Upload presentasi
Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu
Diterbitkan olehDandy Adhy Telah diubah "9 tahun yang lalu
1
Pertanian Organik Pertanian organik adalah sebuah bentuk solusi baru guna menghadapi kebuntuan yang dihadapi petani sehubungan dengan maraknya intervensi barang-barang sintetis atas dunia pertanian sekarang ini. Dapat kita saksikan, mulai dari pupuk, insektisida, perangsang tumbuh, semuanya telah dibuat dari bahan-bahan yang disintesis dari senyawa-senyawa murni (biasanya anorganik) di laboratorium. Itu semua memang tidak selamanya jelek, tetapi pada tempo yang panjang (apalagi jika digunakan dengan tidak hati-hati dan tidak tepat dosis), di mana akumulasi bahan-bahan tersebut menjadi jenuh di tanah, terbukti telah menjadi masalah yang sangat serius. Rantai makanan yang tadinya selalu berputar karena proses degradasi yang baik, tiba-tiba menjadi mandek karena ketidakmampuan alam (bakteri) untuk meluruhkan bahan-bahan sintetis tersebut. Kita sudah mulai melihat kecenderungan tanah menjadi asam dan pengerasan tanah yang disebabkan oleh pupuk urea. Resistennya hampir semua jenis hama terhadap insektisida dan menuntut penggunaan bahan yang berintensitas lebih tinggi untuk dapat membunuhnya. Pertanian organik sendiri sebetulnya bukan barang baru bagi PETANI. Bahkan khususnya di Indonesia, pertanian modern yang serba sintetis seperti sekarang ini, adalah sesuatu yang baru kita kenal beberapa puluh tahun terakhir ini saja. Selama beribu tahun (setidaknya seperti yang terlukis di dinding Borobudur), petani kita selalu menerapkan sistim pertanian organik. Hal ini tetap berlangsung sampai kira-kira generasi Kakek saya yang kira-kira lahir di tahun 1900-an. Penggunaan pupuk dari kotoran hewan atau sisa-sisa panenan, adalah hal yang selalu digunakan sebagai penyubur tanah (salah satu contohnya). Setelah tahun 1960-an dengan dideklarasikannya revolusi hijau (oleh orang barat), kita pun berbondong-bondong mengikuti jejak mereka, mengadopsi sistim pertanian modern dengan dalih meningkatkan produksi. Gema revolusi hijau dengan “pemuliaannya” kemudian merasuki setiap sumsum tulang petani kita. Pupuk dan obat pembasmi hama pun kemudian menyebar dengan cepat tanpa rem dan kendali. Petani yang tidak mengikuti tren ini akan dicap sebagai petani kuno yang ketinggalan zaman. Bahkan di zaman jaya-jayanya tindakan represif, dapat dikenai stempel pembangkang atau pengikut organisasi terlarang (yang dilarang oleh negara) yang membuat si petani harus berurusan dengan pihak keamanan (sebetulnya ini hal kuno yang saya enggan menuliskannya). Tapi yang lebih penting diperhatikan adalah kerusakan yang ditimbulkan oleh hal ini. Beberapa saat yang lalu bahkan masyarakat petani Indonesia sempat mengajukan gugatan kepada IPB (Institut Pertanian Bogor) agar meminta maaf karena telah mengkampanyekan dan memasyarakatkan gerakan revolusi hijau di Indonesia. Saya kira masa-masa tuntut-menuntut dan tanggung-menanggung sudah harus kita kesampingkan sekarang ini. Ada hal besar yang lebih penting lagi menanti untuk diselesaikan. Mengubah paradigma berpikir petani kita tentang pertanian yang berkelanjutan dan ramah lingkungan (sustainable agriculture), adalah proyek besar yang seharusnya menyedot porsi terbesar para insan yang bergelut dengan dunia pertanian di Indonesia ini.
Presentasi serupa
© 2024 SlidePlayer.info Inc.
All rights reserved.