Upload presentasi
Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu
Diterbitkan olehSugeng Abenk Telah diubah "9 tahun yang lalu
1
Mata Ajaran Ilmu Kesehatan Masyarakat – Kedokteran Pencegahan 3 (acuan SKDI 2012) Kode Mata Ajaran KMP 401 Beban Studi 4 (empat) SKS Semester 7 Tatap Muka Ke Tanggal Penanggung Jawab Subur Prajitno, dr., MS., AKK Rujukan
2
Pendahuluan Tujuan Setelah menyelesaikan mata ajaran ini, mahasiswa diharapkan mampu memahami dan mampu menjalankan sistem rujukan yang baik. SKDI 2012 Lampiran 2 : Daftar Masalah Kesehatan : Kesehatan Masyarakat / Kedokteran Komunitas / Kedokteran Pencegahan 19. Sistem rujukan yang belum berjalan baik Sub Pokok Bahasan : Menjelaskan Pengertian Rujukan Menjelaskan Jenjang Rujukan Menjelaskan Azas Rujukan dalam Penyelenggaraan Puskesmas Menjelaskan Tata cara melakukan Rujukan Menjelaskan Surat Pengantar Rujukan Menjelaskan Kesimpulan tentang Rujukan
3
Pengertian Rujukan Pasal 51
Dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran mempunyai kewajiban : b. merujuk pasien ke dokter atau dokter gigi lain yang mempunyai keahlian atau kemampuan yang lebih baik, apabila tidak mampu melakukan suatu pemeriksaan atau pengobatan; Undang Undang RI Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran Rujukan adalah pelimpahan wewenang dan tanggungjawab atas kasus penyakit atau masalah kesehatan yang diselenggarakan secara timbal balik, baik secara vertikal dalam arti satu strata sarana pelayanan kesehatan ke strata sarana pelayanan kesehatan lainnya, maupun secara horisontal dalam arti antar sarana pelayanan kesehatan yang sama. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 128/MENKES/SK/II/2004 Tentang Kebijakan Dasar Puskesmas
4
BAB III SISTEM RUJUKAN Bagian Kesatu Umum Pasal 3
Sistem Rujukan pelayanan kesehatan merupakan penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang mengatur pelimpahan tugas dan tanggung jawab pelayanan kesehatan secara timbal balik baik vertikal maupun horizontal. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 001 Tahun 2012 Tentang Sistem Rujukan Pelayanan Kesehatan Perorangan
5
Pasal 4 (1) Pelayanan kesehatan dilaksanakan secara berjenjang, sesuai kebutuhan medis dimulai dari pelayanan kesehatan tingkat pertama. (2) Pelayanan kesehatan tingkat kedua hanya dapat diberikan atas rujukan dari pelayanan kesehatan tingkat pertama. (3) Pelayanan kesehatan tingkat ketiga hanya dapat diberikan atas rujukan dari pelayanan kesehatan tingkat kedua atau tingkat pertama. (4) Bidan dan perawat hanya dapat melakukan rujukan ke dokter dan/atau dokter gigi pemberi pelayanan kesehatan tingkat pertama. (5) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) dikecualikan pada keadaan gawat darurat, bencana, kekhususan permasalahan kesehatan pasien, dan pertimbangan geografis. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 001 Tahun 2012 Tentang Sistem Rujukan Pelayanan Kesehatan Perorangan
6
Jenjang Rujukan
7
Pasal 5 SKN menjadi acuan dalam penyusunan dan pelaksanaan pembangunan kesehatan yang dimulai dari kegiatan perencanaan sampai dengan kegiatan monitoring dan evaluasi. Pasal 2 (1) Pengelolaan kesehatan diselenggarakan melalui pengelolaan administrasi kesehatan, informasi kesehatan, sumber daya kesehatan, upaya kesehatan, pembiayaan kesehatan, peran serta dan pemberdayaan masyarakat, ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang kesehatan, serta pengaturan hukum kesehatan secara terpadu dan saling mendukung guna menjamin tercapainya derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. (2) Pengelolaan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara berjenjang di pusat dan daerah dengan memperhatikan otonomi daerah dan otonomi fungsional di bidang kesehatan. Peraturan Presiden RI No. 72 Th 2012 ttg Sistem Kesehatan Nasional
8
Pasal 6 (3) Pelaksanaan SKN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memperhatikan: a. cakupan pelayanan kesehatan berkualitas, adil, dan merata; b. pemberian pelayanan kesehatan yang berpihak kepada rakyat; c. kebijakan kesehatan masyarakat untuk meningkatkan dan melindungi kesehatan masyarakat; d. kepemimpinan dan profesionalisme dalam pembangunan kesehatan; e. inovasi atau terobosan ilmu pengetahuan dan teknologi yang etis dan terbukti bermanfaat dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan secara luas, termasuk penguatan sistem rujukan; f. pendekatan secara global dengan mempertimbangkan kebijakan kesehatan yang sistematis, berkelanjutan, tertib, dan responsif gender dan hak anak; g. dinamika keluarga dan kependudukan; h. keinginan masyarakat; i. epidemiologi penyakit; j. perubahan ekologi dan lingkungan; dan k. globalisasi, demokratisasi dan desentralisasi dengan semangat persatuan dan kesatuan nasional serta kemitraan dan kerja sama lintas sektor. Peraturan Presiden RI No. 72 Th 2012 ttg Sistem Kesehatan Nasional
9
A.5. Penyelenggaraan 158. Terdapat tiga tingkatan upaya, yaitu upaya kesehatan tingkat pertama/primer, upaya kesehatan tingkat kedua/sekunder, dan upaya kesehatan tingkat ketiga/tersier. 159. Upaya kesehatan diselenggarakan secara terpadu, berkesinambungan, dan paripurna melalui sistem rujukan. 167. Rujukan di bidang upaya kesehatan perorangan dalam bentuk pengiriman pasien, spesimen, dan pengetahuan tentang penyakit dengan memperhatikan kendali mutu dan kendali biaya, serta rujukan di bidang upaya kesehatan masyarakat dilaksanakan secara bertanggung jawab oleh tenaga kesehatan yang kompeten dan berwenang serta sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Peraturan Presiden RI No. 72 Th 2012 ttg Sistem Kesehatan Nasional
10
A.5.a. 1). a). Pelayanan Kesehatan Perorangan Primer (PKPP)
171. Pelayanan kesehatan perorangan primer adalah pelayanan kesehatan dimana terjadi kontak pertama secara perorangan sebagai proses awal pelayanan kesehatan. 172. Pelayanan kesehatan perorangan primer memberikan penekanan pada pelayanan pengobatan, pemulihan tanpa mengabaikan upaya peningkatan dan pencegahan, termasuk di dalamnya pelayanan kebugaran dan gaya hidup sehat (healthy life style). Peraturan Presiden RI No. 72 Th 2012 ttg Sistem Kesehatan Nasional
11
A.5.a. 2). a). Pelayanan Kesehatan Perorangan Sekunder (PKPS)
187. Pelayanan kesehatan perorangan sekunder adalah pelayanan kesehatan spesialistik yang menerima rujukan dari pelayanan kesehatan perorangan primer, yang meliputi rujukan kasus, spesimen, dan ilmu pengetahuan serta dapat merujuk kembali ke fasilitas pelayanan kesehatan yang merujuk. 188. Pelayanan kesehatan perorangan sekunder dilaksanakan oleh dokter spesialis atau dokter yang sudah mendapatkan pendidikan khusus dan mempunyai izin praktik serta didukung tenaga kesehatan lainnya yang diperlukan. 189. Pelayanan kesehatan perorangan sekunder dilaksanakan di tempat kerja maupun fasilitas pelayanan kesehatan perorangan sekunder baik rumah sakit setara kelas C serta fasilitas pelayanan kesehatan lainnya milik Pemerintah, Pemerintah Daerah, masyarakat, maupun swasta. Peraturan Presiden RI No. 72 Th 2012 ttg Sistem Kesehatan Nasional
12
A.5.a. 3).a). Pelayanan Kesehatan Perorangan Tersier (PKPT)
198. Pelayanan kesehatan perorangan tersier menerima rujukan subspesialistik dari pelayanan kesehatan di bawahnya, dan dapat merujuk kembali ke fasilitas pelayanan kesehatan yang merujuk. 199. Pelaksana pelayanan kesehatan perorangan tersier adalah dokter subspesialis atau dokter spesialis yang telah mendapatkan pendidikan khusus atau pelatihan dan mempunyai izin praktik dan didukung oleh tenaga kesehatan lainnya yang diperlukan. 200. Pelayanan kesehatan perorangan tersier dilaksanakan di rumah sakit umum, rumah sakit khusus setara kelas A dan B, baik milik Pemerintah, Pemerintah Daerah maupun swasta yang mampu memberikan pelayanan kesehatan subspesialistik dan juga termasuk klinik khusus, seperti pusat radioterapi. Peraturan Presiden RI No. 72 Th 2012 ttg Sistem Kesehatan Nasional
13
A.5.a. 1). b). Pelayanan Kesehatan Masyarakat Primer (PKMP)
179. Pelayanan kesehatan masyarakat primer adalah pelayanan peningkatan dan pencegahan tanpa mengabaikan pengobatan dan pemulihan dengan sasaran keluarga, kelompok, dan masyarakat. 180. Penyelenggaraan pelayanan kesehatan masyarakat primer menjadi tanggung jawab Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota yang pelaksanaan operasionalnya dapat didelegasikan kepada Puskesmas, dan/atau fasilitas pelayanan kesehatan primer lainnya yang diselenggarakan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah dan/atau masyarakat. Peraturan Presiden RI No. 72 Th 2012 ttg Sistem Kesehatan Nasional
14
A.5.a. 2).b). Pelayanan Kesehatan Masyarakat Sekunder (PKMS)
193. Pelayanan kesehatan masyarakat sekunder menerima rujukan kesehatan dari pelayanan kesehatan masyarakat primer dan memberikan fasilitasi dalam bentuk sarana, teknologi, dan sumber daya manusia kesehatan serta didukung oleh pelayanan kesehatan masyarakat tersier. 194. Penyelenggaraan pelayanan kesehatan masyarakat sekunder menjadi tanggung jawab Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan/atau Provinsi sebagai fungsi teknisnya, yakni melaksanakan pelayanan kesehatan masyarakat yang tidak sanggup atau tidak memadai dilakukan pada pelayanan kesehatan masyarakat primer. 195. Dalam penanggulangan penyakit menular yang tidak terbatas pada suatu batas wilayah administrasi pemerintahan (lintas kabupaten/ kota), maka tingkat yang lebih tinggi (provinsi) yang harus menanganinya. Peraturan Presiden RI No. 72 Th 2012 ttg Sistem Kesehatan Nasional
15
A.5.a. 3).b). Pelayanan Kesehatan Masyarakat Tersier (PKMT)
204. Pelayanan kesehatan masyarakat tersier menerima rujukan kesehatan dari pelayanan kesehatan masyarakat sekunder dan memberikan fasilitasi dalam bentuk sarana, teknologi, sumber daya manusia kesehatan, dan rujukan operasional, serta melakukan penelitian dan pengembangan bidang kesehatan masyarakat dan penapisan teknologi dan produk teknologi yang terkait. 205. Pelaksana pelayanan kesehatan masyarakat tersier adalah Dinas Kesehatan Provinsi, unit kerja terkait di tingkat provinsi, Kementerian Kesehatan, dan unit kerja terkait di tingkat nasional. Peraturan Presiden RI No. 72 Th 2012 ttg Sistem Kesehatan Nasional
16
PELAYANAN KESEHATAN PERORANGAN
BAB II PELAYANAN KESEHATAN PERORANGAN Pasal 2 (1) Pelayanan kesehatan perorangan terdiri dari 3 (tiga) tingkatan yaitu : a. Pelayanan kesehatan tingkat pertama; b. Pelayanan kesehatan tingkat kedua; dan c. Pelayanan kesehatan tingkat ketiga. (2) Pelayanan kesehatan tingkat pertama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a merupakan pelayanan kesehatan dasar yang diberikan oleh dokter dan dokter gigi di puskesmas, puskesmas perawatan, tempat praktik perorangan, klinik pratama, klinik umum di balai/lembaga pelayanan kesehatan, dan rumah sakit pratama. (3) Dalam keadaan tertentu, bidan atau perawat dapat memberikan pelayanan kesehatan tingkat pertama sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 001 Tahun 2012 Tentang Sistem Rujukan Pelayanan Kesehatan Perorangan
17
PELAYANAN KESEHATAN PERORANGAN
BAB II PELAYANAN KESEHATAN PERORANGAN Pasal 2 (4) Pelayanan kesehatan tingkat kedua sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b merupakan pelayanan kesehatan spesialistik yang dilakukan oleh dokter spesialis atau dokter gigi spesialis yang menggunakan pengetahuan dan teknologi kesehatan spesialistik. (5) Pelayanan kesehatan tingkat ketiga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c merupakan pelayanan kesehatan sub spesialistik yang dilakukan oleh dokter sub spesialis atau dokter gigi sub spesialis yang menggunakan pengetahuan dan teknologi kesehatan sub spesialistik. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 001 Tahun 2012 Tentang Sistem Rujukan Pelayanan Kesehatan Perorangan
18
Pasal 5 (1) Sistem rujukan diwajibkan bagi pasien yang merupakan peserta jaminan kesehatan atau asuransi kesehatan sosial dan pemberi pelayanan kesehatan. (2) Peserta asuransi kesehatan komersial mengikuti aturan yang berlaku sesuai dengan ketentuan dalam polis asuransi dengan tetap mengikuti pelayanan kesehatan yang berjenjang. (3) Setiap orang yang bukan peserta jaminan kesehatan atau asuransi kesehatan sosial, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat mengikuti sistem rujukan. Pasal 6 Dalam rangka meningkatkan aksesibilitas, pemerataan dan peningkatan efektifitas pelayanan kesehatan, rujukan dilakukan ke fasilitas pelayanan kesehatan terdekat yang memiliki kemampuan pelayanan sesuai kebutuhan pasien. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 001 Tahun 2012 Tentang Sistem Rujukan Pelayanan Kesehatan Perorangan
19
BAB I PENDAHULUAN Standar Kompetensi Dokter Indonesia (SKDI) merupakan standar minimal kompetensi lulusan dan bukan merupakan standar kewenangan dokter layanan primer. SKDI pertama kali disahkan oleh Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) pada tahun 2006 dan telah digunakan sebagai acuan untuk pengembangan kurikulum berbasis kompetensi (KBK). SKDI juga menjadi acuan dalam pengembangan uji kompetensi dokter yang bersifat nasional. Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Standar Kompetensi Dokter Indonesia
20
Lampiran 3 : Daftar Penyakit
Tingkat Kemampuan 1: mengenali dan menjelaskan Lulusan dokter mampu mengenali dan menjelaskan gambaran klinik penyakit, dan mengetahui cara yang paling tepat untuk mendapatkan informasi lebih lanjut mengenai penyakit tersebut, selanjutnya menentukan rujukan yang paling tepat bagi pasien. Lulusan dokter juga mampu menindaklanjuti sesudah kembali dari rujukan. Tingkat Kemampuan 2: mendiagnosis dan merujuk Lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik terhadap penyakit tersebut dan menentukan rujukan yang paling tepat bagi penanganan pasien selanjutnya. Lulusan dokter juga mampu menindaklanjuti sesudah kembali dari rujukan. Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Standar Kompetensi Dokter Indonesia
21
Tingkat Kemampuan 3: mendiagnosis, melakukan penatalaksanaan awal, dan merujuk
3A. Bukan gawat darurat Lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik dan memberikan terapi pendahuluan pada keadaan yang bukan gawat darurat. Lulusan dokter mampu menentukan rujukan yang paling tepat bagi penanganan pasien selanjutnya. Lulusan dokter juga mampu menindaklanjuti sesudah kembali dari rujukan. 3B. Gawat darurat Lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik dan memberikan terapi pendahuluan pada keadaan gawat darurat demi menyelamatkan nyawa atau mencegah keparahan dan/atau kecacatan pada pasien. Lulusan dokter mampu menentukan rujukan yang paling tepat bagi penanganan pasien selanjutnya. Lulusan dokter juga mampu menindaklanjuti sesudah kembali dari rujukan. Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Standar Kompetensi Dokter Indonesia
22
4A. Kompetensi yang dicapai pada saat lulus dokter
Tingkat Kemampuan 4: mendiagnosis, melakukan penatalaksanaan secara mandiri dan tuntas Lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik dan melakukan penatalaksanaan penyakit tersebut secara mandiri dan tuntas. 4A. Kompetensi yang dicapai pada saat lulus dokter 4B. Profisiensi (kemahiran) yang dicapai setelah selesai internsip dan/atau Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan (PKB) Dengan demikian didalam Daftar Penyakit ini level kompetensi tertinggi adalah 4A Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Standar Kompetensi Dokter Indonesia
23
BAB II JENIS Pasal 2 (1) Berdasarkan jenis pelayanannya, klinik dibagi menjadi Klinik Pratama dan Klinik Utama. (2) Klinik Pratama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempakan klinik yang menyelenggarakan pelayanan medik dasar. (3) Klinik Utama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan klinik yang menyelenggarakan pelayanan medik spesialistik atau pelayanan medik dasar dan spesialistik. (4) Klinik Pratama atau Klinik Utama sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) dapat mengkhususkan pelayanan pada satu bidang tertentu berdasarkan disiplin ilmu, golongan umur, organ atau jenis penyakit tertentu. (5) Jenis Klinik Pratama atau Klinik Utama sebagaimana dimaksud pada ayat (4) serta pedoman penyelenggaraannya ditetapkan oleh Menteri. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 028/MENKES/PER/I/2011 Tentang Klinik
24
Azas Rujukan dalam Penyelenggaraan Puskesmas
25
B. Azas penyelenggaraan
Penyelenggaraan upaya kesehatan wajib dan upaya kesehatan pengembangan harus menerapkan azas penyelenggaraan puskesmas secara terpadu. Azas penyelenggaraan puskesmas yang dimaksud adalah : 1. Azas pertanggungjawaban wilayah 2. Azas pemberdayaan masyarakat 3. Azas keterpaduan 4. Azas rujukan Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 128/MENKES/SK/II/2004 Tentang Kebijakan Dasar Puskesmas
26
a. Rujukan upaya kesehatan perorangan
4. Azas rujukan Sebagai sarana pelayanan kesehatan tingkat pertama, kemampuan yang dimiliki oleh puskesmas terbatas. Padahal puskesmas berhadapan langsung dengan masyarakat dengan berbagai permasalahan kesehatannya. Untuk membantu puskesmas menyelesaikan berbagai masalah kesehatan tersebut dan juga untuk meningkatkan efisiensi, maka penyelenggaraan setiap upaya puskesmas (wajib, pengembangan dan inovasi) harus ditopang oleh azas rujukan. Sesuai dengan jenis upaya kesehatan yang diselenggarakan oleh puskesmas ada dua macam rujukan yang dikenal, yakni : a. Rujukan upaya kesehatan perorangan b. Rujukan upaya kesehatan masyarakat Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 128/MENKES/SK/II/2004 Tentang Kebijakan Dasar Puskesmas
27
a. Rujukan upaya kesehatan perorangan
Cakupan rujukan pelayanan kesehatan perorangan adalah kasus penyakit. Apabila suatu puskesmas tidak mampu menanggulangi satu kasus penyakit tertentu, maka puskesmas tersebut wajib merujuknya ke sarana pelayanan kesehatan yang lebih mampu (baik horisontal maupun vertikal). Sebaliknya pasien paska rawat inap yang hanya memerlukan rawat jalan sederhana, dirujuk ke puskesmas. Rujukan upaya kesehatan perorangan dibedakan atas tiga macam : 1). Rujukan kasus keperluan diagnostik, pengobatan, tindakan medik (biasanya operasi) dan lain-lain. 2). Rujukan bahan pemeriksaan (spesimen) untuk pemeriksaan laboratorium yang lebih lengkap. 3). Rujukan ilmu pengetahuan antara lain mendatangkan tenaga yang lebih kompeten untuk melakukan bimbingan kepada tenaga puskesmas dan ataupun menyelenggarakan pelayanan medik di puskesmas. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 128/MENKES/SK/II/2004 Tentang Kebijakan Dasar Puskesmas
28
b. Rujukan upaya kesehatan masyarakat
Cakupan rujukan pelayanan kesehatan masyarakat adalah masalah kesehatan masyarakat, misalnya kejadian luar biasa, pencemaran lingkungan, dan bencana Rujukan pelayanan kesehatan masyarakat juga dilakukan apabila satu puskesmas tidak mampu menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat wajib dan pengembangan, padahal upaya kesehatan masyarakat tersebut telah menjadi kebutuhan masyarakat. Apabila suatu puskesmas tidak mampu menanggulangi masalah kesehatan masyarakat, maka puskesmas tersebut wajib merujuknya ke Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 128/MENKES/SK/II/2004 Tentang Kebijakan Dasar Puskesmas
29
Rujukan upaya kesehatan masyarakat dibedakan atas tiga macam :
1). Rujukan sarana dan logistik, antara lain peminjaman peralatan fogging, peminjaman alat laboratorium kesehatan, peminjaman alat audio visual, bantuan obat, vaksin, bahan-bahan habis pakai dan bahan makanan. 2). Rujukan tenaga antara lain dukungan tenaga ahli untuk penyelidikan kejadian luar biasa, bantuan penyelesaian masalah hukum kesehatan, penanggulangan gangguan kesehatan karena bencana alam. 3). Rujukan operasional, yakni menyerahkan sepenuhnya masalah kesehatan masyarakat dan tanggungjawab penyelesaian masalah kesehatan masyarakat dan atau penyelenggaraan upaya kesehatan masyarakat (antara lain Upaya Kesehatan Sekolah, Upaya Kesehatan Kerja, Upaya Kesehatan Jiwa, pemeriksaan contoh air bersih) kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Rujukan operasional diselenggarakan apabila puskesmas tidak mampu. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 128/MENKES/SK/II/2004 Tentang Kebijakan Dasar Puskesmas
30
RUJUKAN YANKES PERORANGAN RUJUKAN YANKES MASYARAKAT RS Umum/Khusus
Pusat/Propinsi STRATA KETIGA STRATA KETIGA Depkes, Dinkes Prop RS Umum/Khusus Kab/Kota, Klinik Spesialis swasta, Praktek Dr. Spec. Swasta STRATA KEDUA STRATA KEDUA Dinkes Kab /Kota Prakter Dokter Umum Dokter Keluarga Puskesmas,BP, BKIA, praktek bidan swasta STRATA PERTAMA STRATA PERTAMA Puskesmas Posyandu Polindes UKBM Posyandu Polindes MASYARAKAT MASYARAKAT Kader Kesehatan Upaya Kes. Keluarga mandiri Upaya Kes. Keluarga mandiri PERORANGAN/ KELUARGA PERORANGAN/ KELUARGA Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 128/MENKES/SK/II/2004 Tentang Kebijakan Dasar Puskesmas
31
Tata cara melakukan Rujukan
32
Bagian Kedua Tata Cara Rujukan Pasal 7 Pasal 8
(1) Rujukan dapat dilakukan secara vertikal dan horizontal. (2) Rujukan vertikal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan rujukan antar pelayanan kesehatan yang berbeda tingkatan. (3) Rujukan horizontal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan rujukan antar pelayanan kesehatan dalam satu tingkatan. (4) Rujukan vertikal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dilakukan dari tingkatan pelayanan yang lebih rendah ke tingkatan pelayanan yang lebih tinggi atau sebaliknya. Pasal 8 Rujukan horizontal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) dilakukan apabila perujuk tidak dapat memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan pasien karena keterbatasan fasilitas, peralatan dan/atau ketenagaan yang sifatnya sementara atau menetap. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 001 Tahun 2012 Tentang Sistem Rujukan Pelayanan Kesehatan Perorangan
33
Pasal 9 Rujukan vertikal dari tingkatan pelayanan yang lebih rendah ke tingkatan pelayanan yang lebih tinggi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (4) dilakukan apabila: a. pasien membutuhkan pelayanan kesehatan spesialistik atau sub spesialistik; b. perujuk tidak dapat memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan pasien karena keterbatasan fasilitas, peralatan dan/atau ketenagaan. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 001 Tahun 2012 Tentang Sistem Rujukan Pelayanan Kesehatan Perorangan
34
Pasal 10 Rujukan vertikal dari tingkatan pelayanan yang lebih tinggi ke tingkatan pelayanan yang lebih rendah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (4) dilakukan apabila: permasalahan kesehatan pasien dapat ditangani oleh tingkatan pelayanan kesehatan yang lebih rendah sesuai dengan kompetensi dan kewenangannya; kompetensi dan kewenangan pelayanan tingkat pertama atau kedua lebih baik dalam menangani pasien tersebut; pasien membutuhkan pelayanan lanjutan yang dapat ditangani oleh tingkatan pelayanan kesehatan yang lebih rendah dan untuk alasan kemudahan, efisiensi dan pelayanan jangka panjang; dan/atau perujuk tidak dapat memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan pasien karena keterbatasan sarana, prasarana, peralatan dan/atau ketenagaan. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 001 Tahun 2012 Tentang Sistem Rujukan Pelayanan Kesehatan Perorangan
35
Pasal 11 (1) Setiap pemberi pelayanan kesehatan berkewajiban merujuk pasien bila keadaan penyakit atau permasalahan kesehatan memerlukannya, kecuali dengan alasan yang sah dan mendapat persetujuan pasien atau keluarganya. (2) Alasan yang sah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pasien tidak dapat ditransportasikan atas alasan medis, sumber daya, atau geografis. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 001 Tahun 2012 Tentang Sistem Rujukan Pelayanan Kesehatan Perorangan
36
Perujuk sebelum melakukan rujukan harus:
Pasal 13 Perujuk sebelum melakukan rujukan harus: a. melakukan pertolongan pertama dan/atau tindakan stabilisasi kondisi pasien sesuai indikasi medis serta sesuai dengan kemampuan untuk tujuan keselamatan pasien selama pelaksanaan rujukan; b. melakukan komunikasi dengan penerima rujukan dan memastikan bahwa penerima rujukan dapat menerima pasien dalam hal keadaan pasien gawat darurat; dan c. membuat surat pengantar rujukan untuk disampaikan kepada penerima rujukan. Pasal 14 Dalam komunikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf b, penerima rujukan berkewajiban: a. menginformasikan mengenai ketersediaan sarana dan prasarana serta kompetensi dan ketersediaan tenaga kesehatan; dan b. memberikan pertimbangan medis atas kondisi pasien. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 001 Tahun 2012 Tentang Sistem Rujukan Pelayanan Kesehatan Perorangan
37
Pasal 16 (1) Transportasi untuk rujukan dilakukan sesuai dengan kondisi pasien dan ketersediaan sarana transportasi. (2) Pasien yang memerlukan asuhan medis terus menerus harus dirujuk dengan ambulans dan didampingi oleh tenaga kesehatan yang kompeten. (3) Dalam hal tidak tersedia ambulans pada fasilitas pelayanan kesehatan perujuk, rujukan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dapat dilakukan dengan menggunakan alat transportasi lain yang layak. Pasal 17 (1) Rujukan dianggap telah terjadi apabila pasien telah diterima oleh penerima rujukan. (2) Penerima rujukan bertanggung jawab untuk melakukan pelayanan kesehatan lanjutan sejak menerima rujukan. (3) Penerima rujukan wajib memberikan informasi kepada perujuk mengenai perkembangan keadaan pasien setelah selesai memberikan pelayanan. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 001 Tahun 2012 Tentang Sistem Rujukan Pelayanan Kesehatan Perorangan
38
Bagian Ketiga Pembiayaan Pasal 18 BAB VII KETENTUAN PENUTUP Pasal 22
(1) Pembiayaan rujukan dilaksanakan sesuai ketentuan yang berlaku pada asuransi kesehatan atau jaminan kesehatan. (2) Pembiayaan rujukan bagi pasien yang bukan peserta asuransi kesehatan atau jaminan kesehatan menjadi tanggung jawab pasien dan/atau keluarganya. BAB VII KETENTUAN PENUTUP Pasal 22 Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 032/Birhup/1972 tentang Referal System dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 001 Tahun 2012 Tentang Sistem Rujukan Pelayanan Kesehatan Perorangan
39
Surat Pengantar Rujukan
Pasal 15 Surat pengantar rujukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf c sekurang-kurangnya memuat : a. identitas pasien; b. hasil pemeriksaan (anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang) yang telah dilakukan; c. diagnosis kerja; d. terapi dan/atau tindakan yang telah diberikan; e. tujuan rujukan; dan f. nama dan tanda tangan tenaga kesehatan yang memberikan pelayanan. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 001 Tahun 2012 Tentang Sistem Rujukan Pelayanan Kesehatan Perorangan
40
a. diagnosis dan terapi dan/atau tindakan medis yang diperlukan;
Pasal 12 (1) Rujukan harus mendapatkan persetujuan dari pasien dan/atau keluarganya. (2) Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan setelah pasien dan/atau keluarganya mendapatkan penjelasan dari tenaga kesehatan yang berwenang. (3) Penjelasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sekurang-kurangnya meliputi: a. diagnosis dan terapi dan/atau tindakan medis yang diperlukan; b. alasan dan tujuan dilakukan rujukan; c. risiko yang dapat timbul apabila rujukan tidak dilakukan; d. transportasi rujukan; dan e. risiko atau penyulit yang dapat timbul selama dalam perjalanan. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 001 Tahun 2012 Tentang Sistem Rujukan Pelayanan Kesehatan Perorangan
41
Kop Surat KLINIK PRATAMA Alamat ______________________________________________________________________________________________________SURAT PENGANTAR RUJUKAN Nomer : Kepada Yth. Dengan ini kami mengirimkan pasien : Nama : jenis kelamin : tanggal lahir : pekerjaan : alamat : dengan : anamnesis : pemeriksaan fisik : pemeriksaan penunjang : diagnosis kerja : terapi dan/atau tindakan yang telah diberikan : tujuan rujukan : Terimakasih. tanggal dan waktu : nama dan tanda tangan tenaga kesehatan Catatan : Rujukan telah mendapatkan Persetujuan dari pasien dan/atau keluarganya. Persetujuan diberikan setelah pasien dan/atau keluarganya mendapatkan Penjelasan, meliputi: diagnosis dan terapi dan/atau tindakan medis yang diperlukan; alasan dan tujuan dilakukan rujukan; risiko yang dapat timbul apabila rujukan tidak dilakukan; ransportasi rujukan; danrisiko atau penyulit yang dapat timbul selama dalam perjalanan.
42
Surat Pengantar Rujukan
Kesimpulan tentang Rujukan Surat Pengantar Rujukan Jenis Rujukan : a. Rujukan upaya kesehatan perorangan b. Rujukan upaya kesehatan masyarakat Jenjang Rujukan : a. upaya kesehatan perorangan Pelayanan Kesehatan Perorangan Primer (PKPP) Pelayanan Kesehatan Perorangan Sekunder (PKPS) Pelayanan Kesehatan Perorangan Tersier (PKPT) b. upaya kesehatan masyarakat Pelayanan Kesehatan Masyarakat Primer (PKMP) Pelayanan Kesehatan Masyarakat Sekunder (PKMS) Pelayanan Kesehatan Masyarakat Tersier (PKMT) Arah Rujukan : a. Rujukan secara vertikal b. Rujukan secara horizontal
43
Selamat Belajar
Presentasi serupa
© 2024 SlidePlayer.info Inc.
All rights reserved.