Upload presentasi
Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu
1
Metode Inferensi dan Penalaran
2
Decision Tree Merupakan salah satu contoh aplikasi dari tree
Tree (pohon) adalah suatu hierarki struktur yang terdiri dari Node (simpul/veteks) yang menyimpan informasi atau pengetahuan dan cabang (link/edge) yang menghubungkan node. Decision tree – pohon keputusan Menggunakan model tree untuk menggambarkan keputusan-keputusan dan konsekuensinya 2
3
Contoh Decision Tree 3
4
Logika Deduktif Logika deduktif : kesimpulan merupakan konsekuensi logis dari premis-premis yang ada Mengambil kesimpulan khusus dari premis yang bersifat umum Pengambilan kesimpulan dapat secara langsung (hanya 1 premis) atau tidak langsung (beberapa premis) Karakteristik pokok : kesimpulan benar harus mengikuti dari premis yang benar Premis disebut juga anteseden dan kesimpulan disebut konsekuen Salah satu jenis logika deduktif tidak langsung adalah syllogisme 4
5
Struktur Syllogisme Terdiri 3 proposisi / pernyataan Jenis Silogisme :
Premis mayor Premis minor Kesimpulan Jenis Silogisme : Silogisme kategorial Silogisme hipotesis Silogisme alternatif 5
6
Silogisme Kategorial : Silogisme yang terjadi dari tiga proposisi.
Premis umum : Premis Mayor (My) Premis khusus :Premis Minor (Mn) Premis simpulan : Premis Kesimpulan (K) M : middle term S : subjek P : predikat 6
7
C o nt o h sil og is m e Ka te go ri al:
My : Semua Mahasiswa adalah lulusan SLTA Mn : Nanni adalah mahasiswa K : Jadi Nanni lulusan SLTA My : Tidak ada Manusia yang kekal Mn : Mahasiswa adalah Manusia K : Jadi Mahasiswa tidak kekal My : Tidak seekor Ikan pun ayam Mn : Semua Ikan berenang K : Jadi tidak seekor Ayam pun berenang M/Middle term P/Major term M n : Ba d u ad al ah m ah as is w a S/Minor term M/Middle term K : Ba d u lul us an SL TA M y : Ti da k ad a m an us ia ya ng ke ka l M n : A n di ad al ah m an us ia K : A n di ti da k ke ka l M y : Se m ua m ah as is w a m e m ili ki ija za h SL TA . M n : A m ir ti da k m e m ili ki ija za h SL TA K : A m ir b uk an m ah as is w a 7
8
My : Jika tidak ada air, manusia akan kehausan. Mn : Air tidak ada.
b. Silogisme Hipotesis: Silogisme yang terdiri atas premis mayor yang berproposisi konditional hipotesis. Konditional hipotesis yaitu : bila premis minornya membenarkan anteseden, simpulannya membenarkan konsekuen. Bila minornya menolak anteseden, simpulannya juga menolak konsekuen. Contoh : My : Jika tidak ada air, manusia akan kehausan. Mn : Air tidak ada. K : Jadi, Manusia akan kehausan. My : Jika tidak ada udara, makhluk hidup akan mati. Mn : Makhluk hidup itu mati. K : Makhluk hidup itu tidak mendapat udara. 8
9
My : Nenek Sumi berada di Bandung atau Jakarta.
c. Silogisme Alternatif : Silogisme yang terdiri atas premis mayor berupa proposisi alternatif. Proposisi alternatif yaitu bila premis minornya membenarkan salah satu alternatifnya, simpulannya akan menolak alternatif yang lain. Contoh : My : Nenek Sumi berada di Bandung atau Jakarta. Mn : Nenek Sumi berada di Bandung. K : Jadi, Nenek Sumi tidak berada di Jakarta. My : Nenek Sumi berada di Bandung atau Bogor. Mn : Nenek Sumi tidak berada di Jakarta. K : Jadi, Nenek Sumi berada di Bandung. 9
10
Forward Chaining Forward chaining merupakan grup dari multipel inferensi yang melakukan pencarian dari suatu masalah kepada solusinya. Forward Chaining adalah data driven karena inferensi dimulai dengan informasi yg tersedia dan baru konklusi diperoleh Mencari aturan inferensi sampai ditemukan satu dimana anteseden (If clause) bernilai true. Ketika ditemukan, bisa ditarik kesimpulan, menghasilkan informasi baru. 10
11
Forward Chaining Contoh : Menentukan warna binatang bernama Tweety. Data awal adalah Tweety terbang dan bernyanyi. Misalkan ada 4 aturan : If x melompat dan memakan serangga, maka x adalah katak If x terbang dan bernyanyi, maka x adalah burung kenari If x adalah katak, maka x berwarna hijau If x adalah burung kenari, maka x berwarna kuning 11
12
Forward Chaining Yang dicari pertama adalah aturan nomor 2, karena anteseden-nya cocok dengan data kita (if Tweety terbang dan bernyanyi) Konsekuen (then Tweety adalah burung kenari) ditambahkan ke data yang dimiliki If tweety adalah burung kenari, maka Tweety berwarna kuning (tujuan) 12
13
Backward Chaining Dimulai dengan tujuan (goal) yang diverifikasi apakah bernilai TRUE atau FALSE Kemudian melihat rule yang mempunyai GOAL tersebut pada bagian konklusinya. Mengecek pada premis dari rule tersebut untuk menguji apakah rule tersebut terpenuhi (bernilai TRUE) Proses tersebut berlajut sampai semua kemungkinan yang ada telah diperiksa atau sampai rule inisial yang diperiksa (dg GOAL) telah terpenuhi Jika GOAL terbukti FALSE, maka GOAL berikut yang dicoba. 13
14
Backward Chaining Dimulai dari daftar tujuan dan bergerak ke belakang dari konsekuen ke anteseden untuk melihat data yang mendukung konsekuen. Mencari sampai ada konsekuen (Then clause) yang merupakan tujuan. Jika antecedent (If clause) belum diketahui nilainya (bernilai benar/salah), maka ditambahkan ke daftar tujuan. 14
15
Backward Chaining Contoh : Menentukan warna binatang bernama Tweety. Data awal adalah Tweety terbang dan bernyanyi. Misalkan ada 4 aturan : If x melompat dan memakan serangga, maka x adalah katak If x terbang dan bernyanyi, maka x adalah burung kenari If x adalah katak, maka x berwarna hijau If x adalah burung kenari, maka x berwarna kuning 15
16
Backward Chaining Pertama akan mencari aturan 3 dan 4 (sesuai dengan tujuan kita mencari warna) Belum diketahui bahwa Tweety adalah burung kenari, maka kedua anteseden (If Tweety adalah katak, If Tweety adalah burung kenari) ditambahkan ke daftar tujuan. Lalu mencari aturan 1 dan 2, karena konsekuen-nya (then x adalah katak, then x adalah burung kenari) cocok dengan daftar tujuan yang baru ditambahkan. 16
17
Backward Chaining Anteseden (If Tweety terbang dan bernyanyi) bernilai true/benar, maka disimpulkan Tweety adalah burung kenari. Tujuan menentukan warna Tweety sekarang sudah dicapai (Tweety berwarna hijau jika katak, dan kuning jika burung kenari, Tweety adalah burung kenari karena terbang dan bernyanyi, jadi Tweety berwarna kuning). 17
18
Contoh Kasus Seorang user ingin berkonsultasi apakah tepat jika dia berinvestasi pada IBM? Variabel-variabel yang digunakan: A = memiliki uang $ untuk investasi B = berusia < 30 tahun C = tingkat pendidikan pada level college D = pendapatan minimum pertahun $40.000 E = investasi pada bidang Sekuritas (Asuransi) F = investasi pada saham pertumbuhan (growth stock) G = investasi pada saham IBM Setiap variabel dapat bernilai TRUE atau FALSE 18
19
Contoh Kasus Fakta Memiliki uang $ (A TRUE) Berusia 25 tahun (B TRUE) Dia ingin meminta nasihat apakah tepat jika berinvestasi pada IBM stock? 19
20
R1 : IF seseorang memiliki uang $10.000 untuk berinvestasi
Rules R1 : IF seseorang memiliki uang $ untuk berinvestasi AND dia berpendidikan pada level college THEN dia harus berinvestasi pada bidang sekuritas R2 : IF seseorang memiliki pendapatan per tahun min $40.000 THEN dia harus berinvestasi pada saham pertumbuhan (growth stocks) R3 : IF seseorang berusia < 30 tahun AND dia berinvestasi pada bidang sekuritas THEN dia sebaiknya berinvestasi pada saham pertumbuhan R4 : IF seseorang berusia < 30 tahun dan > 22 tahun THEN dia berpendidikan college R5 : IF seseorang ingin berinvestasi pada saham pertumbuhan THEN saham yang dipilih adalah saham IBM. 20
21
R1: IF A AND C, THEN E R2: IF D AND C, THEN F R3: IF B AND E, THEN F
R4: IF B, THEN C R5: IF F, THEN G 21
22
Forward Chaining 22
23
Backward Chaining 23
24
Penalaran Suatu penalaran dimana adanya penambahan fakta baru mengakibatkan ketidakkonsistenan, ciri-ciri penalaran sebagai berikut : adanya ketidakpastian adanya perubahan pada pengetahuan adanya penambahan fakta baru dapat mengubah konklusi yang sudah terbentuk 24
25
Penalaran Contoh : Premis 1 : Aljabar adalah pelajaran yang sulit
Premis 2 : Geometri adalah pelajaran yang sulit Premis 3 : Kalkulus adalah pelajaran yang sulit Kesimpulan : Matematika adalah pelajaran yang sulit muncul premis 4 : sosiologi adalah pelajaran yang sulit, akan menyebabkan kesimpulan (Matematika adalah pelajaran yang sulit) menjadi tidak berlaku karena sosiologi bukan bagian dari matematika penalaran induktif sangat dimungkinkan adanya ketidakpastian. 25
26
Ketidakpastian (uncertainty)
Kurang informasi yang memadai Menghalangi untuk membuat keputusan yang terbaik Salah satu teori yang berhubungan dengan ketidakpastian : Probabilitas Bayes 26
27
Probabilitas Probabilitas menunjukkan kemungkinan sesuatu akan terjadi atau tidak 27
28
Probabilitas Contoh : Misal dari 10 orang sarjana , 3 orang menguasai java, sehingga peluang untuk memilih sarjana yang menguasai java adalah : p(java) = 3/10 = 0.3 28
29
Probabilitas Bayes 29
30
Probabilitas Bayes Contoh :
Asih mengalami gejala ada bintik-bintik di wajahnya. Dokter menduga bahwa Asih terkena cacar dengan : probabilitas munculnya bintik-bintik di wajah, jika Asih terkena cacar → p(bintik | cacar) = 0.8 probabilitas Asih terkena cacar tanpa memandang gejala apapun → p(cacar) = 0.4 probabilitas munculnya bintik-bintik di wajah, jika Asih terkena alergi → p(bintik | alergi) = 0.3 probabilitas Asih terkena alergi tanpa memandang gejala apapun → p(alergi) = 0.7 probabilitas munculnya bintik-bintik di wajah, jika Asih jerawatan → p(bintik | jerawatan) = 0.9 probabilitas Asih jerawatan tanpa memandang gejala apapun → p(jerawatan) = 0.5 30
31
Probabilitas Bayes Probabilitas Asih terkena cacar karena ada bintik2 di wajahnya : 31
32
Probabilitas Bayes Probabilitas Asih terkena alergi karena ada bintik2 di wajahnya : 32
33
Probabilitas Bayes Probabilitas Asih jerawatan karena ada bintik2 di wajahnya : 33
34
Probabilitas Bayes Jika setelah dilakukan pengujian terhadap hipotesis muncul satu atau lebih evidence (fakta) atau observasi baru maka : 34
35
Probabilitas Bayes Misal : Adanya bintik-bintik di wajah merupakan gejala seseorang terkena cacar. Observasi baru menunjukkan bahwa selain bintik-bintik di wajah, panas badan juga merupakan gejala orang kena cacar. Jadi antara munculnya bintik-bintik di wajah dan panas badan juga memiliki keterkaitan satu sama lain. 35
36
Probabilitas Bayes Asih ada bintik-bintik di wajahnya. Dokter menduga bahwa Asih terkena cacar dengan probabilitas terkena cacar bila ada bintik-bintik di wajah → p(cacar | bintik) = 0.8 Ada observasi bahwa orang terkena cacar pasti mengalami panas badan. Jika diketahui probabilitas orang terkena cacar bila panas badan → p(cacar | panas ) = 0.5 Keterkaitan antara adanya bintik-bintik di wajah dan panas badan bila seseorang terkena cacar → p(bintik | panas, cacar) = 0.4 Keterkaitan antara adanya bintik-bintik di wajah dan panas badan → p(bintik | panas) = 0.6 36
37
Probabilitas Bayes 37
38
Faktor Kepastian (Certainty)
Certainty Factor (CF) menunjukkan ukuran kepastian terhadap suatu fakta atau aturan. CF[h,e] = MB[h,e] – MD[h,e] CF[h,e] = faktor kepastian MB[h,e] = ukuran kepercayaan/tingkat keyakinan terhadap hipotesis h, jika diberikan/dipengaruhi evidence e (antara 0 dan 1) MD[h,e] = ukuran ketidakpercayaan/tingkat ketidakyakinan terhadap hipotesis h, jika diberikan/dipenharuhi evidence e (antara 0 dan 1) 38
39
Faktor Kepastian (Certainty)
39
40
40
41
Faktor Kepastian (Certainty)
41
42
Contoh : Misal suatu observasi memberikan kepercayaan terhadap h1 dengan MB[h1,e]=0,5 dan MD[h1,e] = 0,2 maka : CF[h1,e] = 0,5 – 0,2 = 0,3 Jika observasi tersebut juga memberikan kepercayaan terhadap h2 dengan MB[h2,e]=0,8 dan MD[h2,e]=0,1, maka : CF[h2,e] = 0,8 – 0,1= 0,7 Untuk mencari CF[h1 ∧ h2,e] diperoleh dari MB[h1 ∧ h2,e] = min (0,5 ; 0,8) = 0,5 MD[h1 ∧ h2,e] = min (0,2 ; 0,1) = 0,1 CF[h1 ∧ h2,e] = 0,5 – 0,1 = 0,4 Untuk mencari CF[h1∨ h2,e] diperoleh dari MB[h1∨ h2,e] = max (0,5 ; 0,8) = 0,8 MD[h1∨ h2,e] = max (0,2 ; 0,1) = 0,2 CF[h1∨ h2,e] = 0,8 – 0,2 = 0,6 42
43
43
Presentasi serupa
© 2024 SlidePlayer.info Inc.
All rights reserved.