Upload presentasi
Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu
Diterbitkan olehRatieh Arifin Telah diubah "9 tahun yang lalu
1
SIEMENS BUSINESS PARK, BLD F. JL. MT. HARYONO KAV.58-60, JAKARTA SELATAN, Tlp 79196655 Fax 79199133, http:www..dhl.co.id SK Departemen Tenaga Kerja RI No. KEP-485/M/BW/199 Nomer Pendaftaran 001/SPBS-DHL/Pen/99
2
A. VISI PENGURUSAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL YANG BERKEADILAN DAN TERPERCAYA
3
1 Melaksanakan efektifitas penyelesaian Perselisihan anggotanya ( karyawan ) 2. Melaksanakan pencegahan perselisihan melalui penyelesaian secara musyarawah dan Mufakat 3. Meningkatkan kwalitas dan Kwantitas Hubungan Penyelesaian didalam Lingkungan Perusahan
4
C. STRATEGI 1. Pencegahan perselisihan hubungan industrial secara dini; 2. Penyelesaian perselisihan hubungan industrial secara cepat, tepat dan adil 3. Peningkatan kualitas Hubungan Industrial SPBS - DHL
5
PROGRAM KERJA 1. Pemberdayaan mekanisme penyelesaian keluh kesah. 2. Penanganan masalah hubungan industrial secara dini 3. Peningkatan kualitas penanganan penyelesaian perselisihan hubungan industrial; perselisihan hubungan industrial; 4. Penanganan penyelesaian perselisihan hubungan industrial; 5. Penyelesaian perselisihan hubungan industrial melalui OPSI ( Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia ) yang akan di lanjutkan ke tingkat yg lebih tinggi ( Mediasi lanjut Pengadilan Hudungan Industrial )
6
1.Dalam waktu selambat-lambatnya 7(tujuh) hari kerja setelah menerima permintaan tertulis dari pihak-pihak yang berselisih; 2. Mengadakan penelitian ttg duduknya perkara dan segera mengadakan persidangan mediasi; 3. Dalam hal mencapai kesepakatan maka dibuat Perjanjian Bersama yg ditandatangani para pihak dan diketahui oleh Mediator serta didaftar di Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri diwilayah pihak yg mengadakan Perjanjian Bersama. 4. Dan sebaliknya apabila tidak mencapai kesepakatan maka Mediator mengeluarkan surat anjuran tertulis selambat-lambatnya 10(sepuluh) hari kerja sejak sidang mediasi pertama kepada para pihak dan para pihak memberikan jawaban atas surat anjuran yg dikeluarkan Mediator selambat-lambatnya 10 (sepuluh) hari kerja sejak menerima anjuran. Mekanisme Penyelesaian Melalui Mediasi
7
PENGADILAN NEGERI PB MENERIMA TIDAK MENERIMA ≤3 HARI KERJA ≤ 3 HARI KERJA JAWABAN ANJURAN ≤ 10 HARI KERJA ANJURAN TERTULIS ≤10 HARI KERJA ≤ 10 HARI KERJA TIDAK SEPAKAT SEPAKAT PB ≤7 HARI KERJA ≤ 7 HARI KERJA M E D I A T O R 30 HARI KERJA MEDIASI : 1.Perselisihan Kepentingan 2.Perselisihan SP/SB 3.Perselisihan Hak 4.Perselisihan PHK
8
SEPAKAT 2 PIHAK PERSELISIHAN KEPENTINGANSP/SB HAK PHK BIPARTIT DINAS YG BERTANGGUNG JAWAB DIBIDANG KETENAGAKERJAAN ARBITERKONSILIASIMEDIASI PENGADILAN PHI MAHKAMAH AGUNG (KASASI) PUTUSAN FINAL PB 30 HARI KERJA Ps. 3 (2) 30 HARI KERJA Ps 15, Ps 25, Ps 40 (1) 50 HARI KERJA Ps. 103 30 HARI KERJA Ps 115 PROSEDUR PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL 140 HARI KERJA P. PHK P. HAK PEMBATALAN
9
TENTANG ARGUMEN-ARGUMEN HUKUM Argumen-argumen hukum untuk mendukung fakta-fakta telah adanya pelanggaran hak konstitusional dalam UU Ketenagakerjaan terhadap UUD 1945; ---------------- --------------------------------------------------------------------------------- Pasal 33 ayat (1) mengatakan "perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan". Di dalam Penjelasannya ditegaskan lagi bahwa ini artinya perekonomian kita didasarkan pada "demokrasi ekonomi" di mana "produksi dikerjakan oleh semua, untuk semua", dengan "kemakmuran masyarakatlah yang diutamakan"; ----------- ------------------------------------------------------ UU Ketenagakerjaan menempatkan buruh/pekerja sebagai faktor produksi semata, dengan begitu mudah dipekerjakan bila dibutuhkan untuk kemudian di-PHK ketika tidak dibutuhkan lagi. Dengan demikian komponen upah sebagai salah satu dari biaya-biaya (costs) bisa tetap ditekan seminimal mungkin. Inilah yang sering terjadi dengan dilegalkannya sistem kerja "pemborongan pekerjaan" ("outsourcing") sebagaimana diatur dalam Pasal 64 - 66, yang akan menjadikan buruh/pekerja semata sebagai sapi perahan para pemilik modal; ------------------ -------------------------
10
Pasal 27 ayat (1) UUD 1945 secara tegas mengatakan: "segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya". UU Ketenagakerjaan bertentangan dengan ketentuan Pasal 27 ayat (1) UUD 1945 ini karena telah bersifat diskriminatif secara hukum, sebagaimana terlihat dalam ketentuan Pasal 158 jo. Pasal 170 UU a quo; ------------------------- ------------------------------------------------------------ Pasal 158 ayat (1) berisi perbuatan-perbuatan yang karenanya buruh dapat diputuskan hubungan kerjanya karena telah melakukan kesalahan berat. Perbuatan-perbuatan dalam pasal ini masuk dalam kualifikasi tindak pidana; ------------------------------------------------------------------- ------------- Pasal 158 ayat (2) mensyaratkan bukti untuk menuduh telah terjadi kesalahan berat yaitu : tertangkap tangan; -------------------------------------------------------------------- pengakuan buruh yang bersangkutan; ------------------------------------------ laporan kejadian yang dibuat pihak yang berwenang di perusahaan dan didukung oleh minimal 2 saksi; Pasal 170 menegaskan kembali bahwa PHK yang disebabkan kesalahan berat seperti dalam Pasal 158 ayat (1) tidak perlu mengikuti ketentuan Pasal 151 ayat (3) yaitu "bisa tanpa penetapan lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial”; ----------------------- --- Ketentuan pasal-pasal di atas jelas telah melanggar prinsip-prinsip pembuktian terutama asas praduga tak bersalah (presumtion of innocence) dan kesamaan di depan hukum sebagaimana dijamin oleh UUD 1945. Seharusnya bersalah tidaknya seseorang diputuskan lewat pengadilan dengan hukum pembuktian yang sudah pula ditentukan sesuai dengan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana. Karenanya, pembuktian di luar mekanisme dan aturan tersebut harus dipandang sebagai tidak dapat membuktikan kesalahan apa pun; -------------------- ----------------------------------------------------------------
11
Sampai saat ini banyak Perkara yg melibatkan kaum buruh dan sanksi pidana hanya dikenakan kepada kaum buruh. Sementara, pengusaha kerap lolos dari jeratan sanksi pidana ketenagakerjaan. Akibat ketidakmampuan atau ketidakmauan penegak hukum menerapkan pidana ketenagakerjaan? Kondisi dimana aparat penegak hukum belum dapat beradaptasi dengan isu dan ketentuan hukum perburuhan terkini, di satu sisi dapat membahayakan perlindungan terhadap buruh. Bagaimana tidak. Pasalnya, di saat bersamaan, hampir sebagian besar kalangan kita ( buruh ) tidak lagi percaya terhadap eksistensi Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) sebagai lembaga penyelesaian perselisihan antara pekerja dengan pengusaha.tidak lagi percaya Terlepas dari masalah kriminalisasi yang menghantui buruh, komitmen aparat penegak hukum untuk menegakkan ketentuan pidana ketenagakerjaan patut dipertanyakan. Pasalnya, hukum tidak dibuat untuk dikangkangi, melainkan untuk ditegakkan. Entah sampai kapan ketimpangan nasib antara buruh dan pengusaha akan terus terjadi. Negara melalui aparatnya seharusnya berkewajiban mengupayakan agar keadilan di antara dua kubu terwujud. Tetapi entah sampai kapan?
12
TERIMA KASIH
Presentasi serupa
© 2024 SlidePlayer.info Inc.
All rights reserved.