Upload presentasi
Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu
Diterbitkan olehHadi Sanjaya Telah diubah "9 tahun yang lalu
1
PROSPEK EKONOMI DAN INDUSTRI SEKTORAL PASAR MODAL 2015
Edisi April 2015
2
DAFTAR ISI Perkembangan Ekonomi Global 2015 Perkembangan Ekonomi Domestik 2015 Kondisi Pasar Modal - IHSG Terkini Prospek Industri Sektoral 2015
3
Perkembangan Ekonomi Global 2015
Perkembangan ekonomi AS tersebut sebagian dipengaruhi oleh dampak negatif penguatan dolar AS terhadap permintaan ekspornya. Dari sisi permintaan, selain ekspor, permintaan yang menurun tercermin dari penjualan ritel dan kepercayaan konsumen yang menurun yang dipengaruhi cuaca dingin dan turunnya optimisme kondisi tenaga kerja. Sementara itu, pertumbuhan impor menurun sejalan dengan penurunan impor minyak akibat meningkatnya produksi minyak AS serta meningkatnya teknologi hemat BBM. Dari sisi penawaran, kegiatan produksi melambat dipengaruhi cuaca dingin dan penurunan permintaan eksternal. Sementara itu, perbaikan sektor tenaga kerja AS berjalan lambat. Berdasarkan kondisi tersebut, the Fed merevisi ke bawah proyeksi makroekonomi AS serta mengindikasikan kemungkinan kenaikan Fed Fund Rate yang lebih kecil dan waktu mulainya yang lebih lambat dari perkiraan awal. Perekonomian Eropa diperkirakan membaik seiring dengan turunnya harga minyak dan pelaksanaan quantitave easing yang mendorong turunnya suku bunga dan semakin mudahnya kondisi penyaluran kredit. Dari sisi permintaan domestik, konsumsi meningkat, terindikasi dari meningkatnya penjualan ritel dan tingkat keyakinan konsumen. Sementara itu, kegiatan produksi juga membaik, tercermin dari PMI komposit Eropa yang berada dalam tren meningkat. Kondisi ini didukung oleh permintaan domestik yang meningkat akibat penurunan harga minyak dan meningkatnya permintaan eksternal seiring dengan peningkatan daya saing ekspor sebagai dampak dari depresiasi Euro. Perkembangan ini juga berdampak positif terhadap kondisi tenaga kerja dan pertumbuhan ekonomi di Eropa.
4
Perkembangan Ekonomi Global 2015
Sumber : LTKM BI April 2015
5
Perkembangan Ekonomi Global 2015
Perekonomian Jepang yang diperkirakan akan mengalami perbaikan secara moderat. Kegiatan produksi membaik, tercermin dari indikator PMI yang berada pada fase ekspansif. Di sisi lain, kegiatan konsumsi juga mengalami perbaikan, terindikasi dari meningkatnya penjualan ritel yang didukung oleh tren kenaikan gaji. Tingkat keyakinan konsumen membaik didukung oleh ekspektasi kenaikan gaji pada negosiasi gaji tahunan (spring) dan dampak penurunan harga minyak. Perekonomian Tiongkok berada dalam tren melambat sementara perekonomian India cenderung bias ke atas. Kondisi ini seiring dengan masih lemahnya sektor perumahan yang berpengaruh terhadap pertumbuhan konsumsi baja dan aktivitas konstruksi sehingga berdampak pada melambatnya pertumbuhan ekonomi Tiongkok. Di sisi lain, meskipun dalam fase ekspansi, PMI Tiongkok dalam tren menurun. Dalam upaya menanggulangi kondisi tersebut, Otoritas Tiongkok kembali mengeluarkan kebijakan pelonggaran demi mencapai target pertumbuhan pada tahun Kebijakan relaksasi otoritas Tiongkok yang dilakukan antara lain berupa penurunan rasio down payment (DP) dari 60-70% menjadi 40%. Di sisi lain, pertumbuhan ekonomi India cenderung lebih tinggi dibandingkan prakiraan semula. Tingkat konsumsi membaik, tercermin dari peningkatan indikator penjualan ritel. Selain itu, tingkat keyakinan bisnis juga meningkat dipengaruhi oleh optimisme reformasi struktural serta pengeluaran pemerintah dan swasta. Sejalan dengan perkembangan tersebut, impor barang modal dan indeks produksi dalam tren meningkat.
6
Perkembangan Ekonomi Global 2015
Dengan perkembangan tersebut, harga komoditas global masih berada pada level yang rendah. Harga batubara dan logam dasar menurun didorong oleh perlambatan ekonomi yang dialami Tiongkok. Menurunnya investasi Tiongkok terutama di sektor industri dan konstruksi berdampak pada menurunnya permintaan terhadap batubara maupun logam. Meskipun demikian, harga minyak dunia sedikit mengalami kenaikan terkait dengan perkembangan geopolitik di Timur Tengah. Tren peningkatan harga minyak terkonfirmasi dari posisi long managed money yang meningkat. Ke depan, harga diperkirakan masih meningkat seiring supply minyak AS yang melambat, terindikasi dari mulai turunnya produksi minyak di daerah-daerah penghasil utama AS. Namun, peningkatan harga diperkirakan masih dalam level rendah karena permintaan yang terbatas.
7
Perkembangan Ekonomi Global 2015
Sepanjang tahun 2015, harga minyak terus mengalami penurunan. Penurunan harga tersebut disebabkan oleh peningkatan jumlah pasokan minyak akibat meningkatnya supply minyak Negara non OPEC, khususnya Amerika Serikat ditengah melemahnya permintaan akibat perlambatan ekonomi Negara Emerging Market terutama China. Selain itu, menurunnya harga minyak juga dipengaruhi oleh meningkatnya perpindahan investasi dari komoditas ke non komoditas, terutama dolar AS. Pergerakan harga minyak dan perlambatan ekonomi global mendorong penurunan harga komoditas non migas Sumber : LTKM BI Januari 2015
8
Perkembangan Ekonomi Domestik 2015
Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2014, dengan tahun dasar 2010 sebesar 5,02 persen (kumulatif kuartal I-V). Hal itu tidak sesuai dengan target pemerintah, yang mematok pertumbuhan ekonomi sepanjang 2014 mencapai 5,5 persen. Sementara itu dibanding periode sama tahun lalu, Produk Domestik Bruto (PDB) RI tumbuh 5,01 persen. PDB dengan perhitungan tahun dasar 2010 ini tercatat mengalami perlambatan. Dengan tahun dasar sama, pertumbuhan ekonomi pada 2010 sebesar 6,38 persen, sementara itu pertumbuhan ekonomi pada 2011 sebesar 6,17 persen. Adapun pertumbuhan ekonomi pada 2012 tercatat sebesar 5,58 persen, sedangkan pada 2014 lalu pertumbuhan ekonomi Indonesia hanya 5,02 persen. Neraca perdagangan Indonesia pada Februari 2015 kembali mencatat surplus sebesar US$ 74 juta, relatif stabil dibanding surplus pada Januari 2015 sebesar US$ 75 juta. Pencapaian tersebut ditopang oleh surplus neraca migas maupun nonmigas. Neraca perdagangan migas mencatat surplus sebesar US$ 17 juta, lebih baik dibanding bulan sebelumnya yang mengalami defisit sebesar US$ 3 juta. Meskipun lebih rendah daripada bulan sebelumnya, neraca perdagangan nonmigas pada Februari 2015 masih mencatat surplus sebesar US$ 57 juta. Pada Maret 2015 Indonesia mengalami inflasi sebesar 0,17% setelah sempat deflasi pada Januari dan Februari. Meski terjadi inflasi bulan ini, pada inflasi tahun kalender mencatat terjadi deflasi 0,44%. Inflasi secara year on year (yoy) sebesar 6,38% dan inflasi komponen inti 0,29% serta inflasi inti secara yoy mencapai 5,04%.
9
Perkembangan Ekonomi Domestik 2015
Bank Indonesia menahan suku bunga acuan (BI Rate) di level 7,5% dan juga mempertahankan suku bunga deposit facility di level 5,5% dan suku bunga lending facility di level 8%. Kebijakan tersebut masih konsisten dengan upaya untuk mengarahkan inflasi akan tetap terkendali di kisaran bawah 4% plus minus 1% pada tahun 2015 dan Selain itu, kebijakan ini dianggap masih sejalan dengan upaya untuk mengendalikan defisit transaski berjalan pada tingkat yang lebih sehat. Bank Indonesia menurunkan BI rate yang selama 3 bulan sebelumnya bertahan di level 7,75%. Tampaknya langkah BI menahan suku bunga acuan ini juga tak lepas dari upaya menahan pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dollar AS yang cukup dalam belakangan ini. Sejak awal 2015 hingga akhir pekan lalu, harga rupiah berdasar kurs tengah BI sudah melorot sekitar 5,75%. Posisi cadangan devisa Indonesia pada akhir Maret 2015 sebesar US$ 111,55 miliar. Nilai ini lebih rendah US$ 3,95 miliar dibanding posisi cadangan devisa per akhir Februari 2015 sebesar US$ 115,5 miliar. Penurunan posisi cadangan devisa tersebut dipengaruhi oleh naiknya pembayaran utang luar negeri pemerintah dan untuk menjaga stabilisasi nilai tukar rupiah sesuai dengan fundamental. Meskipun mengalami penurunan, posisi cadangan devisa per akhir Maret 2015 cukup untuk membiayai 6,9 bulan impor atau 6,6 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri Pemerintah. Cadangan devisa sebanyak itu juga berada di atas standar kecukupan internasional, yakni sekitar 3 bulan impor. Badan Koordinasi Penanaman Modal Republik Indonesia (BKPM) mencatat realisasi investasi Foreign Direct Investment (FDI) kuartal ketiga (Juli-September) 2014 sebesar US$7,5 miliar. Angka tersebut meningkat sebesar 1,3% (QoQ) dari US$7,4 miliar di kuartal ketiga tahun 2014 atau mengalami peningkatan sebesar 17,6% (YoY) dibanding US$6,9 miliar di kuartal yang sama tahun sebelumnya.
10
Perkembangan Ekonomi Domestik 2015
Defisit transaksi berjalan triwulan III 2014 sebesar US$ 6,836 miliar atau 3,07 persen dari produk domestik bruto (PDB). Defisit itu turun dibanding triwulan sebelumnya sebesar US$ 8,689 miliar atau 4,07 persen dari PDB. Defisit di triwulan III ini juga lebih rendah dibanding periode yang sama tahun sebelumnya. Ketika itu, defisit mencapai US$ 8,635 miliar atau 3,89 persen dari PDB. Perbaikan transaksi berjalan, utamanya didukung oleh kenaikan surplus perdagangan non-migas seiring dengan penurunan impor. Perbaikan juga didukung oleh masih positifnya ekspor manufaktur akibat berlanjutnya pemulihan AS dan mulai pulihnya ekspor tambang setelah keluarnya izin ekspor mineral mentah.
11
Perkembangan Ekonomi Domestik 2015
Sumber : BPS, Riset Anugerah Sentra
12
Perkembangan Ekonomi Domestik 2015
Sumber : BPS, Riset Anugerah Sentra
13
Perkembangan Ekonomi Domestik 2015
Sumber : RPM TW IV BKPM Realisasi investasi Q tercatat sebesar Rp 120,4 triliun, meningkat 0,4% dari Q (Rp 119,9 triliun) atau meningkat 14,3% dari Q (Rp 105,3 triliun). Realisasi investasi Jan-Sep 2014 tercatat sebesar Rp 463,1 triliun, meningkat 16.2% dibandingkan realisasi investasi periode Jan-Sep 2013 (Rp 398,6 triliun). Pertumbuhan realisasi investasi pada Q didukung investasi PMA di Industri logam dasar, Barang logam, Mesin dan Elektronik tumbuh 13,7%, dan Pertambangan tumbuh 12,9%. Sedangkan PDMN mendominasi pertumbuhan investasi di Transportasi, Gudang, dan Telekomunikasi sebesar 14,1% dan Industri Makanan tumbuh 13,6%.
14
Kondisi Pasar Modal - IHSG Terkini
Pasar saham domestik selama Maret 2015 tercatat menguat yang didorong oleh sentimen positif terkait dengan rilis laporan keuangan emiten dan pembayaran dividen. IHSG pada akhir Maret 2015 mencapai level 5.518,68 atau naik 68 poin (+1,25%) dibandingkan posisi akhir bulan sebelumnya (Grafik 2.33). Level IHSG ini juga merupakan rekor tertinggi baru (new all time high) yang terjadi pada hari terakhir perdagangan (31 Maret 2015). Kinerja IHSG pada awal bulan sempat melemah seiring aksi profit taking investor asing dan meningkatnya concern investor terhadap rencana kenaikan FFR. Namun demikian, pada akhir bulan, IHSG berbalik arah dan berhasil ditutup positif akibat sentiment positif rilis laporan keuangan dan pembayaran dividen emiten. Dibandingkan bursa saham kawasan, kinerja IHSG yang tumbuh sebesar 1,25% masih berada di bawah Filipina (2,7%) dan Singapura (1,3%) namun lebih baik dibandingkan Malaysia, Thailand dan Vietnam. Pada Maret 2015, harga saham pada sebagian besar sektor ekonomi mengalami penguatan. Penguatan terbesar terjadi pada sektor aneka industri (+7,2%) dan diikuti sektor keuangan (+4,8%). Sementara itu, sejumlah sektor lain tercatat melemah dengan pelemahan terbesar dialami oleh emiten sektor industri dasar (-7,7%). Sektor Pertambangan masih mengalami koreksi sejalan dengan indeks WTI yang masih dalam tren penurunan meskipun secara jangka pendek indeks WTI telah naik dibandingkan bulan lalu yaitu dari USD49,76/barrel menjadi USD48,68/barrel (Grafik 2.34).
15
Kondisi Pasar Modal - IHSG Terkini
Sumber : LKTM BI April 2015
16
Kondisi Pasar Modal - IHSG Terkini
Selama Maret 2015, investor asing membukukan net jual didorong oleh sentimen global berupa concern investor terkait rencana kenaikan Fed Fund Rate (FFR). Investor asing membukukan net jual sebesar Rp5,34 triliun, berbalik arah dibandingkan bulan sebelumnya yang mencatat net beli sebesar Rp10,61 triliun (Gambar 2.35). Aksi jual asing terutama terjadi pasca level tertinggi IHSG pada 6 Maret 2015 didorong oleh sentiment global terkait rencana kenaikan FFR dan berlanjutnya tekanan terhadap nilai tukar Rupiah. Hingga Maret 2015, posisi kepemilikan saham oleh asing mencapai 39,3% atau turun dibandingkan bulan sebelumnya yang sebesar 47,8%. Kinerja pasar SBN melemah dengan yield yang meningkat di seluruh tenor. Penurunan ini dipengaruhi oleh meningkatnya concern terhadap kenaikan FFR seiring dengan rilis data ekonomi AS yang membaik. Sejumlah sentimen positif domestik seperti rilis inflasi Februari yang kembali deflasi, trade balance Indonesia yang kembali surplus, dan BI Rate yg diputuskan tetap ternyata direspon secara terbatas oleh investor. Pada Maret 2015, yield SBN naik 46 bps dari 6,96% menjadi 7,42%. Yield jangka pendek, menengah dan panjang masing-masing naik sebesar 39 bps, 51 bps dan 43 bps menjadi 7,04%, 7,45% dan 7,85% (Grafik 2.36). Di tengah kenaikan yield, investor asing melakukan penjualan SBN. Selama Maret 2015, investor non residen tercatat membukukan net jual sebesar Rp3,59 triliun, berbalik arah dari net beli Rp6,84 triliun pada bulan sebelumnya (Grafik 2.37). Aksi jual ini dipengaruhi oleh sentimen eksternal terkait meningkatnya kembali concern investor terhadap rencana kenaikan FFR seiring dengan membaiknya rilis data ekonomi AS. Secara umum, kepemilikan asing di pasar SBN pada Maret turun dibandingkan dengan bulan sebelumnya yaitu dari 38,94% menjadi 37,59%. Kepemilikan SBN oleh asuransi dan BI masing-masing naik dari 11,52% dan 4,07% menjadi 11,60% dan 4,65%. Sementara kepemilikan lain oleh bank dan dana pensiun menurun.
17
Kondisi Pasar Modal - IHSG Terkini
Sumber : LKTM BI April 2015
18
Prospek Industri Sektoral 2015
OTOMOTIF DAN KONSUMSI Konsumsi diperkirakan masih cukup kuat pada triwulan I 2015, terutama didorong oleh konsumsi swasta. Masih cukup kuatnya konsumsi swasta terjadi seiring dengan terkendalinya inflasi yang dapat mendorong perbaikan daya beli masyarakat. Ekspektasi pendapatan terpantau relatif stabil hingga triwulan II 2015 dan diperkirakan meningkat pada triwulan III 2015. Konsumsi swasta yang masih cukup kuat juga didukung dengan stabilnya keyakinan konsumen pada triwulan I dibandingkan dengan triwulan IV 2014 (Grafik 2.3). Prakiraan masih kuatnya konsumsi rumah tangga pada triwulan I terindikasi dari peningkatan penjualan eceran, terutama kelompok makanan dan minuman, dan perlengkapan rumah tangga, meskipun penjualan mobil dan motor masih terkontraksi (Grafik 2.4 dan Grafik 2.5). Sementara itu, pengeluaran pemerintah yang diharapkan menjadi stimulus pertumbuhan diperkirakan masih tumbuh terbatas sesuai pola realisasinya di awal tahun dan baru akan meningkat mulai triwulan II 2015 dan seterusnya.
19
Prospek Industri Sektoral 2015
Sumber : LKTM BI April 2015
20
Prospek Industri Sektoral 2015
STOCK PERFORMANCE Sumber : Bloomberg, IDX
21
Prospek Industri Sektoral 2015
PROPERTI Prospek bisnis properti tahun depan diprediksi tetap tumbuh positif, terutama produk-produk untuk segmen kelas menengah. Segmen kelas menengah Indonesia pada 2015 nanti bakal tumbuh menjadi sekitar 90 juta orang dengan daya beli tinggi. Kebutuhan hunian juga bertambah banyak terkait pertumbuhan populasi 1,49 persen per tahun. Di sisi lain, backlog (ketimpangan pasokan dan kebutuhan) hunian mencapai sekitar 15 juta unit per 2013. Pertumbuhan bisnis dan industri properti berpeluang besar dan menjanjikan karena pemerintah punya cadangan dana Rp 291 triliun dari pengurangan subsidi bahan bakar minyak (BBM) yang akan dialihkan untuk menggenjot pembangunan infrastruktur. Pembangunan infrastruktur ini sangat terkait erat dengan pembangunan properti. Pertumbuhan akan semakin melesat, bila Bank Indonesia selaku regulator melonggarkan pengetatan kredit properti. Terlebih kredit pemilikan rumah (KPR) melalui penurunan ketentuan loan to value (LTV) dari sebelumnya 30 % hingga 50 % menjadi 10 % hingga 20 % untuk segmen menengah bawah. Bank Indonesia menurunkan BI Rate dari 7,75 % menjadi 7,50 %. Penurunan harga BBM dunia akan mengamankan fiskal negara. Dengan penurunan BI Rate, perbankan berencana menurunkan tingkat suku bunga kredit kepemilikan rumah di bawah 9% dalam rangka menggenjot penyaluran pinjaman di sektor properti Kebijakan pemerintah yang pro rakyat untuk mendukung sejuta perumahan murah dengan target segmen menegah ke bawah. Sekaligus menurunkan suku bunga KPR subsidi dari 7,25% ke 5% Faktor hambatan : kenaikan BI Rate dan kebijakan Loan to Value (LTV) sebesar 30%, Rencana pengenaan PPh tambahan sebesar 5% terhadap property diatas Rp 2 miliar
22
Prospek Industri Sektoral 2015
STOCK PERFORMANCE Sumber : Bloomberg, IDX
23
Prospek Industri Sektoral 2015
INFRASTRUKTUR Beberapa tahun terakhir, pertumbuhan sektor konstruksi lebih tinggi daripada pertumbuhan ekonomi rata-rata yang hanya berkisar 6,2-6,5%. Bahkan di tahun 2015 ini, alokasi anggaran Kementerian PU-PERA dalam RAPBN-P TA diperkirakan mencapai Rp 118,2 Triliun. Hal ini menunjukan bahwa Pemerintah memiliki komitmen yang kuat dalam mewujudkan pembangunan infrastruktur dalam upaya menunjang sektor lain untuk semakin tumbuh dan berkembang. Pasar konstruksi Indonesia diperkirakan akan menyumbang angka 60 persen dari total nilai pasar konstruksi ASEAN. Indonesia dapat dipastikan akan menjadi magnet bagi investasi konstruksi, baik di ranah regional ASEAN maupun global. Infrastruktur Indonesia berada dalam peringkat 64 dari 148 negara dan peringkat 5 dari 9 negara ASEAN. Indonesia bahkan sudah kalah dengan Thailand dan Vietnam. Dari sumber Deputi Bidang Sarana dan Prasarana Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), berikut adalah sebagian rencana pembangunan infrastruktur pemerintah dan sedikit penjelasannya : Proyek pembangkit listrik MW yang diwacanakan pemerintah dalam lima tuhn ke depan untuk mengatasi krisis listrik nasional. Ini setara 70 proyek per tahun pembangkit listrik kapasitas 100 MW dimana diperkirakan per satu proyek 100 MW akan menelan biaya sekitar 1,5 Triliun. Padahal kontraktor EPC di Indonesia yang kategori mampu melaksanakan mungkin tidak lebih dari 10 kontraktor dimana tiap kontraktor mungkin hanya sanggup melaksanakan proyek ini per tahun sekitar 3-5 proyek secara bersamaan. Padahal durasi pelaksanaan satu proyek ini rata2 adalah sekitar 2 tahun. Secara kasar, kapasitas kontraktor Indonesia adalah sekitar 25% saja.
24
Prospek Industri Sektoral 2015
INFRASTRUKTUR Pembangunan km jalan baru, konstruksi jalan tol sepanjang km, dan pemeliharaan jalan sepanjang km. Khusus jalan tol saja, Indonesia hanya memiliki 900 km sd 2014 dengan kecepatan pembangunan adalah 30 km / tahun. Jika target 1000 km adalah untuk 5 tahun, maka target per tahun menjadi 200 km. Terlepas dari masalah lahan, social, dan birokrasi, kontraktor nasional yang mampu melaksanakan jalan tol pun tidak banyak. Mereka harus dipaksa meningkatkan produktifitas pengerjaan jalan tol hampir 7 kali lipat. Di sektor udara, akan dibangun 15 bandara baru, pengadaan 20 pesawat perintis, dan pengembangan bandara untuk pelayanan kargo udara di enam lokasi. Pembangunan bandara baru umumnya juga terhadap oleh masalah lahan dan atau justru tetap harus beroperasinya bandara eksisting. Untuk membangun satu bandara yang cukup besar, kontraktor besar harus joint operation. Jika ada 15 bandara baru dalam lima tahun, maka setidaknya ada 3 bandara per tahun. Ini masih cukup realistis jika tanpa proyek infrastruktur lainnya. Di sektor pelabuhan, pemerintah harus membangun 24 pelabuhan baru. Selain diprogramkan pengadaan 26 kapal barang perintis, dua kapal ternak, 500 unit kapal rakyat, dan 50 kapal penyeberangan perintis. Kontraktor yang mampu untuk mengerjakan pelabuhan ukuran menengah hingga besar juga tidak banyak. Dengan durasi pengerjaaan rata2 sekitar 3 tahun dan jumlah kontraktor besar yang mampu hanya kontraktor besar pelat merah, maka jelas akan overload.
25
Prospek Industri Sektoral 2015
INFRASTRUKTUR Pembangunan km jalur kereta api di Jawa, Sumatera, Sulawesi, dan Kalimantan. Jalur-jalur itu terdiri atas km jalur kereta api antar kota dan km antar provinsi. Target pembangunan per tahun menjadi 652 km. Perlu diketahui bahwa total panjang jalur rel kereta api Indonesia sd 2014 adalah 7583 km yang mulai dibangun sejak pra kemerdekaan yaitu 1864 atau sudah 150 tahun. Kecepatan pembangunan menjadi 50,6 km/tahun. Sehingga perlu peningkatan produktifitas hingga hampir 13 kali. Sektor pertanian. Rencana pemerintah akan membangun 30 waduk baru dan 33 PLTA, 1 juta hektare jaringan irigasi, dan rehabilitasi 3,3 juta hektare jaringan irigasi. Di sektor energi, pemerintah menargetkan pembangunan dua kilang minyak berkapasitas produksi 2×300 ribu barel, perluasan kilang minyak di Cilacap dan Balongan. Di sektor teknologi ada pembangunan jaringan pitalebar (broadband) untuk menjangkau seluruh daerah. Di bidang properti, pemerintah akan membangun rusunawa twin blok, bantuan stimulan swadaya 5,5 juta rumah tangga. Ada juga penanganan kawasan kumuh hektare, dan fasilitas kredit perumahan masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) untuk 2,5 juta rumah tangga. Proyek sistem penyediaan air minum (SPAM) di perkotaan sebanyak 21,4 juta sambungan rumah dan 11,1 juta sambungan rumah di pedesaan. Faktor hambatan : Ketersediaan bahan baku masih impor, kurangnya sumber daya (SDM dan alat berat), ketersediaan lahan dan problem social serta dampak lingkungan yang terjadi, regulasi yang masih kurang mendukung dan risiko kurs (belanja modal dari impor bahan baku)
26
Prospek Industri Sektoral 2015
Sumber : BAPPENAS
27
Prospek Industri Sektoral 2015
Perbandingan Kualitas Infrastruktur Sumber : Bank Indonesia
28
Prospek Industri Sektoral 2015
Perbandingan Kualitas Infrastruktur Sumber : World Economic Forum 2013
29
Prospek Industri Sektoral 2015
Sumber : INCG Analysis, IEDC Master Plan
30
Prospek Industri Sektoral 2015
STOCK PERFORMANCE Sumber : Bloomberg, IDX
31
Prospek Industri Sektoral 2015
BANK Di tengah permintaan domestik yang masih termoderasi, ketahanan perbankan yang tercermin dari unsur permodalan bank tetap terjaga, diiringi risiko kredit yang relatif terkendali. Pada Februari 2015, rasio kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio/CAR) masih tinggi, yaitu sebesar 21,3%, jauh di atas ketentuan minimum 8%. Angka ini meningkat dibandingkan dengan CAR pada akhir bulan sebelumnya yang sebesar 20,8%. Kondisi ini mencerminkan daya tahan perbankan yang masih tinggi untuk mengatasi tekanan dan gejolak di perekonomian. Sementara itu, rasio kredit bermasalah (Non Performing Loan/NPL) tetap rendah dan stabil di kisaran 2,00%. Sumber : LTKM BI Januari 2015
32
Prospek Industri Sektoral 2015
Sementara itu, pada Februari 2015, pertumbuhan DPK meningkat didorong oleh peningkatan pertumbuhan deposito dan giro. DPK tumbuh 15,43% (yoy) pada Februari 2015, lebih tinggi dibandingkan Januari 2015 yang sebesar 14,08% (yoy). Peningkatan pertumbuhan DPK ini terutama dikontribusi oleh deposito yang tercatat tumbuh 26,06% (yoy) dari 22,87% (yoy) pada bulan sebelumnya. Pertumbuhan giro juga mengalami peningkatan menjadi 11,51% (yoy) dari 11,23% (yoy). Sementara itu, pertumbuhan tabungan turun menjadi 3,83% (yoy) dari 4,27% (yoy) pada bulan sebelumnya (Grafik 2.32). Sumber : LTKM BI April 2015
33
Prospek Industri Sektoral 2015
Pada Februari 2015, kredit tumbuh 12,24% (yoy), lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan Januari 2015 yang sebesar 11,57% (yoy). Kredit Modal Kerja (KMK) dan Kredit Konsumsi (KK) tumbuh masing-masing sebesar 12,14% (yoy) dan 11,70% (yoy) atau lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan bulan sebelumnya yang sebesar 10,68% (yoy) dan 11,58% (yoy). Di sisi lain, Kredit Investasi (KI), dengan pangsa 24% dari total kredit, tercatat tumbuh melambat menjadi 13,07% (yoy) dari bulan sebelumnya sebesar 13,28% (yoy) (Grafik 2.30). Secara sektoral, pertumbuhan kredit Februari 2015 di sektor-sektor utama mengalami peningkatan. Pertumbuhan kredit di Sektor PHR, yang memiliki pangsa 22% dari total kredit, tumbuh meningkat menjadi 13,2% (yoy) dari 12,8% (yoy) pada bulan sebelumnya. Pertumbuhan kredit Sektor Industri Pengolahan dan Sektor Keuangan Real Estat dan Jasa juga meningkat masing-masing menjadi 18,2% (yoy) dan 13,6% (yoy) dari 14,1% (yoy) dan 11,4% (yoy) pada bulan sebelumnya. Di sisi lain, kredit kepada Sektor Pertanian dan Sektor Pertambangan mencatat perlambatan (Grafik 2.31). Sumber : LTKM BI April 2015
34
Prospek Industri Sektoral 2015
Perbankan di Indonesia dikenal sebagai perbankan yang cukup aman (prudent). Jika di banyak belahan negara lain sektor perbankan menimbulkan banyak masalah, di Indonesia perbankan dikelola dengan sangat baik. Kalaupun aturan Basel III segera diberlakukan, tingkat kecukupan likuiditas bank-bank nasional yang rata-rata sebesar 18% tidak akan mengalami masalah berarti. Tingkat keuntungan sektor perbankan di Indonesia sangat menggiurkan. Pada 2011 rasio pendapatan bunga bersih terhadap rata-rata aktiva tertimbang atau net interest margin (NIM) mencapai tingkat tertinggi sejak 2005, yakni berada di kisaran 6%. Padahal, negara-negara ASEAN lainnya berada di kisaran 2%–4%. Prospek ekspansi perbankan di Indonesia masih sangat luas. Data International Monetary Fund (IMF) menunjukkan, rasio aset-aset lembaga perbankan (deposit-taking institution) terhadap produk domestik bruto (PDB) di Indonesia baru mencapai lebih kurang 48%. Bandingkan dengan Malaysia yang sudah mencapai 180%, Filipina 78%, dan Thailand 137%. Sementara, menurut data Bank Dunia, baru sekitar 60% penduduk Indonesia yang memiliki akses deposit ke perbankan. Jika diukur dari akses kredit, nilainya lebih rendah lagi, yaitu sekitar 40%. Faktor hambatan : Likuiditas perbankan diperkirakan akan lebih ketat seiring adanya rencana Bank sentral AS (The Fed) menaikkan suku bunga dari 0,25% menjadi minimal 1% pada 2015 dan BI Rate yang baru saja naik dari 7.50% menjadi 7,75%
35
Prospek Industri Sektoral 2015
STOCK PERFORMANCE Sumber : Bloomberg, IDX
36
DISCLAMER
Presentasi serupa
© 2024 SlidePlayer.info Inc.
All rights reserved.