Upload presentasi
Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu
Diterbitkan olehAriq Permata Telah diubah "9 tahun yang lalu
1
Gamelan Gambang Dalam Upacara Dewa Yadnya
Gamelan Gambang adalah salah satu jenis gamelan langka dan sakral, termasuk barungan alit yang dimainkan hanya untuk mengiringi upacara keagamaan. Di Bali tengah dan selatan gamelan ini dimainkan untuk mengiringi upacara Ngaben (Pitra Yadnya), sementara di Bali Timur, gambang juga dimainkan dalam kaitan upacara Odalan di pura-pura (Dewa Yadnya). Gambar gamelan gambang terdapat pada relief Candi Penataran, Jawa Timur (abad XV) dan istilah gambang disebut-sebut dalam cerita Malat dari zaman Majapahit akhir. Hal ini menunjukkan bahwa gamelan gambang sudah cukup tua umurnya. Walaupun demikian, kapan munculnya gambang di Bali, atau adakah gambang yang disebut dalam Malat sama dengan gamelan gambang yang kita lihat di Bali sekarang ini nampaknya masih perlu penelitian yang lebih mendalam. Gamelan gambang, berlaras pelog (tujuh nada), dibentuk oleh 6 buah instrumen berbilah. Yang paling dominan adalah 4 buah instrumen berbilah bambu yang dinamakan gambang yang terdiri dari (yang paling kecil ke yang paling besar) pametit, panganter, panyelad, pamero, dan pangumbang. Setiap instrumen dimainkan oleh seorang penabuh yang mempergunakan sepasang panggul bercabang dua untuk memainkan pukulan kotekan atau ubit-ubitan, dan sekali-kali pukulan tunggal atau kaklenyongan. Instrumen lainnya adalah 2 tungguh saron krawang yang terdiri dari saron besar (demung) dan kecil (penerus atau kantil), kedua saron biasanya dimainkan oleh seorang penabuh dengan pola pukulan tunggal kaklenyongan. Gamelan Gambang Dalam Upacara Dewa Yadnya Dewa Yadnya berarti persembahan suci kepada Ida Sang Hyang Widi Wasa dengan berbagai manifestasinya. Pelaksanaan upacara Dewa Yadnya biasanya dilakukan di tempat-tempat pemujaan seperti sanggah¸tempat pemujaan keluarga, dan pura yang merupakan tempat persembahyangan bagi masyarakat umum atau klen dari keluarga tertentu. Dalam ritual upacara yang dilakukan di pura-pura atau tempat sanggah, dalam suatu tingkatan tertentu biasanya diiringi dengan seperangkat atau lebih gamelan Bali. Adapun gamelan yang biasanya dipergunakan adalah gamelan Gong Gede, Gong Kebyar, Smar Pagulingan, dan berberapa jenis gamelan lainnya termasuk salah satu diantaranya adalah gamelan gambang. Dalam pelaksanaan ritual upacara salah satu kesenian yang menonjol penggunaannya adalah seni karawitan. Bunyi gamelan yang digunakan untuk mengiringi ritual keagamaan adalah untuk membimbing pikiran agar terkosentrasi pada kesucian, sehingga pada saat persembahyangan pikiran dapat diarahkan atau dipusatkan kepada Tuhan. Pandangan ini relevan dengan realita kesakralan, karena bunyi gamelan secara psikologis dipandang mampu menciptakan suasana relegius secara sakral. Selain dari pada itu, keterpaduan antara tabuh yang dimainkan dengan pelaksanaan upacara dapat menciptakan suatu keharmonisan atau keseimbangan dalam hidup. Terciptanya keseimbangan ini, dapat dilihat bagaimana penganut agama Hindu menggunakan nilai-nilai estetika untuk menciptakan suatu keharmonisan dan keseimbangan hidup guna mencapai sesuatu yang bersifat religius. Dipergunakannya gamelan sebagai sarana pengiring upacara karena esensinya adalah untuk membimbing pikiran umat ketika sedang mengikuti prosesi agar terkonsentrasi pada kesucian sehingga pada saat persembahyangan pikiran fokus kepada keberadaan Tuhan (Ida Sang Hyang Widhi). Jadi jelas bahwa dalam konteks tersebut gamelan memiliki nilai religius di mana keberadaan gamelan sebagai pengiring upacara keagamaan di suatu wilayah suci hal tersebut dapat menambah religiusitas sebuah prosesi keagamaan. Nilai religius yang dimaksud adalah bahwa gamelan khususnya repertoar-repertoar yang dimainkan memiliki nilai yang sangat penting dalam pelaksanaan aktivitas keagamaan. Hampir tidak ada satu pun pelaksanaan upacara keagamaan yang dilakukan tanpa diiringi oleh bunyi-bunyi gamelan. Lebih lanjut sebagaimana dikatakan Donder (2004:122), hakikat bunyi gamelan pada prosesi ritual Dewa Yadnya antara lain sebagai: Sebagai persembahan untuk menyenangkan hati para Dewa/Ista Dewata (roh suci) Sebagai sarana magis untuk mengundang kekuatan spiritual. Sebagai sarana untuk menetralisir pengaruh negatif. Untuk mengurangi ketegangan atau emosi. Dimanfaatkannya gamelan gambang sebagai musik pengiring upacara Dewa Yadnya secara umum dapat dimaknai bahwa, gamelan gambang memiliki makna religius. Terkait dengan fungsi gamelan gambang dalam konteks upacara Dewa Yadnya, di wilayah Kota Denpasar, pada kenyataannya berbeda dengan pandangan-pandangan serta pemahaman masyarakat selama ini. Di Bali bagian tengah Gambang dipergunakan sebagai musik pengabenan yang dimainkan selama tiga hari berturut-turut. Pernyataan ini sangat berbeda dengan kenyataan yang terjadi di lapangan di mana gamelan gambang di wilayah Kota Denpasar yang merupakan daerah yang terdapat pada wilayah Bali bagian tengah, Gambang juga dipergunakan sebagai musik pengiring upacara Dewa Yadnya. Sesuai dengan informasi dari I Nyoman Sukra, selaku klian Gambang Pura Kelaci, Banjar Sebudi Desa Sumerta Klod, sebagai salah satu aset atau duwe (milik) Pura Kelaci, gamelan Gambang yang tersimpan di pura biasanya dipergunakan untuk mengiringi piodalan atau upacara keagamaan yang dilangsungkan bertepatan dengan Hari Raya Saraswati yaitu Saniscara Umanis Watugunung. Bahkan gamelan ini dimainkan berturut-turut selama tiga hari selama Ida Betara di Pura tersebut nyejer. Demikian pula halnya gamelan gambang yang terdapat di Pura Dalem Bengkel, Banjar Binoh. Menurut penuturan I Wayan Sinthi dan I Nyoman Jesna Winada selaku sesepuh di pura tersebut, keberadaan gamelan Gambang di pura tersebut lebih banyak difungsikan sebagai sarana pengiring upacara yadnya yang dilangsungkan di pura tersebut. Bahkan keberadaannya sangat disakralkan sehingga tidak pernah dipergunakan untuk mengiringi upacara pitra yadnya (ngaben) karena pelaksanaan upacara tersebut dianggap sebel dan dapat mengurangi kesucian dari gamelan tersebut. Sama halnya dengan keberadaan gamelan Gambang di Pura Dalem Bengkel, di Banjar Bekul Penatih. Gamelan gambang yang dimiliki oleh masyarakat setempat juga sempat difungsikan sebagai sarana pengiring upacara Dewa Yadnya yang dilaksanakan di sekitar wilayah Desa Penatih dan Desa Kesiman. Sebagaimana penuturan I Nyoman Warka selaku klian Gambang Banjar Bekul, pada masa yang lampau pada saat piodalan di pura Dalem Kesiman dan di Pura Pengrebongan yang merupakan sebuah pura yang disungsung oleh masyarakat Desa Kesiman, atas permintaan raja yang berkuasa di Puri Kesiman, sekaa Gambang Banjar Bekul diminta untuk berpartisipasi dengan sukarela (ngayah). Namun seiring dengan perjalanan waktu dan situasi kondisi yang ada, sekaa Gambang tersebut tidak pernah lagi berpartisipasi secara aktif pada even tersebut. Saat ini sekaa Gambang di Banjar Bekul hanya berpartisipasi pada saat dilaksanakannya upacara pitra yadnya dalam tingkatan utama (ngewangun) baik di Gria Bajing Kesiman maupun di Puri Kesiman hal ini dikarenakan Gamelan Gambang yang mereka miliki merupakan pica (pemberian), dimana sebagai imbalan atas pemberian tersebut, sekaa gambang memiliki kewajiban untuk berpartisipasi secara aktif.
Presentasi serupa
© 2024 SlidePlayer.info Inc.
All rights reserved.