Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

HUKUM PIDANA HPI 10102 3 SKS TIM PENGAJAR HUKUM PIDANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS INDONESIA Depok, 30 Januari 2009 10/04/20151.

Presentasi serupa


Presentasi berjudul: "HUKUM PIDANA HPI 10102 3 SKS TIM PENGAJAR HUKUM PIDANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS INDONESIA Depok, 30 Januari 2009 10/04/20151."— Transcript presentasi:

1 HUKUM PIDANA HPI 10102 3 SKS TIM PENGAJAR HUKUM PIDANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS INDONESIA Depok, 30 Januari 2009 10/04/20151

2 KULIAH 1 Arti dan Ruang Lingkup Hukum Pidana Sumber-sumber Hukum Pidana Di Indonesia 10/04/20152

3 SIFAT DAN TEMPAT HUKUM PIDANA HUKUM PIDANA ADALAH HUKUM SANKSI ISTIMEWA HUKUM PIDANA SEBAGAI HUKUM PUBLIK (privat ke publik) Mengatur hubungan antara individu dengan masyarakatnya sebagai masyarakat 10/04/20153

4 Hukum pidana dijalankan untuk kepentingan masyarakat; Dan hanya dijalankan dalam hal kepentingan masyarakat benar-benar memerlukan (ultimum remedium); Penuntutan tidak diserahkan kepada si korban; Hubungan hukum bukan koordinasi tetapi adalah subordinasi antara pelaku dengan pemerintah 10/04/20154

5 Pengertian Hukum Pidana Prof. Moeljatno Hukum Pidana adalah bagian dari keseluruhan hukum yg berlaku di suatu negara, yg mengadakan dasar-dasar dan aturan untuk : 1) menentukan perbuatan-perbuatan mana yg tidak boleh dilakukan, yg dilarang, dg disertai ancaman atau sanksi berupa pidana tertentu bagi barangsiapa melanggar larangan tsb;  Criminal Act 2) menentukan kapan dan dalam hal-hal apa kepada mereka yg telah melanggar larangan-larangan itu dapat dikenakan atau dijatuhi pidana sebagaimana yg telah diancamkan ;  Criminal Liability/ Criminal Responsibility 10/04/20155

6 1) dan 2) = Substantive Criminal Law / Hukum Pidana Materiil 3) menentukan dengan cara bagaimana pengenaan pidana itu dapat dilaksanakan apabila ada orang yang disangka telah melanggar larangan tsb.  Criminal Procedure/ Hukum Acara Pidana 4) menentukan bagaimana cara hukuman sanksi dilaksanakan eksekusi/penintensier 10/04/20156

7 Pengertian Hukum Pidana Prof. Pompe Hukum Pidana adalah semua aturan- aturan hukum yang menentukan terhadap perbuatan-perbuatan apa yang seharusnya dijatuhi pidana, dan apakah macamnya pidana/sanksi itu 10/04/20157

8 Pengertian Hukum Pidana Prof. Simons Hukum Pidana adalah kesemuanya perintah-perintah dan larangan-larangan yang diadakan oleh negara dan yang diancam dengan suatu nestapa (pidana) barangsiapa yang tidak mentaatinya, kesemuanya aturan-aturan yg menentukan syarat-syarat bagi akibat hukum itu dan kesemuanya aturan-aturan untuk mengadakan (menjatuhi) dan menjalankan pidana tersebut. 10/04/20158

9 Pengertian Hukum Pidana Prof. Van Hamel Hukum Pidana adalah semua dasar-dasar dan aturan-aturan yang dianut oleh suatu negara dalam menyelenggarakan ketertiban hukum (rechtsorde) yaitu dengan melarang apa yang bertentangan dengan hukum dan mengenakan suatu nestapa/derita = hukuman /sanksi kepada yang melanggar larangan-larangan tersebut 10/04/20159

10 Ilmu Hukum Pidana & Ilmu-ilmu bantu lainnya Kriminologi Kriminalistik Ilmu Forensik/kedokteran kehakiman Psikiatri Kehakiman Sosiologi Hukum Psikologi hukum 10/04/201510

11 KUHP dan Sejarahnya Andi Hamzah - Jaman VOC - Jaman Hindia Belanda - Jaman Jepang - Jaman Kemerdekaan Utrecht -Jaman VOC -Jaman Daendels -Jaman Raffles -Jaman Komisaris Jenderal -Tahun 1848-1918 -KUHP tahun 1915 - sekarang 10/04/201511

12 Jaman VOC Hukum kapal (hukum disiplin) Statuten van Batavia 1650 Hk. Belanda kuno Asas2 Hk. Romawi Asas konkordansi Psl. 131 Ayat (2) sub a IS Di daerah lainnya berlaku Hukum Adat mis. Pepakem Cirebon 10/04/201512

13 Jaman Daendels Tahun 1798 VOC dibubarkan Tahun 1810 Peraturan mengenai hukum dan peradilan “Zemenstel “ hukum adat mendapat lebih perhatian. GolongaN Eropa berlaku STATUTA BETAWI BARU Golongan hukum Indonesia berlaku hukum adat Perlakuan hukum adat yang terbatas 10/04/201513

14 Muncul hukuman yang ganas Plakat 22 April 1808 1. dibakar hidup terikat pada suatu tiang; 2.dimatikan dengan mempergunakan keris; 3.di cap bakar; 4.Dipukul dengan rantai; 5.Dimasukkan dalam penjara; 6.Bekerja paksa 10/04/201514

15 Jaman Raffles Dalam banyak hal terjadi peringanan hukuman; Perhatian besar terhadap hukum adat Perlakuan hukum adat yang terbatas Hukum adat = hukum Islam 10/04/201515

16 Jaman Hindia Belanda Dualisme dalam H. Pidana 1. Putusan Raja Belanda 10/2/1866 (S.1866 no.55) - -> Orang Eropa 2. Ordonnantie 6 Mei 1872 (S.1872) --> Orang Indonesia & Timur Asing kodifikasi Unifikasi : Wetboek van Strafrecht voor Nederlandsch – Indie (kopi dari Ned Straftwetboek) - Putusan Raja Belanda 15/10/1915 Berlaku 1/1/1918 disertai - Putusan Raja Belanda 4/5/1917 (S.1917 no. 497) : mengatur peralihan dari H. Pidana lama --> H. Pidana baru. 10/04/201516

17 Jaman Jepang WvSI masih berlaku Osamu Serei (UU) No. 1 Tahun 1942, berlaku 7/3/1942 H. Pidana formil yang mengalami banyak perubahan 10/04/201517

18 Jaman Kemerdekaan UUD 1945 Ps. II Aturan Peralihan Segala Badan Negara dan Peraturan yang ada masih berlaku selama belum diadakan yang baru menurut UUD ini 10/04/201518

19 Jaman Kemerdekaan UU No. 1 Tahun 1946 : Penegasan tentang Hukum Pidana yang berlaku di Indonesia Berlaku di Jawa-Madura (26/2/1946) PP No. 8 Tahun 1946 : Berlaku di Sumatera UU No. 73 Tahun 1958 : “ Undang-undang tentang menyatakan berlakunya UU No. 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana untuk seluruh wilayah RI dan mengubah Kitab Undang-undang Hukum Pidana” 10/04/201519

20 SUMBER-SUMBER HUKUM PIDANA DI INDONESIA KUHP (beserta UU yang merubah & menambahnya) UU Pidana di luar KUHP Ketentuan Pidana dalam Peraturan perundang-undangan non-pidana 10/04/201520

21 KUHP Buku I : Ketentuan Umum (Pa sal 1 – Pasal 103) Pasal 103  Ketentuan-ketentuan dalam Bab I sampai Bab VIII buku I juga berlaku bagi perbuatan-perbuatan yang oleh ketentuan perundang-undangan lainnya diancam dengan pidana, kecuali jika oleh undang-undang ditentukan lain Buku II : Kejahatan (Pasal 104 – 488) Buku III : Pelanggaran (Pasal 489 – 569) 10/04/201521

22 SUMBER HUKUM PIDANA MATERIIL DI INDONESIA MELAWAN HUKUM FORMIL DAN MATERIIL 1.HUKUM PIDANA FORMIL (TERTULIS) PERUNDANG-UNDANG 2.HUKUM PIDANA MATERIIL (TIDAK TERTULIS) HUKUM PIDANA YANG HIDUP DAN BERKEMBANG DI MASYARAKAT (HUKUM PIDANA ISLAM DAN HUKUM PIDANA ADAT) 4/10/201522

23 SUMBER HUKUM HUKUM PIDANA FORMIL (TERTULIS) DI INDONESIA 1.KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA (KUHP); 2.UNDANG-UNDANG YANG MERUBAH/MENAMBAH KUHP; 3.UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA KHUSUS; 4.ATURAN-ATURAN PIDANA YANG TERDAPAT DI DALAM UNDANG-UNDANG YANG BUKAN UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA 4/10/201523

24 UNDANG-UNDANG YANG MERUBAH/MENAMBAH KUHP 1.UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1946 TENTANG PEMBERLAKUAN HUKUM PIDANA BAGI INDONESIA; 2.UNDANG-UNDANG NOMOR 20 TAHUN 1946 PENAMBAHAN JENIS PIDANA BARU “PIDANA TUTUPAN” 3.UNDANG-UNDANG NOMOR 73 TAHUN 1958 MEMBERLAKUKAN UU NOMOR 1 TAHUN 1946 BAGI SELURUH WILAYAH INDONESIA JUGA PENAMBAHAN PASAL 52A, PASAL 142A DAN PASAL 154A; 4/10/201524

25 4. UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1960, MERUBAH SANKSI PIDANA THD PASAL 188;359 DAN 360 KUHP (DELIK CULPA) MENJADI SETINGGI-TINGGINYA 5 TAHUN; 5. PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 18 TAHUN 1960 TENTANG PENYESUAIAN NILAI MATA UANG KELIPATAN 15 DAN MENGGANTI GULDEN MENJADI RUPIAH; 6. UNDANG-UNDANG NOMOR 2 PNPS TAHUN 1964 TENTANG PELAKSANA HUKUMAN MATI DENGAN CARA DITEMBAK TIDAK LAGI DIGANTUNG; 4/10/201525

26 7. UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1974 TENTANG PASAL 542 MENJADI DELIK KEJAHATAN DAN PENAMBAHAN SANKSI PASAL 303 KUHP MENJADI PIDANA PENJARA MAKSIMAL 10 TAHUN; 8. UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 1976 TENTANG PENAMBAHAN KEJAHATAN DALAM PENERBANGAN; 9. UNDANG-UNDANG NOMOR 27 TAHUN 1999 TENTANG PERUBAHAN KITAB UNDANG- UNDANG HUKUM PIDANA YANG BERKAITAN DENGAN KEJAHATAN TERHADAP KEAMANAN NEGARA 4/10/201526

27 UU Pidana di luar KUHP UU Anti Subversi, UU No. 11/PNPS/1963 (Sudah dihapus) UU Pemberantasan T.P. Korupsi, UU No. 20/2001 jo UU No. 31/1999; UU Tindak Pidana Ekonomi, UU No. 7/drt/1955 Perpu 1/2002  UU 15/2003 Anti Terorisme; UU Money Laundering (TIPPU) UU 15/2002 – UU 25/2003; 10/04/201527

28 Contoh UU non pidana yang memuat sanksi pidana UU Lingkungan UU Pers UU Pendidikan Nasional UU Perbankan UU Pajak UU Partai Politik UU pemilu UU Merek UU Kepabeanan UU Pasar Modal 10/04/201528

29 Hukum Pidana Umum & Khusus H. Pidana Umum 1. H.Pidana sipil 2. KUHP & UU yg merubah & menambahnya 3. H. Pidana yg. Berlaku umum (KUHP, TPE,TPK, TPS, dll) H. Pidana Khusus 1. H. Pidana militer 2. TPE,TPK,TPS, H.Pid. militer, 3. UU non pidana yg. Bersanksi pidana 10/04/201529

30 KULIAH 2 Berlakunya Hukum Pidana Menurut Waktu Berlakunya Hukum Pidana Menurut Tempat 10/04/201530

31 Pasal 1 KUHP (1) Tiada suatu perbuatan dapat dipidana, kecuali berdasarkan kekuatan ketentuan perundang-undangan pidana yang telah ada sebelumnya. (2) Jika ada perubahan dalam perundang- undangan sesudah perbuatan dilakukan, maka terhadap terdakwa diterapkan ketentuan yang paling menguntungkan. 10/04/201531

32 ASAS YG TERCAKUP DLM PASAL 1 (1) KUHP Nullum delictum, nulla poena sine praevia lege poenali : Tiada delik, tiada hukuman tanpa suatu peraturan yg terlebih dahulu menyebut perbuatan yang bersangkutan sebagai suatu delik dan yang memuat suatu hukuman yg dapat dijatuhkan atas delik itu 10/04/201532

33 Asas-asas dalam Pasal 1 ayat (1 ) KUHP 1. Asas Legalitas 2. Asas Larangan berlaku surut 3. Asas Larangan penggunaan Analogi 10/04/201533

34 ASAS LARANGAN BERLAKU SURUT Undang-undang pidana berjalan ke depan dan tidak ke belakang : X  --------- UU Pidana -------------  10/04/201534

35 Larangan berlaku surut dalam berbagai ketentuan Nasional Ps 28i UUD 1945 Ps 18 (2) dan Ps 18 (3) UU No. 39 Tahun 1999 Internasional Ps 15 (1) hukum tidak berlaku surut dan (2)  pengecualian dalam kejahatan menurut hukum kebiasaan international ICCPR Ps 22, 23, dan 24 ICC 10/04/201535

36 Pengecualian Larangan Berlaku Surut Ps 43 UU No. 26 Tahun 2000 Perpu 1/2002 & 2/2002  UU 15/2003 ; UU 16/2003 10/04/201536

37 Ps 28i UUD 1945 “… hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun.” 10/04/201537

38 UU No. 39/ 1999 ttg HAM Ps 18 (2) Setiap orang tidak boleh dituntut untuk dihukum atau dijatuhi pidana, kecuali berdasarkan suatu peraturan perundang- undangan yang sudah ada sebelum tindak pidana itu dilakukan Ps 18 (3) Setiap ada perubahan dalam peraturan perundang-undangan maka berlaku ketentuan yang paling menguntungkan bagi tersangka 10/04/201538

39 UU No. 26/ 2000 ttg Pengadilan HAM (bisa berlaku surut ?) (1) Pelanggaran hak asasi manusia yg. Berat yg. Terjadi sebelum diundangkannya UU ini, diperiksa dan diputus oleh pengadilan HAM ad hoc. (2) Pengadilan HAM ad hoc sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dibentuk atas usul DPR Indonesia berdasarkan peristiwa tertentu dg. Keputusan presiden. Penjelasan Ps 43 (2) “ Dalam hal DPR Indonesia mengusulkan dibentuknya Pengadilan HAM ad hoc, DPR Indonesia mendasarkan pada dugaan telah terjadinya pelanggaran HAM yang berat yg dibatasi pada locus dan tempus delicti tertentu yg terjadi sebelum diundangkannya undang- undang ini. 10/04/201539

40 UU Anti Terorisme dan Putusan MK MK membatalkan ketentuan berlaku surut dalam UU Anti Terorisme krn bertentangan dengan UUD 1945 Kenapa UU Pengadilan HAM berlaku surut? Dan Perppu Terorisme dinyatakan berlaku surut? (mengacu pada putusan MK) 10/04/201540

41 PENAFSIRAN & ANALOGI Penafsiran : Otentik Sistematis Gramatikal Historis Sosiologis Teleologis Ekstensif Penafsiran Ekstensif Vs Analogi ? Putusan HR 23 Mei 1921 (kasus pencurian listrik di Gravenhage) Putusan Rechtbank Leeuwarden, 10 Des 1919 (pencurian sapi) Taverne Vs para sarjana pidana lainnya (Van Hattum, Simons, Zevenbergen, Van Hamel) 10/04/201541

42 Pendapat Scholten ( dan juga Utrecht) Pada hakekatnya tidak ada perbedaan antara penafsiran ekstensif dan analogi. Dalam kedua hal itu hakim membuat konstruksi, yaitu membuat (mencari) suatu pengertian hukum yang lebih tinggi. Hakim membuat suatu kaidah yang lebih tinggi dan yang dapat dijadikan dasar beberapa ketentuan yang mempunyai kesamaan. Mis. Mengambil = mengadakan suatu perbuatan yang bermaksud memindahkan sesuatu benda dari tangan yang satu ke tangan yang lain 10/04/201542

43 Pendapat Scholten ( dan Utrecht) PENAFSIRAN EKSTENSIF Hakim meluaskan lingkungan kaidah yang lebih tinggi sehingga perkara yang bersangkutan termasuk juga di dalamnya ANALOGI Hakim membawa perkara yang harus diselesaikan ke dalam lingkungan kaidah yang lebih tinggi 10/04/201543

44 Pasal 1 ayat (2) KUHP -+-----------+---------------+----> UU Perbuatan Perubahan UU Perubahan UU ? ……………. Teori : (1) Teori formil (2) Teori materiil terbatas (3) Teori materiil tidak terbatas Paling menguntungkan ? ………….. Terserah pada praktek & hanya dapat ditentukan untuk masing2 perkara sendiri (in concreto). Hal ini tidak dapat ditentukan sec. Umum (in abstracto) Periksa : Utrecht h.228 10/04/201544

45 Perubahan UU yg dimaksud Pasal 1 (2) KUHP Teori Formil :Ada perubahan undang-undang kalau redaksi undang- undang pidana berubah (simons)  ditolak oleh Putusan HR 3 Des 1906, kasus ps 295 sub 2 KUHP, batas dewasa 23  21 tahun dlm BW Teori Materiil Terbatas : Tiap perubahan sesuai dg suatu perubahan perasaan (keyakinan) hukum pada pembuat undang-undang (jadi tidak boleh diperhatikan perubahan keadaan karena waktu) Teori Materiil tidak Terbatas : tiap perubahan – baik dalam perasaan hukum dari pembuat undang-undang maupun dalam keadaan karena waktu – boleh diterima sebagai suatu perubahan dalam undang-undang  Sesuai HR 5 Des 1921 10/04/201545

46 Perubahan kesadaran/perasaan hukum Menjadi tidak dapatnya dihukum suatu perbuatan Menjadi dapat dihukumnya suatu perbuatan Diperberat/diperingan pidana atas suatu perbuatan. (Baca lebih lanjut dalam buku Lamintang Putusan MA, dalam bag. Berlakunya UU Pidana Menurut Waktu) 10/04/201546

47 Tempus delicti penting diketahui dalam hal2 : Kaitannya dg Ps 1 KUHP Kaitannya dg aturan tentang Daluwarsa Kaitannya dg ketentuan mengenai pelaku tindak pidana anak : Ps 45,46,47 KUHP atau UU Pengadilan Anak 10/04/201547

48 Teori2 Tempus Delicti 1. Teori Perbuatan fisik (de leer van de lichamelijke daad) 2. Teori bekerjanya alat yg digunakan (de leer van het instrumen) 3. Teori Akibat (de leer van het gevolg) 4. Teori waktu yg jamak (de leer van de meervoudige tijd) 10/04/201548

49 Teori2 Locus Delicti 1. Teori Perbuatan fisik (de leer van de lichamelijke daad) 2. Teori bekerjanya alat yg digunakan (de leer van het instrumen) 3. Teori Akibat (de leer van het gevolg) 4. Teori Tempat yg jamak (de leer van de meervoudige tijd) 10/04/201549

50 Locus delicti penting diketahui dalam hal2 : Hukum pidana mana yang akan diberlakukan - H. Indonesia atau H. negara lain Kompetensi relatif suatu pengadilan - contoh : PN Jakarta Selatan atau PN Bogor 10/04/201550

51 Teori mana yg dipilih ? Van Hamel, Simons : Bergantung sifat dan corak perkara konkret yang hendak diselesaikan Hazewinkel-Suringa, Zevenbergen, Noyon-Langemejer : Mempergunakan 3 teori sec teleologis Periksa buku Utrecht hal 239 10/04/201551

52 Surabaya Semarang Cirebon ---- racun --> ----diminum ---> ----- mati A --> B B B Meervoudige locus delicti Hakim diberi kemerdekaan memilih diantara 3 locus delicti ini Lihat --> Keputusan Hoge Raad 2/1/1923 w.Nr.1108 10/04/201552

53 Asas2 Berlakunya Hukum Pidana (1) Asas Teritorialitas/ wilayah : Ps 2 --> Ps 3 KUHP --> Ps 95 KUHP, UU No 4/1976 Asas Nasionalitas Pasif/ perlindungan : Ps 4 :1,2 dan 4 --> Ps 8 KUHP, UU No. 4/1976, Ps 3 UU No. 7/ drt/ 1955 Lihat Ps 16 UU 31/1999 Asas Personalitas/ Nasionalitas Aktif : Ps 5 KUHP --> Ps 7 KUHP --> Ps 92 KUHP Asas Universalitas : Ps 4 :2, Ps 4 sub 4, Ps 1 UU 4/ 1976 “melakukan kejahatan ttg mata uang, uang kertas negara atau uang kertas Bank” 10/04/201553

54 Asas2 berlakunya H. Pidana : Beberapa masalah ! Wilayah Indonesia ? Kapal : a) kapal Indonesia b) kapal perang c) kapal dagang Asas Universalitas : - Kejahatan Terorisme ? - Kejahatan HAM berat ? 10/04/201554

55 UU No.43/2008 Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang selanjutnya disebut dengan Wilayah Negara adalah salah satu unsur negara yang merupakan satu kesatuan wilayah daratan, perairan pedalaman, perairan kepulauan dan laut teritorial beserta dasar laut dan tanah di bawahnya, serta ruang udara di atasnya, termasuk seluruh sumber kekayaan yang terkandung di dalamnya. 10/04/201555

56 Batas Wilayah Pasal 5 Batas Wilayah Negara di darat, perairan, dasar laut dan tanah di bawahnya serta ruang udara di atasnya ditetapkan atas dasar perjanjian bilateral dan/atau trilateral mengenai batas darat, batas laut, dan batas udara serta berdasarkan peraturan perundang-undangan dan hukum internasional. Pasal 6 (1) Batas Wilayah Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, meliputi: a. di darat berbatas dengan Wilayah Negara: Malaysia, Papua Nugini, dan Timor Leste; b. di laut berbatas dengan Wilayah Negara: Malaysia, Papua Nugini, Singapura, dan Timor Leste; dan c. di udara mengikuti batas kedaulatan negara di darat dan di laut, dan batasnya dengan angkasa luar ditetapkan berdasarkan perkembangan hukum internasional. (2) Batas Wilayah Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1), termasuk titik-titik koordinatnya ditetapkan berdasarkan perjanjian bilateral dan/atau trilateral. (3) Dalam hal Wilayah Negara tidak berbatasan dengan negara lain, Indonesia menetapkan Batas Wilayah Negara secara unilateral berdasarkan peraturan perundang-undangan dan hukum internasional. 10/04/201556

57 Asas2 Berlakunya H. Pidana : Pengecualian (2) Ps 9 KUHP : Hukum publik internasional membatasi berlakunya Ps 2,3,4,5, 7, dan 8 KUHP Termasuk yg memiliki imunitas h.pidana : Sesuai perjanjian Wina 18/4/1961 Yg memiliki imunitas : 1) Kepala-kepala negara & keluarganya (sec. resmi, bukan incognito/singgah) 2) Duta negara asing & keluarganya --> konsul : tergantung traktat antar negara. 3) Anak buah kapal perang asing : termasuk awak kapal terbang militer 4) Pasukan negara sahabat yg berada di wilayah negara atas persetujuan negara 10/04/201557

58 Menurut perjanjian Wina 18/4/1961, maka keluarga termasuk memiliki imunitas (hak eksteritorial) Untuk ketua organisasi internasional biasanya dilindungi (tergantung traktat antar negara). 10/04/201558

59 KULIAH 3 Istilah Definisi Cara Merumuskan Tindak Pidana Subjek Tindak Pidana Unsur-Unsur Tindak Pidana 10/04/201559

60 Tindak Pidana Istilah Strafbaar feit Perbuatan pidana Peristiwa pidana Tindak pidana Delict / Delik Criminal act Jinayah 10/04/201560

61 Tindak Pidana Definisi Simons : “kelakuan yg diancam dg pidana, yg bersifat melawan hukum yg berhubungan dg kesalahan & dilakukan oleh orang yg mampu bertanggung jawab” Van Hamel : “kelakuan manusia yg dirumuskan dalam UU, melawan hukum, yg patut dipidana & dilakukan dg kesalahan” Vos : “suatu kelakuan manusia yg oleh per UU an diberi pidana; jadi suatu kelakuan manusia yg pada umumnya dilarang & diancam dengan pidana” 10/04/201561

62 Aliran Monistis ………... Aliran Dualistis ………….. 10/04/201562

63 Aliran Monistis Tidak memisahkan antara perbuatan dan pertanggungjawaban Dalam rumusan tindak pidana sekaligus tercakup unsur perbuatan/akibat dan unsur kesalahan/pertanggungjawaban 10/04/201563

64 Aliran Dualistis Tindakan/perbuatan dari manusia Memisahkan secara tegas antara perbuatan (pidana) dan pertanggungjawaban Dalam rumusan tindak pidana hanya tercantum unsur perbuatan/akibat tanpa unsur kesalahan/pertanggungjawaban 10/04/201564

65 Tindak Pidana Pada dasarnya ada 3 cara merumuskan Tindak Pidana: Disebutkan unsur-unsurnya & disebut kualifikasinya --> mis, Ps 362 KUHP disebutkan kualifikasinya tanpa disebut unsur-unsurnya --> mis. Ps 297, Ps 351 disebutkan unsur-unsurnya, tidak disebut kualifikasinya --> mis. Ps 106, Ps 167, Ps 209 10/04/201565

66

67

68

69 Contoh unsur2 dalam rumusan tindak pidana Pasal 362 KUHP barangsiapa mengambil barang - yg sebagian/ seluruhnya kepunyaan orang lain dengan maksud memiliki secara melawan hukum Pasal 338 KUHP barangsiapa dengan sengaja menghilangkan nyawa orang lain 10/04/201569

70 Contoh unsur dalam rumusan tindak pidana Pasal 285 barangsiapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seorang wanita bersetubuh dengan dia di luar perkawinan Pasal 359 barangsiapa karena kealpaannya menyebabkan orang lain mati 10/04/201570

71 KULIAH 4 Tentang Penggolongan Tindak Pidana 10/04/201571

72 Tindak Pidana Pembagian Tindak Pidana (Jenis Delik) Delik Kejahatan & Delik pelanggaran Delik Materiil & Delik Formil Delik Komisi & Delik Omisi Delik Dolus & Delik Culpa Delik Biasa & Delik Aduan Delik yg Berdiri sendiri & Delik Berlanjut Delik Selesai & Delik yg diteruskan Delik Tunggal & Delik Berangkai Delik Sederhana & Delik Berkualifikasi; Delik Berprivilege Delik Politik & Delik Komun (umum) Delik Propia & Delik Komun (umum) Pembagian delik menurut kepentingan yg dilindungi : Lihat judul-judul bab pada Buku II dan Buku III KUHP 10/04/201572

73 Jenis Delik Kejahatan ( misdrijf ) dlm. MvT : sebelum ada UU sudah dianggap tidak baik (recht-delicten) Hazewinkel-Suringa : tidak ada perbedaan kualitatif, hanya perbedaan kuantitatif a ) Percobaan : dipidana b) Membantu : dipidana c) Daluwarsa : lebih panjang d) Delik aduan : ada e) Aturan ttg Gabungan berbeda KUHP : Buku II Pelanggaran ( overtreding ) dlm MvT : baru dianggap tidak baik setelah ada UU (wet delicten) Perbedaan dg kejahatan: a) Percobaan : tidak dipidana b) Membantu : tidak dipidana c) Daluwarsa : lebih pendek d) Delik aduan : tidak ada e) Aturan ttg Gabungan berbeda KUHP : Buku III 10/04/201573

74 Jenis Delik D. Materiil : Yang dirumuskan akibatnya -- > Ps 338, Ps 187, dll D. Komisi : melanggar larangan dg perbuatan aktif D. Dolus : delik dilakukan dg sengaja, mis. Ps 338, Ps 351 D. Formil : yang dirumuskan bentuk perbuatannya --> Ps 362, Ps 263, dll D. Omisi : melakukan delik dg perbuatan pasif a) D. Omisi murni : melanggar perintah dg tidak berbuat, mis. Ps 164, Ps 224 KUHP b) D. Omisi tak murni : melanggar larangan dg tidak berbuat, mis Ps 194 KUHP D. Culpa : Delik dilakukan dg kealpaan, mis. Ps 359, Ps 360 10/04/201574

75 Delik Biasa (bukan aduan) penuntutannya tidak memerlukan pengaduan, mis. Ps 340, Ps 285 Cukup dengan laporan dari setiap orang yang melihat/ mengetahui tindak pidana tsb., tidak harus dengan pengaduan dari korban atau orang2 tertentu Delik Aduan penuntutannya memerlukan pengaduan, mis. Ps 310, Ps 284 Harus ada pengaduan dari korban atau orang tertentu 10/04/201575

76 Delik Berdiri Sendiri Terdiri atas satu delik yang berdiri sendiri Untuk pemidanaannya tidak perlu menggunakan ketentuan tentang TP; tinggal melihat berapa ancaman pidana dari Pasal yang dilanggar Delik Berlanjut Terdiri atas dua atau lebih delik, yang karena kaitannya yang erat mengakibatkan dikenakan satu sanksi kepada terdakwa Untuk pemidanaannya menggunakan ketentuan tentang gabungan TP, yaitu Pasal 64 KUHP 10/04/201576

77 Delik Berlanjut Masih menjadi perdebatan apakah delik berlanjut (voortgezette delict) sama dengan perbuatan berlanjut (voortgezette handeling) Sebagian sarjana (termasuk Utrecht) menyamakan voortgezette delict dengan voortgezette handeling) dan untuk pemidanaannya memakai ketentuan Pasal 64 KUHP, dengan syarat: Perbuatan –perbuatan timbul dari 1 kehendak Perbuatannya harus sejenis Tenggang waktu antara 1 perbuatan dengan perbuatan yang lain, tidak terlalu lama 10/04/201577

78 Delik Selesai Satu atau beberapa perbuatan tertentu yang selesai dalam suatu waktu tertentu yang singkat Mis: Pasal 362, Pasal 338 Delik Berlangsung terus satu atau beberapa perbuatan yang melangsungkan suatu keadaan yang dilarang Mis: Pasal 221, Pasal 261, Pasal 333 10/04/201578

79 Delik Tunggal Delik di mana untuk dapat dipidananya si pelaku maka ybs. cukup melakukan perbuatan tersebut sebanyak satu kali Mis: Pasal 362, Pasal 338 Delik Berangkai Delik di mana untuk dapat dipidananya si pelaku maka ybs. harus melakukan perbuatan tersebut beberapa kali (berulang-ulang, berturut-turut) Karena harus dilakukan berulang-ulang: bisa berupa pencaharian atau kebiasaan (sebagai unsur yang menentukan untuk dipidananya pelaku) Mis: Pasal 296, Pasal 481 10/04/201579

80 Delik Pokok/sederhana Delik yang dalam perumusannya mencantumkan unsur2 pokok yang menentukan pemidanaannya Pasal 362, Pasal 351 ayat (1) Delik Berkualifikasi Delik pokok yang ditambah dengan unsur yang memperberat pemidanaan mis: Pasal 351 ayat (2), Pasal 363, Pasal 365 ayat (4) Delik Berprevilege Delik pokok yang ditambah dengan unsur yang meringan pemidanaan Mis: Pasal 308. Pasal 364 10/04/201580

81 Delik Politik Delik yang mengandung unsur politik Mis: Makar untuk menggulingkan pemerintah (Pasal 107), makar untuk membunuh kepala negara (Pasal 104) Delik Komuna (bukan delik politik) Delik yang tidak mengandung unsur politik Mis: pembunuhan orang biasa (Pasal 338), Pencurian mobil (Pasal 362) 10/04/201581

82 Delik Propria Delik yang hanya dapat dilakukan oleh orang2 tertentu (subjeknya adalah orang-orang tertentu) Mis: Pasal 308, Pasal 346, Pasal 449 Delik Komuna Delik yang dapat dilakukan oleh setiap orang Cirinya: Subjeknya adalah “barang siapa“ Mis: Delik Pencurian (Pasal 362), Delik Pembunuhan (Pasal 338) 10/04/201582

83 KULIAH 5 Tentang Ajaran Kausalitas Sifat Melawan Hukum 10/04/201583

84 KAUSALITAS 1. Pengertian ? 2. Kapankah diperlukan ajaran kausalitas ? 3. Ajaran Kausalitas ? Ilustrasi : B pinjam uang ke rumah A, karena kedatangan B, maka A terlambat ; karena terlambat A mengendarai mobil dengan kecepatan tinggi; A menubruk C sehingga luka- luka; C dibawa ke RS dan dioperasi oleh dokter D; D meminta E merawat dengan suntikan tertentu; E salah memberikan obat pada C; C mati. 10/04/201584

85 Pengertian Kausalitas Hal sebab-akibat Hubungan logis antara sebab dan akibat Persoalan filsafat yang penting Setiap peristiwa selalu memiliki penyebab sekaligus menjadi sebab peristiwa lain Sebab dan akibat membentuk rantai yang bermula di suatu masa lalu Yang menjadi fokus perhatian ahli hukum pidana (bukan makna di atas), tetapi makna yang dapat dilekatkan pada pengertian kausalitas agar mereka dapat menjawab persoalan siapa yang dapat dimintai pertanggungjawaban atas suatu akibat tertentu 10/04/201585

86 Pengertian Ajaran Kausalitas Ajaran yang berupaya untuk mencari sebab dari timbulnya akibat Dalam hukum pidana, sebab yang dicari adalah suatu perbuatan Dengan ditemukannya sebab, maka dapat ditemukan siapa yang dapat dipersalahkan dan diminta pertanggungjawabannya 10/04/201586

87 Kapankah diperlukan ajaran Kausalitas/ Jenis delik apa yang memerlukan ajaran kausalitas? Delik Materiil : Delik yang perumusannya melarang timbulnya akibat. Delik ini selesai ketika akibat timbul. mis. Ps. 338, Ps 359, Ps 360 Delik Omisi tak murni/semu (delicta commissiva per omissionem/ Oneigenlijke Omissiedelicten) : Delik yang terjadi dengan dilanggarnya suatu larangan yang menimbulkan akibat yang dilakukan dengan perbuatan pasif. Delik yang terkualifikasi/dikwalifisir : Delik yang terkwalifisir dengan timbulnya akibat. (pengkualifikasian delik juga dapat dilakukan atas dasar akibat yang muncul setelah delik tertentu dilakukan, mis. Ps 351 (1)  Ps 351 (2)/  Ps 351 (3) 10/04/201587

88 Ajaran Kausalitas Conditio Sine Qua Non/ Ekuivalensi (Von Buri) Teori-teori Individualisasi / Causa Proxima : Birkmeyer, Mulder Teori-teori menggeneralisasi : teori Adekuat (Von Kries, Simons, Pompe, Rumelin) Teori Relevansi : Langemeijer 10/04/201588

89 Ajaran Conditio Sine Qua Non Semua faktor yaitu semua syarat, yang turut serta menyebabkan suatu akibat dan yang tidak dapat dihilangkan dari rangkaian faktor-faktor ybs. Harus dianggap causa (sebab) akibat itu. Semua syarat nilainya sama (ekuivalensi) Ada beberapa sebab Syarat = sebab 10/04/201589

90 Pembatasan Ajaran Von Buri Pembatasan ajaran Von Buri oleh Van Hamel [dibatasi dg ajaran kesalahan (dolus/culpa)] Pengkesampingan semua sebab yang terletak di luar dolus atau culpa; dalam banyak kejahatan dolus atau culpa merupakan unsur-unsur perumusan delik. 10/04/201590

91 Teori-teori Individualisasi / Causa Proxima Birkmeyer : Teori ini berpangkal dari teori Conditio Sine Qua Non. Di dalam rangkaian syarat-syarat yang tidak dapat dihilangkan untuk timbulnya akibat, lalu dicari syarat manakah yang dalam keadaan tertentu itu, yang paling banyak membantu untuk terjadinya akibat. G.E Mulder : Sebab adalah syarat yang paling dekat dan tidak dapat dilepaskan dari akibat. 10/04/201591

92 Teori-teori menggeneralisasi Von Bar : teori ini tidak menyoal tindakan mana atau kejadian mana yang in concreto memberikan pengaruh (fisik/psikis) paling menentukan. Yang dipersoalkan adalah apakah satu syarat yang secara umum dapat dipandang mengakibatkan terjadinya peristiwa seperti yang bersangkutan mungkin ditemukan dalam rangkaian kausalitas yang ada 10/04/201592

93 Teori-teori menggeneralisasi Von Kries (Teori Adequat Subjectif) : Sebab adalah keseluruhan faktor positif & negatif yang tidak dapat dikesampingkan tanpa sekaligus meniadakan akibat. Namun pembatasan demi kepentingan penetapan pertanggungjawaban pidana tidak dicari dalam nilai kualitatif/kuantitatif atau berat/ringannya faktor dalam situasi konkret, tetapi dinilai dari makna semua itu secara umum, kemungkinan dari faktor-faktor tersebut untuk memunculkan akibat tertentu. Sebab = syarat-syarat yang dalam situasi dan kondisi tertentu memiliki kecenderungan untuk memunculkan akibat tertentu, biasanya memunculkan akibat itu, atau secara objectif memperbesar kemungkinan munculnya akibat tersebut. Apakah suatu tindakan memiliki kecenderungan memunculkan akibat tertentu hanya dapat diselesaikan apabila kita memiliki 2 bentuk pengetahuan : (a) hukum umum probabilitas dalam peristiwa yg terjadi / pengetahuan Nomologis yg memadai (b) situasi faktual yg melingkupi peristiwa yg terjadi/ pengetahuan Ontologis/ pemahaman fakta (empirik) 10/04/201593

94 Teori-teori menggeneralisasi Rumelin (Teori Adequat Objectif) : Faktor yang ditinjau dari sudut objektif, harus (perlu) ada untuk terjadinya akibat. Ihwal probabilitas tidak berdasarkan pada apa yang diketahui atau mungkin diketahui pada waktu melakukan tindakannya, melainkan pada fakta yang objektif pada waktu itu ada, entah diketahuinya atau tidak – jadi pada apa yang kemudian terbukti merupakan situasi dan kondisi yang melingkupi peristiwa tersebut. Simons : Sebab adalah tiap-tiap kelakuan yang menurut garis-garis umum pengalaman manusia dapat menimbulkan akibat Pompe : Sebab adalah hal yang mengandung kekuatan untuk dapat menimbulkan akibat 10/04/201594

95 Teori Relevansi Langemeijer Teori ini ingin menerapkan ajaran von Buri dengan memilih satu atau lebih sebab dari sekian yang mungkin ada, yang dipilih sebab-sebab yang relevan saja, yakni yang kiranya dimaksudkan sebagai sebab oleh pembuat undang-undang. 10/04/201595

96 Sifat Melawan Hukum Arti : - tanpa hak sendiri (zonder eigen recht) - bertentangan dg hak orang lain (tegen eens anders recht) -tanpa alasan yg wajar -Bertentangan dengan hukum positif Melawan hukum : formil & materiil - aliran formil : melawan hukum = melawan UU, sebab hukum adalah UU. -aliran materiil : melawan hukum adalah perbuatan yg oleh masyarakat tidak dibolehkan. 10/04/201596

97 Perbedaan Ajaran Materiil dan Formil Materiil : mengakui adanya pengecualian / penghapusan dari sifat melawan hukumnya perbuatan menurut hukum yang tertulis dan yang tidak tertulis Formil : hanya mengakui pengecualian yang tersebut dalam undang- undang saja/ mis, Ps. 49. Materiil : sifat melawan hukum adalah unsur mutlak dari tiap-tiap tindak pidana, juga bagi yang dalam rumusannya tidak menyebut unsur-unsur tersebut Formil : sifat tersebut tidak selalu menjadi unsur delik, hanya jika dalam rumusan delik disebutkan dengan nyata- nyata barulah menjadi unsur delik 10/04/201597

98 Pembuktian Melawan Hukum Dengan mengakui bahwa sifat melawan hukum selalu menjadi unsur delik, ini tidak berarti bahwa karena itu harus selalu dibuktikan adanya unsur tersebut oleh penuntut umum Soal apakah harus dibuktikan atau tidak, adalah tergantung dari rumusan delik yaitu apakah dalam rumusan unsur tersebut disebutkan nyata-nyata, jika tidak dinyatakan maka tidak perlu dibuktikan. 10/04/201598

99 Alasan Pencantuman unsur Melawan Hukum Pada umumnya dalam perundang- undangan, lebih banyak delik yang tidak memuat unsur melawan hukum dalam rumusannya Alasan pencantuman sifat melawan hukum dalam perumusan tindak pidana : - untuk melindungi orang2 yg memiliki hak dari tuntutan pidana. 99

100

101

102

103

104

105 Dolus/ opzet/ sengaja istilah2 dalam rumusan tindak pida na Dengan sengaja : Ps 338 KUHP Mengetahui bahwa : Ps 220 KUHP tahu tentang : Ps 164 KUHP dengan maksud : Ps 362, 378, 263 KUHP niat : Ps 53 KUHP dengan rencana lebih dahulu : Ps 340, 355 KUHP - dengan rencana : (a) saat pemikiran dg tenang ; (b) berpikir dg tenang; ( c ) direnungkan lebih dahulu. - ada tenggang waktu antara timbulnya niat dengan pelaksanaan delik 10/04/2015105

106 Kesalahan sebagai Unsur Delik Dolus Culpa 10/04/2015106

107 Bentuk-Bentuk Dolus 1. Dolus sebagai maksud tujuan 2. Dolus dengan kesadaran akan keniscayaan akibat/sengaja dengan keinsyafan kepastian (sadar kepastian noodzakelijkheidsbewustzijn) 3. Dolus dengan kesadaran akan besarnya kemungkinan/ kesengajaan dengan keinsyafan kemungkinan (opzet met waarschijnlijkheids bewustzijn/ awareness of probability) 4. Dolus eventualis (kesengajaan bersyarat; opzet met mogelijkheidsbewustzijn/voorwaardelijk opzet/awareness of possibility) Kesengajaan bersyarat: dengan mengetahui dan menghendaki menerima risiko yang besar 10/04/2015107

108 Ada sarjana yang membedakan bentuk-bentuk dolus menjadi 3 macam,yaitu: sebagai maksud, berkeinsyafan kepastian dan berkeinsyafan kemungkinan (misalnya PAF Lamintang, Tresna, Moeljatno) Mereka menyamakan dolus eventualis dengan kesengajaan dengan keinsyafan kemungkinan Dolus eventualis merupakan perkembangan dalam hukum pidana, khususnya dalam hal bentuk-bentuk kesengajaan dan HR Belanda baru menerima kesengajaan bentuk ini setelah PD II Bentuk-bentuk Kesengajaan/dolus 10/04/2015108

109 Bentuk-bentuk kesengajaan Sengaja sebagai maksud/ tujuan : - apabila pembuat menghendaki perbuatan dan/akibat perbuatannya; -tidak dilakukan perbuatan itu jika pembuat tahu akibat perbuatannya tidak terjadi -Tidak harus berupa tindak pidana Sengaja sebagai keinsyafan kepastian : - pembuat yakin bahwa akibat yg dimaksudkannya tidak akan tercapai tanpa terjadinya akibat yg tidak dimaksud Sengaja sebagai keinsyafan kemungkinan: -pembuat sadar bahwa mungkin akibat yg tidak dikehendaki akan terjadi untuk mencapai akibat yg dimaksudnya -Kesengajaan berkeinsyafan kepastian dan kemungkinan tidak dapat berdiri sendiri. Selalu bersifat accesoir terhadap kesengajaan sebagai maksud 10/04/2015109

110 Dolus eventualis Pelaku dengan kehendak dan kesadaran menerima kemungkinan munculnya akibat yang buruk. Di Jerman disebut billigend in Kauf nehmen: menerima penuh risiko terwujudnya sesuatu kemungkinan 10/04/2015110

111 Culpa Istilah2 - culpa - schuld - nalatigheid - sembrono - teledor istilah 2 yg digunakan dalam rumusan : - kelalaian - kealpaan - kesalahan - seharusnya diketahuinya - sepatutnya diketahuinya 10/04/2015111

112 Pengertian, Jenis, Syarat KUHP : tidak ada definisi MvT : kealpaan di satu pihak berlawanan benar2 dg kesengajaan dan di pihak lain dengan hal yg kebetulan Pada culpa, unsur menghendaki selalu tidak ada; sedangkan unsur mengetahui sering tidak ada Macam2 Culpa : (a) culpa levis ; culpa lata (b) culpa yg disadari (bewuste) : culpa yg tidak disadari (on bewuste) Syarat adanya kealpaan : (a) Hazewinkel-Suringa : 1) kekurangan menduga-duga; 2) kekurangan berhati- hati (b) van Hamel : 1) tidak menduga-duga sebagaimana diharuskan hukum; 2) tidak berhati-hati sebagaimana diharuskan hukum ( c) Simons : pada umumnya “schuld” (kealpaan) mempunyai 2 unsur : 1) tidak berhati-hati; 2) dapat diduganya akibat. 10/04/2015112

113 Culpa Untuk menentukan ada atau tidaknya culpa pada seseorang, maka harus digunakan tolok ukur yang normal (upaya dan kehati-hatian dari orang yang sama kemampuan dan kecerdasannya dengan pelaku). Jadi culpa merupakan sesuatu yang bersifat normatif (….seharusnya…..) Apabila pada situasi dan kondisi yang sama dengan pelaku, orang yang sama kemampuan dan kecerdasannya dengan pelaku pada umumnya tidak melakukan perbuatan seperti yang dilakukan oleh pelaku; berarti pelaku culpa---- disebut Culpa Lata (Kelalaian yang Besar) 10/04/2015113

114 Culpa Culpa Levis (Kelalaian yang kecil)--- apabila tolok ukurnya adalah upaya dan kehati-hatian yang luar biasa Culpa yang disadari : Apabila pelaku sudah membayangkan kemungkinan timbulnya suatu akibat yang dilarang, dan karena itu ia juga sudah berupaya agar tidak timbul akibat tsb. (dia tidak menghendaki akibat), namun akibat tetap terjadi Culpa yang tidak disadari: Pelaku sama sekali tidak pernah membayangkan kemungkinan timbulnya akibat yang dilarang; tetapi ternyata terjadi akibat Yang dapat dipidana adalah Culpa Lata, baik yang disadari maupun tidak disadari 10/04/2015114

115 Asas penting dalam masalah pertanggungjawaban Geen Straf zonderschuld Tiada Pidana tanpa kesalahan : meskipun seseorang telah melakukan perbuatan yang melawan hukum; namun tanpa adanya kesalahan maka dia tidak dapat dipidana 10/04/2015115

116 Dapat dipersalahkan sehingga dapat dipertanggungjawabkan 3 syarat yang harus dipenuhi: Kemampuan bertanggungjawab Ada hubungan psikis antara pelaku dan perbuatannya, dalam bentuk dolus atau culpa Tidak ada dasar penghapus kesalahan 10/04/2015116

117 Arti “dan” diantara unsur dengan sengaja & unsur melawan hukum Van Hamel, simons, pompe : perbedaan itu mempunyai arti. Mis. Ps 406 KUHP : dengan sengaja dan melawan hukum ; Ps 333 KUHP : dengan sengaja melawan hukum Vos, zevenbergen, langemeijer : tiadanya kata “dan” tidak berarti apa2, semuanya mesti dibaca “dengan sengaja dan melawan hukum” Remelink, van Bemmelen : kata penghubung “dan” tidak mempunyai arti, jadi istilah “dengan sengaja” meliputi pula “melawan hukum.” 10/04/2015117

118 Kemampuan Bertanggungjawab (toerekeningsvatbaarheid) Dengan menggunakan penafsiran acontrario dari MVT tentang tidak mapu bertanggungjawab; maka mampu bertanggungjawab artinya: - pelaku melakukan perbuatannya dengan bebas; tanpa paksaan - pelaku menginsyafi bahwa perbuatannya melawan hukum dan ia mengerti akibat perbuatannya Dalam praktik, setiap pelaku dianggap mampu bertanggungjawab ; kecuali bila ada dugaan pelaku sakit jiwa atau tidak sempurna tumbuhnya 10/04/2015118

119 KULIAH 7 Percobaan Tindak Pidana 10/04/2015119

120 PERCOBAAN (POGING) PASAL 53 (1) Mencoba melakukan kejahatan dipidana, jika niat untuk itu telah ternyata dari adanya permulaan pelaksanaan, dan tidak selesainya pelaksanaan itu, bukan semata-mata disebabkan karena kehendaknya sendiri. (2) Maksimum pidana pokok terhadap kejahatan, dalam hal percobaan dikurangi sepertiga. (3) Jika kejahatan diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, dijatuhkan pidana penjara paling lama 15 tahun. (4) Pidana tambahan bagi percobaan sama dengan kejahatan selesai. Pasal 54 Mencoba melakukan pelanggaran tidak dipidana 10/04/2015120

121 Kasus 1 Seorang yang sedang berdiri di bordes KA, ketika akan diperiksa karcisnya oleh kondektur, ia telah menendang kaki petugas tersebut. Sehingga apabila kondektur tidak dengan cepat berpegang pada tiang besi KA, pasti ia jatuh keluar dan terlindas KA (Arrest HR Tgl 12 Maret 1942) 10/04/2015121

122 Kasus 2 Seorang POLANTAS memberi tanda agar sebuah kendaraan bermotor berhenti, karena tidak menyalakan lampu. Pengemudi tetap tancap gas, sehingga kalau petugas tidak menghindar dengan cara melompat ia akan tertabrak (Arrest HR 6 Pebruari 1951) 10/04/2015122

123 Kasus 3 Percobaan Pembunuhan Berencana KASUS A bermaksud menghabisi nyawa B dengan meletakkan bom di mobil B. Bom meledak sebelum B masuk mobil dan mengakibatkan B luka-luka parah. PASAL YG DIDAKWAKAN Pasal 340 jo Pasal 53 KUHP ( Percobaan pembunuhan berencana) ANCAMAN PIDANA 15 tahun penjara (lihat Ps. 53 ayat 3) 10/04/2015123

124 Dalam KUHP terdapat pasal-pasal yg merupakan percobaan tindak pidana yg dipidana sbg delik selesai. Hal ini terdapat juga dalam UU Pidana di luar KUHP. Ada juga delik-delik khusus dlm KUHP yg mirip dgn percobaan yaitu makar (ps. 87) dan permufakatan jahat (ps. 88), namun ada syarat dr Ps. 53 yg belum dipenuhi tapi sudah dapat dihukum 10/04/2015124

125 POGING (PERCOBAAN) “Permulaan kejahatan yang belum selesai” Poging bukan suatu delik, tetapi poging dilarang dan diancam hukuman oleh undang-undang Poging adalah perluasan pengertian delik Suatu perbuatan dilarang dan diancam dengan hukuman oleh undang-undang sebab perbuatan itu melanggar kepentingan hukum atau membahayakan kepentingan hukum KUHP tidak memberi perumusan/ definisi Harus diketahui kapan suatu delik dianggap selesai Delik selesai berbeda antara delik formil dan delik materiil Pada delik formil : delik selesai apabila perbuatan yang dilarang telah dilakukan Pada delik materiil : delik selesai apabila akibat yang dilarang dan diancam dengan hukuman oleh undang-undang telah timbul atau terjadi 10/04/2015125

126 Teori Subyektif - subjectieve pogingsleer – seseorang yang melakukan percobaan untuk melakukan kejahatan itu pantas dihukum, oleh karena orang tersebut telah menunjukkan perilaku yang tidak bermoral yang bersifat jahat ataupun yang bersifat berbahaya” Terdapat sikap batin atau watak yang berbahaya dari si pelaku 10/04/2015126

127 Teori Obyektif - objectieve pogingsleer – Seseorang yang melakukan percobaan untuk melakukan suatu kejahatan itu dapat dihukum oleh karena “tindakan- tindakannya telah bernilai membahayakan bagi kepentingan- kepentingan hukum” 10/04/2015127

128 Pengklasifikasian Teori Objektif Teori Obyektif Formil Seseorang yang melakukan percobaan untuk melakukan suatu kejahatan itu dapat dihukum oleh karena “tindakan-tindakannya telah bernilai membahayakan bagi kepentingan- kepentingan hukum”. Teori ini tidak membedakan antara percobaan pada delik formil dan delik materiil Teori Obyektif Materiil membedakan percobaan pada jenis deliknya (delik formil atai delik materiil) 10/04/2015128

129 Teori Obyektif Materiil pada Delik Formil “apabila telah dimulai perbuatan/tindakan yang disebut dalam rumusan delik” Teori Obyektif Materiil pada Delik Materiil “segera setelah tindakan yang dilakukan oleh pelakunya itu, menurut sifatnya secara langsung dapat menimbulkan akibat yang terlarang oleh UU tanpa pelakunya tersebut harus melakukan suatu tindakan yang lain” 10/04/2015129

130 Teori Campuran Teori Subyektif - subjectieve pogingsleer – dan Teori Obyektif - objectieve pogingsleer – 10/04/2015130

131 Syarat Percobaan yg dapat dipidana Niat Permulaan Pelaksanaan Tidak selesainya pelaksanaan itu, bukan semata-mata disebabkan karena kehendaknya sendiri 10/04/2015131

132 Syarat Pertama NIAT atau “Voornemen” Menurut doktrin dan yurisprudensi :”voornemen” harus ditafsirkan sebagai kehendak, “willen” atau “opzet” Seseorang harus mempunyai kehendak, yaitu kehendak melakukan kejahatan Karena ada 3 macam opzet, apakah opzet di sini harus dtafsirkan dalam arti luas atau hanya opzet dalam arti pertama (sebagai “ogmerk” atau tujuan) ? 10/04/2015132

133 Syarat Kedua Permulaan Pelaksanaan “Niat sudah terwujud dengan adanya permulaan pelaksanaan”  een begin van uitvoering Harus ada suatu perbuatan(handeling) apa yang dimaksud “perbuatan sebagai permulaan pelaksanaan” ? Undang-undang tidak merumuskan pelaksanaan atau”uitvoering” dan bagaimana bentuknya Perlu digunakan penafsiran 10/04/2015133

134 Pelaksanaan Kehendak atau Pelaksanaan Kejahatan ? Secara gramatika, harus dihubungkan dengan kata yang mendahuluinya yaitu “voornemen”/ niat/kehendak  Niat sudah terwujud dengan adanya permulaan pelaksanaan. Jadi : pelaksanaan itu ditafsirkan sebagai “pelaksanaan kehendak”  TEORI POGING SUBYEKTIF Tetapi, jika dihubungkan dengan anak kalimat berikutnya “… tidak selesainya pelaksanaan itu, bukan semata- mata disebabkan karena kehendaknya sendiri” maka secara sistematis maka ditafsirkan sebagai “pelaksanaan kejahatan”  TEORI POGING OBYEKTIF 10/04/2015134

135 CONTOH KASUS A menghendaki untuk membunuh B, untuk melaksanakan maksudnya, A harus melakukan beberapa perbuatan, yaitu : a. A pergi ke tempat penjualan senjata api b. A membeli senjata api c. A membawa senjata api ke rumahnya d. A berlatih menembak e. A menyiapkan sebjata apinya dengan membungkusnya rapat- rapat f. A menuju rumah B g. Sesampai di rumah B, A mengisi senjata itu dengan peluru h. A mengarahkan senjata kepada B i. A melepaskan tembakan ke arah B 10/04/2015135

136 MANA YANG MERUPAKAN PELAKSANAAN ? APAKAH TIAP2 PERBUATAN DALAM KASUS TSB DAPAT DIHUKUM ? 1. Menurut Teori Poging Subyektif : perbuatan a sudah merupakan “permulaan pelaksanaan” karena telah menunjukkan “kehendak yang jahat” 2. Menurut Teori Poging Obyektif : perbuatan a  f belum merupakan “permulaan pelaksanaan” karena semua perbuatan itu “belum membahayakan kepentingan hukum si B 10/04/2015136

137 PEMBATASAN TERHADAP TEORI SUBYEKTIF Perbuatan dibedakan : 1. tindakan atau perbuatan persiapan (belum dapat dihukum) 2. tindakan atau perbuatan pelaksanaan (sudah dapat dihukum) Tetapi, pertanyaannya : mana yang merupakan “perbuatan persiapan” dan mana yang merupakan “perbuatan pelaksanaan” ? 10/04/2015137

138 PENDAPAT PARA AHLI DALAM MASALAH TERSEBUT 1.Van Hamel : “apabila dari perbuatan itu telah terbukti kehendak yang kuat dari si pelaku untuk melaksanakan perbuatannya” 2.Simons melihat dari jenis deliknya : delik materiil atau delik formil. Pada delik formil apabila perbuatan itu merupakan perbuatan yang dilarang dan diancam dengan hukuman oleh UU, apabila perbuatan itu merupakan sebagian dari perbuatan yang dilarang; jika ada beberapa unsur maka jika sudah melakukan salah satu unsur Pada delik materril apabila perbuatan itu dianggap sebagai perbuatan yang menurut sifatnya adalah sedemikian rupa, sehingga secara langsung dapat menimbulkan akibat yang dilarang dan diancam dengan hukuman oleh UU 3.Vos : ada “permulaan pelaksanaan” apabila perbuatan itu mempunyai sifat terlarang terjadap suatu kepentingan hukum. 4.Pompe : ada “permulaan pelaksanaan” apabila suatu perbuatan yang bagi orang normal memungkinkan terjadinya suatu delik. 10/04/2015138

139 Pendapat Hoge Raad Ada “permulaan pelaksanaan” apabila antara perbuatan yang dilakukan dan kejahatan yang dkehendaki oleh seseorang itu terdapat hubungan erat langsung; yaitu apabila seorang melakukan sesuatu perbuatan untuk melaksanakan kejahatan, perbuatan itu baru dianggap sebagai permulaan pelaksanaan apabila disamping perbuatan itu tidak dibutuhkan lagi perbuatan-perbuatan yang lain untuk menyelesaikan kejahatan. 10/04/2015139

140 Percobaan delik formil “apabila telah dimulai perbuatan/tindakan yang disebut dalam rumusan delik” Hoge Raad arrest tanggal 8 Maret 1920 N.J.1920 “perbuatan menawarkan untuk dibeli dan perbuatan menghitung uang kertas yang telah dipalsukan di depan orang lain” adalah tindakan permulaan dari tindakan pelaksanaan 10/04/2015140

141 Percobaan delik materiil “segera setelah tindakan yang dilakukan oleh pelakunya itu, menurut sifatnya secara langsung dapat menimbulkan akibat yang terlarang oleh undang- undang, tanpa pelakunya tersebut harus mel;akukan suatu tindakan yang lain” Hoge Raad Arrest 19 Maret 1934, N.J 1934 Eindhovense Brandstichting - arrest 10/04/2015141

142 Syarat Ketiga Tidak selesainya pelaksanaan itu, bukan semata-mata disebabkan karena kehendaknya sendiri Contoh: Tertangkap tangan, korban memberikan perlawanan, korban tidak meninggal karena bantuan medis Membatalkan niatnya secara sukarela/kehendak sendiri – vrijwillige terugterd – (TIDAK ADA Percobaan yang dihukum) 10/04/2015142

143 Dalam Pasal 18 RUU KUHP (1) Dalam hal setelah permulaan pelaksanaan dilakukan, pembuat tidak menyelesaikan perbuatannya karena kehendaknya sendiri secara sukarela, maka pembuat tidak dipidana. (2) Dalam hal setelah permulaan pelaksanaan dilakukan, pembuat dengan kehendaknya sendiri mencegah tercapainya tujuan atau akibat perbuatannya, maka pembuat tidak dipidana. (3) Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) telah menimbulkan kerugian atau menurut peraturan perundang-undangan telah merupakan tindak pidana tersendiri, maka pembuat dapat dipertanggungjawabkan untuk tindak pidana tersebut.(percobaan yang dikwalifisir) 10/04/2015143

144 Macam2 Percobaan (Doktrin) Percobaan yg Sempurna : Voleindigde Poging -- > apabila seseorang berkehendak melakukan kejahatan, ia telah melakukan semua perbuatan yg diperlukan bagi selesainya kejahatan, tetapi kejahatan tidak selesai karena suatu hal Percobaan yg Tertangguh : Geschorte Poging -- > apabila seseorang berkehendak melakukan kejahatan, ia telah melakukan beberapa perbuatan yg diperlukan bagi tercapainya kejahatan, tetapi kurang satu perbuatan ia terhalang oleh suatu hal Percobaan yg Tidak Sempurna (tidak wajar) : Ondeugdelijke Poging --> apabila seseorang berkehendak melakukan suatu kejahatan, dimana ia telah melakukan semua perbuatan yg diperlukan bagi selesainya kejahatan, namun tidak berhasil disebabkan alat (sarana) tidak sempurna atau obyek (sasaran) tidak sempurna. Tidak sempurna : mutlak atau relatif 10/04/2015144

145 Pasal 20 RUU KUHP Dalam hal tidak selesai atau tidak mungkin terjadinya tindak pidana disebabkan ketidakmampuan alat yang digunakan atau ketidakmampuan objek yang dituju, maka pembuat tetap dianggap telah melakukan percobaan tindak pidana dengan ancaman pidana tidak lebih dari 1/2 (satu per dua) maksimum pidana yang diancamkan untuk tindak pidana yang dituju. 10/04/2015145

146 Melakukan percobaan kejahatan akan tetapi tidak dihukum Pasal 184 ayat 5 KUHP –perkelahian tanding Pasal 302 ayat 4 KUHP – penganiayaan ringan terhadap binatang Pasal 351 ayat 5 dan Pasal 352 ayat 2 KUHP – penganiayaan biasa dan ringan 10/04/2015146

147 Mangel am tatbestand (gebrek aan feitelijk tosdracht v/e zaak) Kejadian-kejadian yang mirip dengan percobaan yang tidak sempurna/ tidak wajar di mana salah satu unsur dari kejahatan tertentu itu sebenarnya tidak mungkin ada atau tidak mungkin terjadi Misal: menggugurkan kandungan seorang perempuan yang tidak pernah hamil; mencuri barang yang pencurinya tidak tahu bahwa barang tersebut sebelum dicuri telah diwariskan/diberikan padanya. 10/04/2015147

148 Putatif Delict Seseorang mengira bahwa apa yang dilakukan merupakan suatu tindak pidana, padahal tindakan tersebut tidak dilarang Contoh: Seseorang masuk ke Indonesia dan membawa sejumlah uang kertas asing. Semula ia beranggapan telah mencoba atau melakukan suatu kejahatan. Namun ternyata uang yang ia bawa masih dalam batas ketentuan yang tidak dilarang 10/04/2015148

149 Percobaan dalam kealpaan Pasal 287 KUHP “…yang sepatutnya ia harus dapat menduga bahwa wanita itu belum cukup umurnya…” Pasal 480 KUHP “…yang sepatutnya ia harus dapat menduga bahwa barang itu diperoleh si penjual dari kejahatan…” 10/04/2015149


Download ppt "HUKUM PIDANA HPI 10102 3 SKS TIM PENGAJAR HUKUM PIDANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS INDONESIA Depok, 30 Januari 2009 10/04/20151."

Presentasi serupa


Iklan oleh Google