Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

KOMUNIKASI DATA TEMA : PHYSICAL LAYER SUBTEMA : TRANSMISI DIGITAL BAHASAN : DIGITAL TO DIGITAL CONVERSION OLEH : DANNY KURNIANTO, S.T., M.Eng. SEKOLAH.

Presentasi serupa


Presentasi berjudul: "KOMUNIKASI DATA TEMA : PHYSICAL LAYER SUBTEMA : TRANSMISI DIGITAL BAHASAN : DIGITAL TO DIGITAL CONVERSION OLEH : DANNY KURNIANTO, S.T., M.Eng. SEKOLAH."— Transcript presentasi:

1 KOMUNIKASI DATA TEMA : PHYSICAL LAYER SUBTEMA : TRANSMISI DIGITAL BAHASAN : DIGITAL TO DIGITAL CONVERSION OLEH : DANNY KURNIANTO, S.T., M.Eng. SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI TELEMATIKA TELKOM PURWOKERTO

2 PENDAHULUAN Pada tema ini akan dibahas 3 pokok Bahasa yaitu Digital to Digital Conversion Analog to Digital Conversion Mode Transmisi Digital to digital conversion adalah metode yang digunakan untuk mengkonversi data digital ke sinyal digital. Analog to digital conversion adalah metode yang digunakan untuk mengkonversi data analog ke sinyal digital. Mode transmisi adalah menjelaskan mengenai jenis transmisi yang digunakan, apa serial atau pararel ?

3 Digital To Digital Conversion
Pada bab sebelumnya telah dibahas mengenai data dan sinyal. Data dapat berbentuk digital dan analog, sinyal sebagai representasi data juga dapat berbentuk digital dan analog. Pada sub bab 1 ini akan dibahas metode yang digunakan untuk mengkonversi data digital menjadi sinyal digital, atau bagaimana cara merepresentasikan data digital dalam sinyal digital. Terdapat 3 teknik yang digunakan untuk mengkonversi data digital menjadi sinyal digital yaitu : line coding, block coding dan scrambling.

4 Teknik Line Coding Line coding adalah proses konversi data digital menjadi sinyal digital. Di asumsikan bahwa data digital dalam bentuk teks, angka, citra, audio atau video yang disimpan dalam memori komputer berupa urutan bit-bit. Line coding mengkonversi urutan bit-bit tersebut menjadi sebuah sinyal digital.

5 Karakteristik Line Coding
Elemen sinyal vs elemen data Elemen data adalah entitas paling kecil yang dapat merepresentasikan bagian informasi. Pada komunikasi data digital, sebuah elemen sinyal membawa elemen- elemen data. Elemen sinyal adalah unit terkecil dari sinyal digital.

6 Data Rate vs Sinyal Rate
Data rate didefinisikan sebagai jumlah elemen-elemen data (bit-bit) yang dikirim selama 1 detik. (satuannya bit per second / bps). Sinyal rate didefinisikan sebagai jumlah elemen-elemen sinyal yang dikirim selama 1 detik. (satuannya buad). Ada beberapa terminologi umum yang dipakai pada literature seperti : Data rate = bit rate Sinyal rate = pulse rate / modulation rate / baud rate Salah satu tujuan komunikasi data adalah meningkatkan data rate dan menurunkan sinyal rate. Meningkatkan data rate akan berakibat meningkatnya kecepatan transmisi. Menurunkan sinyal rate berarti akan memperkecil kebutuhan bandwidth.

7 Hubungan antara sinyal rate dan data rate dapat dilihat pada persamaan berikut ini :
Keterangan : N = data rate (bps) C = faktor kondisi S = jumlah elemen sinyal r = faktor perbandingan elemen data dengan elemen sinyal. Contoh soal : Sebuah sinyal membawa data yang mana 1 elemen data di encode sebagai 1 elemen sinyal (r=1). Jika bit rate sebesar 100 kbps, berapa nilai rata-rata dari baudrate jika nilai c antara 0 dan 1.

8 Jawab : Kita asumsikan bahwa nilai rata-rata c adalah 0,5. Maka nilai baud rate nya adalah c) Bandwidth Sinyal digital membawa membawa informasi non periodic. Bandwidth dari sinyal non periodic adalah kontinyu dengan jangkauan tak terbatas. Meskipun secara actual bandwidth sinyal digital adalah tak terbatas, tetapi bandwidth efektifnya adalah terbatas. Bandwidth minimum seperti yg ditunjukkan pada persamaan berikut ini : , data rate yaitu

9 Baseline Wandering Baseline di sini diartikan nilai rata-rata daya sinyal yang di terima di sisi penerima. Daya sinyal yang datang aka di evaluasi terhadap nilai baseline untuk mendapatkan nilai elemen data. String data 0 atau 1 yang panjang akan menyebabkan nilai baseline menjadi tidak menentu (baseline wandering) dan membuat data tersebut menjadi sulit untuk di dekodekan secara langsung pada sisi penerima. e) DC Component Saat level tegangan digital adalah konstan untuk beberapa saat, maka pada spectrum akan terlihat atau timbul frekuensi yang sangat rendah yang biasa disebut dengan DC Component. Hal ini akan menjadi masalah untuk sistem yang tidak dapat meloloskan frekeunsi rendah

10 Seft-Synchronizing Untuk menginterpretasi secara tepat sinyal yang diterima dari pengirim, interval bit penerima harus disesuaikan secara tepat dengan interval bit pada sisi pengirim. Jika clock penerima terlalu cepat atau lambat, maka interval bit tidak akan cocok dan pada sisi penerima akan terjadi kesalahan menginterpretasi sinyal.

11 Contoh : Pada sebuah transmisi digital, clock penerima sebesar 0,1 % lebih cepat dari clock pengirim. Berapa banyak bit tambahan per detik yang diterima penerima jika data ratenya adalah 1 kbps dan 1 Mbps ? Jawab : Pada data rate 1 kbps, penerima akan menerima 1001 bps dari 1000 bps, jadi terdapat 1000 bit yang dikirim, 1001 bit yang diterima. Maka banyaknya bit tambahan adalah 1. Pada data rate 1 Mbps, penerima akan menerima bps dari bps. Jadi bit tambahan yg diterima penerima sebanayk 1000 bit.

12 Skema Line Coding Skema line coding dapat dibagi dalam 5 kategori seperti yang ditunjukkan pada gambar di bawah ini :

13 Skema Unipolar Pada skema unipolar, semua level sinyal berada pada 1 sisi garis waktu, baik diatas atau di bawah. 1. Pengkodean NRZ (Non Return to Zero) Pada NRZ, tegangan positif didefinisikan dengan bit 1 dan tegangan 0 didefinisikan dengan bit 0. Sinyal tetap pada tegangannya di akhir bit. Daya ternormalisasi (daya yg dibutuhkan untuk mengirimkan 1 bit per unit tahan) adalah ganda untuk polaritas NRZ. Karena itulah, skema ini tidak digunakan lagi pada komunikasi data saat ini.

14 Skema Polar Pada skema polar, level tegangan berada pada 2 sisi dari sumbu waktu. Sebagi contoh level tegangan 0 pada sisi positif dan tegangan 1 pada sisi negative. 1. Pengkodean NRZ (Non Return to Zero) Pada pengkodean polar NRZ, digunakan 2 level tegangan aplitudo. Terdapat 2 versi polar NRZ, yaitu NRZ-L dan NRZ-I

15 Masalah yang muncul pada 2 skema ini (NRZ-L dan NRZ-I) adalah :
Baseline wandering Sinkronisasi clock DC Component 2. Pengkodean RZ (Return to Zero) Salah satu masalah pada skema encoding NRZ terjadi saat clock penerima dan pengirim tidak sinkron. Penerima tidak tahu kapan 1 bit selesai dan kapan bit selanjutnya di mulai. Solusinya adalah menggunakan skema Retur to Zero. Skema RZ menggunakan 3 nilai yaitu positif, negative dan nol. Pada RZ, sinyal berubah tidak antar bit, tetapi sinyal berubah dalam satu bit. Sinyal akan berubah ke nol pada saat berada di tengah-tengah setiap bit.

16 Masalah pada skema RZ antara lain :
Membutuhkan 2 perubahan sinyal untuk mengkodekan 1 bit, oleh karena itu membutuhkan bandwidth yg lebih besar. Perubahan mendadak pada polaritas tegangan aka mengakibatkan semua nilai 0 akan di interpretasikan menjadi 1 dan begitu sebaliknya. Kompleksitas, karena menggunakan 3 level tegangan Oleh karena itu, skema ini juga sdh tidak digunakan lagi saat ini.

17 3. Pengkodean Biphase (Menchester dan Differential Menchester)
Ide dari teknik RZ dan NRZ-L dikombinasikan untuk membentuk skema Menchester. Pada teknik enkoding Menchester, durasi bit dibagi dalam 2 bagian. Tegangan tetap berada pada level satu selama setengah durasi pertama, dan berpindah ke level dua selama setengah durasi kedua. Transisi pada setengah bagian bit menyediakan sinkronisasi. Pada sisi lain, Differential Menchester mengkombinasikan ide dari RZ dan NRZ-I. Selalu ada transisi pada setengah bagian bit, tetapi nilai bit ditentukan pada bagian awal bit. Jika bit selanjutnya 0 maka ada transisi, dan jika bit selanjutnya 1 maka tidak ada transisi. Pada gambar dibawah ini ditunjukkan skema enkoding Menchester dan Differential Menchester.

18 Pada enkoding Menchester dan Differential Menchester , transisi pada setengah bagian bit digunakan untuk sinkronisasi.

19 Teknik encoding Menchester dapat mengatasi masalah yang berkaitan dengan masalah pada NRZ-L dan Differential Menchester dapat mengatasi masalah yang berkaitan dengan masalah pada NRZ-I. Tidak terdapat masalah baseline wandering dan tidak ada komponen DC karena setiap bit mempunyai tegangan positif dan negatif. Satu kelemahan dari enkoding Menchester dan Differential Menchester adalah signal rate yang dua kali NRZ. Alasannya adalah karena selalu ada transisi pada setengah bagian bit dan mungkin ada transisi pada akhir bagian bit. Bandwidth minimum keduanya juga dua kali NRZ.

20 c) Skema Bipolar Pada enkoding bipolar (biasanya disebut multilevel binary) , ada tiga level tegangan yaitu positif, negatif dan nol. Terdapat 2 jenis teknik enkoding Bipolar , yaitu AMI dan Pseudoternary. Secara umum, skema enkoding bipolar disebut dengan AMI (Alternate Mark Inversion). Pada AMI, tegangan nol merepresentasikan biner 0 dan tegangan positif atau negatif (bergantian) merepresentasikan biner 1. Pada Pseudoternary, tegangan nol merepresentasikan biner 1 dan tegangan positif atau negatif (bergantian) merepresentasikan biner 0. Gambar dibawah ini menunjukkan teknik enkoding AMI dan Pseudoternary.

21 Skema bipolar dikembangkan sebagai alternatif dari skema NRZ.
Pada skema bipolar memiliki singnal rate yang sama dengan NRZ, tetapi tanpa komponen DC. Pada skema NRZ, sebagian besar energi terkonsentrasi pada frekuensi mendekati nol yang membuatnya tidak cocok untuk transmisi pada kanal dengan performa yang buruk disekitar frekuensi ini. Pada skema bipolar, sebagian besar energi terkonsentrasi disekitar frekuensi 1/2N. AMI secara umum digunakan untuk komunikasi jarak jauh, tetapi memiliki masalah sinkronisasi saat terdapat urutan bit 0 yang panjang pada data. Ini nant akan di atasi dengan teknik scrambing.

22 Skema Multilevel Keinginan untuk meningkatkan kecepatan data atau menurunkan kebutuhan bandwidth dilakukan dengan menciptakan banyak skema. Tujuannya adalah meningkatkan jumlah bit per baud dengan mengkodekan (mengkoding) pola m elemen data ke dalam pola n elemen signal. Jika terdapat 2 jenis elemen data (0 dan 1), ini berarti bahwa sebuah grup m elemen data dapat menghasilkan kombinasi pola data. Jika terdapat L level elemen signal, maka dapat dihasilkan kombinasi pola signal. Jika , maka setiap pola data dikodeka ke dalam satu pola sinyal. Jika , maka pola-pola data menempati hanya pada bagian kecil pola-pola sinyal. Jika , maka pola-pola data tidak mungkin dikodekan karena ada beberapa pola data yang tidak dapat dikodekan.

23 Pengkodean 2B1Q Menggunakan pola data dengan ukuran 2 bit dan mengkodekan 2 bit pola sebagai 1 elemen sinyal dengan 4 level sinyal. Jadi nilai m=2, n=1 dan L=4. Rata-rata signal rate adl S=N/4, ini berarti bahwa dengan menggunakan 2B1Q, kecepatan datanya menjadi 2 kali lebih cepat dibandingkan NRZ-L. Pada skema ini terdapat pola data yang berbeda dan pola sinyal yang berbeda. Sehingga tidak ada pola sinyal yang berlebihan.

24 2. Pengkodean 8B6T 8 Binary 6 Ternary Teknik ini digunakan untuk mengkodekan sebuah pola data 8 bit sebagai sebuah pola sinyal yang terdiri dari 6 elemen sinyal dengan 3 level sinyal (Ternary). Pada skema ini terdapat pola data yang berbeda dan pola sinyal yang berbeda. Terdapat = 222 sisa pola sinyal yang digunakan untuk sinkronisasi dan error detection. Bagian sisa pola sinyal juga digunakan untuk DC balance, dimana setiap pola sinyal memiliki bobot 0 atau 1 (nilai DC). Ini berarti tidak ada pola yang mempunyai bobot -1. Untuk membuat keseimbangan DC pada seluruh urutan sinyal, jika terdapat 2 pola sinyal yg mempunyai bobot 1 berurutan pengirimannya, maka pola sinyal kedua yang dikirim di invers (dibalik) sehingga bobotnya menjadi -1. Conoth dapat di lihat pada gambar dibawha ini

25 Rata-rata kecepatan sinyal (signal rate) adalah
Bobot 0 Bobot +1 Bobot +1 Pola sinyal ini di invers Penerima akan mudah mengenali bahwa pola sinyal ini telah di invers karena mempunyai bobot -1, lalu di invers balik sebelum di dekodekan. Rata-rata kecepatan sinyal (signal rate) adalah Dengan Bandwidth minimum sangat kecil sekitar : 6N/8

26 3. Pengkodean 4D-PAM5 Pengkodean 4D-PAM5 : Four dimensional five level pulse amplitude modulation. 4D artinya data dikirim melalui 4 kabel dalam waktu yang sama dengan menggunakan 5 level tegangan yaitu -2, -1, 0, 1, 2. Tetapi 1 level , yaitu level 0 digunakan untuk forward error detection. Dan kecepatan sinyal (signal rate) akan berkurang menjadi N/8. Contoh aplikasi yang menggunakan teknik ini adalah GigaBit LAN yang mengirimkan 1 Gbps melalui 4 kabel tembaga, yang masing-masing kabel menangani kecepatan sinyal sebesar 125 Mbaud. Pengkodean 4D-PAM5 dapat dilihat pada gambar dibawha ini.

27

28 e.) Skema Multiline Transmission : MLT-3
Multiline transmission three level voltage, mengunakan 3 level tegangan (+V, 0,- V) dan 3 aturan transisi untuk berpindah antar level. Jika next bit adalah 0 , maka tidak ada transisi Jika next bit adalah 1, dan level sekarang bukan 0, maka level berikutnya adalah 0. Jika next bit adalah 1 dan level sekarang adalah 0, maka level berikutnya adalah berlawanan dari level bukan 0 yan terakhir.

29 Pada kondisi worse case, jika terdapat urutan bit 1 seperti pada gambar (b), dimana pola elemen sinyal +V,0,-V,0 akan diulang setiap 4 bit. Dengan kata lain sinyal rate adalah sebesar ¼ bit rate.

30 Rangkuman skema line coding


Download ppt "KOMUNIKASI DATA TEMA : PHYSICAL LAYER SUBTEMA : TRANSMISI DIGITAL BAHASAN : DIGITAL TO DIGITAL CONVERSION OLEH : DANNY KURNIANTO, S.T., M.Eng. SEKOLAH."

Presentasi serupa


Iklan oleh Google