Upload presentasi
Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu
Diterbitkan olehGabriel Fadly Telah diubah "9 tahun yang lalu
1
SESI 1 PENGENALAN ICD, WHO & ASPEK LEGAL PENGAPLIKASIAN ICD-10
di INDONESIA Disusun oleh dr Mayang Anggraini Naga
2
DESKRIPSI Pembahasan tentang international Statistical
Classification of Diseases and Related Health Problems ICD-10, WHO; aspek legal pengaplikasiannya di Indonesia; kekhususan sistem pengkodean diagnosis penyakit dan masalah kesehatan berdasarkan ICD, serta pentingnya uniformitas penulisan istilah diagnoses di dalam rekam medis-kesehatan pasien agar dapat diberi kode yang tepat.
3
TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM
Paham akan kekhususan klasifikasi penyakit sistem ICD-10, WHO, tujuan, guna dan fungsi serta mengapa harus diaplikasikan di bidang pelayanan kesehatan di Indonesia.
4
TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS
Menjelaskan: - perbedaan klasifikasi dari nomenklatur penyakit - menjelaskan peraturan perundang-undangan, terkait penggunaan ICD-10, yang berlaku di Indonesia - riwayat singkat ICD, kekhususan, tujuan, fungsi dan guna ICD-10, WHO
5
POKOK & SUBPOKOK BAHASAN
ICD-10 - Kekhususan klasifikasi Penyakit International Clasification of Diseases (ICD), WHO. Aspek legal pengalikasian ICD-10 di Indonesia - SK Dirjen YanMed Depkes RI, 1991 - UU no: 23. th 1992 tentang Kesehatan - Pedoman Sistem Informasi Rumah Sakit,1997 - SK Menkes RI,no: 50/MENKES/I/1998 tentang memberlakukannya ICD-10. - UU Praktek kedokteran, no. 29, 2004 - Permenkes RI no: 1419/Menkes/PER/X/2005 tentang Penyelenggaraan Praktek Dokter dan Dokter Gigi.
6
KEKHUSUSAN ICD-WHO Klasifikasi Penyakit adalah:
Sistem pengkategorian penyakit (Sistem pengelompokan penyakit) Semua sebutan berbeda dari satu jenis penyakit akan terkelompok ke dalam satu kategori atas dasar suatu kepentingan yang telah ditentukan.
7
KEKHUSUSAN ICD-WHO (Lanjutan)
Nomenklatur penyakit adalah: Sistem tatanama berdasarkan urut alfabetis (abjad) nama (sebutan) penyakit tanpa suatu pengkategorian Masing sebutan penyakit mempunyai kedudukan yang setara.
8
KATEGORI Kategori bisa: - berdiri tunggal namun punya beberapa
nama sebutan yang berbeda, namun bisa juga: - terbagi dalam subkategori dan masing subkategori bisa tunggal bisa juga terdiri dari beberapa sebutan yang berbeda.
9
Contoh: [123] A33 Tetanus neonatorum
[….] = halaman buku ICD-Volume 1 [123] A33 Tetanus neonatorum [134] A55 Chlamydial lymphogranuloma (venereum) Climatic or tropical bubo Durand-Nicolas-Favre disease Esthiomene Lymphogranuloma inguinale
10
Contoh: [108] A00 Cholera A00.0 Cholera due to vibrio cholerae 0.1, biovar cholerae Classical cholera A00.1 Cholera due to Vibrio cholerae 0.1 biovar eltor Cholera eltor A00.9 Cholera, unspecified. A08 Viral and other specified intestinal infections A08.4 Viral intestinal infection, unspecified Viral: enteritis, NOS gastroenteritis, NOS gastroenteropathy, NOS
11
[108] A01 Typhoid and paratyphoid fever A01.0 Typhoid fever
Contoh (Lanjutan-2) [108] A01 Typhoid and paratyphoid fever A01.0 Typhoid fever Infection due to Salmonella typhi A01.1 Paratyphoid fever A A01.2 Paratyphoid fever B A01.3 Paratyphoid fever C A01.4 Paratyphoid fever, unspecified Infection due to Salmonella paratyphi NOS [111] A07 Other protozoal intestinal diseases A07.0 Balantidiasis Balantidial dysentery A07.1 Gardiasis [lambliasis] A07.2 Cryptosporidosis
12
Includes: infection due to Entamoeba histolytica
CONTOH, lihat [110] A06 Amoebiasis Includes: infection due to Entamoeba histolytica Excludes: other protozoal intestinal diseases (A07.-) A06.0 A06.1 A06.2 A96.3 A06.4 Pada ini nomor subkategori terisi A06.5 semua, dari .0 s/d .9 A06.6 A06.7 A06.8 A06.9
13
CONTOH, lihat [145] Kategori tunggal
A90 Dengue fever [classicle dengue] Excludes: dengue haemorrhagic fever (A91) A91 Dengue haemorrhagic fever Pada A91 ini tidak ada kata Excludes Kedua kategori di atas tidak terbagi dalam subkategori, masing-masing tunggal.
14
Sistem Klasifikasi Penyakit WHO
ICD, WHO menata beberapa sebutan penyakit dan masalah terkait kesehatan dengan mengelompokkan dalam satu kategori bernomor kode 3 (tiga) karakter yang dalam ICD-10 ditulis dalam bentuk alfanumerik satu alfabet diikuti 2 angka. Kode dimulai dengan huruf alfabet A sampai Z A00 Cholera Z99 Other postsurgical states (status, atau kondisi pasien setelah operasi lain, yang tidak terke- lompok ke nomor kode sebelum Z99) Kategori ini masih dibagi: Z99.0, Z99.1 Z99.2, Z99.3, Z99.8 dan Z [1125 – 1176].
15
Sistem Klasifikasi Penyakit WHO (Lanjutan-1)
Alfabet U yang pada ICD-10 terbitan 1992, disediakan untuk special purposes, penyakit baru yang masih dalam trial/penelitian, saat ini telah diisi di antaranya untuk SARS dan resistensi antibiotika Avian flu (flu burung) dikelompokkan ke J09.- (ini adalah nomor kode tambahan baru pada ICD-10) J09.- diletakkan di atas kategori J10.- dan dalam blok Influenza and Pneumonia yang pada ICD-10 adalah (J10 – J18) sekarang menjadi (J09 – J18) [520]
16
Sistem Klasifikasi Penyakit WHO (Lanjutan-2)
Nomor kategori yang tunggal ditulis dengan menam- bahkan x di belakang . (titik) setelah karakter ke 3 Contoh: A33.x Tetanus neonatorum Ini berarti tetanus neonatorium tidak memiliki sebutan subkategori Beda dengan A Respiratory TB, bacteriologicaly and histologically confirmed. Tanda baca garis (-) di belakang satu tanda baca titik (A15.-) berarti bahwa kategori ini memiliki subkategori digit ke-4 dari .0 bisa s/d .9 Rincian diperlukan agar informasinya lebih informatif.
17
Sistem Klasifikasi Penyakit WHO (Lanjutan-3)
Dalam sistem klasifikasi penyakit: - penyakit yang sama/mirip dikelompokkan dalam satu kategori dan ditata dalam susunan bab-bab, dari Bab 1 s/d Bab XXI, (XXII =U), yang dasar pengelom- pokkannya berbeda-beda, bisa: - sesuai jenis kuman penyebab infeksi - sesuai gangguan sistem organ tubuh - sesuai bentuk penyakit gangguan fungsi - sesuai neoplasm ganas tidak ganas dan sifat morphologisnya, - sesuai bentuk alamiah cedera, dan sebab luarnya - sesuai masalah yang menyebabkan pasien berhubungan dengan pelayanan kesehatan dst.
18
INFORMASI KLINIS DIAGNOSIS
Informasi klinis diagnosis, adalah terjemahan istilah diagnoses keputusan dokter ke dalam nomor kode suatu sistem klasifikasi. Informasi klinis diagnosis dihasilkan dari pem- rosesan kumpulan data diagnoses penyakit yang diambil dari sumber primer rekam medis masing pasien, sesuai dengan rekam pendokumentasian otentik (legal) hasil penulisan dokter yang mengasuh/merawat pasien terkait.
19
INFORMASI KLINIS DIAGNOSIS (Lanjutan-1
Kumpulan nama penyakit tidak akan berguna banyak bagi pengembangan: - asuhan medis pasien, - iptek kedokteran, maupun - manajemen kesehatan unit pelayanan, - ataupun manajemen kesehatan secara nasional, apabila tidak disimpan, atau disimpan tanpa ditunjang oleh suatu sistem pemrosesan, pengumpulan, pengolahan, penyimpanan dan pengambilan kembali (retrieval) yang tertata dalam sistem data dasar, penyakit individual pasien, yang baik.
20
INFORMASI KLINIS DIAGNOSIS (Lanjutan-2)
Manual ICD-10 Volume 2 menyebut: Para peneliti medis internasional mendambakan adanya suatu sistem klasifikasi penyakit yang sangat spesifik. Apabila terlalu banyak penyakit dikelompokkan ke satu kode kategori penyakit peneliti akan kesulitan untuk memperoleh informasi klinis diagnosis, karena memerlukan terlalu banyak RM, dalam file berkas yang harus diretrieve dan dicek, untuk menemukan jenis penyakit yang sedang diteliti.
21
INFORMASI KLINIS DIAGNOSIS (Lanjutan-3)
Sebaliknya, WHO ingin menggunakan data klasifikasi penyakit untuk memenuhi kebutuhan studi: - statistik, - demografis, dan - epidemiologis penyakit. Perlu disusun satu sistem pengklasifikasian penyakit yang berdasarkan pengkategorian penyakit. Klasifikasi yang terlalu spesifik ataupun nomenklatur penyakit akan terlalu meluas untuk dapat memenuhi analisis statistis.
22
INFORMASI KLINIS DIAGNOSIS (Lanjutan-4)
Di pandang dari sudut penerapkan kebijakan asuhan kesehatan, maka akan berguna apabila bisa diketahui grup penyakit apa yang menyebab- kan laju morbiditas atau mortalitas populasi masyarakat yang tertinggi. Untuk inilah informasi statistik penyakit menjadi penting di dalam proses: - komunikasi, - perencanaan, - pengontrolan manajemen kesehatan lokal, nasional, regional maupun internasional.
23
UNIFORMITAS SEBUTAN DIAGNOSES
Uniformitas sebutan istilah diagnoses dalam proses penulisan-pencatatan merupakan satu keharusan Uniformitas penulisan sebutan diperlukan agar proses pengkumpulan data penyakit/ masalah terkait kesehatan tidak menimbulkan salah pengklasifikasian ke dalam nomor-nomor kode kategori yang telah ditentukan.
24
UNIFORMITAS SEBUTAN DIAGNOSES (Lanjutan-1)
Penulisan berdasarkan definisi yang uniform (seragam) menghasilkan kumpulan data yang mudah bisa dikompilasi, diolah menjadi informasi statistik yang lebih bermakna Komparasi, analisis secara bersama untuk berbagai kepentingan yang luas, dapat terlaksana. Komparasi data asuhan kesehatan antara fasilitas, daerah dalam satu negara, ataupun antar negara- negara adalah vital bagi pengembangan, penyebarluasan informasi medis ke seluruh bagian dunia.
25
UNIFORMITAS SEBUTAN DIAGNOSES (Lanjutan-2)
Informasi yang berkualitas adalah instrumen komunikasi penting antara berbagai tingkat manajer Bahan masukan yang dapat dipertangung-jawabkan untuk dimanfaatkan dalam: - proses perencanaan dan - pengambilan keputusan Hasil keluaran program manajemen kesehatan menjadi: > efektif dan > efisien.
26
RIWAYAT ICD-10 WHO memutuskan:
- suatu perpaduan disain sistem klasifikasi yang mampu memenuhi kebutuhan rumah sakit dan pengumpulan statistis morbiditas dan mortalitas, dalam terbitan buku yang diberi nama: International Classification of Diseases (ICD)
27
ICD-10TH REVISION Sebutan bagi revisi ke-10nya adalah:
“International Statistical Classification of Diseases and Related Health Problems. 10th Revision (ICD-10)” (yang saat ini sudah ada informasi yang resmi terkait Cumulative Official Updates To ICD-10, yang bisa dimanfaatkan sebelum revisi ICD-ke 11 resmi diterbitkan ( )
28
RIWAYAT SINGKAT ICD-10 (Baca buku ICD-10 Volume 2 halaman 139 – 151:
Bab History of the development of the ICD) International Classification of Diseases (ICD) disusun untuk dapat memenuhi persyaratan bahwa satu klasifikasi statistik hendaknya mencakup jumlah kategori yang - mutually exclusive (saling eksklusif) yang terbatas, - mampu memintas segenap kondisi morbid yang telah dikenal.
29
Persyaratan: Kategori harus dipilih untuk dapat memfasilitasi:
- studi statistik fenomena penyakit; - kesatuan penyakit khusus yang penting dalam kesehatan masyarakat. Kategori hendaknya mewakili grup kondisi yang terpisah; setiap penyakit/kondisi morbid di dalam daftar kategori harus menduduki: tempat terinci yang jelas
30
Ini menimbulkan konsekuensi bahwa:
- akan ada kategori sisa untuk kondisi yang miscellaneous (serba aneka, serba tidak menentu) yang tidak mungkin dikelompokkan ke kategori spesifik (khusus) Diperlukan suatu tatanan yang sesedikit mungkin menempatkan kondisi yang akan terklasifikasi ke kategori sisa.
31
CONTOH: [ ] K11 Diseases of saslivary glands K11.0 Atrophy of salivary gland K11.1 Hypertrophy of salivary gland K11.2 Sialoadenitis K11.3 Abscess of salivary gland K11.4 Fistula of salivary gland K11.5 Sialolithiasis K11.6 Mucocele of salivary gland K11.7 Disturbances of salivary secretion K11.8 Other diseases of salivary glands K11.9 Diseases of salivary gland, unspecified
32
CONTOH: [516] J00 Acute nasopharyngitis [common cold] Coryza (acute) Nasal xcatarrh, acute Nasopharyngitis: - NOS - infective NOS Rhinitis: - acute - infective Excludes: nasopharyngitis, chronic (J31.1) pharyngitis: - NOS (J02.9) - acute (J02.-) dst.
33
Sebelum Conference untuk ICD- 9th revision,
ICD-10 (Lanjutan-1) Sebelum Conference untuk ICD- 9th revision, WHO telah menyiapkan ICD-10th revision. Para ahli menyadari bahwa pemanfaatan semakin luas ICD memerlukan pemikiran kembali yang lebih cermat terkait struktur dan upaya untuk dapat menghasilkan satu susunan klasifikasi yang: - lebih mantap (stable) namun - lentur (flexible), agar pada masa mendatang tidak memerlukan revisi fundamental untuk jangka waktu yang lama.
34
WHO Collaborating Centers for Classification
ICD-10 (Lanjutan-2) WHO Collaborating Centers for Classification of Diseases secara konsekuen dapat dipanggil untuk mengujicoba modul terkait pilihan struktur bagi ICD-10th revision . (lihat ICD-Volume 1, halaman 7-8 ) WHO menyadari bahwa keputusan jarak waktu revisi sepuluh tahunan, seperti yang telah berjalan sejak revisi ke 6, adalah terlalu pendek.
35
Mengingat bahwa konsultasi dengan negara-
ICD-10 (Lanjutan-3) Mengingat bahwa konsultasi dengan negara- negara dan organisasi anggota mengakibatkan waktu pemrosesan menjadi sangat panjang dan lama, oleh karenanya pekerjaan proses revisi senantiasa harus sudah dimulai dan dijalankan sebelum revisi terkini diluncurkan cukup lama untuk dievaluasi secara rinci. Direktur Jenderal WHO meminta & memperoleh persetujuan dari Member States penundaan sampai dengan Konperensi Revisi ke-10.
36
Penyusunan revisi ICD-10th yang semula
ICD-10 (Lanjutan-4) Penyusunan revisi ICD-10th yang semula dijadwalkan pada tahun 1985 bersamaan pengenalan revisi ke-10 yang seharusnya selesai dalam tahun 1989 ditunda. Sebagai tambahan alasan penundaan adalah agar pengujicobaan model alternative struktur ICD memperoleh cukup waktu untuk pengevaluasian ICD-9th revision.
37
Sebagai contoh, di antaranya: - melalui pertemuan yang terorganisasi
ICD-10 (Lanjutan-5) Sebagai contoh, di antaranya: - melalui pertemuan yang terorganisasi cermat, oleh sebagian WHO Regional Offices serta - melalui survei yang terorganisasi cermat di kantor-kantor pusat mampu menampung usulan-usulan dari para negara anggota
38
Intenational Classification of Diseases and
ICD-10 (Lanjutan-6) Program kerja ekstensif berikutnya dikumulasi pada ICD-10th revision dan digambarkan dengan jelas dalam Report of the International Coference for the tenth revision of the International Classification of Diseases, diluncurkan bentuk revisi dalam Volume 1, 2 dan 3 dengan sebutan: Intenational Classification of Diseases and Related Health Problems, 10th Revision (ICD-10)
39
Di berbagai negara-negara maju, termasuk - Cina, juga - Malaysia,
ICD-10 (Lanjutan-7) Di berbagai negara-negara maju, termasuk - Cina, juga - Malaysia, - Singapora dan - Thailand, data diagnoses pasien di samping untuk pemaparan kualitas pelayanan medis dan status kesehatan populasi, juga dimanfaatkan untuk manajemen ekonomik kesehatan sistem asuhan kesehatan memanfaatkan untuk dasar hitungan & pembuktian keakuratan serta kepastian hasil hitungan tagihan biaya pelayanan yang tetah terlaksana dan harus dibayar kembali pasien/asuransi (DRGs-Casemix)
40
Sistem otomatik yang digunakan umumnya
DRGs Sistem otomatik yang digunakan umumnya adalah: DRGs (Diagnosis Related Group System) hasil kerja Yale University. USA sejak tahun 1966. Di USA DRG diberlakukan secara nasional dan direvisi secara periodic. Encoding sistem ini memanfaatkan kode diagnosis yang diambil dari ICD-CM (clinical modification) masing negara, yang berlaku sesuai kurun waktu tahun pelayanan yang ditentukan, kode penyakit (ICD) menjadi penentu hitungan besarnya biaya rawat yang secara otomatik bisa dihasilkan dari penerapan program komputer grouper DRGs.
41
ASPEK LEGAL PENGAPLIKASIAN ICD-10 DI INDONESIA
Di pelayanan rumahsakit di Indonesia: data penyakit, tindakan medis dan operasi, di samping hanya dimanfaatkan manajemen rumah sakit untuk memenuhi kepentingan sistem pelaporan morbiditas dan mortalitas (RL) ke Depkes sesuai format yang diberlakukan, seyogyanya juga dimanfaatkan bagi kepentingan manajemen institusinya sebagai alat: - komunikasi, - analisis, evaluasi dan kontrol - bahan perencanaan program pelayanan agar outcome jadi > efektif & > efisien
42
Untuk kepentingan inilah hasil kerja
DRGs (lanjutan) Untuk kepentingan inilah hasil kerja coder (pengkode) penyakit dapat sangat menentukan status - kualitas asuhan medis, - risiko manajemen, - finansial, dan - hidup-matinya suatu unit pelayanan. (Di US dan lain-lain: petugas coder adalah tenaga RM yang tersertifikasi khusus)
43
Upaya penyusunan DRGs - Casemix Indonesia
INA-DRGs Upaya penyusunan DRGs - Casemix Indonesia oleh Depkes, sudah berjalan lebih dari 6 tahun, masih berlanjut dalam uji coba di rumah sakit kelas A dan beberapa rumah sakit kelas B dan Khusus. Penyusunan INA (Indonesian) DRGs-Casemix sampai akhir masih dalam penggodokan, pada tahun masih dalam uji-coba, namun masih perlu dievaluasi kembali apakah penerapannya Kn efektif, mengingat penyu-sunannya kurang melibatkan tenaga ahli di bidang medis/fakultas kedokteran
44
SK Menkes RI Nomor 50/MENKES/I/1998
WHO dalam sidang WHA ke-43 telah menetapkan buku: “ Intrenational Statistical Classififcation of Diseases and Related Health Problems tenth revision (ICD-10)” sebagai buku Klasifikasi Internasional tentang penyakit edisi baru yang sudah harus dipakai oleh seluruh Negara anggota dari WHO.
45
SK Menkes RI Nomor 50/MENKES/I/1998 (Lanjutan)
Untuk mendukung himbauan WHO, Indonesia melalui Keputusan Menteri Kesehatan RI. Nomor 50/ MENKES/ SK/I/1998 tentang pemberlakuan Klasifikasi Statistik Internasional tentang Penyakit Revisi ke-10 tertanggal 13 Januari 1998, resmi menyebut: Klasifikasi Revisi ke 10 digunakan untuk mengganti Klasifikasi Revisi-9 yang sudah digunakan sejak tahun 1979 di Indonesia.
46
Departemen Kesehatan RI mengatur bahwa
SK (Lanjutan-1) Departemen Kesehatan RI mengatur bahwa untuk kepentingan pelaporan morbiditas dan mortalitas penyakit di fasilitas pelayanan kesehatan di Indonesia, pengkodean sebutan diagnosis penyakit harus berdasarkan klasifikasi ICD-10th revision. Aturan tersebut berlaku bagi segenap jenis dan tipe kelas pelayanan kesehatan rumah sakit, puskesmas milik pemerintah, maupun swasta di Indonesia.
47
Saat ini PORMIKI, Depkes dan rumah sakit
SK- (Lanjutan-2) Untuk meningkatan kemampuan tenaga pengelola data penyakit di setiap administrasi kesehatan diadakan secara berkesinambungan pelatihan dengan menggunakan 2 (dua) modul buku Pedoman Penggunaan ICD-10 seri I dan seri II (DepKes). Saat ini PORMIKI, Depkes dan rumah sakit secara berkala menatar tenaga rekam medis untuk mengenal ICD dan DRGs-Casemix yang menggunakan ICD-9-CM ( Mengapa?)
48
BUKU MODUL PELATIHAN “SHORT-COURSE” ICD-10
Buku seri I memuat petunjuk penggunaannya dan soal latihan. Seri II memuat soal-soal pelatihan masing Bab IC-10. Sampai dengan tahun 2006 buku module pelatihan tersebut masih digunakan DepKes. Buku disusun berdasarkan Anwer Book, An interactive Training Course for ICD-10 National Centre for Classification In Health (Brisbane) yang berisi jawaban dari lembar pelatihan di buku seri I.
49
SK DIRJEN YAN.MED. DEPARTEMEN KESEHATAN RI: tentang
Penyelenggaraan Rekam Medis/Medical Record Rumah Sakit dan Juknis No: 78/YanMed/RS Umdik/ YMU/I/91 tgl. 31 Januari 1991, menyebut bahwa: “Dengan sudah diterimanya buku ini, tidak ada pilihan lain, di setiap rumah sakit harus melaksanakan penyelenggaraan rekam medis dengan BAIK, kelalaian dalam melaksanakan ketentuan-ketentuan yang tercantum pada Petunjuk Teknis Tersebut, baik direktur maupun semua petugas yang terkait akan mendapat sanksi sesuai dengan PASAL 20 & 22 di dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI No: 749a/ MENKES/Per/XII 1989”
50
Permenkes No: 749a MENKES/Per/XII 1989
SK (Lanjutan-1) Permenkes No: 749a MENKES/Per/XII 1989 tentang Rekam Medis/Medical Record, dilengkapi dengan: Pedoman pengelolaan Rekam Medis Rumah Sakit yang direvisi melalui: Pedoman nomor YM tanggal 27 Nopember 1996. Hasil revisi ini konon belum disebarluaskan, dan selama tahun 2006, masih dalam proses peninjauan kembali. Tahun 2008 telah terbit SK yang baru.
51
Pedoman Sistem Informasi Rumah Sakit Revisi IV
Revisi Pedoman Sistem Informasi Rumah Sakit (Sistem Pelaporan Rumah Sakit Revisi IV) di Indonesia sesuai keputusan Dirjen YanMedik Nomor: HK tanggal 2 Januari 1997 diberlakukan sejak Januari 1997. Di dalam Format formulir Data Keadaan Morbiditas Pasien Rawat Jalan RL2b dan Rawat Inap, RL2a dan Rl2a1 dan RL2b1, untuk data surveilans terpadu rumah sakit dan rawat jalan dan juga RL2.1, RL2.2 dan RL2.3 sudah diharuskan menggunakan nomor kode ICD-10 dari A00 – Z99. (Pada format RL lajur ke -2 (dua) untuk isian nomor DTD yang lama, lajur ke-3 (tiga) isian nomor kode ICD- 10 terkumpul) (Lihat Buku Pedoman Sistem Pelaporan Rumah Sakit revisi yang terbaru)
52
UU nomor 23, tahun 1992 tentang Kesehatan
Pasal 53 (1) Tenaga kesehatan berhak memperoleh perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas sesuai dengan profesinya (2) Tenaga kesehatan dalam melakukan tugasnya berkewajiban untuk memenuhi standar profesi dan menghormati hak pasien. Penjelasan Ayat (2) ini: Standar profesi adalah pedoman yang harus dipergunakan sebagai petunjuk dalam men- jalankan profesi secara sah.
53
Yang dimaksud dengan hak pasien antara lain: - hak informasi,
UU NO: 23 (Lanjutan-1) Tenaga kesehatan yang berhadapan dengan pasien seperti dokter dan perawat dalam melaksanakan tugasnya harus menghormati hak pasien. Yang dimaksud dengan hak pasien antara lain: - hak informasi, - hak memberikan persetujuan (informed consent) - hak atas rahasia kedokteran, dan - hak atas pendapat kedua (second opinion)
54
memperhatikan kesehatan dan keselamatan yang bersangkutan.
UU no: 23 (Lanjutan-2) (3) Tenaga kesehatan, untuk kepentingan pembuktian, dapat melakukan tindakan medis terhadap seseorang dengan memperhatikan kesehatan dan keselamatan yang bersangkutan. Penjelasan Ayat (3): ... (Baca halaman 29 UU Kesehatan No )
55
Undang-undang Praktek Kedokteran. UU RI No. 29 Th
Undang-undang Praktek Kedokteran UU RI No. 29 Th tentang Praktek Kedokteran Pasal 35 (1) mempunyai wewenang …., yang terdiri dari Menegakkan diagnosis Bagian Ketiga: Pemberian Pelayanan. Paragraf 1: Standar Pelayanan.
56
Pasal 44 (1) Dokter dan dokter gigi .... wajib mengikuti standar pelayanan (3) Standar Pelayanan ....diatur dengan Peraturan Menteri. Paragraf 3. Rekam Medis . Pasal 46: Setiap dokter atau dokter gigi dalam menjalankan praktik kedokteran wajib membuat rekam medis Rekam medis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus segera dilengkapi setelah pasien selesai menerima pelayanan kesehatan Setiap catatan rekam medis harus dibubuhi nama, waktu, dan tandatangan petugas yang memberikan pelayanan atau tindakan.
57
Pasal 47 Dokumen rekam medis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 merupakan milik dokter, dokter gigi atau sarana pelayanan kesehatan, sedangkan isi rekam medis merupakan milik pasien. Rekam medis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus disimpan dan dijaga kerahasiaannya oleh dokter atau dokter gigi dan pimpinan sarana pelayanan kesehatan Ketentuan mengenai rekam medis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri.
58
PERMENKES RI NO: 1419 Permenkes RI No. 1419/MENKES/PER/X/2005 tentang Penyelenggaraan Praktik Dokter dan Dokter Gigi Pasal 16: Dokter dan Dokter gigi dalam pelaksanaan praktik kedokteran wajib membuat rekam medis Rekam medis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai ketentuan perundang-undangan.
59
FUNGSI ICD-10, WHO Fungsi dasar International Statistical Classification of Diseases and Related Health Problems (ICD-10) adalah: Suatu klasifikasi: - penyakit, - cedera, - masalah terkait kesehatan dan - sebab kematian yang tersusun untuk tujuan statistis morbiditas dan mortalitas. Uniformitas pengkategorian jenis penyakit dan masalah terkait kesehatan ini diperlukan agar pengalaman-2 insidens morbiditas & mortalitas berbagai negara bisa direkam dalam aturan yang sama sehingga bisa dikomparasi.
60
GUNA ICD-10, WHO ICD menyeragamkan definisi penyakit dan masalah
terkait kesehatan. ICD dipromosikan WHO sebagai suatu klasifikasi yang dapat untuk merekam pengalaman-pengalaman dari berbagai negara dalam satu aturan yang sama sehingga informasi morbiditas dan mortalitas yang dihasilkan berdasarkan sistem pengkodean ICD-10 bisa dikomparasi, ICD-10 dapat digunakan untuk memproses dan merekam data penyakit dan masalah terkait kesehatan yang menyebabkan seorang berhubungan, mencari atau memperoleh pelayanan kesehatan, di samping untuk kepentingan memprosesan data mortalitas
61
KONSEP: “Family of Diseases, Health Related Classification”
(Lihat halaman 4 ICD-10 Volume 2 bagan: “Family of diseases and health-related Classification” ) Konsep menggambarkan hubungan dan isi kandungan dari anggota keluarga besar sistem klasifikasi penyakit WHO, yang dikelompokkan menjadi beberapa daftar tabulasi khusus, di antaranya: - Diagnosis-related Classification - Specialty-based adaptations - Oncology - Mental Disorders - Non-diagnostic Classification untuk Prosedur Medis
62
KONSEP: “Family of Diseases, Health Related Classification” (Lanjutan)
- ICF (International Classification of Functioning, Disability and Health) - Information support to primary health care International Nomenclature of Diseases (IND) International Statistical Classification of Diseases and Health Related Problems (ICD-10) in Occupational Health (WHO, Sustainable Development and health Environments) (Geneve, 1999) - ICECI (International Classification of External Causes of Injuries (Data Dictionary, Version 10). WHO Collaborating Center on Injury Surveillance, March 2001 - ICHI (International Classification of Health Intervention
63
RANGKUMAN Sampai tahun 2006 ICD-10 masih resmi diatur melalui surat keputusan Menkes untuk digunakan sebagai sistem klasifikasi penyakit di pelayanan kesehatan di Indonesia. Informasi klinis memerlukan uniformitas sebutan istilah diagnoses agar dokumentasi diagnoses akurat menunjang kelancaran dan peningkatan fungsi komunikasi antar yang terlibat. ICD adalah sistem klasifikasi internasional terkait penyakit dan masalah terkait kesehatan yang diaplikasikan di berbagai Negara anggota WHO.
64
Rangkuman (Lanjutan-1)
Anggota Klasifikasi famili ICD belum seluruhnya dikenalkan di Indonesia, sampai saat ini yang diaplikasikan secara rutin baru ICD-10 untuk masukan sistem informasi rumah sakit, ICD-O untuk sistem registrasi kanker, ICPM/ICOPIM untuk pendataan procedure medis dan operasi, PPGDJ-III untuk pelayanan diagnosis gangguan jiwa dan ICD-Stomatology and Dentistry khusus untuk pelayanan diagnosis gigi dan mulut.
65
Rangkuman (Lanjutan-2)
Pembahasan terkait tujuan, fungsi dan guna ICD-10 dalam manajemen data klinik membantu pemahaman pengkode diagnoses tentang pentingnya pengaplikasian ICD-10 sesuai peraturan yang berlaku. Cara pencarian kode ICD-10 adalah baku dan tidak mungkin dijalankan secara pintas tanpa menggunakan buku Volume 1, 3 dan 2, apakah pengkode menggunakan klasifikasi dalam bentuk buku ataupun e-ICD-10.
66
Anda harus dapat menjawab pertanyaan di bawah ini
1. Apa beda klasifikasi dengan nomenklatur penyakit? 2. Mengapa WHO menerbitkan ICD? 3. Apa kekhususan ICD-10? 4. Abrreviation (singkatan) apa itu ICD-10? 5. Sejak revisi ICD keberapa mulai digunakan di Indonesia? 6. Sejak kapan ICD-10 diharuskan digunakan di Indonesia. 7. Beri contoh anggota lain keluarga besar ICD yang telah diperkenalkan di Indonesia 8. Apa ada Sentral Kolaborasi terkait Klasifikasi WHO yang berbahasa Indonesia? 9. Untuk kegunaan apa saja informasi diagnoses diperlukan?
67
Pertanyaan (Lanjutan-1)
10. Ada berapa anggota “Family of ICD” ? 11. Apa itu ICF? Digunakan untuk apa? 12. Terdiri dari berapa volume ICD-10? 13. Apa itu ICD-Oncology, di Indonesia Badan apa yang meminta pelayanan rumah sakit mendata Kanker dengan ICD-O ini? 14. Singkatan apa itu: ICIEC ? Digunakan untuk apa? Bab berapa dari ICD-10 yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia? 16. Apa itu PPDGJI-III ? 17. Pendataan diagnosis gigi dan mulut menggunakan buku apa?
68
Pertanyaan (Lanjutan-2)
18. Singkatan apa itu ICOPIM (ICPM) Bab berapa dari ICOPIM yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia Ada klasifikasi tindakan sistem apa lagi kecuali ICOPIM? 19. Apa alasan Depkes mengaplikasikan ICD-10 di Indonesia? Pada umumnya digunakan untuk apa hasil pengkodean diagnosis di pelayanan kesehatan di Indonesia? Apa yang harus Anda kerjakan apabila tulisan diagnoses oleh dokter kurang jelas/kurang dimengerti/ atau ejaan tidak dalam ejaan Inggeris di ICD-10? 21. Apa itu INA-DRGs-Casemix?
Presentasi serupa
© 2024 SlidePlayer.info Inc.
All rights reserved.