Upload presentasi
Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu
Diterbitkan olehArdiansyah Ardianti Telah diubah "10 tahun yang lalu
1
MEMPERSIAPKAN SMK MENYONGSONG AEC 2015
Direktorat Pembinaan SMK Direktorat Jenderal Pendidikan Menengah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Jakarta, 24 Oktober 2014 1
2
AEC 2015: Tantangan, Kebutuhan, Kebijakan
3
Peran Pendidikan dalam Pengembangan Industri
Modal Pengetahuan Modal Fisik Nilai Tambah Driver Enabler KTI: Knowledge and Technology Intensive (OECD) PDB < 2.000 PDB>20.000 2.000 <PDB < 8.000 8.000 <PDB < Industri Primer Industri Sekunder Industri Tersier Industri KTI Driver Menghasilkan tenaga kerja yang lebih terampil, proses kerja yang lebih baik, sehingga dapat meningkatkan produktivitas dan nilai tambah industri Enabler Menghasilkan kreasi baru yang dapat diwujudkan dalam inovasi produk dan proses, sehingga menghasilkan industri baru dengan nilai tambah lebih tinggi. Diperlukan SDM berpengetahuan lebih tinggi untuk dapat berperan sebagai driver/enabler
4
Innovation and Sophistication Factors
ASEAN Ranking in Global Competitiveness Basic Requirements Efficiency Enhancers Innovation and Sophistication Factors Ref. The Global Competitiveness Report by the World Economic Forum
5
Stages of Catching-up Industrialization
Pre- industrialization Initial FDI absorption Internalizing parts and components Internalizing skills and technology Internalizing innovation Creativity Technology absorption STAGE FOUR Full capability in innovation and product design as global leader Agglomeration (acceleration of FDI) STAGE THREE Management & technology mastered, can produce high quality goods Arrival of manufacturing FDI STAGE TWO Have supporting industries, but still under foreign guidance Japan, US, EU STAGE ONE Simple manufacturing under foreign guidance Korea, Taipei,China STAGE ZERO Monoculture, subsistence agriculture, aid dependency Thailand, Malaysia Indonesia, Viet Nam Glass ceiling for ASEAN countries (Middle Income Trap) Poor countries in Africa Kenichi Ohno : 2011 mod.
6
PENDUDUK DAN PENDAPATAN PER KAPITA ASEAN 2011
Penduduk ASEAN 2011 No Negara Jumlah Penduduk 1 Indonesia 241,452,952 2 Filipina 86,241,697 3 Vietnam 82,689,518 4 Myanmar 42,720,196 5 Thailand 64,865,523 6 Malaysia 23,522,482 7 Kamboja 13,363,421 8 Laos 5,631,585 9 Singapura 4,353,893 10 Timor Leste 1,019,252 11 Brunei Darussalam 365,251 566,225,770 PENDAPATAN PER KAPITA ASEAN 2011 No Negara Dalam US $ 1 Singapura 57,238 2 Brunei Darussalam 47,200 3 Malaysia 14,603 4 Thailand 8,643 5 Indonesia 4,380 6 Philippines 3,725 7 Vietnam 8 Laos 2,435 9 Kamboja 2,086 10 Burma 1,900
7
TANTANGAN: AEC 2015 TANTANGAN PRODUK: SDM KEBIJAKAN/REGULASI
a) Persepsi terhadap peluang MEA terbatas dan memandang besarnya pasar domestik yang mendorong pelaku usaha memprioritaskan pemenuhan kebutuhan pasar tersebut; b) Kapasitas daya saing pelaku dan tenaga kerjanya; c) kemampuan lembaga pendidikan dan pelatihan memanfaatkan fasilitas sumber daya yang ada. a) Kualitas dan standardisasi; b) Isu global (green product); c) Kreativitas dan inovasi (nilai budaya, hand made, sentuhan teknologi); d) Characteristic global/pasar SDM INFRASTRUKTUR/ SARANA-PRASARANA Ketersediaan dam Kualitas infrastruktur/sarana serta prasarana pemasaran yang lebih baik PRODUK: KEBIJAKAN/REGULASI Harmonisasi kebijakan/regulasi yang mendukung pelaku usaha dalam peningkatkan daya saing dan pengembangan bisnisnya. Menurut Journal of Current Southeast Asian Affairs (Guido Benny dan Kamarulnizam Abdullah – 2011), kesadaran dan pemahaman masyarakat mengenai ASEAN masih sangat terbatas. K ;
8
PENYEBARAN INDUSTRI INDONESIA
Jawa: 2009 PDRB Ind. (tr Rp) Share thd PDB Ind. 1) Banten 89.00 7.37% 2) Jawa Barat 332.45 27.52% 3) DKI Jakarta 152.08 12.59% 4) Jawa Tengah 88.49 7.33% 5) DI Yogyakarta 7.11 0.59% 6) Jawa Timur 236.74 19.60% TOTAL JAWA 905.87 75.00% Non-Jawa: 2009 A B 7) NAD 2.57 0.21% 8) Sumatera Utara 72.79 6.03% 9) Sumatera Barat 11.58 0.96% 10) Riau 42.47 3.52% 11) Riau Kepulauan 47.52 3.93% 12) Jambi 4.48 0.37% 13) Bengkulu 0.82 0.07% 14) Sumatera Selatan 20.18 1.67% 15) Bangka Belitung 6.25 0.52% 16) Lampung 13.14 1.09% 17) Bali 6.19 0.51% 18) Kalimantan Barat 13.99 1.16% 19) Kalimantan Tengah 3.84 0.32% 20) Kalimantan Selatan 8.41 0.70% 21) Kalimantan Timur 14.87 1.23% Non-Jawa: 2009 A B 22) NTB 2.74 0.23% 23) NTT 0.54 0.05% 24) Sulawesi Utara 3.70 0.31% 25) Gorontalo 0.38 0.03% 26) Sulawesi Tengah 2.88 0.24% 27) Sulawesi Selatan 16.02 1.33% 28) Sulawesi Barat 0.81 0.07% 29) Sulawesi Tenggara 2.16 0.18% 30) Maluku 0.50 0.04% 31) Maluku Utara 0.99 0.08% 32) Irian Jaya Barat 1.25 0.10% 33) Papua 0.91 TOTAL NON-JAWA 301.96 25.00% TOTAL 100.00% Hingga tahun 2009, persebaran industri 75% masih berada di Pulau Jawa, dimana Jawa Barat sendiri memiliki share terbesar terhadap PDB Industri secara nasional, yaitu sebesar 27,52%
9
I. General Situation of Vocational Education in China
Secondary vocational schools (part of secondary education, 2-3 yrs of study) Number of secondary vocational schools: 12,300 Number of newly enrolled students each year: 6,747,600 Number of students studying in vocational schools: 19,229,700 ( free tuition policy for secondary vocational schools students) Higher vocational colleges (higher education institutes, 3 yrs of study) Number of vocational colleges: 1321 Number of newly enrolled students each year: 3,180,000 Number of students studying in vocational colleges: 9,740,000 Accoding to the statictics of 2013 9
10
MODALITAS SMK MENJELANG AEC 2015
11
CAPACITY FOR INNOVATION
1 = not at all; 7 = to a great extent To what extent do companies have the capacity to innovate? The Agensi Inovasi Malaysia (AIM) was created by the Malaysian Government in via the AIM Act 2010 to stimulate and develop the country in establishing an “innovation economy” Close behind Malaysia is Singapore who annually conducts the National Innovation Challenge to harness the country’s formidable multi-disciplinary research capabilities to develop practical and impactful solutions to challenges in: - energy resilience environmental sustainability urban systems The Philippines is the 48th spot. In the previous Global Competitiveness Report, we were #86. Source: The Global Competitiveness Report
12
KARAKTERISTIK INDUSTRI
Unit (98,79%) Unit (1,11%) Unit (0,09%) 4.968 Unit (0,01%) TOTAL : UNIT Usaha Besar Omzet/tahun lebih dari Rp 50 Miliar Asset lebih dari 10 Miliar Usaha Menengah Omzet/tahun Rp 2,5 Miliar s.d. Rp 50 Miliar Asset Rp. 500 juta s.d. Rp 10 Miliar Usaha Kecil Omzet/tahun Rp 300 Juta s.d. Rp 2,5 Miliar Asset Rp. 50 juta s.d. Rp 500 Juta Usaha Mikro Omzet/tahun s.d.Rp 300 Juta Asset s.d. Rp. 50 juta PDB: 59,08% (Rp.4.869,5 T) TENAGA KERJA: 97,16% ( ) EKSPOR NON MIGAS: 16,4% Rp ,5 M) Diprediksi kontribusi oleh KUKM potensial ekspor (1,2% dari total UKM) Sumber: UU No. 20/2008; Data BPS 2012
13
Tantangan kita adalah akses
ARUS SISWA SEKOLAH DASAR SAMPAI PERGURUAN TINGGI TAHUN 2011/2012 SD SMP SMA PT Putus SD 0,90% Putus SMP 1,57% SMK Putus PT 10,49% Putus SMA 1,16% Putus SMK 3,34% Tdk Lnjt SMP 18,34% TDK KE SM 6,83% Tdk Lanjut PT 51,59% Masukan Melanjutkan 81,66% 45,31% 48,41% 47,87% Lulusan 47.709 Keluaran Sumber: PDSP – Kemdikbud, 2013 Tantangan kita adalah akses
14
KONDISI ANGKATAN KERJA NASIONAL 2012 MENURUT PENDIDIKAN
Sumber: Pusdatinaker, 2012
15
Dinamika & Penyempurnaan Kurikulum
Pedagogi, Psikologi Perkembangan Perubahan Kebutuhan Pengembangan Kurikulum SDM yang Kompeten Akademik Pengetahuan Pengetahuan Industri Keterampilan Keterampilan Sosial-Budaya Sikap Sikap 15
16
Prinsip Dasar Implementasi PMU
4. Perimbangan SMA – SMK sesuai potensi dan kebutuhan daerah 1. Mutu yang terjaga, tidak berkurang karena adanya penambahan daya tampung 2. Pemerataan distribusi layanan pendidikan menengah untuk menjangkau yang tidak terjangkau Prinsip Dasar Implementasi PMU 5. Peningkatan kebekerjaan (employability) lulusan (khususnya SMK) 6. diperlukan Data yang Cepat, Tepat waktu dan Akurat 3. Pencapaian target APK di tingkat nasional, provinsi dan kabupaten/kota secara bertahap.
17
3 PERKEMBANGAN SMK
19
JUMLAH SEKOLAH & SISWA SMK
20
MEWUJUDKAN SMK YANG BERMUTU
4 MEWUJUDKAN SMK YANG BERMUTU
21
3 Paradigms of Reform Re-engineering Quality Culture
Standards of Education Standards of Competencies Academic paper of Education System for each profession Quality Assurance System Public-Private Partnership Inter-professional Collaboration Accreditation System Competency Examination System Indonesian Qualification Framework Partnership between government, professionals community & independent agencies Partnership among professions : education to services agent for maintaining sustainability Independent agency for accreditation & competency examination
22
Paradigma Baru Pembelajaran SMK
Pendidikan berpusat kepada siswa Bergeser dari pengajaran ke pembelajaran Berorientasi lebih kepada kompetensi yang merujuk ke KKNI, daripada berorientasi ke isi pembelajaran Proses pendidikan yang bervariasi sesuai dengan kompetensi yang akan dicapai ( di kelas, bengkel, di pasar, industri, dan dunia maya) Memberi kemudahan akses terutama bagi masyarakat di daerah 3T, lemah ekonomi, berkebutuhan khusus Optimalisasi TIK di dalam pembelajaran Evaluasi pendidikan/pembelajaran yang akuntabel Mengedepankan pada pembangunan karakter bangsa Berbudaya mutu/daya saing pada setiap lini pendidikan. Pengelolaan non akademik yang transparan dan akuntabel.
23
Pengembangan Mutu lulusan melalui SMK Rujukan
Definisi : SMK Rujukan adalah SMK yang memiliki kinerja unggul, akses besar, dan efektif dalam mengelola institusi serta mendampingi SMK aliansinya dalam pelaksanaan proses pembelajaran bermutu; Tujuan: Peningkatan mutu, akses besar, efektif sebagai penjamin mutu, dan rela Berbagi Sumber daya; Target : adanya SMK yang dpt dijadikan rujukan mutu dalam Pengelolaan institusi , proses pembelajaran penilaian, layanan prima dan kebekerjaan lulusan. Persyaratan : Memiliki siswa >1000, Guru Produktif>75, partner industri>100, kinerja unggul dalam ICT dan bahasa Inggris. Sasaran : 1650 SMK dan 3-4 SMK aliansi.
24
SMK Rujukan & SMK Aliansi
Sekolah Efektif : Kepemimpinan yang profesional; Visi dan tujuan bersama ; Kultur sekolah dan lingkungan belajar ; Fokus pada kegiatan pembelajaran; Harapan yang tinggi pada hasil pembelajaran; Penguatan/pengayaan/pemantapan positif pada sikap; Pemantauan kemajuan belajar ; Menguatkan Hak dan tanggung jawab peserta didik; Pemberian Materi pembelajaran yang kaya makna; Pengelolaan institusi sebagai organisasi pembelajar; Perkuatan kemitraan antara keluarga-sekolah-industri. (Harris and Bennett, 2001) SMK Rujukan #1 SMK Aliansi 1 SMK Aliansi 2 SMK Aliansi 3 SMK Aliansi 4 SMK Rujukan # n SMK Aliansi 1 SMK Aliansi 2 SMK Aliansi 3 SMK Aliansi 4
25
PENGUATAN FASILITASI SMK RUJUKAN
DALAM PEMBENTUKAN HARD SKILLS & SOFT SKILLS Bengkel Kerja Produktif Standar pada tiap Kompetensi Keahlian yang dimiliki Tempat Uji Kompetensi,Produk, Jasa dan Tampilan Bengkel Kerja Cerdas (Smart Workshop) Untuk mendukung advance Training Fasilitas Kegiatan Bersama bagi Siswa dan Guru pada bidang seni, olahraga, dan penguatan softskill Teaching Factory sesuai Bidang unggulan Pusat Sumber Belajar: Bahan Ajar di Server, akses internet Perpustakaan
26
Strategi Peningkatan Mutu SMK Rujukan
Tatakelola SMK Rujukan (Berbagi) Sumberdaya (Sentuhan) TIK (Integrasi) Proses (Meningkatkan Hasil) Efektivitas Efisiensi &Efektivitas (Mengurangi Input, Meningkatkan Hasil) (Menurunkan Input) Efisiensi Sinergi (Resource sharing) dalam Pemnafaatan fasilitas, Jaringan kerjasama, Kebekerjaan, TUK- Sertifikasi, PTK dan Materi Pembelajaran antara SMK Rujukan dengan SMK aliansi. Integrasi sistem informasi dan manajemen pengembangan manajemen kelembagaan dan Pembelajaran. TIK penerapan sistem “on line” , pendataan dan sistem informasi. Intervensi usaha untuk peningkatan kualifikasi dan kompentensi PTK, Peserta Didik dan peran serta masyarakat/ DUDI.
27
5 PEMBERDAYAAN SMK
28
1. Kebijakan Nasional dan regional
Kepres No. 75 tahun 1995 yang menekankan bahwa orang asing yang bekerja di Indonesia haruslah orang yang benar-benar ahli dalam bidangnya dan tenaga kerja Indonesia belum mempunyai keahlian tersebut. TKA harus mempunyai masa kontrak dan harus dapat melakukan transfer pengetahuan, sehingga tanaga kerja Indonesia dapat juga berkembang. Mendukung kegiatan pengembangan kompetensi di perusahaan untuk terus mengasah kemampuan staf dan mempromosikan konsep lifelong learning. Konsep multi entry multi exit. Perancangan Kurikulum sesuai kebutuhan saat ini dan masa depan. Kurikulum harus fokus dalam pengembangan kemampuan berbahasa inggris, ICT, berprilaku sesuai konteks dan ketrampilan berpikir kritis. Bersyukur kita telah memiliki K13 yang mendasarkan pada scientifik dan activity based. Pelatihan dan sertifikasi yang secara konsisten dilakukan untuk memastikan tenaga kerja kita dapat menjadi tenaga kerja professional yang memiliki kompetensi sesuai dengan standar kompetensi kerja nasional Indonesia, ASEAN dan Global. Konsep SMK Rujukan dan Akademi Komunitas dan kawasan Vocasi menjadi daya dukung kuat.
29
2. Pengembangan kelembagaan SMK
memasukkan pendidikan kejuruan ke dalam perencanaan pembangunan ekonomi, sosial,dan pengembangan industri; meningkatkan investasi dalam pendidikan kejuruan; mendukung mekanisme multi-channel investasi SMK; meningkatkan standar kualifikasi lulusan berbasis KKNI; membangun sistem penjaminan mutu lulusan SMK; menggandeng industri yang dapat terlibat dalam evaluasi kualitas pendidikan kejuruan; mengembangkan SMK Rujukan di tiap Kab./Kota.
30
3. Responsi dan Tatakelola SMK
meningkatkan respon SMK sehingga berprospektif tinggi; perbaikan tata kelola dan perluasan keterlibatan pemangku kepentingan; memperluas cakupan SMK bagi semua kalangan; pengukuran keterampilan dan ketercapaian kinerja; pengembangan teknologi dan keterampilan kerja; pengembangan keterampilan pada sektor-sektor yang pertumbuhannya sangat tinggi.
31
4. Revitalisasi Pembelajaran yang Bermutu
Revitalisasi Program keahlian di SMK. Mengembangkan program SMK 4 tahun; Memperkuat Kolaborasi dengan Industri; Proses pembelajaran berbasis ICT; Melakukan audit dan pengembangan kompetensi bagi guru kejuruan; Memperkuat pembelajaran 2 bahasa asing;
32
5. Pengembangan SMK Rujukan
SMK anda yang sedang tumbuh berkembang jangan dihambat dan jangan mengendorkan semangat untuk ditingkatkan akses, kualitas, dan relevansi lulusan dgn kebutuhan industri dan masyarakat; Provinsi, Kab/kota memperkuat minimal 3 SMK rujukan di wilayahnya menjadi SMK unggul secara nasional dan ASEAN; Mengklaster SMK yg siswanya <200 menjadi aliansi SMK . Menjadikan SMK Rujukan sebagai ujung tombak sosialisasi mutu dan solusi pembinaan karier generasi muda; Mempromosikan lulusan SMK ke seluruh Indonesia/ASEAN, melalui kolaborasi, job-matching dan kelas khusus industri; Mempromosikan strategi bimbingan karier bagi setiap lulusan SMK untuk bekerja dulu baru bekerja sambil kuliah; Kontinyu mengasah kemampuan guru dan kepala sekolah SMK. Menjadikan SMK rujukan sebagai Hub dan channel informasi komunikasi kebijakan pengembangan SMK di Indonesia.
33
6. Pengembangan SMK Pesantren
Membangun keunggulan SMK Pesantren dari sisi soft skill, karakter, keramahan dan mandiri; SMK Pesantren adalah untuk mendukung bagi reach unreach ( menyentuh yang tak tersentuh). SMK di Ponpes tidak boleh menolak siswa dengan dalih apapun dan mengupayakan agar seluruh muridnya berada di pesantren; SMK Pesantren harus lebih mengedepankan pola pengembangan berbasis masyarakat. Keterlibatan masyarakat harus dibangun dan diperkuat. Penghargaan yang tinggi dan mulia akan diberikan kepada SMK ponpes bila mampu lebih banyak memberdayakan masyarakat dan memobilisasi sumberdaya yang ada di masyarakat; SMK Ponpes harus tetap istiqomah berada dalam maqom-nya. Jangan kenes dan jangan meniru plola pengembangan yang dilakukan oleh SMK reguler. Harus ada keunikan dan keteladanan. SMK Pesantren harus mengembangkan strategi, makin mala makin banyak siswanya dan makin murah serta terjangkau oleh masyarakat; SMK Pesantern harus mengajak konstituenya untuk terus berbagi dan terus saling membantu. SMK Pesantren harus mengupayakan membangun SMK program 4 tahun sehingga program kepesantrenannya bisa lebih matang dan kuat.
34
7. Pengembangan SMK Perhotelan
SMK Pariwisata harus lebih mengedepankan peningkatan mutu sektor jasa dibanding sektor produk; SMK Pariwisata harus mampu menunjukkan keteladanan mengembangan produk khas unggulan dan berbahan baku lokal; SMK Pariwisata harus mampu memberi pencerahan bagi muridnya dibidang ICT dan menjadikannya sbg tool untuk mandiri/bekerja; SMK Pariwisata harus lebih banyak menghasilkan lulusan yang menjadi entrepreneur dibanding dengan SMK bidang lainnya; SMK Pariwisata harus menjadi cerminan kebersihan, keharuman dan keindahan sehingga industri tertarik bekerjasama dg sekolah; SMK Pariwisata harus bisa mandiri dan tidak berlindung bias gender SMK Pariwisata harus mampu mengangkat keunggulan dan keindahan daerahnya menjadi tujuan pariwisata; SMK Pariwisata di Indonesia harus membentuk persatuan sehingga 60 % tenaga kerja bidang pariwisata di Indonesia dicukupi oleh lulusannya.
35
Suggest International Experience
No, for financial reasons; No, for structural reasons; No, because of increasing curriculum differenciation; No, for methodologial and pedagogical reasons; No, for political reasons.
36
Terimakasih
37
I. General Situation of Vocational Education in China
Vocational education has provided a strong support for the economy development, employment and the process of urbanization in China. The employment rate of graduates from secondary vocational schools: over 95%; from higher vocational colleges:90%. In the past 10 years, over 80 million graduates have been accounting for 60% of the newly-employed population. In the field of manufacturing, high-speed railway, urban railway transportation, civil aviation, modern logistics, electronic business, tourism service, information service, etc. ,over 70% of newly increasing employees are from vocational schools/colleges. 37
38
— to form a modern vocational education system in year 2020
II. Overall Schemes for Accelerating the Development of Vocational Education in China Overall schemes: “The Outline of National Education Reforms and Development Program ( )” — to form a modern vocational education system in year 2020 The 18th CPC National Congress in 2012 and the Third Plenary Session of the 18th CPC National Congress in 2013—to accelerate the development of modern vocational education and the establishment of a modern vocational education system 38
39
II. Overall Scheme for Accelerating the Development of Vocational Education in China
National Work Conference on Vocational Education from June, 2014 —23 June, Xi Jinping,General Secretary of the Communist Party of China Central Committee, made important instructions on vocational education —23 June, Premier Li Keqiang met the conference delegates and delivered an important speech —Vice-Premier Liu Yandong and Ma Kai attended the conference and delivered important speeches —Before the conference, the State Council published “Decision on Accelerating the Development of Modern Vocational Education” in May; Ministry of Education and other 5 ministries published “Construction Plan for Vocational Education System( )” 39
40
According to the National Work Conference on Vocational Education:
II. Overall Scheme for Accelerating the Development of Vocational Education in China According to the National Work Conference on Vocational Education: General Principle: to attach great attention, to accelerate development General Orientation: to serve the development of society, and to improve employment Responsibilities: to train diversified talents, to inherit skills, to promote employment and self-employment General Target : to adjust to the need of social and econimic development, to integrate college education with enterprises, to link up secondary vocational education with higher vocational education, to enhance mutual communication between vocational education and general education, finally to build up a modern vocational education system. 40
41
1. Develop vocational education in coordination with social economy.
III. Major policies for Accelerating the Development of Vocational Education in China 1. Develop vocational education in coordination with social economy. plan + overall management + supervision 2. Get through talent training ascending channel, build up overpasses for students. Get through talent training ascending channel of “secondary vocational education + higher vocational education + undergraduate education + postgraduate vocational education”: strengthen the development of secondary vocational education, innovate the development of higher vocational education, explore undergraduate vocational education, establish postgraduate training model, reform entrance examination and admission system. Build up overpasses for students with multiple and diversified choices: strengthen the mutual communication between vocational education and general education, develop various continued education, and establish the acceleration and transformation system for learning outcomes. 41
42
Exert the main influence of enterprise in school-running.
III. Major policies for Accelerating the Development of Vocational Education in China 3. Attach great importance to the role of enterprises, deepen the integration and cooperation between enterprise and college. Improve the guidance, evaluation and service provision of enterprise; Exert the main influence of enterprise in school-running. 4. Promote Innovation on Talent Training Model, Improve the Quality of Skilled Talent Training. Promote the development of each people in an all-around way; Innovate talent training model; Carry out plans for improving modern vocational education quality. 42
43
III. Major policies for Accelerating the Development of Vocational Education in China
5. Make full use of market mechanism to support non-governmental sectors to be involved in vocational education. Encouragement policies: government subsidies, purchase service, student aid loan, fund rewards, incentives for donation, policies on education, finance and taxation, land and finance. Innovate School-running Model: running vocational colleges by adopting joint stock system and mix ownership system, vocational colleges run by government and nongovernment provide purchase service and delegated management service mutually; Improve management structure: councils or board of directors, vocational education group. 43
44
III. Major policies for Accelerating the Development of Vocational Education in China
6. Government takes actions to guarantee the development of vocational education with supportive policies and regulatory supervision. Guarantee the basic principles of equality; More support for the vocational education in poverty-stricken, rural and ethnic minority areas; Create equal chances for employment and development. 44
Presentasi serupa
© 2024 SlidePlayer.info Inc.
All rights reserved.