1 bt 9 adalah tindakan yang meliputi: mengajak, mengumpulkan, membawa, atau memisahkan seseorang dari keluarga atau komunitasnya.

22 EKSPLOITASI ps 1 bt 7 adalah tindakan:
dengan atau tanpa persetujuan korban yang meliputi tetapi tidak terbatas pada pelacuran, kerja atau pelayanan paksa, perbudakan atau praktik serupa perbudakan, penindasan, pemerasan, pemanfaatan fisik, seksual, organ reproduksi, atau secara melawan hukum memindahkan atau mentransplantasi organ dan/atau jaringan tubuh atau memanfaatkan tenaga atau kemampuan seseorang oleh pihak lain untuk mendapatkan keuntungan baik materiil maupun immateriil.

23 EKSPLOITASI SEKSUAL psl 1 bt 8 adalah segala bentuk :
pemanfaatan organ tubuh seksual atau organ tubuh lain dari korban untuk mendapatkan keuntungan, termasuk tetapi tidak terbatas pada semua kegiatan pelacuran dan percabulan.

24 PERBUDAKAN (Penjelasan Umum UU PTPPO)
Perbudakan adalah kondisi seseorang di bawah kepemilikan orang lain. Praktik serupa perbudakan adalah tindakan menempatkan seseorang dalam kekuasaan orang lain sehingga orang tersebut tidak mampu menolak suatu pekerjaan yang secara melawan hukum diperintahkan oleh orang lain itu kepadanya, walaupun orang tersebut tidak menghendakinya.

25 PURBUDAKAN (UU 26 Th 2000, tentang Pengadilan HAM)
Kejahatan terhadap kemanusiaan sebagaimana dimaksudkan dalam Ps.7 huruf b adalah jumlah satu perbuatan yang dilakukan sebagai bagian dari Serangan yang meluas atau sistematik yang diketahuinya bahwa serangan tersebut ditunjukkan secara langsung terhadap penduduk sipil berupa : - Pembunuhan - Pemusnahan - Perbudakan - Dst

26 PENJELASAN Ps.9 Huruf C UU Pengadilan HAM
Yang dimaksud dengan Perbudakan dalam ketentuan ini termasuk perdagangan manusia, khususnya perdagangan wanita dan anak

27 JERATAN UTANG ps 1 bt 15 adalah perbuatan: menempatkan orang
dalam status atau keadaan menjaminkan atau terpaksa menjaminkan dirinya atau keluarganya atau orang-orang yang menjadi tanggung jawabnya, atau jasa pribadinya sebagai bentuk pelunasan utang.

28 UNSUR – UNSUR TPPO Ps. 2 Ayat (1) Setiap orang yang melakukan :
Perekrutan Penampungan Pengangkutan Pengiriman Pemindahan atau Penerimaan Seseorang

29 Dengan : 7. Ancaman Kekerasan 8. Penggunaan Kekerasan 9. Penculikan 10. Penyekapan 11. Pemalsuan 12. Penipuan 13. Penyalahgunaan kekuasaan, atau posisi rentan 14. Penjeratan Utang, atau 15. Memberi Bayaran 16. Manfaat 17. Walaupun memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali orang lain 18. Untuk Tujuan mengeksploitasi Orang tersebut di wilayah Indonesia

30 ♣ dipidana dengan:  max 15 th + PEMIDANAAN ♣ Merupakan delik formil
 pidana penjara:  min 3 th  max 15 th  pidana denda:  min Rp ,  max Rp ,00 ♣ Merupakan delik formil kumulatif

31 Korban Setujui Diperdagangkan
Ps 26 Persetujuan korban perdagangan orang tidak menghilangkan penuntutan TPPO Kehilangan Hak Tagih Ps 27 Pelaku TPPO kehilangan Hak tagihnya atas: Utang atau Perjanjian lainnya Jika utang dan perjanjian lainnya tersebut digunakan mengeksploitasi korban Terhadap korban

32 Ps. 2 Ayat (2) Jika Perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan orang tereksploitasi, maka pelaku dipidana dengan pidana yang sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1). Merupakan Delik Formil

33 Bila Denda Tidak Dibayar
Ps. 25 Jika terpidana tidak mampu membayar pidana denda, maka terpidana dijatuhi : Pidana pengganti kurungan maksimal 1 tahun (Ps. 18 KUHP berbunyi : lamanya hukuman kurungan terendah-rendahnya 1 hari dan selama-lamanya 1 tahun.)

34 Pengangkatan anak utk dieksploitasi
……pemidanaan dieksploitasi Ps 3 idem ps 2 (1) pidana  min 3 th max 15 th + denda  min 120 jt max 600 jt NKRI WNA/WNI dieksploitasi Ps 4 idem WNI NKRI Ps 5 idem Pengangkatan anak utk dieksploitasi NKRI

35 Ps 6 ------------ idem-----------
Anak dikirim ke luar Anak dikirim ke dalam dieksploitasi NKRI Ps 10 idem membantu percobaan TPPO Ps 11 idem merencanakan pemufakatan jahat TPPO Ps 12 idem menggunakan memanfaatkan korban Persetubuhan pencabulan Ps 16 idem  Oleh kelompok terorganisir

36 Pemberatan 1/3 Ps 7 (1) Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam:
a. Pasal 2 ayat (2), d. Pasal 5, dan b. Pasal 3, e. Pasal 6 c. Pasal 4, mengakibatkan korban menderita: luka berat, gangguan jiwa berat, penyakit menular lainnya yang membahayakan jiwanya, kehamilan, atau terganggu atau hilangnya fungsi reproduksinya, ♣ maka ancaman pidananya ditambah 1/3 (sepertiga)

37 + ♣ penjara  min 5 th  max penjara seumur hidup
Lanjutan pasal 7… (2) Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam a. Pasal 2 ayat (2), d. Pasal 5, dan b. Pasal 3, e. Pasal 6 c. Pasal 4, mengakibatkan matinya korban, dipidana: ♣ penjara  min 5 th  max penjara seumur hidup + ♣ denda  min Rp 200 juta  max Rp 5 milyar

38 PENYELENGGARA NEGARA Ps 8 Pemberatan 1/3….
(1) Setiap penyelenggara negara yang menyalahgunakan kekuasaan yang mengakibatkan terjadinya tindak pidana perdagangan orang sebagaimana di maksud dalam: ps 2, ps 3, ps 4, ps 5, ps 6 ♣ pidananya ditambah 1/3 (sepertiga) (2) pelaku dapat dikenakan pidana tambahan: ♣ berupa pemberhentian secara tidak dengan hormat dari jabatannya. (3) Pidana tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dicantumkan sekaligus dalam amar putusan pengadilan.

39 …..pemberatan pidana + 1/3 KORBANNYA ANAK Ps 17 Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam, ps 2, 3, dan 4  dilakukan terhadap anak, maka ancaman pidananya ditambah 1/3 (sepertiga).

40 Reviktimisasi Pasal 18 Korban yang melakukan tindak pidana karena dipaksa oleh pelaku tindak pidana perdagangan orang, tidak dipidana.

41 KELOMPOK TERORGANISASI
Ps. 16 Dalam hal TPPO dilakukan oleh kelompok terorganisasi, maka setiap pelaku TPPO dalam kelompok terorganisasi tersebut dipidana dengan pidana yang sama sebagaimana dimaksud Ps.2 Ditambah dengan 1/3 Lanjutannya.

42 KORPORASI Ps. 15 TPPO oleh Korprasi, selain pidana penjara & denda terhadap pengurusnya, Pidana denda terhadap korporasi dengan pemberatan 3 (tiga) kali pidana denda – Ps.2,3,4,5,6 Selain denda pada ayat (1) korporasi dapat dijatuhkan pidana tambahan: Pencabutan izin usaha Perampasan kekayaan hasil tindak pidana Pencabutan status badan hukum Pemecatan pengurus Pelarangan pada pengurus untuk mendirikan korporasi dalam bidang yang sama.

43 TINDAK PIDANA LAIN YANG BERKAITAN DENGAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG
Pasal 19 Memeberikan atau memasukkan keterangan palsu pada dokumen negara atau dokumen lain, atau memalsukan dokumen negara untuk mempermudah terjadinya TPPO. Di pidana paling singkat 1 tahun dalan paling lama 7 tahun dan denda paling sedikit 40 Juta, dan paling banyak 280 Juta. Pasal 20 Setiap orang yang memberikan kesaksian palsu, menyampaikan alat bukti palsu atau barang bukti palsu, atau mempengaruhi saksi secara melawan hukum di sidang pengadilan tindak pidana perdagangan orang, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 7 (tujuh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp ,00 (empat puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp ,00 (dua ratus delapan puluh juta rupiah).

44 Pasal 21 (1) Setiap orang yang melakukan penyerangan fisik terhadap saksi atau petugas di persidangan dalam perkara tindak pidana perdagangan orang, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp ,00 (empat puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp ,00 (dua ratus juta rupiah). (2) Jika perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan saksi atau petugas di persidangan luka berat, maka pelaku dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp ,00 (delapan puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp ,00 (empat ratus juta rupiah). (3) Jika perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan saksi atau petugas di persidangan mati, maka pelaku dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp ,00 (seratus dua puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp ,00 (enam ratus juta rupiah).

45 Perlindungan Saksi & Korban
Ps 43 Sesuai UU No. 13/ 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban. Ps 44 Saksi/ Korban berhak: Memperoleh kerahasiaan identitas Juga keluarga sampai dengan derajat ke 2 Ps 45 RPK di kantor polisi disetiap provinsi dan kabupaten diatur dengan peraturan KAPOLRI

46 ….perlindungan saksi & korban
Ps 46 Pusat Pelayan Terpadu (PPT) di beberapa kabupaten/ kota Harus diatur dengan PP Ps 47 Kepolisian RI wajib melindungi Saksi/ korban dari ancaman terhdap diri keluarga korban

47 REHABILITASI ps 1 bt 14 adalah : pemulihan dari gangguan
terhadap kondisi fisik, psikis, dan Sosial. agar dapat melaksanakan perannya kembali secara wajar baik dalam keluarga maupun dalam masyarakat.

48 …...REHABILITASI Penjelasan Ps 51 ayat (1): “rehabilitasi kesehatan” adalah pemulihan kondisi semula baik fisik maupun psikis. “rehabilitasi sosial” adalah pemulihan dari gangguan terhadap kondisi mental sosial dan pengembalian keberfungsian sosial agar dapat melaksanakan perannya kembali secara wajar baik dalam keluarga maupun dalam masyarakat. “reintegrasi sosial” adalah penyatuan kembali korban tindak pidana perdagangan orang kepada pihak keluarga atau pengganti keluarga yang dapat memberikan perlindungan dan pemenuhan kebutuhan bagi korban. Hak atas “pemulangan” harus dilakukan dengan memberi jaminan bahwa korban benar-benar menginginkan pulang, dan tidak beresiko bahaya yang lebih besar bagi korban tersebut.

49 RESTITUSI adalah: pembayaran ganti kerugian
ps 1 bt 13 adalah: pembayaran ganti kerugian yang dibebankan kepada pelaku berdasarkan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap atas kerugian materiil dan/atau immateriil yang diderita korban atau ahli warisnya.

50 kehilangan kekayaan atau penghasilan; penderitaan;
……….RESTITUSI Pasal 48 (1) Setiap korban tindak pidana perdagangan orang atau ahli warisnya berhak memperoleh restitusi. (2) Restitusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa ganti kerugian atas: kehilangan kekayaan atau penghasilan; penderitaan; biaya untuk tindakan perawatan medis dan/atau psikologis; dan/atau kerugian lain yang diderita korban sebagai akibat perdagangan orang.

51 ……Lanjutan Restitusi (pasal 48)
(3) Restitusi tersebut diberikan dan dicantumkan sekaligus dalam amar putusan pengadilan tentang perkara tindak pidana perdagangan orang. (4) Pemberian restitusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sejak dijatuhkan putusan pengadilan tingkat pertama.

52 Lanjutan Restitusi (pasal 48….)
(5) Restitusi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dapat dititipkan terlebih dahulu di pengadilan tempat perkara diputus. (6) Pemberian restitusi dilakukan dalam 14 (empat belas) hari terhitung sejak diberitahukannya putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. (7) Dalam hal pelaku diputus bebas oleh pengadilan tingkat banding atau kasasi, maka hakim memerintahkan dalam putusannya agar uang restitusi yang dititipkan dikembalikan kepada yang bersangkutan.

53 Mekanisme Pengajuan Restitusi penjelasan ps 48
Pengadilan Jaksa memberitahu korban untuk mengajukan restitusi menyampaikan jumlah kerugian bersama tuntutan. Dictum (3). (4) Penuntut Umum/ Jaksa Putusan restitusi disimpan (konsinyasi di PN) Ayat 5 Perdata/ gugatan 14 hari setelah BHT Ayat 6 Pengajuan restitusi dilakukan sejak korban lapor ke Polisi, ditangani penyidik bersamaan dengan penanganan perkara TPPO Polisi Hak Korban mengajukan sendiri gugatan restitusi melalui gugatan perdata Perkara pidana/ TPPO

54 Pelaksanaan Pemberian Restitusi (PPR)
1). Pelaksanaan PPR dilaporkan ke PN Yang memutus perkara Disertai dengan tanda bukti PPR tersebut 2). Setelah diterima tanda bukti PPR, KPN mengumumkan di Papapn Pengumuman kantor 3). Salinan Tanda Bukti PPR disampaikan oleh Pengadilan kepada Korban/ ahli waris

55 Tidak Memenuhi Pelaksanaan Restitusi ps 50
PENGADILAN Surat peringatan (2) 14 hari (1) perintah sita & lelang (3) Penyerahan restitusi Penuntut Umum Korban/ ahliwaris Pelaku Pelaku tidak mau membayar restitusi dalam waktu 14 haru setelah BHT (3) Pelaku tidak mampu membayar restitusi (4) Pidana kurungan pengganti max I tahun (4), (ps 18 KUHP)

56 PENCEGAHAN Ps 56 Pencegahan tppo bertujuan mencegah sedini mungkin
terjadinya tppo Ps 57 (1) Pemerintah, Pemerintah Daerah, masyarakat dan keluarga wajib mencegah terjadinya tppo. (2) Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib membuat kebijakan, program, kegiatan, dan mengalokasikan anggaran untuk melaksanakan pencegahan dan penanganan masalah perdagangan orang. Penjelasan Ps 57 ayat (2) : Yang dimaksud dengan “penanganan” meliputi antara lain : Kegiatan pemantauan, penguatan dan peningkatan kemampuan penegak hukum, dan para pemangku kepentingan lain.

57 GUGUS TUGAS Ps 58 (1) Untuk melaksanakan pemberantasan tppo, Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib mengambil langkah-langkah untuk pencegahan dan penanganan tppo. (2) Untuk mengefektifkan dan menjamin pelaksanaan langkah-langkah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Pemerintah membentuk gugus tugas yang beranggotakan wakil-wakil dari pemerintah, penegak hukum, organisasi masyarakat, lembaga swadaya masyarakat, organisasi profesi dan peneliti/akademisi. (3) Pemerintah Daerah membentuk gugus tugas yang beranggotakan wakil-wakil dari pemerintah daerah, penegak hukum, organisasi masyarakat, lembaga swadaya masyarakat, organisasi profesi, dan peneliti/akademisi.

58 (4) Gugus tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) merupakan lembaga koordinatif yang bertugas : a. mengkoordinasikan upaya pencegahan dan penanganan tppo; b. melaksanakan advookasi, sosialisasi, pelatihan, dan kerja sama; c. memantau perkembangan pelaksanaan perlindungan korban meliputi rehabilitasi, pemulangan dan reintegrasi sosial; d. memantau perkembangan pelaksanaan penegakan hukum; serta e. melaksanakan pelaporan dan evaluasi (5) Gugus tugas pusat dipimpin oleh seorang menteri atau pejabat setingkat menteri yang ditunjuk berdasarkan Peraturan Presiden. (6) Guna mengefektifkan dan menjamin pelaksanaan langkah-langkah sebagaimanadimaksud pada ayat (2), Pemerintah dan Pemerinah Daerah wajib mengalokasikan anggaran yang diperlukan. (7) Ketentuan lebih lanjut mengenai pembentukan, susunan organisasi, keanggotaan, anggaran, dan mekanisme kerja gugus tugas pusat dan daerah diatur dengan Peraturan Presiden.

59 KERJASAMA INTERNASIONAL
Ps 59 (1) Untuk mengefektifkan pencegahan dan pemberantasan tppo, Pemerintah RI wajib melaksanakan kerja sama internasional, baik yang bersifat bilateral, regional, maupun multilateral. (2) Kerjasama dapat dilakukan dalam bentuk perjanjian bantuan timbal balik masalah pidana dan/atau kerjasama teknis lainnya.

60 PERAN MASYARAKAT Ps 60 (1) Masyarakat berperan membantu upaya pencegahan dan penanganan korban tppo. (2) Peran serta masyarakat diwujudkan dengan tindakan memberikan informasi dan/atau melaporkan adanya tppo kepada penegak hukum atau pihak berwajib atau turut serta menangani korban tppo.

61 Ps 61 Untuk tujuan pencegahan dan penangan korban tppo, Pemerintah wajib membuka akses seluas-luasnya bagi peran serta masyarakat, baik nasional maupun internasional sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, hukum, dan kebiasaan internasional yang berlaku. Ps 62 Untuk melaksanakan peran serta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 dan Pasal 61, masyarakat berhak untuk memperoleh perlindungan hukum. Penjelasan Pasal 62 yang dimaksud dengan perlindungan hukum dalam ketentuan iini, berupa perlindungan atas: keamanan pribadi, kerahasiaan identitas diri Penuntutan hukum sebagai akibat melaporkan secara bertanggung jawab tppo Ps 63 Peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 dan Pasal 61 dilaksanakan secara bertanggung jawab sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

62 KETENTUAN PERALIHAN Ps 64 Pada saat Undang-Undang ini berlaku, perkara tppo yang masih dalam proses penyelesaian di tingkat penyidikan, penuntutan , atau pemeriksaan di sidang pengadilan, tetap diperiksa berdasarkan undang-undang yang mengaturnya.

63 KETENTUAN PENUTUP Ps 65 Pada saat Undang-Undang ini berlaku, maka
Pasal 297 dan Pasal 324 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

64 Pembentukan RPK di Provinsi dan Kabupaten
Ps 66 Peraturan pelaksanaan yang diamanatkan oleh Undang-Undang ini harus diterbitkan selambat-lambatnya 6 (enam) bulan setelah Undang-Undang ini berlaku. 1 (satu) Peraturan Pemerintah /PP ps 46 (2) Pembentukan Pusat Pelayanan Terpadu 2 (dua) Peraturan Presiden /Perpres ps 58 (5) & (7) a. Penunjukkan pimpinan Gugus Tugas Pusat b. Susunan organisasi keanggotaan, anggaran dan mekanisme Gugus Tugas Pusat 1 (satu) Peraturan Kepala Kepolisian Negara RI. Ps 45 (2) Pembentukan RPK di Provinsi dan Kabupaten

65 TERIMAKASIH


Download ppt "Perdagangan Orang di Indonesia Tahun 1999 – 2005"

Presentasi serupa


Iklan oleh Google