Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

Disampaikan Oleh : Marsaulina FMP, ST, ME

Presentasi serupa


Presentasi berjudul: "Disampaikan Oleh : Marsaulina FMP, ST, ME"— Transcript presentasi:

1 Disampaikan Oleh : Marsaulina FMP, ST, ME
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT Direktorat Jenderal Cipta Karya Direktorat Pengembangan Penyehatan ingkungan Permukiman PERATURAN MENTERI PU PR TERKAIT SANITASI DALAM PENINGKATAN KUALITAS PERUMAHAN KUMUH DAN PERMUKIMAN KUMUH Disampaikan Oleh : Marsaulina FMP, ST, ME (Kasubdit Standardisasi dan Kelembagaan, Dit. PPLP, Ditjen Cipta Karya) Dalam Sosialisasi Peraturan Menteri PUPR No.02/PRT/M/2016 tentang Peningkatan Kualitas terhadap Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh

2 Outline Potret Sanitasi Eksisting
Keterkaitan Permen PU PR No. 02/PRT/2016 tentang Peningkatan Kualitas terhadap Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh dengan Permen PU PR bidang Sanitasi (Drainase , Air limbah , dan Persampahan); Penyelenggaraan Sistem Drainase Lingkungan sesuai dengan Permen PU no. 12/PRT/M/2014 tentang Pengelenggaraan Sistem Drainase Perkotaan; Permen PU No. 01/PRT/M/2014 tentang Standar Pelayanan Minimal; Pengelolaan Air Limbah sesuai Rancangan Permen PU tentang Penyelenggaraan SPAL sesuai dengan amanat dari PP No.122 tahun 2015 tentang SPAM. Pengelolaan Sampah sesuai Permen PU No. 03/PRT/M/2013 tentang Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana Persampahan dalam Penanganan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga Strategi Peningkatan Akses Sanitasi

3 Potret Sanitasi Saat Ini
Permukiman Kumuh

4 Kerangka Regulasi Penyelenggaraan Pembangunan Bidang Sanitasi
PP 27/2012 IJIN LINGK. Permen PU 10/PRT/M/2008 Penetapan Jenis Rencana Usaha dan/Atau Kegiatan Bid. PU Wajib dilengkapi dgn UPL dan UKL UU 32/2009 PPLH UU 36/2009 KESEHATAN Permen PU 19/PRT/M/2012 Pedoman Penataan Ruang Kawasan Sekitar TPA Sampah UU 26/2007 PENATAAN RUANG Permen PU 16/PRT/M/2008 KSNP Sistem Pengelolaan Air Limbah Permukiman UU 01/2011 PKP PP No. 122/2015 SPAM Permen PU 21/PRT/M/2006 KSNP Sistem Pengelolaan Persampahan UUD 45 Pasal 28H UU 11/1974 PENGAIRAN Permen 09/2015 Penggunaan SDA Rapermen Penyelenggaraan Pengembangan Sistem Pengelolaan Air Limbah Permen 28/2015 Penetapan Garis Sempadan Sungai & Danau Permen PU No 12/2014 ttg Penyelenggaraan Sistem Drainase Perkotaan UU 23/2014 PEMERINTAHAN DAERAH PP 65/2005 PED. PENYUS. dan PENERAPAN SPM Permen PU 01/PRT/M/2014 SPM Bidang PU dan Penataan Ruang Permen PU 03/PRT/M/2013 Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana Persampahan Dalam Penanganan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga PP 81/2012 PENGELOLAAN SAMPAH RUMAH TANGGA DAN SAMPAH SEJENIS SAMPAH RUMAH TANGGA UU 18/2008 PENGELOLAAN SAMPAH RUU SANITASI UUD 45 Pasal 4 PP Nomor 16 /2005 PP Nomor 42/2008 PP Nomor 66/2014 Perpres Nomor 185 tahun tentang Percepatan Penyediaan Air Minum dan Sanitasi UU Nomor 36/2009 UU Nomor 23/2014 4

5 Keterkaitan Permen PU PR No
Keterkaitan Permen PU PR No. 02/PRT/M/2016 dengan Permen PU PR Bidang Sanitasi (Drainase, Air Limbah, dan Persampahan) Kriteria kekumuhan menurut Permen PU PR No.02/PRT/M/2016 Pengelolaan sanitasi dalam Permen PU PR Bidang Sanitasi Kriteria Kekumuhan Ditinjau dari Drainase Lingkungan: Drainase lingkungan tidak mampu mengalirkan limpasan air air hujan sehingga menimbulkan genangan Ketidaktersediaan drainase Tidak terhubung dengan sistem drainase perkotaan Tidak dipelihara sehingga terjadi akumulasi limbah padat dan cair di dalamnya dan/atau Kualitas konstruksi drainase lingkungan buruk Permen PU PR No. 12/PRT/M/2014 tentang Penyelenggaraan Sistem Drainase Perkotaan Kriteria Kekumuhan ditinjau dari pengelolaan air limbah: Sistem pengelolaan air limbah tidak sesuai dengan standar teknis yang berlaku dan /atau Prasarana dan sarana pengelolaan air limbah tidak memenuhi persyaratan teknis Rapermen PU PR tentang Penyelenggaraan Pengembangan Sistem Air Limbah Kriteria kekumuhan ditinjau dari pengelolaan persampahan: Prasarana dan sarana persampahan tidak sesuai dengan persyaratan teknis Sistem pengelolaan persampahan tidak memenuhi persyaratan teknis dan/atau Tidak terpeliharanya sarana dan prasarana pengelolaan persampahan sehingga terjadi pencemaran lingkungan sekitar oleh sampah, baik sumber air bersih, tanah, maupun jaringan drainase Permen PU PR No. 03/PRT/M/2013 tentang Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana Persampahan dalam Penanganan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga

6 PENYELENGGARAAN SISTEM DRAINASE

7 Penyelenggaraan Sistem Drainase Lingkungan
Sungai Kolam Retensi Kolam Retensi B Escape Route B Kawasan Permukiman Kumuh Drainase Lingkungan C Kawasan Permukiman A Penanganan dilakukan oleh Dijen SDA B Penanganan oleh Kab/Kota apabila di dalam daerah Kab/Kota, Penanganan oleh Provinsi apabila lintas Kab/Kota dengan pembinaan oleh Ditjen. SDA, Penanganan oleh Ditjen SDA jika kepentingan strategis nasional C Penanganan oleh Kab/Kota dengan pembinaan Ditjen CK Penanganan juga dapat dilakukan oleh Ditjen CK untuk kepentingan strategis nasional Sistem Drainase Kota Permen PUPR No.15/PRT/M/2015 tentang Organisasi Dan Tata Kerja Kementerian PUPR Mengamanatkan: Pasal 594 : Direktorat Pengembangan Penyehatan Lingkungan Permukiman mempunyai tugas melaksanakan perumusan dan pelaksanaan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan produk pengaturan, pembinaan dan pengawasan serta fasilitasi di bidang sistem pengelolaan air limbah, sistem pengelolaan persampahan, drainase lingkungan, dan penyehatan lingkungan permukiman terkait.

8 PARADIGMA PENANGANAN DRAINASE
Paradigma Dalam Penyelenggaraan Drainase Berdasarkan PERMEN PU No. 12 Tahun 2014 tantang Penyelenggaraan Sistem Drainase Perkotaan, terdapat perubahan paradigma dalam penyelenggaraan drainase: PARADIGMA PENANGANAN DRAINASE LAMA Secepatnya mengalirkan limpasan air hujan ke saluran/ badan air terdekat. BARU Sedapat mungkin menahan dulu, meresapkan ke dalam tanah melalui sumur resapan, waduk, kolam retensi dan sebagainya kemudian dialirkan ke badan air. Konsep drainase berwawasan lingkungan.

9 Isu Penting Penyelenggaraan Drainase
KONDISI Dampak Perubahan Iklim (climate change) dapat dirasakan pada perubahan pola curah hujan yang semakin tidak teratur baik intensitas maupun musim.  Penurunan Permukaan Tanah disebabkan oleh eksplorasi air tanah yang berlebihan dan tidak seimbang dengan kemampuan untuk mengembalikan atau menyerapkan air kembali ke tanah terutama di daerah perkotaan yang padat penduduk. Perkembangan Kawasan Terbangun dan Perkotaan baik daerah hulu dan hilir dan mengurangi luasan tanah sebagai penyerap air. Berkembangnya kawasan terbangun dan perkotaan menyebabkan meningkatnya limpasan air permukaan yang tidak dapat diserap kembali oleh tanah. Penurunan Kualitas Lingkungan Perkotaan akibat perkembangan kawasan perkotaan yang padat penduduk melahirkan sebagian kawasan kumuh, kotor dan kualitas lingkungan yang rendah disebabkan oleh ketidakdisiplinan penduduk dalam membuang air limbah dan sampah di saluran drainase.  9

10 Spesifikasi Teknis Saluran Drainase Lingkungan
Kriteria Teknis: Tipe-tipe saluran pasangan batu kali, beton dipilih sesuai kemudahan mendapatkan bahan Dipakai di lokasi yang lahannya terbatas, dan menahan beban Kecepatan minimum yang diguanakan = 0,7 m/det, agar tidak terjadi pengendapan Kekasaran dinding dan saluran seperti yang telah ditetapkan sesuai bahannya. Kapasitas saluran dan talud harus cukup untuk aliran utama. Batas tinggi banjir harus ditentukan, agar wilayah banjir dapat dibatasi pada daerah tertentu. Saluran drainase / air hujan yang diharapkan dapat meresapkan sebagian air hujan kedalam tanah, maka pada: saluran tertier setiap jarak 25 m saluran sekunder setiap 50 m, kedalaman 1-1,5 m) dibuat sumur – sumur resapan untuk meresapkan air hujan kedalam tanah. Pola pengaliran air hujan bisa dengan pola grid atau pola kipas, bisa juga sistem radial (jarang dipakai). Pada lokasi yang relatif lebih rendah dari muka air tinggi sungai perlu dilengkapi pintu air + pompa.

11 Spesifikasi Teknis Bangunan Pelengkap Resapan
Kriteria Teknis sumur resapan dalam Lampiran III Tata Cara Operasi dan Pemeliharaan Sistem Drainase Perkotaan Permen PU PR No. 12 Tahun 2014 (menurut SNI S F tentang Standar Spesifikasi Sumur Resapan Air Hujan untuk Lahan Pekarangan): Bentuk dan ukuran sumur resapan: Berbentuk segiempat atau lingkaran Ukuran minimum sisi penampang atau diameter adalah 0,80 m Ukuran maksimum sisi penampang atau diameter adalah 1,40 m Ukuran pipa masuk diameter 110 mm Ukuran pipa pelimpah 110 mm Ukuran kedalaman maksimum 3,00 m 2. Bahan bangunan berupa: semen, Pasir, kerikil atau split, batu kali dan batu bata Persyaratan umum : ditempatkan pada lahan yg relatif datar; Air hujan yang masuk adalah air hujan yang tidak tercemar; Penetapan harus mempertimbangkan keamanan bangunan di sekitarnya Harus memperhatikan peraturan daerah setempat Sumur Resapan

12 Spesifikasi Teknis Bangunan Pelengkap Resapan (lanjutan)
Persyaratan Kolam Resapan dalam Lampiran III Tata Cara Operasi dan Pemeliharaan Sistem Drainase Perkotaan Permen PU PR No. 12 Tahun 2014 : Kolam resapan air hujan dibuat di lahan yang cukup luas; Kolam resapan direncanakan untuk melayani beberapa rumah, misalnya per-blok atau per-RT atau kawasan yang lebih luas lagi; Kolam resapan sebaiknya dibuat di tempat yang paling rendah diantara kawasan yang dilayani dan di daerah yang memiliki muka air tanah dangkal (< 5 m); Pembuatan kolam resapan dapat dipadukan dengan pertamanan dan hutan kota Kolam Resapan

13 Isu Penyelenggaraan Sistem Drainase
KONDISI Dampak Perubahan Iklim (climate change) dapat dirasakan pada perubahan pola curah hujan yang semakin tidak teratur baik intensitas maupun musim.  Penurunan Permukaan Tanah disebabkan oleh eksplorasi air tanah yang berlebihan dan tidak seimbang dengan kemampuan untuk mengembalikan atau menyerapkan air kembali ke tanah terutama di daerah perkotaan yang padat penduduk. Perkembangan Kawasan Terbangun dan Perkotaan baik daerah hulu dan hilir dan mengurangi luasan tanah sebagai penyerap air. Berkembangnya kawasan terbangun dan perkotaan menyebabkan meningkatnya limpasan air permukaan yang tidak dapat diserap kembali oleh tanah. Penurunan Kualitas Lingkungan Perkotaan akibat perkembangan kawasan perkotaan yang padat penduduk melahirkan sebagian kawasan kumuh, kotor dan kualitas lingkungan yang rendah disebabkan oleh ketidakdisiplinan penduduk dalam membuang air limbah dan sampah di saluran drainase.  13

14 % Pengurangan genangan
Standar Pelayanan Minimal Bidang Penyelenggaraan Drainase Sesuai Permen PU No. 1/PRT/M/2014 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang , SPM bidang drainase yaitu: Jenis Pelayanan Sasaran Indikator Satuan Target Tahun 2019 Penyediaan Sanitasi Meningkatnya kualitas sanitasi Persentase penduduk yang terlayani sistem jaringan drainase skala kota sehingga tidak terjadi genangan (lebih dari 30 cm selama 2 jam) dan lebih dari 2 kali setahun % Penduduk 50 % % Pengurangan genangan

15 SISTEM PENGELOLAAN AIR LIMBAH DOMESTIK

16 Konsep Pengelolaan Air Limbah
Sistem Setempat (On-Site) Sistem Terpusat (Off-Site) PENGANGKUTAN PENGOLAHAN AKHIR PENAMPUNGAN Tangki Septik Individual/Bersama Motor dan Truk Tinja SR  JARINGAN PERPIPAAN AIR LIMBAH SR MANHOLE Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT) Skala Kota/Regional Skala Kawasan Skala Komunal Pengolahan lumpur residu IPAL ke IPLT Area abu-abu, merupakan area pengelolaan yang dapat didukung dari Pemerintah Pusat. Selain itu, sebagian jaringan perpipaan air limbah (terutama jaringan perpipaan utama dan sekunder) juga dapat didukung dari APBN.

17 Opsi Pemilihan Teknologi SPAL Small Bore Sewer System
Penampungan Pengangkutan Pengolahan Akhir IPLT (Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja): Konvensional (contoh); Kolam stabilisasi (Anaerobik/Aerobik, Maturasi, Fakultatif)  Sludge Drying Bed (SDB); SSC (Solid Separation Chamber)  Kolam Stabilisasi  SDB; Advanced Technology: Dewatering System (Belt Filter Press)  Kolam Stabilisasi  SDB. Sistem Setempat Tangki Septik Konvensional Individual Biofilter Anaerobik 1 Kompartemen Biofilter Aerobik 1 Biofilter Anaerobik Aerobik Truk Tinja Motor Tinja Sistem Komunal Small Bore Sewer System Anaerobic Baffled Reactor Upflow Anaerobic Filter IPAL (Instalasi Pengolahan Air Limbah): Kolam Aerasi UASB (Upflow Anaeobic Sludge Blanket) MBBR (Moving Bed Biofilm Reactor) Oxidation Ditch Biofilter Lagoons (RBC) Rotating Biological Contactor Sistem Terpusat Sambungan Rumah Tangga/Household Connection (Private Box  House Inlet )  Jaringan Perpipaan (Pipa lateral/tertiary, Pipa sekunder, Pipa primer)

18 Konsep Pengelolaan Air Limbah Sistem Setempat
(On-Site) PENGANGKUTAN PENGOLAHAN AKHIR PENAMPUNGAN Tangki Septik Individual/Bersama Motor dan Truk Tinja Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT) Sistem Setempat: Fasilitas pengolahan air limbah berada dalam persil atau batas tanah yang dimiliki Terdiri dari sistem individual dan komunal Kepadatan < 100 orang/ha Kepadatan > 100 orang/ha, sarana on-site dilengkapi pengolahan tambahan seperti kontak media dengan atau tanpa aerasi Jarak sumur dengan bidang resapan atau cubluk > 10 m Instalasi pengolahan lumpur tinja minimal untuk melayani penduduk urban > jiwa atau bergabung dengan kawasan urban lainnya Area abu-abu, merupakan area pengelolaan yang dapat didukung dari Pemerintah Pusat. Selain itu, sebagian jaringan perpipaan air limbah (terutama jaringan perpipaan utama dan sekunder) juga dapat didukung dari APBN.

19 Spesifikasi Teknis Penyediaan MCK Komunal
Ketentuan Umum (sesuai Lampiran III buku 6 tentang MCK dalam Rapermen Pengelolaan Air Limbah Domestik): Kepadatan penduduk berada pada kisaran ( ) jiwa/Ha. Lokasi untuk MCK telah tersedia dan bebas banjir Jumlah pemakai minimum 10 jiwa dan Sanimas sampai 200 jiwa. Tersedia sistem penyediaan air bersih, Terdapat sistem pembuangan air bekas mandi dan cuci Jarak maksimal antara lokasi dengan pengguna ± 100 m. Air limbah dari MCK umum harus diolah sebelum dibuang sehingga tidak mencemari air, udara dan tanah dilingkungan permukirnan Harus dibentuk Kelompok Masyarakat (KM) Pengelola MCK dengan kemampuan memadai. MCK Plus yang dilengkapi dengan biodigester tinja akan menghasilkan biogas yang dapat dimanfaatkan untuk memasak dan atau sebagai bahan penerangan di waktu malam hari. Lokasi MCK umum dekat jalan akses dengan lebar minimal 3 m yang dapat dijangkau truk tinja untuk penyedotan lumpur secara periodik. Ketentuan Teknis: Tata letak berdasarkan SNI Ketentuan teknis lainnya pada lampiran III Rapermen Pengelolaan Air Limbah, Buku 6 tentang MCK

20 Spesifikasi TeknisTangki Septik Individual
Lubang inspeksi Muka Air Endapan lumpur Inlet Tee Scum Zona Pengendapan Outlet Secara umum, tangki septik dengan bentuk persegi panjang mengikuti kriteria desain yang mengacu pada SNI yaitu sebagai berikut: Perbandingan antara panjang dan lebar adalah (2-3): 1 Lebar minimum tangki adalah 0,75m Panjang minimum tangki adalah 1,5m Kedalaman air efektif di dalam tangki antara (1-2,1)m Tinggi tangki septik adalah ketinggian air dalam tangki ditambah dengan tinggi ruang bebas (free board) yang berkisar antara (0,2-0,4)m Penutup tangki septik yang terbenam ke dalam tanah maksimum sedalam 0,4m

21 Spesifikasi Teknis Cubluk Kembar
Cubluk kembar bentuk bulat Cubluk kembar bentuk bujur sangkar Ketentuan Umum: Lokasi cubluk harus ditempatkan pada daerah yang tidak akan mengganggu kualitas sumber air sekitarnya. Tersedianya air bersih untuk fasilitas cubluk. Cubluk dilengkapi dengan tutup, atau digunakan kloset leher angsa untuk menghindari kehadiran lalat, serangga dan tikus tanah. Untuk kawasan pedesaan dengan kepadatan penduduk < 25 jiwa/hektar Ketentuan Teknis: Jarak minimum sumber air dengan lokasi cubluk adalah 10 m. Ketinggian muka air tanah lebih besar dari 2 meter. Cubluk di desain untuk waktu 5-10 tahun, Pemakaian cubluk tunggal dihentikan setelah terisi 75%.

22 Konsep Pengelolaan Air Limbah Sistem Terpusat
(Off-Site) PENGOLAHAN AKHIR SR  JARINGAN PERPIPAAN AIR LIMBAH SR MANHOLE Instalasi Pegolahan Lumpur Tinja (IPLT) Skala Kota/Regional Skala Kawasan Skala Komunal Pengolahan lumpur residu IPAL ke IPLT Fasilitas pengolahan air limbah berada diluar persil atau dipisahkan dengan batas jarak atau tanah yang menggunakan perpipaan. Kepadatan > 100 orang/ha Terdiri dari pengolahan fisik, biologis, dan kimia Bagi kawasan berpenghasilan rendah dapat menggunakan sistem septik tank komunal (decentralized water treatment) dan pengaliran dengan konsep perpipaan shallow sewer. Dapat juga melalui sistem kota/ modular bila ada subsidi tariff Bagi kawasan terbatas untuk pelayanan sambungan rumah disarankan menggunakan basis modul. Sistem ini hanya menggunakan 2 atau 3 unit pengolahan limbah yang paralel. Area abu-abu, merupakan area pengelolaan yang dapat didukung dari Pemerintah Pusat. Selain itu, sebagian jaringan perpipaan air limbah (terutama jaringan perpipaan utama dan sekunder) juga dapat didukung dari APBN.

23 Opsi Sistem Jaringan Perpipaan Komunal
IPAL Komunal/ IPAL Kawasan

24 Sistem Jaringan Perpipaan Skala Kawasan/Kota/Regional

25 Isu Penting Pengelolaan Air Limbah
Hulu Hilir > 95% air limbah domestik dikelola secara on-site (tangki septik dan IPLT), dengan kualitas yang buruk termasuk terbatasnya jumlah truk tinja Rendahnya kesadaran masyarakat dalam pengelolaan air limbah, berperilaku hidup bersih dan sehat Kualitas fasilitas sanitasi rendah Rendahnya akses terhadap fasilitas sanitasi Keterbatasan lahan di daerah kumuh perkotaan Pencemaran sumber air Masih buruknya kualitas efluen dari on-site system Biaya investasi dan OM off-site system sangat tinggi Fasilitas sanitasi eksisting tidak berfungsi optimal Rendahnya Investasi di bidang sanitasi baik di level pemerintah maupun Stronger regulation and enforcement is needed Rendahnya kesiapan pemda (ketersediaan lahan, perencanaan , komitmen) Belum terpisahnya fungsi regulator dan fungsi operator di beberapa daerah dengan tupoksi yang jelas

26 Standar Pelayanan Minimal Bidang Pengelolaan Air Limbah Domestik
Sesuai Permen PU No. 1/PRT/M/2014 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang , SPM bidang Air limbah yaitu: Jenis Pelayanan Sasaran Indikator Satuan Target Tahun 2019 Penyediaan Sanitasi Meningkatnya kualitas sanitasi Persentase penduduk yang terlayani sistem air limbah yang memadai % Penduduk 60 %

27 Pengelolaan Persampahan

28 Rencana Sistem Pengelolaan Sampah Mendatang (Tahun 2025)
Kertas dll Organik Bahan Beracun Berbahaya Gelas dll Residu TPS 3R 30% pengurangan PEMILAHAN DAN PEWADAHAN RESIDU TPST, termasuk infrastruktur WTE SUMBER SAMPAH 70% penanganan 20% TEMPAT PENAMPUNGAN B3 WTE (Waste to Energy), merupakan proses pengkonversian pengolahan sampah menjadi energi (listrik dan panas) yang menggunakan teknologi thermal atau non thermal. Teknologi thermal termasuk: insinerasi, gasifikasi, pirolisis, dll Teknologi non thermal termasuk: anaerobic digestion, fermentasi, dan Mechanical Biological Treatment (MBT). TPA SAMPAH TPS 3R: Tempat Pengolahan Sampah Reduce-Reuse-Recyle berbasis masyarakat TPST: Tempat Pengolahan Sampah Terpadu, berbasis institusi

29 Pemilahan dan Pewadahan
Skala Individu Pemilahan dari Sumber, melalui pola pemilahan skala individu dan skala kawasan Pewadahan berdasarkan 5 jenis (lampiran Permen PU PR 03 Tahun 2013) Wadah sampah individual (di sumber) disediakan oleh setiap penghasil sampah sendiri sedangkan wadah komunal dan pejalan kaki disediakan oleh pengelola dan atau swasta. Spesifikasi wadah harus dibuat sedemikian rupa sehingga memudahkan operasionalnya, tidak permanen dan higienis. Akan lebih baik apabila ada pemisahan wadah untuk sampah basah dan sampah kering. Pengosongan sampah dari wadah individual dilakukan paling lama 2 hari sekali sedangkan untuk wadah komunal harus dilakukan setiap hari. Skala kawasan (TPS)

30 Pengumpulan dan Pemindahan
Pengumpulan sampah dari sumber dapat dilakukan secara langsung dengan alat angkut (untuk sumber sampah besar atau daerah yang memiliki kemiringan lahan cukup tinggi), atau tidak langsung dengan menggunakan gerobak (untuk daerah teratur) dan secara komunal oleh masyarakat sendiri (untuk daerah tidak teratur). Sarana pengumpul berupa gerobak dengan kapasitas ±1 m3 ritasi pengumpulan minimal 2 hari sekali Pemindahan sampah dari alat pengumpul (gerobak) ke alat angkut (truk) dilakukan di SPA (Stasiun Peralihan Antara) atau container untuk meningkatkan efisiensi pengangkutan. Lokasi pemindahan harus dekat dengan daerah pelayanan atau radius 500 m. Pemindahan skala kota ke stasiun transfer diperlukan bila jarak ke lokasi TPA lebih besar dari 25 km. Contoh Pemindahan dari titik pengumpul (TPS atau TPS 3R) ke alat pengangkut (truk)

31 Pengangkutan Sampah Pengangkutan secara langsung dari setiap sumber harus dibatasi pada daerah pelayanan yang tidak memungkinkan cara operasi lainnya atau pada daerah pelayanan tertentu berdasarkan pertimbangan keamanan maupun estetika dengan memperhitungkan besarnya biaya operasi yang harus dibayar oleh pengguna jasa. Penetapan rute pengangkutan sampah harus didasarkan pada hasil survey time motion study untuk mendapatkan jalur yang paling efisien. Jenis truk yang digunakan minimal dump truck yang memiliki kemampuan membongkar muatan secara hidrolis, efisien dan cepat. Kapasitas truk sampah±6-12 m3 dengan ritasi pengumpulan setiap hari Penggunaan arm roll truck dan compactor truck harus mempertimbangkan kemampuan pemeliharaan dan pengoperasian

32 Pengolahan Sampah di TPS/TPS 3R
Persyaratan teknis penyediaan TPS 3R: Luas TPS 3R lebih besar dari 200 m2 Jenis pembangunan penampung residu/sisa pengolahan bukan merupakan wadah permanen Penempatan TPS 3R sedekat mungkin dengan daerah pelayanan (tidak lebih dari 1 km) Dilengkapi dengan ruang pemilah, pengomposan sampah organik, gudang, zona penyangga, dan tidak menggangu estetika serta lalu lintas Keterlibatan masyarakat dalam mengurangi dan memilah sampah TPS Persyaratan Teknis Penyediaan TPS Luas TPS sampai dengan 200 m2, Jenis pembangunan penampung sampah sementara bukan wadah permanen Sampah tidak boleh berada di TPS lebih dari 24 jam Penempatan tidak mengganggu estetika dan lalu lintas TPS harus dalam keadaan bersih setelah sampah diangkut ke TPA

33 Pengolahan Sampah di TPST
TPST atau Material Recovery Facility (MRF) : tempat berlangsungnya kegiatan pemisahan dan pengolahan sampah secara terpusat. Luas area >400 m2 Fungsi TPST: Sebagai tempat berlangsungnya pemisahan, pencucian/pembersihan, pengemasan dan pengiriman produk daur ulang sampah Kegiatan pokok di TPST : 1. Pengolahan lebih lanjut sampah yang telah dipilah di sumbernya 2. Pemisahan & pengolahan langsung komponen sampah kota 3. Peningkatan mutu produk recovery/recycling

34 Pengolahan Sampah di SPA
Kebutuhan Lahan SPA = 560 m2 Kapasitas 20–30 ton/hr Jika luas lahan memungkinkan, dapat dibangun Unit Pengolahan Lindi (UPL) Syarat yang harus dipenuhi dalam analisis kelayakan SPA: Beban pelayanan kawasan mencapai 20 ton/hr. 2. Ritasi kendaraan ke TPA, rata2 : 1 rit/hari (waktu pengangkutan lama) 3. TPA ke pusat pelayanan ≥ 25 km 4. SPA kawasan dibangun di lahan pemerintah 5. Biaya OP SPA kawasan < dari penyisihan biaya transportasi dikarenakan adanya SPA skala kawasan.

35 Tempat Pemrosesan Akhir Sampah
Pemilihan lokasi TPA harus mengacu pada SNI tentang Tata Cara Pemilihan Lokasi TPA. Metode pembuangan akhir minimal harus dilakukan dengan : Controlled landfill (untuk kota sedang dan kecil) Penutupan tanah harus dilakukan minimal 5 hari dengan ketebalan cm 2. Sanitary landfill (untuk kota besar dan metropolitan) dengan “sistem sel”. Penutupan tanah harus dilakukan secara harian atau minimal secara berkala dengan ketebalan cm Prasarana dan Sarana TPA Sampah terdiri atas: Fasilitasi dasar minimal yang harus disediakan adalah jalan masuk, drainase keliling dan pagar pengaman (dapat berfungsi sebagai buffer zone). Fasilitas perlindungan lingkungan yang harus disediakan liner , kolam pengolahan lindi, unit pengolahan gas bio Fasilitas operasional yang harus disediakan berupa alat berat (buldozer, excavator, loader dan atau landfill compactor) dan stok tanah penutup.

36 Isu Penting dalam Pengelolaan Persampahan
Infrastruktur penanganan sampah tidak sebanding dengan kenaikan timbulan sampah meningkat %/tahun), upaya pengurangan sampah (3R) belum memadai. Operasi TPA sampah sebagian besar masih dengan proses pembuangan terbuka (open dumping) dan mencemari lingkungan (air lindi dan vektor penyakit). Keterbatasan penyediaan lahan TPA sampah di perkotaan, memicu kebutuhan pengelolaan TPA sampah secara regional. Dukungan manajemen pengelolaan sampah masih belum memadai Sebagian besar sampah (80%) diangkut langsung ke TPA tanpa pengolahan. Baru sekitar 20% sampah yang dimanfaatkan

37 Standar Pelayanan Minimal Bidang Pengelolaan Persampahan
Sesuai Permen PU No. 1/PRT/M/2014 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang , SPM bidang Persampahan yaitu: Jenis Pelayanan Sasaran Indikator Satuan Target Tahun 2019 Penyediaan Sanitasi Meningkatnya kualitas sanitasi Persentase pengurangan sampah di perkotaan % Penduduk 20 % Persentase pengangkutan sampah 70 % Persentase Pengoperasian TPA % Pengoperasian TPA

38 Strategi Peningkatan Akses Sanitasi Layak
Air Limbah Persampahan Drainase Lingkungan Membangun Sistem Rencana Induk Rencana Teknis Rinci SPAL Terpusat Skala Regional SPAL Terpusat Skala Kota SPAL Terpusat Skala Kawasan SPAL Setempat TPA Skala Regional TPA Skala Kota Fasilitas Pengolahan Sampah Antara (FPSA) Drainase yang berwawasan lingkungan Fasilitasi Pemda Provinsi/Kab./Kota Bantuan Teknis Penyusunan Rancangan Peraturan Daerah bidang Sanitasi Penyiapan Kelembagaan Pengoperasian PS Sanitasi Penyusunan Dokumen Perencanaan Sanitasi Peningkatan Kapasitas Operasi & Pemeliharaan PS Terbangun bagi Pemda Pemberian Bantuan dalam Pencapaian SPM Kemitraan Pembangunan Berbasis Masyarakat Sanitasi Berbasis Masyarakat TPS 3R Drainase lingkungan berbasis masyarakat

39 Thank You Thank you


Download ppt "Disampaikan Oleh : Marsaulina FMP, ST, ME"

Presentasi serupa


Iklan oleh Google