Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

Iklan dan kapitalisme Pertemuan ke-3 Mata kuliah Kajian Sosial Iklan

Presentasi serupa


Presentasi berjudul: "Iklan dan kapitalisme Pertemuan ke-3 Mata kuliah Kajian Sosial Iklan"— Transcript presentasi:

1 Iklan dan kapitalisme Pertemuan ke-3 Mata kuliah Kajian Sosial Iklan

2 Max Weber (dalam Peter L
Max Weber (dalam Peter L. Berger, 1990) - kapitalisme adalah sebagai suatu kegiatan ekonomi yang ditujukan pada suatu pasar dan dipacu untuk menghasilkan laba dengan adanya pertukaran di pasar. Kapitalisme?

3 Kapitalisme? Dalam pandangan Robert E. Lerner dalam Western Civilization (1988), kapitalisme adalah sebuah sistem produksi, distribusi, dan pertukaran di mana kekayaan yang terakumulasi diinvestasikan kembali oleh pemilik pribadi untuk memperoleh keuntungan. Kapitalisme bukan hanya diadopsi oleh Negara maju sebagai sistem pembangunan dan model perekonomian, bahkan sistem pendidikan pun sudah mulai dijalari oleh sistem kapitalisme ini.  Bahkan imbas dari sistem kapitalisme ini sendiri sudah merambah ke Negara-negara berkembang seperti Indonesia.  Selama ini sistem kapitalisme yang identik dengan model pambangunannya, seperti gedung-gedung bertingkat, gaya borjuis dan life style (gaya hidup konsumtif), bahkan yang paling ironisnya, kini sistem kapitalisme tidak hanya berkembang diperkotaan, bahkan telah merambah ke pelosok tanah air Indonesia. 

4 Ciri-ciri umum kapitalisme
Kepemilikan perseorangan (individual ownership) Perekonomian pasar (Market Economy) Persaingan (Competition) Keuntungan (Profit)

5 Kapitalisme dalam iklan
Iklan menjelma menjadi sebuah ideologi di abad modern. Apa yang kita rasakan sebagai “citra baru” tidak dapat dipisahkan dari jasa iklan, yang membangun selera ekstra. Iklan membawa kita pada suatu suasana yang dibangun pada momen tertentu dalam ingatan kita lewat bahasa puitis. Pada era modern seperti sekarang, seseorang tidak mungkin berada dalam vacuum idea saat melihat barang yang akan dibelinya. Iklan memiliki semacam alat sensor, bisa berupa tafsir, dugaan, propaganda liris, ataupun tuduhan terhadap barang tertentu.

6 Kapitalisme dalam iklan
Williams memperlihatkan bahwa turbulensi kebudayaan yang menjadi corong kepentingan kapitalisme dalam sistem perdagangan barang hanya menggunakan sihir iklan untuk fungsi penandaan nilai komoditas. Ini sebuah ciri bahwa kepentingan produksi budaya kapitalisme hanya untuk sebuah politik konsumsi pasif, tidak eksploratif, apalagi kreatif. Revolusi industri, sekaligus hubungannya dengan revolusi komunikasi, secara fundamental mengubah sifat dasar iklan. Lahirnya perusahaan dengan produksi skala besar membutuhkan strategi penjualan yang berbeda. Hadirnya media massa cetak yang membutuhkan iklan sebagai sumber pemasukan terbesarnya menjadi cukup penting.

7 Kapitalisme dalam iklan
Iklan telah menjadi kegilaan yang tidak relevan lagi di abad modern. Minuman bir tidaklah cukup sebagai sebuah minuman tanpa ada janji bahwa dengan meminum bir kita akan kelihatan lebih jantan, tangguh, dan bersahabat. Sederetan janji-janji yang tidak relevan lagi dengan khasiat dan manfaat barang ditebar. Inilah yang disebut Williams sebagai puncak kegagalan idealitas nilai dan makna yang ada dalam masyarakat. Masyarakat kita sekarang merupakan masyarakat yang tergantung pada barang. Sistem periklanan menjadi sihir yang terorganisir dengan upaya pengaburan fungsi dan penyodoran ilusi kebebasan memilih barang. Seluruh bujuk rayu, cumbuan, dan saran yang disajikan telah mengesankan iklan hanya sebagai alat penawaran yang manusiawi dalam mengkomunikasikan kepentingan penawaran, bukan sebagai instrumen represi kebebasan manusia.

8 Tiga hal yang menjadi landasan dan konsepsi simbolis kapitalisme (1):
Pertama, kuasa informasi atau pengetahuan. Masyarakat Indonesia seakan lupa dan tidak menyadari bahwa proses pengenalan dan perkembangan kapitalisme selama ini lebih banyak diperoleh dari suatu wacana di dalam teks dan literatur.  Dalam pandangan Bourdieu, salah satu agen yang turut memperluas kapitalisme adalah pendidikan (In the other Words, Bourdieu; 1994). Pendidikan kini bukan hanya berfungsi sebagai institusi yang mendidik para siswa, melainkan juga mereproduksi wacana tentang kekuatan kapitalisme. Terbukti biaya pendidikan belakangan ini semakin dibuat mahal, hanya dengan alasan harga-harga keperluan hidup di pasaran makin melonjak tajam. Seakan-akan biaya pendidikan mempunyai keterikatan yang kuat dengan harga bahan pokok. 

9 Tidak semestinya kenaikan harga sembako berimbas kepada melambungnya harga pendidikan.  Bahkan ditingkat kampus sekalipun, pengenalan kekuatan kapitalisme semakin kuat dan berkembang. Seperti melalui materi perkuliahan dan hegemoni wacana yang dikembangkan oleh pihak akademika yang bermazhab kapitalisme tulen. Berangkat dari dunia pendidikan inilah kapitalisme berkembang menjadi ideologi di tengah masyarakat. Indikasinya adalah pengkultusan terhadap uang.  Tak heran jika di masyarakat kini segala sisi kehidupan diukur dan dibahasakan dengan uang. Bahkan, pergaulan sosial pun dipilih serta dipilah berdasarkan siapa yang memiliki uang.

10 Tiga hal yang menjadi landasan dan konsepsi simbolis kapitalisme (2):
Kedua, media massa. Ia mempunyai peran ganda, pada satu sisi berperan sebagai pencerdas bangsa dan di sisi lain berperan sebagai pencipta budaya konsumtif lewat iklannya.  Tentu tidak semua iklan memiliki orientasi kapitalisme. Artinya iklan yang bermakna kapitalisme di sini adalah iklan yang bersifat merekayasa massa untuk menghegomoni mereka agar mengkonsumi produk-produk kapitalisme.  Dalam konteks ini, masyarakat awam yang kesadarannya masih rendah akan mudah terpengaruh oleh bujuk rayu iklan. Ketika terbujuk, mereka pun akan tersugesti untuk mengkonsumsi produk kapitalisme yang diiklankan.  Akibatnya, mereka lupa diri untuk menyisihkan uangnya demi kebutuhan masa depan yang tidak bisa diprediksikan.

11 Tiga hal yang menjadi landasan dan konsepsi simbolis kapitalisme (3):
Ketiga, gaya hidup kelas. Derajat kekuatan kapitalisme sebetulnya dapat kita minimalisir dalam masyarakat selama tidak ada kelas sosial yang mengumbar hasrat superioritasnya dalam kehidupan sosial.  Tetapi, dengan adanya kapitalisme, terutama produknya yang serba mahal dan import, justru direkayasa kelas sosial atas sebagai sarana merepresentasikan posisi dan gengsinya. Masyarakat seolah-oleh dikotak-kotak menjadi beberapa bagian, ada golongan minoritas dan golongan mayoritas, ada golongan kelas atas, menengah dan bawah.  Selama pendikotomian berdasarkan kelas masih terjadi ditengah masyarakat, maka selama ini kapitalisme tetap tumbuh subur di tengah kehhidupan sosial masyarakat.

12 Dunia dan kapitalisme Dunia terbagi dalam kutub negara-negara kaya dan pemodal di sisi utara dan kutub negara miskin dan peminjam modal Di sisi selatan. Tatanan dunia penuh dengan ketimpangan. Kemajuan yang didengungkan tidak bisa secara merata dinikmati oleh semua orang. Dunia yang semakin disatukan oleh berbagai kemajuan teknologi dan pasar bebas, terdapat kecenderungan berkembangnya masyarakat konsumen. Pasar membutuhkan dan menciptakan masyarakat seperti ini untuk dijadikan sapi perahannya. Singkatnya, kini dunia semakin berada dalam situasi yang beresiko.

13 Dunia dan kapitalisme Dalam ranah soiologis, globalisasi ekonomi dikaitkan dengan munculnya generasi masyarakat konsumen yang pola konsumsinya sangat bergantung pada pola-pola sistem tanda yang diperkenalkan media advertising—sebuah hasrat berbelanja yang telah lari jauh dari skema nilai guna-nilai tukar tradisional. Di era globalisasi, satu masalah atau tindakan individu mempengaruhi orang lain di mana saja. Dengan demikian, tindakan seorang ibu membeli sayur di sebuah pasar tradisional mempengaruhi orang lain di mana saja. Hal ini mungkin agak membingungkan bagi orang awam. Akan tetapi jika kita cermati secara lebih teliti, nampaknya contoh tersebut mempunyai suatu kebenaran, terutama jika kita menganalisanya dari segi perputaran uang dalam era globalisasi. Sementara homogenisasi adalah proses penyamaan berbagai bagian kebudayaan di antara bangsa-bangsa.

14 Globalisasi Globalisasi juga bisa dipahami dari konsep time-space distinction. Pemikiran Anthony Giddens, Kata globalisasi tidak hanya menyangkut masalah ekonomi tetapi juga menyangkut informasi dan transportasi (Wibowo dalam Giddens, 1999: xv). Globalisasi adalah suatu kondisi di mana tak satupun informasi yang dapat ditutup-tutupi, semua transparan. Akibatnya, pola hubungan manusia menjadi semakin luas, bukan saja pribadi dengan pribadi, melainkan juga semakin terbukanya komunikasi yang simultan, mengglobal sehingga dunia menjadi—meminjam istilah Marshall McLuhan—‘desa besar’ atau global village.

15 Globalisasi dan Kapitalisme
Duri kapitalisme sekarang sudah lebih lunak. Tidak lagi mengedepankan praktek pemaksaan ideologi secara kasar dan kotor. Tidak semata-mata hanya sebagai sistem ekonomi, tapi juga sebagai vision du monde yang mempengaruhi sikap, nilai dan gaya hidup masyarakat dunia. Kapitalisme duri lunak adalah kapitalisme yang berupaya keras tampil ramah, penuh kasih dan beradab.

16 Kapitalisme duri lunak
Menurut bell (1976), kapitalisme duri lunak selalu mencoba melakukannya dengan memperhitungkan nilai-nilai kultural dan kepentingan masyarakat suatu negara dengan cermat. Dengan pesatnya kemajuan teknologi, sebaran informasi akan berlangsung dengan cepat. Membuat perputaran modal di suatu tempat berjalan makin mulus.

17 Iklan dalam kehidupan urban-kosmopolit
Perekonomian mondial menyebabkan sebuah negara bebas untuk dimasuki siapapun untuk tujuan apapun. Terjadilah liberalisasi di sektor bisnis yang berpeluang mengubah segala aspek kehidupan menjadi komoditas. Muncul revolusi besar-besaran di bidang transportasi, teknologi komunikasi, dan pola urbanisasi. Implikasinya terbentuk pola konsumsi baru yang mendominasi kehidupan masyarakat perkampungan global. Dalam perspektif kehidupan urban-kosmopolit, pola konsumsi inilah yang dimanfaatkan para penyaji iklan. Melalui kekuatan persuasifnya, iklan dikemas sedemikian rupa sehingga masyarakat akan senantiasa mengingat informasi yang disampaikan dan kemudian terbujuk untuk membeli. Atau dengan kata lain, masyarakat akan tersihir terus-menerus begitu berhadapan dengan penyajian iklan.

18 Iklan dalam kehidupan urban-kosmopolit
Secara analogis, hal ini bisa kita rasakan ketika roh kapitalisme modern atau kapitalisme duri lunak masih terus bergentayangan merasuki kehidupan kita lewat iklan. Artinya, iklan sebagai industri kapitalistis juga lahir akibat interaksi kental subjek kolektif – masyarakat pengiklan kota-kota besar – dengan situasinya sekitarnya – kehidupan urban-kosmopolit. Dipicu efek jurnalisme dalam kehidupan mondial, kemudian muncul model star system, atau iklan yang amat tergantung pada tokohnya. Berkat penampilan tokoh heronya yang terus menerus dicekokin ke benak kita, iklan pun mampu menebar mantra sihirnya. Contoh: betapa terkagum-kagumnya pada penampilan tokoh hero dalam iklan rokok. Iklan dengan tokoh yang baik hati, tokoh wanita yang begitu sempurna, tokoh jagoan yang melebihi superman dsb.

19 Iklan dalam kehidupan urban-kosmopolit
Apa pun upaya kita dalam menyikapi kenyataan itu, setidaknya kita bisa bercermin pada motto Benyamin Disraeli: “Memiliki informasi terbaik berarti menggenggam dunia.” Memahami daya sihir iklan dengan sungguh-sungguh (informasi terbaik) akan menggenggam makna hakiki iklan itu sendiri (dunia), alhasil gaya hidup kita sehari-hari sebagai warga urban kosmopolit-bukan lagi pantulan pola-pola konsumsi yang sekedar melambangkan kapitalisme duri lunak. Secara fisik, tampaknya dunia semakin bersatu, homogen dengan payung globalisasi. Akan tetapi dunia yang homogen itu tidak termasuk kemanusiaan. Dalam bidang ekonomi, kapitalisme global yang bernaung di bawah globalisasi telah memisahkan manusia dalam jurang perbedaan yang sangat signifikan, antara si miskin dan si kaya atau antara orang Utara/Barat sebagai pemodal yang kaya raya dengan orang Selatan/Timur sebagai para buruh kasar yang miskin.

20 Kapitalisme Global Menurut Jean Baudrillard, dalam globalisasi kebudayaan kebenaran dan kenyataan menjadi tidak relevan dan bahkan lenyap. Contohnya bisa dilihat dalam dunia hiburan di mana kebudayaan direduksi menjadi sebatas iklan dan tontonan media massa. Bagi Anthony Giddens, globalisasi terjadi manakala berbagai tradisi keagamaan dan relasi kekeluargaan yang tradisional berubah mengikuti kecenderungan umum globalisasi, yakni bercampur aduk dengan berbagai tradisi lain. (Giddens,2000: 4).  Pasar bebas merupakan istilah yang bisa mewakili kapitalisme global. Dengan pasar bebas maka kekuasaan negara dalam bidang ekonomi semakin diperkecil, bahkan kalau bisa dihilangkan sama sekali. Pasar diyakini mempunyai mekanisme sendiri untuk mensejahterakan masyarakat, tanpa campur tangan negara. Pasar uang internasional mempunyai pengaruh yang signifikan dalam menata perekonomian suatu negara (Soros, 1998: ).

21 Kapitalisme Global Gaya konsumsi yang dipandu oleh advertising atau iklan dalam kapitalisme global, ternyata telah menciptakan suatu masyarakat konsumen yang mengkonsumsi, yang seakan-akan menjadi “sapi perahan” kaum kapitalis. Budaya industri sendiri lahir dalam situasi di mana kegiatan industri difokuskan untuk menciptakan produk-produk dalam jumlah massal (Paul du Gay, et al, 1997: 81). Mereka melihat konsumsi sebagai tindakan memanipulasi masyarakat yang mengakibatkan keterpisahan manusia dari eksistensi sosial yang lebih otentik. Paul du Gay mengungkapkan fakta bahwa kebanyakan konsumen melakukan kegiatan konsumsi terutama demi penentuan identitas diri.

22 Masyarakat konsumen Menurut Bourdieu, konsumsi berkaitan dengan benda-benda material dan aktivitas simbolis. Objek konsumsi mendatangi kita sekaligus sebagai benda material dan bentuk simbolis. (Paul du Gay, et al, 1997: 97). Penentuan ‘siapa aku’ atau status diri ditemukan dengan mengkonsumsi produk yang citra luarnya bisa mengangkat derajat identitas dirinya. Identitas luar di sini adalah hubungan antara harga yang mahal dan merek yang terkenal dan unik (Paul du Gay,et al, 1997:99-102). Masyarakat yang telah menjadi masyarakat konsumen akan melihat iklan (advertising) sebagai guru dan teladan moral yang harus diikuti. Karena iklan yang adalah ujung tombak kapitalisme sebagai guru dan teladan moralitas, maka moralitas yang berkembang dalam masyarakat adalah moralitas hedonis (Baudrillard, 1997: 185).

23 Masyarakat konsumen Dalam perkembangannya kapitalisme global membutuhkan masyarakat konsumen. Masyarakat konsumen diwajibkan mengkonsumsi produk kapitalisme global yang disampaikan dengan persuasif melalui periklanan. Budaya industri yang semula merupakan mode of production bergeser dan berkembang menjadi budaya konsumsi yaitu mode of consumption. Masyarakat termanipulasi dan lambat laun terpisah dari eksistensi kesosialannya untuk selanjutnya menciptakan bentuk individualisme baru sebagai masyarakat yang sangat tergantung pada pola- pola konsumsi.

24 Masyarakat konsumen Anthony Giddens menyatakan bahwa masyarakat di era kapitalisme global dewasa ini berada dalam situasi risiko yang sangat berbahaya (high-consequence risk) karena hidup dalam ketidakpastian menghadapi hasil ciptaannya sendiri, yaitu teknologi yang canggih. Masyarakat menjadi semakin liberal dan demokratis, padahal globalisasi berkecenderungan penghomogenisasian.Akibatnya masyarakat kehilangan kekritisannya. Masyarakat yang telah sangat menikmati ketergantungan pada teknologi dalam hal ini iklan yang ditayangkan di setiap momentum kehidupan melalui kebebasan media massa semakin lama semakin membentuk kepribadian baru, masyarakat menjadi individualisme baru Masyarakat hanya menjadi mayoritas yang diam tanpa mampu merefleksi diri oleh kekuatan sihir iklan demi iklan yang dijejalkan pada dirinya sebagai tanda dan simbol. Tugas masyarakat hanya menikmati diri dengan melahap barang-barang komoditi. Itu berarti proses alienasi sedang berlangsung dalam masyarakat konsumen. Di sana mode of production bergeser menjadi mode of consumption.

25 Teknologi komunikasi seyogyanya dipakai secara efektif, efisien, informatif dan dialogis sehingga masyarakat sadar bahwa apa yang dilakukannya semua atas kemauan sendiri bukan kemauan robot ataupun otak pintar komputer IBM.

26 Contoh kasus:

27 Kenapa harus memakai sepatu converse?
Anak gaul sebelah mana yang sampai tidak tahu sepatu converse? Sebuah sepatu asal Amerika Serikat yang “wajib” dikenakan oleh anak muda di sebagian besar kota Indonesia. Semakin hari semakin mengalami kenaikan harga. Desain sneakers yang “abadi” berciri khas sekaligus menjadi inspirasi bagi terciptanya sepatu sejenis dari merk lain. Kepuasan yang bersifat “jamak” ketika memakai sepatu ini.

28 Mengapa sepatu converse begitu populer?
Pemasaran dengan sistem dan aktivitasnya mampu mengakrabkan konsumen dengan produk dan merek perusahaan yang ditawarkan. Konsumen mulai dikenalkan dan dipengaruhi dengan berbagai nama merek sebagai simbol dari suatu produk Simbolisme produk adalah apakah makna suatu produk atau merek bagi konsumen dan bagaimanakah pengalaman konsumen ketika membeli dan menggunakannya. Nama merek suatu produk memiliki makna dan menyimbolkan nilai-nilai yang berbeda bagi konsumen (Peter dan Olson, 2000). Konsumern sering menganggap merek-merek yang terkenal baik dan pantas dibeli karena adanya jaminan penuh terhadap kualitas, keandalan, dan pelayanan (Schiffman dan kanuk, 2004). Produk dengan nama asing dipandang memiliki kualitas dan prestise yang lebih dibanding produk lokal. Identifikasi merk memberikan rangsangan tambahan untuk menjadi bahan pertimbangan konsumen. Identifikasi merek untuk berbagai produk dapat mempermudah pembelian konsumen dan memungkinkan terjadinya proses pengembangan loyalitas (Peter dan Olson, 2000) Fashion bisa menujukkan kelas sosial di masyarakat

29 Fakta tentang sepatu converse (1)
Sepatu asal Amerika diproduksi pertama tahun 1908 Tahun 1930 hingga 1990, converse menguasai pasar sepatu Kurt cobain (nirvana) pernah menjadi trend setter bagi remaja dengan memakai kemeja flannel dan sepatu converse. Tahun 2003, Converse dibeli Nike dan operasi produksi dipindah dari Amerika Serikat menuju kawasan asia. Terjadi sebagian perubahan desain. Converse sebagai icon merk dagang paling legendaris di dunia. Brand yang memiliki spesialisasi sepatu kanvas. 2 pabrik converse di Indonesia: Tangerang dan Sukabumi

30

31 Fakta tentang sepatu converse (2)
Pertumbuhan penjualan converse di Indonesia mengalami stagnasi akibat munculnya produk palsu yang menjamur. Produsen produk palsu memanfaatkan popularitas converse sebagai sepatu yang peka zaman dari segi efektivitas hingga menentukan nilai ekonomis yang lebih rendah dari produk original. Harga sepatu converse semakin hari semakin kurang terjangkau bagi kelas sosial bawah. Kenapa ada yang lebih murah: tidak ada uji kualitas, tidak ada pembayaran atas penggunaan merk, bahan baku yg lebih murah. Alasan konsumen membeli produk palsu: merk dan harga. Dampak bagi konsumen: keseringan menggunakan barang palsu, ketika mempunyai barang asli akan dianggap palsu juga, dan sebaliknya. Pada akhirnya sepatu converse turut menjadi ukuran kelas sosial dalam masyarakat konsumen, meskipun pada akhirnya menggunakan produk palsu.

32 Harga sepatu yang tinggi namun tetap diminati sumber: www. converse
Harga sepatu yang tinggi namun tetap diminati sumber: diakses 1 April (1 dollar = Rp ,00)


Download ppt "Iklan dan kapitalisme Pertemuan ke-3 Mata kuliah Kajian Sosial Iklan"

Presentasi serupa


Iklan oleh Google