Upload presentasi
Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu
Diterbitkan olehMaman Racer Telah diubah "10 tahun yang lalu
1
ILMU UKUR TANAH & PEMETAAN (Pertemuan 2)
Dosen : Ellysa, ST, MT
2
Pekerjaan Survey Titik Kontrol
Titik kontrol adalah sejumlah titik yang diketahui koordinatnya (absis, ordinat, tinggi) dalam satu sistem koordinat tertentu. Fungsi khusus : Kerangka Dasar Acuan Pengikatan Kontrol Ukuran
3
Pekerjaan Survey Titik Triangulasi adalah titik-titik yang tersebar cukup merata dengan kerapatan tertentu, yang meliputi seluruh daerah yang dipetakan. Titik triangulasi dinyatakan secara fisik dilapangan dengan pilar-pilar beton. Titik triangulasi merupakan titik kontrol horizontal.
4
Pekerjaan Survey Titik kontrol vertikal yaitu titik-titik kontrol tinggi teliti. Titik kontrol vertikal dikenal sebagai N.W.P. (Nauwkeurigheid Waterpas Peil). Titik kontrol vertikal dapat dinyatakan dalam sistem umum tehadap muka air laut rata-rata (MSL/Mean Sea Level), dan dalam sistem lokal terhadap tinggi satu titik referensi (BM/Bench Mark).
5
Pekerjaan Survey Prinsip-prinsip Pengukuran
Penentuan Posisi Horizontal Posisi horizontal suatu titik dapat ditentukan minimal dari 2 (dua) buah titik yang telah diketahui posisi horizontalnya. Penentuan Posisi Vertikal Posisi vertikal suatu titik dapat ditentukan minimal dari satu titik lain yang diketahui posisi vertikalnya.
6
Pekerjaan Survey Penentuan Kerangka Dasar Pemetaan Pekerjaan Pemetaan
Pekerjaan Lapangan - Penyuluhan - Pengukuran Pekerjaan Kantor - Menghitung posisi horizontal dan posisi vertikal untuk keperluan plotting. - Melakukan penggambaran - Melakukan perencanaan/Desain
7
Pengukuran Jarak Cara Langsung
Pengukuran jarak cara langsung dapat dilakukan dengan jenis peralatan pita ukur/rantai ukur. Bila jarak yang diukur tidak panjang, maka dapat dilakukan dengan sekali pengukuran. Bila jarak yang diukur panjang sekali, sehingga tidak memungkinkan untuk sekali pengukuran, maka dilakukan dengan pengukuran bertahap.
8
Pengukuran Jarak Kesalahan-kesalahan Pengukuran Jarak Dengan Pita Ukur/Rantai Ukur Kesalahan pada pengukuran jarak dengan pita ukur/rantai ukur biasanya bersumber dari: Surveyor (manusia) Alat Ukur (Pita ukur/rantai ukur) Alam (temperatur udara)
9
Pengukuran Jarak Kesalahan pengukuran jarak dengan alat ini dibagi menjadi : Kesalahan Teratur Panjang alat ukur yang digunakan. Pada saat mendatarkan alat ukur. Perubahan tegangan yang diberikan pada alat ukur. Melengkungnya alat ukur. Penempatan alat ukur tidak digaris yang akan diukur. Perubahan temperatur.
10
Pengukuran Jarak Kesalahan Tidak Teratur
Tidak tepatnya menghimpitkan kedua ujung alat ukur. Pembacaan skala alat ukur. Kesalahan mencatat data hasil ukuran. Ketelitian pengukuran jarak dengan pita ukur/rantai ukur tergantung dari beberapa faktor antara lain: Kecermatan surveyor, alat ukur yang digunakan, Keadaan daerah topografi yang diukur, cuaca.
11
Pengukuran Jarak Toleransi Pengukuran Jarak
Untuk medan yang mudah (datar) ti = 0,008√D + 0,0003D + 0,005 Untuk medan yang agak sukar (lereng) ti = 0,010√D + 0,0004D + 0,005 Untuk medan yang sangat sukar (curam) ti = 0,012√D + 0,0005D + 0,005 Dimana : ti = toleransi (kesalahan yang diperbolehkan) D = jarak yang diukur (m)
12
Pengukuran Jarak Cara Tidak Langsung
Pengukuran jarak cara tidak langsung dapat dilakukan dengan jenis peralatan Theodolit dan EDM (Electronic Distance Measurement) Peralatan Theodolit Jarak Optis Pengukuran jarak secara optis dilakukan dengan peralatan theodolit dan rambu ukur, dimana bacaan pada rambu masih terbaca.
13
Pengukuran Jarak Jarak Basis Tegak
Pengukuran jarak basis tegak dilakukan dengan peralatan theodolit dan rambu ukur beserta dua buah target. Kegunaan dari dua target tersebut adalah untuk menentukan nilai basisnya karena pada pengukuran cara ini bacaan rambu ukur tidak terbaca, sehingga yang dibidik adalah target-targetnya.
14
Pengukuran Sudut Pengukuran Sudut
Alat yang dipergunakan untuk melakukan pengukuran sudut adalah Theodolit. Sudut yang diukur meliputi : Sudut Jurusan/Azimut Sudut Vertikal Sudut Horizontal
15
Pengukuran Sudut Sudut Jurusan/Azimut
Sudut jurusan dari suatu titik adalah sudut yang diukur searah jarum jam dari sembarang meridian acuan. Sudut jurusan biasanya berputar mulai dari arah Utara ke arah Tujuan. Sudut jurusan dari suatu titik A searah Jarum jam ke titik B dinyatakan dengan φA-B. Sudut jurusan dari suatu titik B searah Jarum jam ke titik A dinyatakan dengan φB-A.
16
Pengukuran Sudut Sudut Jurusan/Azimut
17
Sistem Koordinat Pengukuran Menentukan Koordinat
Dasar Perhitungan Koordinat Hal yang harus diperhitungkan dalam hitungan koordinat : Sudut Jurusan Jarak Koordinat titik awal
18
Sistem Koordinat Mengetahui koordinat titik awal (A)
Xb = Xa + dAB.sin φA-B Yb = Ya + dAB.cos φA-B Dalam I. U. T I. U. T Kuadran I Kuadran II Kuadran III Kuadran IV Cos + - Sin Tan Cotan
19
Pengukuran Beda Tinggi
Sipat Datar Menentukan beda tinggi berdasarkan garis bidik yang telah mendatar dari alat ukur sipat datar, dan garis bidik yang telah mendatar tersebut diarahkan ke rambu yang didirikan di suatu titik yang hendak ditentukan beda tingginya dengan titik lain yang juga didirikan rambu.
20
Pengukuran Beda Tinggi
Metoda Pengukuran Sipat Datar Sipat Datar Memanjang Sipat Datar Profil Sipat datar profil memanjang Sipat datar profil melintang Sipat datar luas (Spot Levelling) Sipat datar penyeberangan (Reciprocal Levelling) Sipat Datar Teliti (Precise Levelling)
21
Pengukuran Beda Tinggi
Trigonometris Pengukuran beda tinggi secara tidak langsung, sebab beda tinggi tidak langsung di dapatkan dari hasil pengukuran tetapi dari hasil hitungan. Barometris Pengukuran yang didasarkan pada penentuan/pengukuran tekanan udara pada lapisan-lapisan atmosfir.
22
Pengukuran Kerangka Dasar Vertikal (KDV)
Pengukuran Sudut Vertikal Tujuan : Menentukan besarnya sudut tegak yang terbentuk antara 2 titik terhadap arah mendatar atau arah vertikal. Menentukan jarak mendatar antara 2 titik (Jarak Optis) Menentukan jarak tegak antara 2 titik (Beda Tinggi = Δh)
23
Pengukuran Kerangka Dasar Vertikal (KDV)
Sistem Dasar Pengukuran Sudut Vertikal Sudut yang dihitung terhadap arah mendatar pada skala lingkaran vertikal yang disebut Sudut Miring (helling = h) Artinya : Bila teropong dalam keadaan mendatar, bacaan sudut vertikal = 0o Untuk jenis theodolit yang menggunakan helling sebagai sudut vertikal h : Besarnya sudut miring dengan batasan -90o h 90º h 0o bila target lebih tinggi dari pada teropong theodolit h 0o bila lebih rendah dari pada teropong theodolit
24
Pengukuran Kerangka Dasar Vertikal (KDV)
Sudut yang dihitung terhadap arah vertikal (tegak) pada skala lingkaran vertikal yang disebut Sudut Zenit (Z) Artinya : Bila teropong dalam keadaan mendatar, bacaan sudut vertikal = 90o Untuk jenis theodolit yang menggunakan zenit sebagai sudut vertikal Z : Besarnya sudut zenit dengan batasan 0o, Z, 180o dan 180o Z 360º Z 90o atau 270o Z 270º bila target bidik lebih tinggi dari pada teropong theodolit Hubungan antara sudut miring helling (h) dan sudut zenit (Z) adalah : h + Z = 90o
25
Pengukuran Kerangka Dasar Vertikal (KDV)
26
Pengukuran Kerangka Dasar Vertikal (KDV)
Keterangan : A, B = Nama titik / patok Dm = Jarak miring D = Jarak Datar Δh = Jarak vertikal / Beda tinggi Z = Sudut Zenit Ti = Tinggi alat P = Jarak vertikal / Garis mendatar terhadap bacaan tengah benang
27
Pengukuran Kerangka Dasar Vertikal (KDV)
Jarak Miring Jarak miring dengan sudut Zenit : Dm = (Ba – Bb) x 100.sin Z Jarak miring dengan sudut helling : Dm = (Ba – Bb) x 100.cos h Jarak Datar Jarak datar dengan sudut Zenit : Dm = Dm x sin Z Dm = (Ba – Bb) x 100.sin2 Z
28
Pengukuran Kerangka Dasar Vertikal (KDV)
Jarak datar dengan sudut helling : Dm = Dm x cos h Dm = (Ba – Bb) x 100.cos2 h Beda tinggi antara titik A dan titik B : Δh = (P + Ti) – Bt P = D x Ctg Z P = D x 1/tan Z
29
Pengukuran Kerangka Dasar Vertikal (KDV)
Sipat Datar Memanjang Dilakukan apabila jarak antara dua buah titik yang akan ditentukan beda tingginya terlalu jauh. Jarak antara dua buah titik dibagi menjadi jarak-jarak yang lebih pendek.
30
Pengukuran Kerangka Dasar Vertikal (KDV)
Syarat pengukuran sipat datar memanjang Banyaknya slag tiap seksi harus genap Sebelum dan sesudah pengukuran harus dilakukan pemeriksaan garis bidik Pengukuran beda tinggi dilakukan pergi-pulang Masing-masing pengukuran tiap slag dilakukan “double stand” Pengukuran satu seksi harus selesai dalam satu hari
31
Pengukuran Kerangka Dasar Vertikal (KDV)
Diusahakan tiap seksi memenuhi syarat jumlah jarak belakang sama dengan jumlah jarak muka Pembacaan selalu dilakukan ke rambu belakang baru ke rambu muka Setiap pindah slag rambu muka menjadi rambu belakang, dan sebaliknya untuk slag berikutnya Selisih stand I dan stan II tidak boleh lebih dari 2 mm
32
Pengukuran Kerangka Dasar Vertikal (KDV)
Jarak antara rambu denganalat ukur dihitung secara optis, yaitu : Jarak belakang : Db = (Ba blk – Bb blk) Jarak muka Dm = (Ba mk – Bb mk) Rambu harus diletakkan tegak lurud di atas titik/pilar atau tatakan rambu Beda Tinggi dihitung dengan rumus Δh = Bt blk – Bt mk
33
Pengukuran Kerangka Dasar Vertikal (KDV)
Sipat Datar Profil Sipat Datar Profil Memanjang Teknik Pengukuran : Pengukuran beda tinggi dilakukan pada setiap tempat yang mengalami perbedaan relief ketinggian dan pada titik/pilar tetap. Pengukuran jarak dilakukan dengan pita ukur/rantai ukur, setiap panjang 50 meter diberi tanda untuk keperluan profil melintang.
34
Pengukuran Kerangka Dasar Vertikal (KDV)
Sipat Datar Profil Melintang Teknik Pengukuran : Pengukuran profil melintang dilakukan setiap jarak 50 m dan pada setiap titik/pilar yang dilewati. Pengukuran profil melintang berjarak 25 m ke sebelah kiri dan kanan sumbu profil memanjang, dimana pada setiap 5 m diukur ketinggiannya.
35
Pengukuran Kerangka Dasar Vertikal (KDV)
Sipat Datar Profil Melintang Teknik Pengukuran : Pada titik/pilar tetap yang membentuk sudut, profil melintangnya dibuat dalam arah membagi sudut sama besar. Bila jarak antara titik/pilar tetap kurang dari 50 m, maka pada sisi tersebut ujung dan pangkalnya dibuat profil melintangnya.
36
Pengukuran Kerangka Dasar Horizontal (KDH)
Pengukuran Poligon Pengertian : Poligon berasal dari kata polygon yang berarti poly : banyak dan gon (gone) : titik. Poligon digunakan sebagai kerangka dasar pemetaan yang memiliki titik-titik dimana titik tersebut mempunyai sebuah koordinat X & Y.
37
Pengukuran Kerangka Dasar Horizontal (KDH)
Jenis Poligon Poligon Tertutup Poligon Terbuka Terikat Sempurna Poligon Terbuka Tidak Terikat Sempurna Poligon Terbuka Tidak Terikat Poligon Dengan 2 atau Lebih Titik Referensi
38
Pengukuran Kerangka Dasar Horizontal (KDH)
Satuan Yang Digunakan Satuan jarak yang di pakai adalah meter, dimana 1m = 100cm = 1000mm. Satuan sudut adalah derajat, dimana 1derajat sama dengan 60 menit atau 3600 detik, dan 1 putaran penuh memiliki besaran 360 derajat. Contoh : 126º50’30” di baca : 126 derajat, 50 menit, 30 detik
39
Pengukuran Kerangka Dasar Horizontal (KDH)
Metode Pengukuran Jarak Jarak yang digunakan dalam poligon adalah jarak datar yang dapat dihasilkan dari berbagai cara diantaranya : Dari pengamatan sebuah pita ukur. Dari pengamatan rambu ukur dengan theodolite. Dari penghitungan data jarak miring dan besaran sudut vertikal. Dari hasil penghitungan instant oleh Total Station.
40
Pengukuran Kerangka Dasar Horizontal (KDH)
Contoh Soal 1: Dari gambar di samping : ba = dm bt = dm bb = dm V = 30º00’20” (V adalah hasil pengurangan dari 90˚-bacaan vertikal, karena pada keadaan datar bacaan vertikal pada angka 90˚)
41
Pengukuran Kerangka Dasar Horizontal (KDH)
Jawaban : d (slope distance) dapat dihitung : d = 100*(ba-bb) *catatan (ba-bt=bt-bb) d = 100*( ) d = 100*0.50 d = 50 dm d = 5m Menghitung jarak datar : hd = d*cosV hd = 5*cos30º00’20” hd = 4.33 m
42
Pengukuran Kerangka Dasar Horizontal (KDH)
Pengukuran Sudut Horizontal Dalam pengukuran poligon, sudut yang digunakan adalah sudut yang mempunyai putaran searah jarum jam, jika anda membuat sudut 90º berlawanan arah jarum jam maka sudut yang dihasilkan adalah 270º (sesuai dengan arah jarum jam).
43
Pengukuran Kerangka Dasar Horizontal (KDH)
Cara pengukuran sudut dilakukan seperti gambar di bawah ini :
44
Pengukuran Kerangka Dasar Horizontal (KDH)
Pertama bidik target 1, Set 0º pada bacaan horizontalnya. Setelah itu bidik target 2 Catat bacaan horisontalnya. Sudut yang dibentuk dari gambar di atas adalah hasil pengurangan dari bacaan target 2 dikurangi bacaan target 1. Jika pada bacaan target 2 sebesar 270º00’30” maka sudut yang di hasilkan adalah 270º00’30” - 00º00’00” = 270º00’30”
45
Pengukuran Kerangka Dasar Horizontal (KDH)
(dikarenakan bacaan target 1 diset nol derajat) Ulangi sampai 2 atau 3 kali dengan set bacaan horizontal yang berbeda di target 1, (contoh : 30º, 90º). Pengulangan ini bertujuan untuk memperkecil kesalahan dan mengindari human error atau salah pencatatan.
46
Pengukuran Kerangka Dasar Horizontal (KDH)
Selain itu gunakan bacaan luar biasa dan biasa, (satu sesi atau satu seri). Sudut biasa Bidik target 1. Set nol pada bacaan horisontalnya, jangan lupa dicatat! Bidik target 2 dan catat bacaannya.
47
Pengukuran Kerangka Dasar Horizontal (KDH)
Selain itu gunakan bacaan luar biasa dan biasa, (satu sesi atau satu seri). Sudut luar biasa Putar 180 derajat baik vertikal ataupun secara harisontal. Kembali bidik target 2, tanpa mengubah hasil bacaan horisontalnya. Catat hasil bacaan di target 2, Hasil bacaan di target 2 seharusnya memiliki selisih kurang lebih 180 derajat dengan bacaan target 2 saat pengukuran sudut biasa. Setelah itu kembali bidik ke target 1, catat hasil bacaannya.
48
Pengukuran Kerangka Dasar Horizontal (KDH)
Contoh pencatatan hasil pengukuran beserta penghitungan perataannya.
49
Pengukuran Kerangka Dasar Horizontal (KDH)
Pada kolom “Rata rata Sudut Horisontal” merupakan hasil pengurangan bacaan target 2 dikurangi bacaan target 1, sedangkan pada baris paling bawah sendiri di kolom yang sama adalah perataan sudut horizontal. Pada rata rata jarak datar adalah perataan jarak hasil pengukuran. Jadi setiap kali kita mendirikan alat data yang kita dapat adalah 2 jarak antara alat dan kedua target serta satu sudut yang membentuk di tempat berdiri alat dengan kedua target.
Presentasi serupa
© 2024 SlidePlayer.info Inc.
All rights reserved.