Upload presentasi
Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu
1
DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM
PENTINGNYA FAKTOR GEOLOGI SEBAGAI PERTIMBANGAN DALAM PENATAAN RUANG Workshop Nasional Penataan Ruang dan Pengembangan Wilayah Berbasis Geologi Oleh: RUCHYAT DENI DJ. Direktur Penataan Ruang Nasional Direktorat Tata Lingkungan Geologi dan Kawasan Pertambangan Bandung, 21 Juni 2005 DIREKTORAT JENDERAL PENATAAN RUANG DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM
2
SISTEM & MEKANISME PENATAAN RUANG NASIONAL
LEMBAGA OPERASIONAL STRUKTURAL LEMBAGA KOORDINASI PERENCANAAN PEMANFATAN PENGENDALIAN Dept/ Instansi Sektoral Kebijakan Perwujudan Struktur Ruang Nasional Kebijakan Pengemb. Kawasan: - Kaw Tertentu (Strategis Nas) - KESR (Integrasi Ekonomi) - Kawan/Kapet (Percepatan KTI) Kebijakan Spasial Sektor al: RIPP, Sistranas, Pesisir & Pulau2 Kecil RTRW Nasional/ RTR Pulau Perijinan Skala Besar Insentif & Disinsentif Sanksi BKTRN BP Kapet Tim Kord. KESR MASY DPKTI DMI Dinas Sektor Provinsi Strategi Perwujudan Struktur Lintas Kab/Kota Arah Pengembangan Kawasan Lintas Arah Pembangunan Sektor Lintas Perijinan Pemantauan & Pelaporan Sanksi BKPRD Provinsi MASY RTRW Provinsi (31) Dinas Sektor Kab/Kota Pembangunan Infrastruktur Pembangunan Kawasan Rencana Program Sektor Perijinan Pemantauan & Pelaporan Evaluasi Sanksi BKPRD Kab/Kota MASY RTRW Kab/Kota (325/91) Rencana Rinci, Rencana Tata Bangunan & Lingkungan (RTBL) FS/Pre-FS DED Penunjang: S I S T E M I N F O R M A S I
3
SISTEM PERENCANAAN TATA RUANG
Kerangka Pengembangan Strategis Hirarki Sistem Perencanaan Tata Ruang Nasional Sistem Perencanaan Tata Ruang Provinsi Sistem Perencanaan Tata Ruang Kab/Kota Rencana Umum TR RTRWN RTRWP RTRWK Operasionalisasi/tingkat kedalaman Rencana Operasional RTR Pulau, Kawasan Tertentu Nasional, RTR Kawasan Tertentu Prov RDTR Kab/Kota Rencana OperasionalTeknis RTR Kawasan (Nasional) RTR Kawasan (skala Provinsi) RTR
4
ISYU UTAMA (1) A. FAKTOR PEMBATAS PENGEMBANGAN WILAYAH
Memiliki 5 Pulau Besar, Gugus Pulau Samodra, Gugus Pulau Pantai yang keseluruhannya berjumlah lebih dari 17000, dan adanya pegunungan tinggi; Keberadaan jalur patahan dan sesar (bagian dari lempeng Eurasia dan Indo-Australia) sehingga menjadi negara potensial bencana tinggi; Potensi konflik pemanfaatan ruang karena tumpang tindih kepentingan (kasus Jambi dan Dumai); Ketersediaan data geologi dalam berbagai level skala masih terbatas, sementara kebutuhan untuk menyusun rencana tata ruang diperlukan skala sampai dengan 1:25.000
5
ISYU UTAMA (2) B. FAKTOR PENUNJANG PENGEMB. EKONOMI WILAYAH
Keberadaan / sebaran cekungan minyak dan gas (60 Cekungan); Potensi cadangan batubara di Kaltim dan Kalsel Potensi cadangan emas di Busang, Mimika, Sulut dan NTT Hidrothermal di wilayah perairan; 9. Penemuan cadangan minyak di Cepu dan Gas di Bojonegoro; 10. Potensi migas di kawasan Natuna; C. ISU-ISU LAINNYA Peraturan banyak yang berorientasi sektor, seperti UU 41/99 tentang Kehutanan dan UU 11/67 tentang Pertambangan Umum Perkembangan teknologi pemantauan dan pemanfaatan data-data geologi yang begitu pesat, ternyata lambat diadopsi di Indonesia Kurangnya sosialisasi informasi geologi kepada masyarakat Time frame pembangunan yang berbeda dengan sektor lain
6
KONDISI UMUM BENTANG WILAYAH
KUALA LUMPUR BANDAR SRI BEGAWAN SINGAPORE DILLI Banda Aceh Medan Pekanbaru Padang Jambi Bengkulu Palembang Lampung JAKARTA Bandung Semarang Yogyakarta Surabaya Denpasar Mataram Kupang Pontianak Palangkaraya Banjarmasin Samarinda Manado Palu Makasar Kendari Ambon Jayapura Batam Pangkal Pinang Serang Mamuju Gorontalo Ternate Sorong Entikong Malang Pangkalan Bun Balikpapan Biak Merauke Bontang Pulau Besar Gugus Pulau Samudra Gugus Pulau Pantai Jalur Patahan dan Sesar Pegunungan Tinggi Kota PKN Batas Teritorial Batas ZEE
7
PETA DAERAH RAWAN TSUNAMI (BMG)
8
TSUNAMI BESAR DI INDONESIA
Mindoro 1994 Panay 1948 Aceh 2004 Mindanao 1897 Mindanao 1918 Biak 1996 Sangihe 1856 Sulteng 1996 Seram 1965 Sulteng 1968 Sulsel 1969 Sumbar 1861 Sumbawa 1820 Bengkulu 1833 Banda 1674 Krakatau 1883 Taliabu 1998 Lomblen 1979 Banyuwangi 1994 Flores 1992 Sumba 1977 Sumber: Puspito, Kompas 2 Nov. 2002
9
Sangat aktif; rata-rata 450 gempa M≥4.0 per-tahun
GEMPA DI INDONESIA Sangat aktif; rata-rata 450 gempa M≥4.0 per-tahun
10
Gempa di laut berpotensi menimbulkan tsunami
GEMPA DANGKAL M>6.0 1 8 7 9 2 6 3 10 4 5 Gempa di laut berpotensi menimbulkan tsunami
11
KAWASAN JABODETABEK-PUNJUR
12
KAWASAN JABODETABEK PUNJUR
13
SEBARAN CEKUNGAN MINYAK DAN GAS
Sumber: Dep. Kelautan dan Perikanan
14
POTENSI SUMBER DAYA HIDROTHERMAL DI WILAYAH PERAIRAN
Sumber: Dep. Kelautan dan Perikanan
15
CADANGAN MINYAK DI CEPU DAN BOJONEGORO
16
POTENSI MIGAS DI KAWASAN NATUNA
Sumber:BPPT
17
Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN)
Mengakomodasi berbagai informasi potensi sumber daya mineral dan menganalisis kendala bahaya geologi (informasi geologi) dalam satu keterpaduan dan sinerji dengan kepentingan berbagai sektor yang membentuk pemanfaatan ruang optimal dalam suatu tujuan pembangunan untuk masyarakat yang sejahtera, adil dan berkelanjutan
18
FUNGSI RTRWN DASAR PERUMUSAN KEBIJAKSANAAN POKOK PEMANFAATAN RUANG DI WILAYAH NASIONAL: pembangunan infrastruktur, wilayah perkotaan dan perdesaan, kawasan lindung dan budidaya andalan (daratan, laut, dan udara) LANDASAN KETERPADUAN, KETERKAITAN DAN KESEIMBANGAN PERKEMBANGAN ANTAR WILAYAH SERTA KESERASIAN ANTAR SEKTOR ARAHAN LOKASI INVESTASI YANG DILAKSANAKAN PEMERINTAH DAN/ATAU MASYARAKAT/SWASTA UNTUK SISTEM NASIONAL ACUAN PENGEMBANGAN WILAYAH PROVINSI DAN KABUPATEN/KOTA
19
RTRWN sebagai PRODUK PENATAAN RUANG
FUNGSI RTRWN Pedoman perumusan kebijakan pokok pemanfaatan ruang nasional Mewujudkan keterpaduan, keterkaitan, keseimbangan perkembangan antar wilayah serta keserasian antar sektor Mengarahkan lokasi investasi Pedoman bagi Penataan Ruang Propinsi/Kabupaten/Kota MUATAN RTRWN Pola Pemanfaatan Ruang Wilayah Nasional: Kawasan lindung: 11 Taman Wisata Laut, 34 Taman Nasional, 6 Taman Nasional Laut, 14 Taman Hutan Raya Kawasan andalan: 55 di KBI dan 57 di KTI Kawasan andalan laut: 14 di KBI dan 23 di KTI Kawasan tertentu: 21 di KBI dan 18 di KTI (kawasan perbatasan: 2 di KBI dan 8 di KTI) Kawasan tertinggal: 73 di KBI dan 48 di KTI
20
Struktur Ruang Wilayah Nasional:
Sistem pusat permukiman nasional: 83 PKN, 128 PKW, 414 PKL Sistem transportasi nasional: 5 jalan lintas di KBI dan 12 jalan lintas di KTI 17 pelabuhan internasional, 31 pelabuhan nasional, 33 pelabuhan regional 18 bandara nasional, 10 bandara regional, 23 bandara lokal Jaringan prasarana sumberdaya air nasional: 90 SWS, 59 SWS strategis/kritis, 13 propinsi strategis untuk ketahanan pangan Jaringan prasarana tenaga kelistrikan: 500 KV, 275 KV, 150 KV Jaringan telekomunikasi: mikro digital, fiber optik, kabel laut Kriteria dan Pola Pengelolaan: Kawasan lindung, kawasan budidaya, kawasan andalan/andalan laut, kawasan tertentu, kawasan tertinggal Sistem pusat permukiman perkotaan dan perdesaan, sistem transportasi, sistem jaringan prasarana sumberdaya air, sistem jaringan tenaga kelistrikan, sistem jaringan telekomunikasi Strategi Pentahapan Rencana Pemanfaatan Ruang lanjutan muatan….
21
KERANGKA PENGEMBANGAN STRATEGIS
upaya rencana terpadu mengatasi isu diatas Perlu dilaksanakan dalam keterpaduan program pembangunan nasional MERUMUSKAN DAN MELAKSANAKAN KERANGKA PENGEMBANGAN STRATEGIS (STRATEGIC DEVELOPMENT FRAMEWORK)
22
KERANGKA PENGEMBANGAN STRATEGIS BERORIENTASI EKONOMI (INVESTASI)
Samudera Hindia (Afrika, Australia) Teluk Benggala, Mediteran, Samudera Hindia (Timur Tengah, Eropa) Laut Cina Selatan (Hongkong, Cina, Taiwan) Laut Cina Selatan (Jepang, Korea, Filipina) Samudera Pasifik (Jepang, Korea, Amerika, Kanada) Samudera Pasifik (Amerika, Kanada, Amerika Latin) Samudera Hindia (Australia, Selandia Baru) KUALA LUMPUR BANDAR SRI BEGAWAN SINGAPORE DILLI Banda Aceh Medan Pekanbaru Padang Jambi Bengkulu Palembang Lampung JAKARTA Bandung Semarang Yogyakarta Surabaya Denpasar Mataram Kupang Pontianak Palangkaraya Banjarmasin Samarinda Manado Palu Makasar Kendari Ambon Jayapura Batam Pangkal Pinang Serang Mamuju Gorontalo Ternate Sorong Entikong Malang Pangkalan Bun Balikpapan Biak Merauke Bontang Kota PKN Poros Pengembangan Startegis Global/Nasional Jalur Patahan dan Sesar Alur Pelayaran Internasional Poros Pengembangan Strategis Sub Regional Batas Teritorial Kawan, Kapet, Kesr Poros Pengembangan Strategis Nasional Batas ZEE
23
KERANGKA PENGEMBANGAN STRATEGIS PEMANTAPAN TERITORIAL NKRI
Samudera Hindia (Afrika, Australia) Teluk Benggala, Mediteran, Samudera Hindia (Timur Tengah, Eropa) Laut Cina Selatan (Hongkong, Cina, Taiwan) Laut Cina Selatan (Jepang, Korea, Filipina) Samudera Pasifik (Jepang, Korea, Amerika, Kanada) Samudera Pasifik (Amerika, Kanada, Amerika Latin) Samudera Hindia (Australia, Selandia Baru) KUALA LUMPUR BANDAR SRI BEGAWAN SINGAPORE DILLI Banda Aceh Medan Pekanbaru Padang Jambi Bengkulu Palembang Lampung JAKARTA Bandung Semarang Yogyakarta Surabaya Denpasar Mataram Kupang Pontianak Palangkaraya Banjarmasin Samarinda Manado Palu Makasar Kendari Ambon Jayapura Batam Pangkal Pinang Serang Mamuju Gorontalo Ternate Sorong Entikong Malang Pangkalan Bun Balikpapan Biak Merauke Bontang Pulau Besar Kota PKN Jalur Patahan dan Sesar Gugus Pulau Samudra Poros Pengembangan Strategis Sub Regional Batas Teritorial Gugus Pulau Pantai Alur Pelayaran Internasional Batas ZEE Pegunungan Tinggi
24
KERANGKA PENGEMBANGAN STRATEGIS
BERORIENTASI KESEIMBANGAN ANTAR WILAYAH KUALA LUMPUR BANDAR SRI BEGAWAN SINGAPORE DILLI Banda Aceh Medan Pekanbaru Padang Jambi Bengkulu Palembang Lampung JAKARTA Bandung Semarang Yogyakarta Surabaya Denpasar Mataram Kupang Pontianak Palangkaraya Banjarmasin Samarinda Manado Palu Makasar Kendari Ambon Jayapura Batam Pangkal Pinang Serang Mamuju Gorontalo Ternate Sorong Entikong Malang Pangkalan Bun Balikpapan Biak Merauke Bontang Kota PKN Lintas Barat Sumatra, Lintas Selatan Jawa, Jalur Patahan dan Sesar Lintas Tengah Kalimantan, Lintas Papua dan Sulawesi Kawasan Tertentu Batas Teritorial Kawasan Tertinggal Orientasi Pengembangan Daerah Tertinggal Batas ZEE
25
Lesson Learned dari Gempa Kobe, Jepang (1995)
Pemerintah segera menginformasikan kejadian gempa ke seluruh Jepang melalui TV dan radio; Pemerintah segera melakukan tindakan evakuasi, penyelamatan dan penanganan korban gempa secara integratif; Pemerintah menyiarkan proses monitoring penanganan gempa melalui berbagai media ke seluruh pelosok Jepang; Pemerintah dan berbagai Lembaga Riset segera melakukan kajian terkait gempa (salah satunya kajian geologi); Pemerintah melakukan pendidikan publik bahwa Jepang sebagai negara bahaya gempa dengan cara sistematis (melalui pendidikan formal dan informal) Pemerintah melakukan sosialisasi peraturan (semacam NSPM) mengantisipasi dan menghadapi gempa secara besar-besaran
26
Masukan Upaya Mengatasi Isu (1)
Perlunya dilengkapi peta dan informasi geologi di seluruh wilayah tanah air, termasuk peta yang menggambarkan daerah-daerah mana yang mempunyai potensi bahaya geologi dan daerah yang aman terhadap bahaya geologi., juga sebagai informasi lokasi sumberdaya alam mineral ekonomis yang sangat diperlukan oleh para investor. Data geologi penting bagi penyusunan Rencana Tata Ruang Perlunya disusun suatu peraturan yang mampu menginte-grasikan keperluan sektor, terutama dalam konservasi dan sustainabilitas sumberdaya alam , serta meminimasi konflik; Perlu meningkatkan sosialisasi kepada masyarakat tentang pentingnya memperhatikan aspek geologi dalam penataan ruang;
27
Masukan Upaya Mengatasi Isu (2)
Perlu dilakukan revisi RTRW atas wilayah-wilayah yang pada dokumen rencana diperuntukkan sebagai kawasan yang banyak dihuni (padat penduduk) tetapi mempunyai bahaya geologi yang tinggi atau mempunyai daya dorong ekonomi tinggi; Perlu langkah-langkah kongkrit pengembangan teknologi Early Warning System dan meng-upgrade teknologi pemantauan aktifitas geologi yang dilengkapi dengan Teknologi Informasi mutakhir yang mudah diakses oleh masyarakat.
28
Kesimpulan Informasi Geologi sebagai salah satu faktor yang perlu dipertimbangkan sebagai pembatas dalam penataan ruang Informasi Geologi juga menjadi salah satu faktor yang dapat menunjang pengembangan ekonomi wilayah
29
TERIMA KASIH
Presentasi serupa
© 2024 SlidePlayer.info Inc.
All rights reserved.