Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

PERILAKU ETIKA DALAM BISNIS

Presentasi serupa


Presentasi berjudul: "PERILAKU ETIKA DALAM BISNIS"— Transcript presentasi:

1 PERILAKU ETIKA DALAM BISNIS
MATA KULIAH ETIKA PROFESI DAN BISNIS

2 Tujuan Pembelajaran Mahasiswa mampu menjelaskan perilaku etis dalam lingkungan bisnis. Mahasiswa mampu bersikap etis dan mempunyai moral yang tinggi. Mampu menerapkan perilaku etis, nilai-nilai moral dalam lingkungan masyarakat.

3 PENDAHULUAN Etika dan integritas merupakan suatu keinginan yang murni dalam membantu orang lain. Kejujuran yang ekstrim merupakan kemampuan yang digunakan untuk menganalisa terhadap batas-batas kompetisi seseorang. Etika dan Kompetisi ini yang harus dikejar tetapi tidak lupa akan etika profesi tidak boleh lepas. Sebab etika bersangkut pada moral.Apabila moral kita baik maka bisnis itu akan berjalan seimbang, selaras dan serasi tanpa adanya hambatan yang merintang.

4 Pendahuluan Dalam menciptakan keadaan tersebut maka diperlukan suatu etika dalam berbisnis yaitu, penguasaan diri (pengendalian diri), pengembangan tangggung jawab sosial, mempertahankan diri dari kemajuan zaman, menciptakan persaingan yang sehat, menciptakan konsep pembangunan yang berkelanjutan, menghindari dari 5 K (Katabelece, Kongkalikong, Koneksi, Kolusi dan Komisi), mampu menyatakan yang benar itu benar, menumbuhkan sikap saling percaya, kosistensi, menumbuhkan kesadaran akan saling memiliki daripada kesepakatan bersama, dan penjustifikasian di dalam hukum yang termaktub di dalam peraturan perundang-undangan.

5 MORAL BISNIS Moral Bisnis itu diterapkan secara internal dan eksternal. Bisnis yang beretika memperlakukan setiap konsumen dan karyawannya dengan bermartabat dan adil. Moral juga diterapkan di dalam ruang rapat direksi, ruang negosiasi, di dalam menepati janji, dalam memenuhi kewajiban terhadap karyawan, buruh, pemasok, pemodal dll. Singkatnya, ruang lingkup Moral bisnis itu universal. Moral Bisnis itu membutuhkan keuntungan. Bisnis yang bermoral adalah bisnis yang dikelola dengan baik, memiliki sistem kendali internal dan bertumbuh. Moral adalah berkenaan dengan bagaimana kita hidup pada saat ini dan mempersiapkan diri untuk masa depan. Bisnis yang tidak punya rencana untuk menghasilkan keuntungan bukanlah perusahaan yang bermoral.

6 Moral Bisnis itu berdasarkan nilai
Moral Bisnis itu berdasarkan nilai. Perusahaan yang bermoral harus merumuskan standar nilai secara tertulis. Rumusan ini bersifat spesifik, tetapi berlaku secara umum. Moral menyangkut norma, nilai dan harapan yang ideal. Meski begitu, perumusannya harus jelas dan dapat dilaksanakan dalam pekerjaan sehari-hari. Moral Bisnis itu dimulai dari pimpinan. Ada pepatah, “Pembusukan ikan dimulai dari kepalanya.” Kepemimpinan sangat berpengaruh terhadap corak lembaga. Perilaku seorang pemimpin yang bermoral akan menjadi teladan bagi anak buahnya

7 Pengembangan tanggung jawab sosial
Banyak perusahaan yang melihat program tanggung jawab sosial sebagai suatu program yang menghabiskan banyak biaya dan merugikan bagi mereka. Perusahaan yang telah menjalankan program tanggung jawab sosial pun ada yang menerapkan program tanggung jawab sosial tersebut karena alasan untuk mengantisipasi penolakan dari masyarakat dan lingkungan sekitar perusahaan. Masih jarang ada perusahaan yang menjadikan program tanggung jawab sosial sebagai bagian dari perencanaan strategis perusahaan. Mereka tidak melihat kenyataan di lapangan bahwa perusahaan yang menjadikan menjadikan program tanggung jawab sosial sebagai bagian dari perencanaan strategis perusahaan mempunyai corporate image yang lebih tinggi sehingga dapat berdampak pada loyalitas yang tinggi pada baik bagi masyarakat yang telah di untungkan oleh perusahaan tersebut juga bagi konsumen yang sering mengandalkan corporate image dalam mengonsumsi apa yang mereka beli.

8 Michael Porter, Clayton Christensen, dan Rosabeth Moss Kanter mengemukakan bahwa hanya dengan menjadikan program tanggung jawab sosial sebagai bagian dari strategi perusahaan, program-program program tanggung jawab sosial tersebut bisa “abadi”. Karena strategi perusahaan terkait erat dengan program program tanggung jawab sosial, perusahaan tidak akan menghilangkan program program tanggung jawab sosial tersebut meski dilanda krisis, kecuali ingin merubah strateginya secara mendasar. Sementara pada kasus-kasus program tanggung jawab sosial pada umumnya, begitu perusahaan dilanda krisis, program program tanggung jawab sosial akan dipotong terlebih dahulu.

9 Persaingan yang sehat Persaingan yang sehat untuk mengungguli potensi rekan kerja kita secara otomatis justru akan membuat perusahaan tempat kita bekerja menjadi lebih maksimal dan lebih unggul. Indikator bahwa persaingan yang ada mulai menjadi tidak sehat adalah ketika kita mulai saling serang/saling menjatuhkan atau melakukan segala cara untuk mendapatkan promosi. Contoh: ‘menjilat’ pemimpin demi mendapat ‘perhatian lebih’ adalah tanda bahwa persaingan yang ada sudah mulai menjurus ke arah yang negatif.

10 Kredibilitas, Profesionalisme, Kualitas
Kredibilitas adalah alasan yang masuk akal untuk bisa dipercayai. Seorang yang memiliki kredibilitas berarti dapat dipercayai, dalam arti kita bisa memercayai karakter dan kemampuannya. Sokrates mengatakan, “Kunci utama untuk kejayaan adalah membuat apa yang nampak dari diri kita menjadi kenyataan.” Profesionalisme adalah suatu paham yang mencitakan dilakukannya kegiatan-kegiatan kerja tertentu dalam masyarakat, berbekalkan keahlian yang tinggi dan berdasarkan rasa keterpanggilan serta ikrar (fateri/profiteri) untuk menerima panggilan tersebut untuk dengan semangat pengabdian selalu siap memberikan pertolongan kepada sesama yang tengah dirundung kesulitan ditengah gelapnya kehidupan (Wignjosoebroto, 1999). Kualitas jasa dapat diperoleh dengan cara membandingkan antara pengharapan konsumen dengan penilaian mereka terhadap kinerja yang sebenarnya.

11 Kepercayaan Kepercayaan adalah kondisi mental atau psikologis seseorang, dimana individu dapat mengevaluasi keseluruhan dari dirinya sehingga memberi keyakinan kuat pada kemampuan dirinya untuk melakukan tindakan dalam mencapai berbagai tujuan di dalam hidupnya. Ketika ini dikaitkan dengan praktek hidup sehari-hari, orang yang memiliki kepercayaan rendah atau telah kehilangan kepercayaan, cenderung merasa/bersikap sebagai berikut : a. Tidak memiliki sesuatu (keinginan, tujuan, target) yang diperjuangkan secara sungguh sungguh. b. Tidak memiliki keputusan melangkah yang decissive (ngambang) c. Mudah frustasi atau give-up ketika menghadapi masalah atau kesulitan d. Kurang termotivasi untuk maju, malas-malasan atau setengah-setengah e. Sering gagal dalam menyempurnakan tugas-tugas atau tanggung jawab (tidak optimal) f. Canggung dalam menghadapi orang g. Tidak bisa mendemonstrasikan kemampuan berbicara dan kemampuan mendengarkan yang meyakinkan h. Sering memiliki harapan yang tidak realistis i. Terlalu perfeksionis j. Terlalu sensitif (perasa)

12 Kasus PT. Kereta Api Komisaris PT Kereta Api mengungkapkan adanya manipulasi laporan keuangan BUMN tersebut di mana seharusnya perusahaan merugi namun dilaporkan memperoleh keuntungan. “Saya tahu bahwa ada sejumlah pos yang sebetulnya harus dinyatakan sebagai beban bagi perusahaan tetapi malah dinyatakan masih sebagai aset perusahaan. Jadi ada trik akuntansi,” kata salah satu Komisaris PT Kereta Api, Hekinus Manao di Jakarta, Rabu. Ia menyebutkan, hingga kini dirinya tidak mau menandatangani laporan keuangan itu karena adanya ketidakbenaran dalam laporan keuangan BUMN perhubungan itu. “Saya tahu laporan yang diperiksa oleh akuntan publik itu tidak benar karena saya sedikit banyak mengerti akuntansi, yang mestinya rugi dibuat laba,” kata penyandang Master of Accountancy, Case Western Reserve University, Cleveland, Ohio USA tahun 1990. Akibat tidak ada tanda tangan dari satu komisaris, rapat umum pemegang saham (RUPS) PT Kereta Api yang seharusnya dilaksanakan sekitar awal Juli 2006 ini juga harus dipending.


Download ppt "PERILAKU ETIKA DALAM BISNIS"

Presentasi serupa


Iklan oleh Google