Upload presentasi
Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu
Diterbitkan olehZahra Januar Telah diubah "9 tahun yang lalu
1
Pembacaan Al-Qur’an [Pengantar ke Pemikiran Mohammed Arkoun]
Oleh : zainul adzvar
2
Pemikiran Islam belum membuka diri, naif, karena mendekati agama atas dasar kepercayaan tanpa kritik; tidak sadar bahwa fakta sosial, psikologis d.l.l bisa mempengaruhi aktualisasi Disi lain Barat tidak memperhatikan hal-hal diluar jangkauan akal Karenanya arkoun tidak setuju dengan Positifisme yang berdasar pada data empiris (tidak memperdulikan aneka ragam kendali manusia) Juga saintisme sebagai bentuk kebenaran
3
Bagi Barat, angan-angan sosial adalah terbelakang !
Bagi Arkoun, perkembangan pemikiran Islam pada masa lampau bisa dipahami (justru) dengan memperhatikan pengaruh angan-angan sosial ::Ini dibangun oleh Sejarah nyata, realitas sosial dan lingkungan fisik kelompok Citra, Cerita dan Nilai Nalar Islami == yang dipertahan adalah semangat keagamaan dari angan-angan sosial Nalar Modern == yang diambil adalah Kritisismenya
4
Agama ada Mitos ! Paul Ricoeur = manusia bergantung pada lambang / simbol (sesuatu yang mempunyai makna ganda) Mitos = Simbol tingkat kedua (cerita yang membeberkan simbol primer) karena itu tidak sama dengan bahasa rasional Mitos, dengan cara khusus dan tidak langsung membicarakan kenyataan manusia Arkoun, Mitos berfungsi menjelaskan, menunjukkan, mendirikan kesadaran kolektif yang mengukir proyek Sejarah!
5
Menurut Arkoun, wacana al-Qur’an bersusunan Mitis!
Menggambarkan tindakan sosial-historis dari kelompok yang dipimpin Muhammad disertai suatu wacana bersusunan mitis di dalam al-Qur’an. Yang harus dijelaskan adalah bahwa pertentangan-pertentangan dalam keagamaan terletak pada tataran tanda-tanda kebahasaan, ritual, kesejarahan dan kesenian Kesemuanya mengacu pada Transendental ; pada Allah yang sama!
6
Dekonstruksi Teks Michael Foucault = manusia pada tiap-tiap zaman menangkap kenyataan dengan cara tertentu ( Episteme), dan ia membicarakan dengan cara tertentu ( wacana) Untuk membahas pemikiran manusia harus dengan “arkeologi” Yaitu analisis susunan dan berbagai kaidah yang menentukan episteme dan wacana
7
Karenanya Teks harus didekonstruksi.
Manusia berpikir, mengungkapkan diri melalui bahasa, tradisi kebahasaan, tradisi teks :: manusia berada dalam lingkungan “logosentris” Karenanya Teks harus didekonstruksi. Dekonstruksi upaya menampakkan aneka ragam aturan yang sebelumnya tersembunyi yang menentukan berbagai Teks, dan melalui teks itu manusia berpikir
8
Wahyu Ilahi mewujud dalam al-Qur’an, karenanya :
Pertama, al-Qur’an adalah sejumlah “pemaknaan potensial” yang diusulkan kepada manusia Jadi, sesuai untuk mendorong pembangunan doktrin yang sama beragamnya dengan keadaan sejarah pemunculannya.
9
Kedua, Pada “pemaknaan potensial”, al-Qur’an mengacu pada agama trans-sejarah / transendensi. Pada pemaknaan yang diaktualisasi dalam doktrin teologi, yuridis, politis, etis d.l.l al-Qur’an menjadi mitologi dan ideologi yang kurang lebih dirasuki makna transendensi Ketiga, al-Qur’an adalah sebuah teks terbuka, tidak ada penafsiran yang dapat menutupnya secara tetap. Sebaliknya, semua aliran yang ada yang mendukung dan mensahkan kehendak kelompok sosial yang bersaing untuk memperoleh kekuasaan
10
Teks merupakan faktor terpenting untuk menghasilkan makna
Keempat, secara Dejure, teks al-Qur’an tidak mungkin disempitkan jadi Ideologi Karena teks itu menelaah, khususnya berbagai situasi batas kondisi manusia; keberadaan, cinta kasih, hidup d.l.l Untuk melucuti pemahaman yang berbau ideologis dan teologis yang beku, harus melihat aspek historis Teks merupakan faktor terpenting untuk menghasilkan makna
11
Tujuan membaca teks : Adanya kelahiran teks al-Qur’an lewat penulisan berarti dalam memahami wahyu terjadi: Nalar Grafis mendominasi cara berfikir. Sabda / Logos kenabian didesak oleh logos Pengajaran (Firman yang berorintasi pada abstraksi, tanpa melihat yang dituju oleh Firman itu) terjadi pemiskinan untuk memahami wahyu dari segala dimensi Teks al-Qur’an sebagai Parole didesak oleh teks sebagai langue
12
Karenanya harus dijadikan sebagai produksi makna !
Tujuan qira’ah: untuk mengerti komunikasi kenabian yang hendak disampaikan lewat teks, atau mencari makna yang hendak disampaikan lewat teks Karenanya harus dijadikan sebagai produksi makna ! Dengan cara melihat berbagai tanda dan simbol dalam teks, yaitu: Kata, struktur kalimat, tanda-tanda bahasa, d.l.l Sehingga terjadi interaksi yang penuh makna antara teks dan pembacanya Teks sebagai komunikasi = memberikan sesuatu untuk dipikirkan
13
Bagaimana membaca teks agar sampai pada makna?
Harus tahu arti (sense)nya, yang muncul dalam kalimat / proposisi (Kata tidak mempunyai arti!) Referensi / acuan (klaim-klaim kebenaran dari kalimat) kalimat hendak mengatakan kebenaran sesuatu Makna terbentuk lewat hubungan dialektis antara arti dan referensi Jadi Makna adalah suatu peristiwa
14
Bagaimana membaca teks?
Secara liturgis, ritual mereaktualisasikan saat awal, ketika nabi mengujarkannya pertama kali komunikasi rohanu secara horisontal dan vertikal, pembatinan kandungan wahyu. Secara eksegetis (sebagaimana ar-Razi dalam Mafatihul-ghoib auat al-Tafsir al-Kabir) Memanfaatkan temuan metodologis yang disumbangkan ilmu kemanusiaan dan ilmu bahasa
15
Metodologi Pembacaan Linguistik Kritis memeriksa tanda-tanda bahasa yang memproduksi makna sintaksis dan semantik. Hubungan Kritis “the driving force behind the text” Memeriksa ”pencapaian dan keterbatasan dari tafsir logiko-leksikografis dan eksegesis imajinatif” seperti uapaya ar-Razi Analisis mitis / simbolis
16
Teks Qur’ani mengatakan sesuatu, mengungkapkan suatu komunikasi, memberikan suatu untuk dipikirkan! Isi komunikasi inilah yang harus dicari terus menerus. Karenanya harus memperhatikan: Pertama, Tanda, simbol dan mitos Tanda = segala sesuatu yang menunjuk diluar dirinya sendiri Simbol = tanda yang menjadi rujukan ganda Mitos = orang bicara tentang dirinya sendiri, makna diungkapkan dalam struktur sedemikian rupa, sehingga struktur itu dapat dijadikan sarana baru untuk berbicara tentang sesuatu yang lain
17
Kedua, analisis mitis dan qira’ah
Melihat ungkapan simbolis dari realitas asli dan universal manusia Dibutuhkan kemampuan untuk menghubungkan berbagai unsur, kadang bersifat meta-bahasa (Qira’ah) Perspektif dinamik yang dibuka oleh konsep intertektualitas menghantarkan pada pemahaman literatur relegius yang lebih kaya, daripada pembacaan linier yang dituntut oleh penelitian filosofis terhadap pengaruh leksikal, stilistik dan pengaruh tematik.
Presentasi serupa
© 2024 SlidePlayer.info Inc.
All rights reserved.