Upload presentasi
Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu
Diterbitkan olehIsnan George Telah diubah "9 tahun yang lalu
1
Sistem Penjaminan Mutu Perguruan Tinggi (SPM-PT)
Kebijakan Nasional Sistem Penjaminan Mutu Perguruan Tinggi (SPM-PT) Kementerian Pendidikan Nasional Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Direktorat Akademik 2010
2
Perubahan Struktur Pengawasan Pendidikan Tinggi di Indonesia
Perubahan Peraturan Perundang-undangan Pendidikan Tinggi Perubahan Struktur Pengawasan Pendidikan Tinggi UU. No. 2 Tahun 1989 Tentang Sisdiknas UU. No. 20 Tahun 2003 Tentang Sisdiknas ------ UU. No. 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen UU. No. 9 Tahun 2009 Tentang BHP PP. No. 60 Tahun 1999 Tentang Pendidikan Tinggi RPP. Tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan Kepmendiknas No. 232/U/2000 Tentang Kurikulum dan Penilaian Hasil Belajar Mengajar PP. No. 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan Kepmendiknas No. 234/U/2000 Tentang Pedoman Pendirian Perguruan Tinggi Kepmendiknas No. 045/U/2002 Tentang Kurikulum Inti Pendidikan Tinggi Kepmendiknas No. 184 Tahun 2001 Tentang Wasdalbin(EPSBED) KPPT-JP III HELTS Masih berlaku sebelum daidakan yang baru untuk mencegah kekosongan hukum
3
Struktur Pengawasan Pendidikan Tinggi Berdasarkan UU No
Struktur Pengawasan Pendidikan Tinggi Berdasarkan UU No. 2 Tahun 1989 Tentang Sisdiknas (UU Sisdiknas Lama) 1 Pasal 52 Bab XVI UU Sisdiknas Lama: Pemerintah melakukan pengawasan atas penyelenggaraan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah ataupun oleh masyarakat dalam rangka pembinaan perkembangan satuan pendidikan yang bersangkutan. Pasal 53 UU Sidiknas Lama: Menteri berwenang mengambil tindakan administratif terhadap penyelenggara satuan pendidikan yang melakukan pelanggaran terhadap ketentuan undang-undang ini. Penjelasan Pasal 53 UU Sisdiknas Lama: Tindakan administratif berwujud pemberian peringatan sebagai tindakan yang paling ringan dan perintah penutupan satuan pendidikan yang bersangkutan sebagai tindakan yang paling berat
4
Struktur Pengawasan Pendidikan Tinggi Berdasarkan UU No
Struktur Pengawasan Pendidikan Tinggi Berdasarkan UU No. 2 Tahun 1989 Tentang Sisdiknas (UU Sisdiknas Lama) 2 Kesimpulan Pemerintah merupakan satu-satunya pemegang tanggungjawab pengawasan atas pendidikan, termasuk pendidikan tinggi, baik yang diselenggarakan oleh Pemerintah maupun oleh masyarakat. Struktur pengawasan pendidikan tinggi seperti ini disebut pengawasan vertikal. Akibatnya peraturan pelaksanaan tentang pengawasan pendidikan tinggi yang ditetapkan pada masa UU.Sisdiknas Lama berlaku, berkarakter pengawasan vertikal, antara lain: - Kepmendiknas No. 234/U/2000 Tentang Pedoman Pendirian Perguruan Tinggi; Kepmendiknas No. 184 Tahun 2001 Tentang Pedoman Pengawasan-Pengendalian dan Pembinaan Program Diploma Sarjana dan Pascasarjana di Perguruan Tinggi (Wasdalbin), sebagai landasan EPSBED
5
Struktur Pengawasan Pendidikan Tinggi Berdasarkan UU No
Struktur Pengawasan Pendidikan Tinggi Berdasarkan UU No. 20 Tahun 2003 Tentang Sisdiknas (UU Sisdiknas Baru) 1 Alinea keenam Penjelasan Umum UU.Sisdiknas: Strategi pembaharuan sistem pendidikan, antara lain: 13. pelaksanaan pengawasan dalam sistem pendidikan nasional. Pasal 8 UU Sisdiknas: Masyarakat berhak berperan serta dalam perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan evaluasi program pendidikan. Pasal 66 Bab XIX UU Sisdiknas: (1) Pemerintah, pemerintah daerah, dewan pendidikan, dan komite sekolah/madrasah melakukan pengawasan atas penyelenggaraan pendidikan pada semua jenjang dan jenis pendidikan sesuai dengan kewenangan masing-masing. (2) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan prinsip transparansi dan akuntabilitas publik
6
Struktur Pengawasan Pendidikan Tinggi Berdasarkan UU No
Struktur Pengawasan Pendidikan Tinggi Berdasarkan UU No. 20 Tahun 2003 Tentang Sisdiknas (UU Sisdiknas Baru) 2 Selain itu, salah satu tonggak penting di dalam UU.Sisdiknas yang tidak dikenal di dalam UU.Sisdiknas Lama, adalah penetapan otonomi perguruan tinggi, yang diatur dalam: Pasal 24 ayat (2) UU Sisdiknas: Perguruan tinggi memiliki otonomi untuk mengelola sendiri lembaganya sebagai pusat penyelenggaraan pendidikan tinggi, penelitian ilmiah, dan pengabdian kepada masyarakat. Pasal 50 ayat (6) UU Sisdiknas: Perguruan tinggi menentukan kebijakan dan memiliki otonomi dalam mengelola pendidikan di lembaganya. Penjelasan Pasal 50 ayat (6) UU Sisdiknas: Yang dimaksud dengan otonomi perguruan tinggi adalah kemandirian perguruan tinggi untuk mengelola sendiri lembaganya.
7
Struktur Pengawasan Pendidikan Tinggi Berdasarkan UU No
Struktur Pengawasan Pendidikan Tinggi Berdasarkan UU No. 20 Tahun 2003 Tentang Sisdiknas (UU Sisdiknas Baru) 3 Kesimpulan Terhadap perguruan tinggi yang otonom, tentu saja Pemerintah tidak berwenang lagi melakukan pengawasan seperti pada masa berlakunya UU.Sisdiknas Lama. Otonomi perguruan tinggi mengamanatkan bahwa perguruan tinggi harus mengelola secara mandiri pengawasan atas pendidikan tinggi yang diselenggarakannya. Pemerintah tetap memiliki wewenang mengawasi pendidikan tinggi, namun harus dilakukan secara transparan untuk dipertanggungjawabkan kepada masyarakat (akuntabilitas publik), artinya pengawasan adalah bukan untuk kepentingan Pemerintah melainkan Pemerintah melakukan pengawasan adalah demi melindungi kepentingan masyarakat (stakeholders) yang menggunakan hasil pendidikan tinggi.
8
Struktur Pengawasan Pendidikan Tinggi Berdasarkan UU No
Struktur Pengawasan Pendidikan Tinggi Berdasarkan UU No. 20 Tahun 2003 Tentang Sisdiknas (UU Sisdiknas Baru) 4 Dalam era otonomi perguruan tinggi, masyarakat diberi hak untuk mengawasi pendidikan tinggi. Struktur pengawasan pendidikan tinggi ini disebut pengawasan horisontal. Akibatnya, peraturan pelaksanaan tentang pengawasan pendidikan tinggi yang telah dan akan ditetapkan setelah berlakunya UU.Sisdiknas, semuanya harus berkarakter pengawasan horisontal, antara lain: - Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan, dan - Rancangan Peraturan Pemerintah Tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan, serta - Rancangan Permendiknas Tentang Peyelenggaraan Pendidikan Tinggi yang sedang dalam proses penyusunan .
9
Dampak pada Struktur Pengawasan Pendidikan Tinggi (Dari WASDALBIN ke SPM-PT) 1
Struktur pengawasan vertikal bertujuan agar perguruan tinggi menaati semua persyaratan penyelenggaraan pendidikan tinggi yang ditetapkan Pemerintah, sehingga pada hakekatnya bertujuan menjamin mutu perguruan tinggi. Dengan tujuan menjamin mutu perguruan tinggi, PP. No. 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan menetapkan struktur pengawasan horisontal di dalam: - Pasal 91 ayat (1): Setiap satuan pendidikan pada jalur formal dan nonformal wajib melakukan penjaminan mutu pendidikan. - Pasal 91 ayat (3): Penjaminan mutu pendidikan bertujuan untuk memenuhi atau melampaui Standar Nasional Pendidikan
10
Dampak pada Struktur Pengawasan Pendidikan Tinggi (Dari WASDALBIN ke SPM-PT) 1
Struktur pengawasan pendidikan tinggi melalui penjaminan mutu, memenuhi amanat UU. Sisdiknas yaitu menerapkan pengawasan horisontal yang dilaksanakan oleh tiga unsur, yaitu: a. perguruan tinggi; b. masyarakat/stakeholders; c. Pemerintah. Pada tahun 2006, dipandang perlu oleh Dirjen Dikti, dibentuk Komisi SPM-PT di bawah Dewan Pendidikan Tinggi untuk menyusun Sistem Penjaminan Mutu Perguruan Tinggi (SPM-PT) yang berbasis institusi. Di dalam SPM-PT, Pemerintah, perguruan tinggi, dan masyara- kat/stakeholders diposisikan sesuai dengan tugas dan tanggung jawabnya masing-masing, dalam menjalankan penjaminan mutu perguruan tinggi.
11
Dasar Hukum SPM-PT (1) UU.No.20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas
Pasal 50 ayat(2): Pemerintah menentukan kebijakan nasional dan standar nasional pendidikan untuk menjamin mutu pendidikan nasional; Pasal 60: (1) Akreditasi dilakukan untuk menentukan kelayakan program dan satuan pendidikan pada jalur pendidikan formal dan nonformal pada setiap jenjang dan jenis pendidikan. (2) Akreditasi terhadap program dan satuan pendidikan dilakukan oleh Pemerintah dan/atau lembaga mandiri yang berwenang sebagai bentuk akuntabilitas publik.
12
Dasar Hukum SPM-PT (2) PP.No.19 Tahun 2005 Tentang SNP
Pasal 1 butir 1: SNP adalah kriteria minimal tentang sistem pendidikan di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pasal 4: SNP bertujuan menjamin mutu pendidikan nasional dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat.
13
Dasar Hukum SPM-PT (3) PP.No.19 Tahun 2005 Tentang SNP Pasal 91:
(1) Setiap satuan pendidikan pada jalur formal dan non- formal wajib melakukan penjaminan mutu pendidikan. (2) Penjaminan mutu pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan untuk memenuhi atau melampaui SNP. Pasal 1 butir 27: Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi yang selanjutnya disebut BAN-PT adalah badan evaluasi mandiri yang menetap kan kelayakan program dan/atau satuan pendidikan pada jenjang pendidikan tinggi dengan mengacu pada Standar Nasional Pendidikan
14
Dasar Hukum SPM-PT (4) PP.No.19 Tahun 2005 Tentang SNP Pasal 2:
(1) Lingkup SNP meliputi: a. Standar isi; b. Standar proses; c. Standar kompetensi lulusan; d. Standar pendidik dan tenaga kependidikan; e. Standar sarana dan prasarana; f. Standar pengelolaan; g. Standar pembiayaan; h. Standar penilaian pendidikan. (2) Untuk penjaminan dan pengendalian mutu pendidikan sesuai dengan SNP dilakukan evaluasi, akreditasi, dan sertifikasi.
15
Dasar Hukum SPM-PT (5) PP.No.19 Tahun 2005 Tentang SNP
Pasal 92 ayat (1): Menteri mensupervisi dan membantu satuan perguruan tinggi melakukan penjaminan mutu Pasal 92 ayat (8): Menteri menerbitkan pedoman program penjaminan mutu satuan pendidikan pada semua jenis, jenjang dan jalur pendidikan.
16
Dasar Hukum SPM-PT (6) HELTS 2003 -2010 Butir E Strategic Issues:
In healthy organization, a continuous quality improvement should become its primary concern. Quality assurance should be internally driven, institutionalized within each organization’s standard procedure, and could also involve external parties. However, since quality is also a concern of all stakeholders, quality improvement should aim at producing quality outputs and outcomes as part of public accountability.
17
M SPM-PT Berdasarkan PP.No.19 Tahun 2005 Tentang SNP 8 Jenis SNP
Standar Lain (Melampaui SNP) M Internally driven 8 Jenis SNP (Standar Minimal) Wajib
18
Standar Mutu PP.No.19 Tahun 2005 Tentang SNP
Ditetapkan sendiri oleh PT : a. Penelitian dan publikasi b. Pengabdian kepada masyarakat; c. Sistem informasi; d. Kerjasama institusional dalam dan luar negeri; e. Kemahasiswaan; f. Suasana akademik; g. Sumber pendanaan (revenue generating); h. Bidang lain sesuai ciri khas perguruan tinggi yang bersangkutan. Standar Lain (Melampaui SNP) Internally driven Psl 2 ayat (1) PP No 19/2005 1. Standar Isi 2. Sandar Proses 3. Standar Kompetensi Lulusan 4. Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan 5. Standar Sarana dan Prasarana 6. Standar Pengelolaan 7. Standar Pembiayaan 8. Standar Penilaian Pendidikan 8 Jenis SNP (Standar Minimal) Wajib
19
M Sebelum SPM-PT Perguruan Tinggi EPS BED QA Evaluasi Diri Akredi tasi
Program Studi Berbasis Evaluasi Diri M Penjaminan Mutu Internal QA Penjaminan Mutu Eksternal Akredi tasi Evaluasi Diri
20
Pangkalan Data Perguruan Tinggi
SPM-PT Sistem Penjaminan Mutu Perguruan Tinggi Sistem Penjaminan Mutu Internal (SPMI) Sistem Penjaminan Mutu Eksternal (SPME) M SNP SNP SNP Pangkalan Data Perguruan Tinggi (PDPT) SNP
21
Pengertian SPM-PT (1) Pangkalan Data Perguruan Tinggi (PDPT) Nasional
Kegiatan sistemik pengumpulan, pengolahan, dan penyimpanan data serta informasi tentang penyelenggaraan pendidikan tinggi di semua perguruan tinggi oleh Ditjen Dikti, untuk mengawasi penyelenggaraan pendidikan tinggi oleh Pemerintah sebagaimana diamanatkan oleh Pasal 66 ayat (1) dan Ayat (2) UU. Sisdiknas (dahulu disebut EPSBED);
22
Pengertian SPM-PT (2) Sistem Penjaminan Mutu Internal (SPMI)
Kegiatan sistemik penjaminan mutu penyelenggaraan pendidikan tinggi di perguruan tinggi oleh perguruan tinggi (internally driven), untuk mengawasi penyelenggaraan pendidikan tinggi oleh perguruan tinggi sendiri secara berkelanjutan (continuous improvement ), sebagaimana diamanatkan oleh Pasal 50 ayat (6) UU.Sisdiknas juncto Pasal 91 PP.No. 19 Tahun 2005 tentang SNP;
23
Pengertian SPM-PT (3) Sistem Penjaminan Mutu Eksternal (SPME)
Kegiatan sistemik penilaian kelayakan program dan/atau perguruan tinggi oleh BAN-PT atau lembaga mandiri di luar perguruan tinggi yang diakui Pemerintah, untuk mengawasi penyelenggaraan pendidikan tinggi untuk dan atas nama masyarakat, sebagai bentuk akuntabilitas publik sebagaimana diamanatkan oleh Pasal 60 ayat (2) UU.Sisdiknas dan Pasal 86 ayat (3) PP.No. 19 Tahun tentang SNP (disebut Akreditasi).
24
Mekanisme SPM-PT (1) 1. Data dan informasi tentang kegiatan masing-masing perguruan tinggi wajib dikumpulkan, diolah, dan disimpan oleh perguruan tinggi yang bersangkutan di dalam PDPT masing-masing dengan klasifikasi data dan informasi berdasarkan SNP. Kemudian data dan informasi tersebut dikirim, dikumpulkan dan disimpan di dalam PDPT Nasional yang dikelola oleh Ditjen.Dikti. 2. Dengan menggunakan data dan informasi yang telah dikumpulkan dan disimpan di dalam PDPT masing-masing, perguruan tinggi melakukan SPMI (internal quality assurance) melalui evaluasi diri dalam dua lingkup, yaitu pemenuhan SNP dan melampaui ke delapan standar di dalam SNP secara kuantitatif dan kualitatif, serta mengembangkan standar- standar tersebut di atas beserta pemenuhannya secara berkelanjutan (continuous quality improvement);
25
Mekanisme SPM-PT (2) 3. Dengan menggunakan data dan informasi di dalam PDPT Nasional dan visitasi, BAN–PT atau lembaga mandiri yang diakui Pemerintah melakukan akreditasi, yang disebut SPME (external quality assurance) dengan memberikan peringkat akreditasi terhadap program/satuan.
26
Sistem Penjaminan Mutu Internal (1)
Pengertian Mutu Perguruan Tinggi Mutu perguruan tinggi adalah kesesuaian antara penyelenggaraan perguruan tinggi dengan SNP, maupun standar yang ditetapkan oleh perguruan tinggi sendiri berdasarkan visi dan kebutuhan dari para pihak yang berkepentingan (stakeholders) Dengan demikian, terdapat standar mutu perguruan tinggi yang: ditetapkan oleh Pemerintah (government); disepakati bersama di dalam perguruan tinggi (vision) ; dikehendaki oleh pihak yang berkepentingan (stakeholders).
27
Sistem Penjaminan Mutu Internal (2)
Pengertian Sistem Penjaminan Mutu Internal Sistem Penjaminan mutu internal di perguruan tinggi adalah kegiatan penetapan dan pemenuhan standar nasional pendidikan dan standar yang melampaui SNP secara konsisten dan berkelanjutan, sehingga stakeholders (mahasiswa, orang tua, dunia kerja, pemerintah, dosen, tenaga penunjang, serta pihak lain yang berkepentingan) memperoleh kepuasan
28
Sistem Penjaminan Mutu Internal (3)
Konsep Sistem Penjaminan Mutu Internal Perguruan tinggi dinyatakan bermutu atau berkualitas, apabila 1. Perguruan tinggi mampu memenuhi SNP (aspek imperatif) 2. Perguruan tinggi mampu menetapkan dan mewujudkan visinya melalui pelaksanaan misinya (aspek deduktif) 3. Perguruan tinggi mampu memenuhi kebutuhan stakeholders (aspek induktif), berupa
29
Sistem Penjaminan Mutu Internal (4)
Tujuan Sistem Penjaminan Mutu Internal Memelihara dan meningkatkan mutu perguruan tinggi secara berkelanjutan (continuous improvement), yang dijalankan oleh perguruan tinggi secara internal untuk memenuhi SNP, mewujudkan visi dan misinya, serta memenuhi kebutuhan stakeholders melalui penyelenggaraan Tridharma Perguruan Tinggi
30
Sistem Penjaminan Mutu Internal (5)
Strategi Sistem Penjaminan Mutu Internal Ditjen. Dikti. menetapkan Pedoman Sistem Penjaminan Mutu Internal Perguruan Tinggi Perguruan tinggi menggalang komitmen menjalankan sistem penjaminan mutu internal perguruan tinggi c. Perguruan tinggi memilih dan menetapkan sendiri standar mutu yang melampaui SNP berdasarkan visinya d. Perguruan tinggi menetapkan dan menjalankan organisasi dan mekanisme kerja sistem penjaminan mutu internal e. Perguruan tinggi melakukan benchmarking mutu perguruan tinggi secara berkelanjutan (dalam/luar negeri)
31
Sistem Penjaminan Mutu Internal (6)
Standar Dalam Sistem Penjaminan Mutu Internal Contoh: Kurikulum Proses pembelajaran Kompetensi lulusan Pendidik dan tenaga kependidikan (SDM) Sarana dan prasarana Pengelolaan Pembiayaan Penilaian Pendidikan Penelitian dan publikasi Pengabdian kepada masyarakat Manajemen lembaga (institutional management) Sistem informasi Kerjasama dalam dan luar negeri = SNP
32
Sistem Penjaminan Mutu Internal (7)
Mekanisme Penetapan Standar Mutu SDM PT Rekrutasi Masa Percobaan Perjanjian Kerja Penilaian Prestasi Kerja Mutasi, Promosi, Demosi Waktu Kerja Kerja Lembur & Cuti Penghasilan & Penghargaan Jaminan Sosial & Kesejahteraan Pengembangan & Pembinaan Keselamatan & Kesehatan Kerja Disiplin Perjalanan Dinas Pengakhiran Hubungan Kerja Visi PT dan SNP Standar Mutu SDM Kebutuhan Stakeholders
33
Sistem Penjaminan Mutu Internal (8)
Manajemen Kendali Mutu SPMI Penetapan Standar Mutu Pelaksanaan Standar Mutu Audit Pelaksanaan Standar Mutu Ada Gap antara Standar Mutu Dan Pelaksanaan? Continuous Improvement (Kaizen) Mutu Berkelanjutan Sustainable Quality Ya Identifikasi action untuk memenuhi Standar Mutu Tidak Laksanakan action Evaluasi Untuk Peningkatan Standar Mutu Integrasikan pada proses SDCA berikutnya
34
Sistem Penjaminan Mutu Internal (9)
Manajemen Kendali Mutu SPMI PDCA (Plan, Do, Check, Action) yang akan menghasilkan kaizen atau peningkatan mutu berkelanjutan (continuous improvement) di perguruan tinggi Quality first Stakeholder - in The next process is our stakeholder Speak with data Upstream management SDCA PDCA SDCA PDCA Kaizen / continuous improvement SDCA PDCA SDCA PDCA SDCA S : Standard
35
Sistem Penjaminan Mutu Internal (10)
Garis Besar Proses Penyusunan SPMI Dokumen/ Buku Kebijakan Mutu Dokumen/ Buku Manual Mutu Dokumen/ Buku Standar Mutu Dokumen/ Buku Formulir Mutu Terhadap SPM-PT Kaizen Tindakan Penjaminan Mutu Audit Pelaksanan Penjaminan Mutu Pelaksanaan Penjaminan Mutu
36
Dimensi Internasional SPM-PT (1)
The results of the 2009 Asean Quality Assurance Network (AQAN) Roundtable Meeting, Bangkok A common set of desirable characteristics were agreed upon for ASEAN Assessors in Higher Education. A common set of obstacles to achieving the desirable quality of ASEAN Assessors were agreed upon as challenges to be overcome. The AQAN Board consists of representatives from all member countries: Dato’ Prof. Dr. Syed Ahmad Hussein was elected as the first Chair for two years. Prof. Emeritus Dr. Somwung Pitiyanuwat was elected as Deputy Chair. The Executive Committee Members consists of the Philippines, Indonesia, and Cambodia and SEAMEO RIHED. Prof. Zita Mohd. Fahmi was elected as the Secretary General. It was decided that the Permanent Secretariat would move to whichever country had the chair.
37
Dimensi Internasional SPM-PT (2)
4. Indonesia will be the next host of the 2010 AQAN Roundtable Meeting. The theme was agreed upon as the Interfacing between IQA and EQA in Higher Education. 5. Before the 2010, AQAN Roundtable Meeting, MQA will host a workshop for Senior Assessors in Malaysia. In addition, ONESQA will host a seminar entitled: “The EQA System in Higher Education” 6. It was agreed by all member countries to review the country reports and send them back to ONESQA within 2 weeks to be developed for the AQAN meeting proceedings, and to be eventually published into a book.
38
Perkembangan Mutakhir Fungsi SPMI
Penelaahan dan Evaluasi SPMI sebagai salah satu syarat yang harus dipenuhi di dalam: Pembukaan program studi baru (pendirian program studi on-line) Pendirian Badan Hukum Pendidikan
39
Mutu, Mutu, Mutu Continuous Quality improvement Terima Kasih
Presentasi serupa
© 2024 SlidePlayer.info Inc.
All rights reserved.