Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

PAJAK PENGHASILAN.

Presentasi serupa


Presentasi berjudul: "PAJAK PENGHASILAN."— Transcript presentasi:

1 PAJAK PENGHASILAN

2 Sistematika 1. 2. 3. 4. 5. Subjek Pajak Objek Pajak
Cara Menghitung Pajak 3. Pelunasan Pajak 4. 5. Fasilitas Perpajakan

3 Landasan Hukum: Pasal 2 s/ d Pasal 3 UU Pajak Penghasilan
Subyek Pajak Landasan Hukum: Pasal 2 s/ d Pasal 3 UU Pajak Penghasilan

4 Pajak penghasilan (PPh) dikenakan terhadap subjek pajak
Subyek dan Obyek Pajak Pajak penghasilan (PPh) dikenakan terhadap subjek pajak atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak. PPh dapat dikenakan atas bagian tahun pajak jika kewajiban subjektif mulai dari bagian tahun. Tahun pajak adalah tahun takwim. Jika tahun buku tidak sama, dapat menggunakan tahun buku asalkan berdurasi 12 bulan.

5 Dasar Hukum Undang – Undang (UU) No. 36 Tahun 2008 Tentang
Perubahan Keempat atas UU No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan Peraturan Pemerintah (PP) Keputusan Presiden (Keppres) Peraturan & Keputusan Menkeu (PMK & KMK) Peraturan, Keputusan, dan Surat Edaran Dirjen Pajak (PER, KEP, dan SE DJP) 2 2

6 Subjek Pajak Orang Pribadi (OP)
Pasal 2 Ayat (1 dan 1a) Orang Pribadi (OP) Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan, bersifat menggantikan yang berhak. Badan Bentuk usaha tetap (BUT), merupakan subyek pajak yang perlakuan pajaknya dipersamakan dengan subyek pajak badan. 3 3

7 Dalam Negeri Luar Negeri
Subjek Pajak Pasal 2 Ayat (1 dan 1a) Subjek Pajak Pasal 2 Ayat (2) Dalam Negeri Luar Negeri 4 4

8 Subjek Pajak Dalam Negeri Warisan yang belum terbagi:
Pasal 2 Ayat (3) Orang Pribadi : Bertempat tinggal/ berada di Indonesia lebih dari 183 hari dalam 12 bulan; atau Dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat bertempat tinggal di Indonesia. Badan: Didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia, kecuali unit tertentu badan pemerintah yang memenuhi kriteria: Pembentukannya berdasarkan peraturan perundangan. Pembiayaan bersumber APBN/ APBD. Penerimaannya dimasukkan dalam APBN/ APBD. Pembukuannya diperiksa oleh aparat pengawasan fungsional negara. Warisan yang belum terbagi: Menggantikan yang berhak. 5 5

9 Subjek Pajak Luar Negeri
Pasal 2 Ayat (4) Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia/ berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam 12 bulan. Badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia. Menjalankan usaha atau kegiatan melalui BUT di Indonesia. Menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia bukan dari menjalankan usaha atau kegiatan melalui BUT di Indonesia. 6 6

10 Bentuk usaha yang dipergunakan oleh:
Bentuk Usaha Tetap (1) Pasal 2 Ayat (5) Bentuk usaha yang dipergunakan oleh: Orang pribadi sebagai subjek pajak LN Badan sebagai subjek pajak LN Untuk menjalankan usaha atau kegiatan di Indonesia. 7 7

11 Bentuk Usaha Tetap (1) Tempat kedudukan manajemen;
Pasal 2 Ayat (5) Tempat kedudukan manajemen; Cabang perusahaan; Kantor perwakilan; Gedung kantor; Pabrik; Bengkel; Gudang; Ruang untuk promosi dan penjualan; Pertambangan dan penggalian sumber alam; Wilayah kerja pertambangan minyak dan gas bumi; Perikanan, peternakan, pertanian, perkebunan, atau kehutanan; Proyek konstruksi, instalasi, atau proyek perakitan; Pemberian jasa, sepanjang dilakukan lebih dari 60 (enam puluh) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan; Orang atau badan selaku agen yang kedudukannya tidak bebas; Agen atau pegawai dari perusahan asuransi yang tidak didirikan dan berkedudukan di Indonesia yang menerima premi asuransi atau menanggung risiko di Indonesia; dan Komputer, agen elektronik, atau peralatan otomatis yang dimiliki, disewa, atau digunakan oleh penyelenggara transaksi elektronik untuk menjalankan kegiatan usaha melalui internet. 8 8

12 Ilustrasi Indentifikasi Subjek Pajak
Peraturan perpajakan membedakan Subjek Pajak Dalam Negeri (SPDN), Subjek Pajak Luar Negeri (SPLN), dan bukan subjek pajak. Berikut informasi identitas orang pribadi dan badan. Bagaimanakah status pajaknya? No. Nama Tempat Tinggal / Kedudukan Keterangan Status 1. Andi Palembang Tinggal dan bekerja di kota kelahiran. SPDN Orang Pribadi 2. Amir Makassar Sejak 1 April 2016 pindah ke New York, berencana menetap dan bekerja di kota tersebut. Bukan Subjek Pajak 3. Ari Medan Berada di Indonesia antara 2 Februari 2016 – 11 November 2016. 4, Alfi Bandung Bekerja selama 1 bulan dan berencana menetap. 5. Ajeng Washington Pemilik saham satu perusahaan yang beroperasi di Indonesia. SPLN

13 Ilustrasi 2.1 (2) (Subjek Pajak)
No. Nama Tempat Tinggal / Kedudukan Keterangan Status 6. PT. Nusa Jakarta Didirikan di Indonesia oleh WNA. SPDN BUT 7. PT. Buana Medan Berkedudukan di Indonesia, namun seluruh penghasilannya bersumber dari investasi di luar negeri. SPDN Badan 8. PT. Kiara Lombok Didirikan di Indonesia, namun berencana untuk memindahkan kedudukan dan operasinya ke luar negeri. 9. Leipz & Co. Berlin Berkedudukan di luar negeri, namun memiliki investasi saham atas satu perusahaan di Indonesia. SPLN 10. Hush & Co London Berkedudukan di luar negeri, dan memiliki showroom di Indonesia.

14 Tempat Tinggal / Kedudukan WP
Pasal 2 Ayat (6) Tempat Tinggal Orang Pribadi Tempat Kedudukan Badan Ditetapkan oleh Dirjen Pajak Menurut keadaan yang sebenarnya. 9 9

15 Subjek Pajak Dalam Negeri
Saat Mulai dan Akhir Kewajiban Subjektif (1) Pasal 2A Ayat (1), (2), (3), (4), dan (5) Subjek Pajak Dalam Negeri Orang Pribadi Mulai: - Saat dilahirkan. Saat berada atau berniat tinggal di Indonesia. Berakhir: - Saat meninggal. Meninggalkan Indonesia untuk selamanya. Badan Mulai: Saat didirikan/ berkedudukan di Indonesia. Berakhir: Saat dibubarkan atau tidak lagi berkedudukan di Indonesia. Warisan yang belum terbagi Mulai: Saat timbulnya warisan. Berakhir: Saat warisan selesai dibagikan. 10 10

16 Subjek Pajak Luar Negeri Mulai: Berakhir: Mulai:
Saat Mulai dan Akhir Kewajiban Subjektif (2) Pasal 2A Ayat (1), (2), (3), (4), dan (5) Subjek Pajak Luar Negeri Orang Pribadi Mulai: Saat menerima/memperoleh penghasilan dari Indonesia. Berakhir: Saat tidak lagi menerima/ memperoleh penghasilan dari Indonesia. Badan Mulai: Saat melakukan usaha/ kegiatan melalui BUT di Indonesia. Berakhir: Saat tidak lagi menjalankan usaha melalui BUT di Indonesia. 10 10

17 Kewajiban Pajak Subjektif
Pasal 2A Ayat (6) Kewajiban pajak subjektif orang pribadi yang berada atau bertempat tinggal di Indonesia Hanya meliputi sebagian dari tahun pajak Bagian tahun pajak tersebut menggantikan tahun pajak. 11 11

18 Tidak Termasuk Subjek Pajak
Pasal 3 Kantor perwakilan negara asing; Pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat lain dari negara asing dan orang yang diperbantukan/ yang bekerja dan bertempat tinggal bersama mereka dengan syarat : Bukan warga negara Indonesia; dan Di Indonesia tidak menerima atau memperoleh penghasilan di luar jabatan atau pekerjaannya tersebut; serta Negara bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik; Organisasi - organisasi internasional, yang ditetapkan Menkeu, dengan syarat: Indonesia menjadi anggota organisasi tersebut; dan Tidak menjalankan usaha atau kegiatan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia selain memberikan pinjaman kepada pemerintah yang dananya berasal dari iuran para anggota; Pejabat - pejabat perwakilan organisasi internasional (c) dengan syarat bukan warga negara Indonesia dan tidak menjalankan usaha, kegiatan, atau pekerjaan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia. 8 8

19 Landasan Hukum: Pasal 4 s/ d Pasal 15 UU Pajak Penghasilan
Objek Pajak Landasan Hukum: Pasal 4 s/ d Pasal 15 UU Pajak Penghasilan

20 Dengan nama dan dalam bentuk apapun
Definisi Penghasilan Pasal 4 Ayat (1) Merupakan setiap tambahan kemampuan ekonomis yang: - Diterima atau diperoleh wajib pajak. - Berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia. - Dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan wajib pajak. Dengan nama dan dalam bentuk apapun 13 13

21 Klasifikasi Umum Penghasilan
Penghasilan dari pekerjaan dan hubungan kerja dan pekerjaan bebas seperti gaji, honorarium, dan sebagainya. Penghasilan dari usaha dan kegiatan. Penghasilan dari modal berupa harga gerak ataupun tidak gerak, seperti bunga, dividen, royalti, sewa dan keuntungan penjualan harga atau hak yang tidak dipergunakan untuk usaha. Penghasilan lain-lain, seperti pembebasan utang dan hadiah.

22 Ketentuan Khusus atas Penghasilan
Semua penghasilan digabungkan dalam satu tahun pajak. Jika menderita kerugian dikompensasikan dengan penghasilan lain kecuali kerugian dari luar negeri. Untuk penghasilan dikenakan final atau dikecualikan dari objek pajak tidak boleh digabungkan.

23 b. Hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan;
Objek Pajak (1) Pasal 4 Ayat (1) a. Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun, atau imbalan dalam bentuk lainnya, kecuali ditentukan lain dalam UU Pajak Penghasilan; b. Hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan; Laba usaha;

24 Objek Pajak (2) Pasal 4 Ayat (1) Keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta termasuk: Keuntungan karena pengalihan harta sebagai pengganti saham atau penyertaan modal; Keuntungan karena pengalihan harta kepada pemegang saham, sekutu, atau anggota yang diperoleh perseroan, persekutuan, dan badan lainnya; Keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, pengambilalihan usaha, atau reorganisasi dengan nama dan dalam bentuk apa pun; Keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan, atau sumbangan, kecuali yang diberikan kepada keluarga sedarah garis keturunan lurus satu derajat dan badan keagamaan, pendidikan, sosial termasuk yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan PMK, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak yang bersangkutan; dan Keuntungan karena penjualan atau pengalihan sebagian atau seluruh hak penambangan, tanda turut serta dalam pembiayaan, atau permodalan dalam perusahaan pertambangan;

25 Objek Pajak (3) Pasal 4 Ayat (1) e. Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya dan pembayaran tambahan pengembalian pajak; f. Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian utang; Dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi; Royalti atau imbalan atas penggunaan hak; Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta; Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala; Keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah tertentu yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah;

26 l. Keuntungan selisih kurs mata uang asing;
Objek Pajak (4) Pasal 4 Ayat (1) l. Keuntungan selisih kurs mata uang asing; Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva; Premi asuransi; Iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri dari Wajib Pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas; Tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan pajak; Penghasilan dari usaha berbasis syariah; Imbalan bunga sebagaimana dimaksud dalam Undang - Undang yang mengatur mengenai ketentuan umum dan tata cara perpajakan; dan Surplus Bank Indonesia.

27 Pajak Final = pajak selesai dengan pembayaran tersebut
Definisi Pajak yang terutang dan dibayarkan seketika penghasilan diperoleh atau diterima. Pemotongan dilakukan oleh pemberi penghasilan, atau pihak lain yang ditentukan. Ketika dilakukan penghitungan pajak terutang di akhir tahun, penghasilan yang dikenakan pajak final bukan sebagai penambah penghasilan dan pajak final tidak dapat menjadi kredit pajak. Pajak Final = pajak selesai dengan pembayaran tersebut

28 Pertimbangan Pengenaan
Kesederhanaan Pemotongan Pengurangan Beban Administratif Pemerataan Pengenaan Pajak Dorongan Pengembangan Investasi dan Tabungan Perkembangan Ekonomi dan Moneter

29 Objek Pajak Dikenai Pajak Final
Pasal 4 Ayat (2) Penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan lainnya, bunga obligasi dan surat utang negara, dan bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggota koperasi orang pribadi; Penghasilan berupa hadiah undian; Penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya, transaksi derivatif yang diperdagangkan di bursa, dan transaksi penjualan saham atau pengalihan penyertaan modal pada perusahaan pasangannya yang diterima oleh perusahaan modal ventura; Penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan, usaha jasa konstruksi, usaha real estate, dan persewaan tanah dan/atau bangunan; dan Penghasilan tertentu lainnya, yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah.

30 Peraturan Pelaksana Pajak Final
Penghasilan dari transaksi penjualan saham di bursa efek. PP No. 14 Tahun 1997 Penghasilan dari bunga deposito dan tabungan serta diskonto SBI. PP No. 131 Tahun 2000 Penghasilan dari hadiah undian. PP No. 132 Tahun 2000 Penghasilan dari persewaan tanah dan/ atau bangunan. PP No. 5 Tahun 2002 Penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/ atau bangunan. PP No. 71 Tahun 2008 Penghasilan berupa bunga/ diskonto obligasi yang dijual di bursa efek. PP No. 16 tahun 2009 Penghasilan dari usaha jasa konstruksi. PP No. 40 Tahun 2009 Penghasilan dari UMKM. PP No. 46 Tahun 2013 15 15

31 Dikecualikan Sebagai Objek Pajak (1)
Pasal 4 Ayat (3) Bantuan atau sumbangan, zakat yang diterima oleh badan/ lembaga amil zakat yang disahkan oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima zakat yang berhak atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia, yang diterima oleh lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima sumbangan yang berhak, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah; Harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah garis keturunan lurus satu derajat, badan keagamaan, badan pendidikan, sosial termasuk yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan PMK, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan;

32 Dikecualikan Sebagai Objek Pajak (2)
Pasal 4 Ayat (3) Warisan; Harta, termasuk setoran tunai, sebagai pengganti saham atau sebagai pengganti penyertaan modal; Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh dalam bentuk natura dan/ atau kenikmatan dari Wajib Pajak atau pemerintah, kecuali yang diberikan oleh bukan WP, WP yang dikenakan pajak secara final atau WP dengan Norma Penghitungan Khusus (deemed profit); Pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi sehubungan dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi bea siswa;

33 Dikecualikan Sebagai Objek Pajak (3)
Pasal 4 Ayat (3) Dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh PT sebagai WP dalam negeri, koperasi, badan usaha milik negara, atau badan usaha milik daerah, dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia dengan syarat: Dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan; dan Bagi perseroan terbatas, badan usaha milik negara dan badan usaha milik daerah yang menerima dividen, kepemilikan saham pada badan yang memberikan dividen paling rendah 25% (dua puluh lima persen) dari jumlah modal yang disetor; Iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan Menteri Keuangan, baik yang dibayar oleh pemberi kerja maupun pegawai;

34 Dikecualikan Sebagai Objek Pajak (4)
Pasal 4 Ayat (3) Penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana pensiun dalam bidang-bidang tertentu yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan; Bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma, dan kongsi, termasuk pemegang unit penyertaan kontrak investasi kolektif; Penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura berupa bagian laba dari badan pasangan usaha yang didirikan dan menjalankan usaha di Indonesia, dengan syarat badan pasangan usaha tersebut: Merupakan perusahaan mikro, kecil, menengah, atau yang menjalankan kegiatan dalam sektor-sektor usaha yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan; dan Sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek di Indonesia;

35 Dikecualikan Sebagai Objek Pajak (5)
Pasal 4 Ayat (3) Beasiswa yang memenuhi persyaratan tertentu yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan PMK; Sisa lebih yang diterima atau diperoleh badan atau lembaga nirlaba yang bergerak dalam bidang pendidikan dan/ atau bidang penelitian dan pengembangan, yang telah terdaftar pada instansi yang membidanginya, yang ditanamkan kembali dalam bentuk sarana dan prasarana kegiatan pendidikan dan/ atau penelitian dan pengembangan, dalam jangka waktu paling lama 4 (empat) tahun sejak diperolehnya sisa lebih tersebut, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan; dan Bantuan atau santunan yang dibayarkan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial kepada Wajib Pajak tertentu, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.

36 Ilustrasi 2.2 - (Objek Pajak)
Firma Tiara menjual mobil yang digunakan untuk kegiatan usaha. Nilai buku menurut fiskal Rp ,00. Mobil tersebut dijual dengan harga Rp ,00. Bagaimanakah pengakuan penghasilan oleh Firma Tiara? Bagaimana jika mobil tersebut dijual kepada seorang sekutu dengan harga Rp ,00? Jawaban: Keuntungan yang diperoleh dari penjualan mobil sebesar Rp ,00 diakui sebagai penghasilan oleh Firma Kelana dan merupakan objek pajak. Firma Kelana tetap mengakui penghasilan atas penjualan mobil sebesar Rp ,00. Sekutu yang membeli mobil tersebut sebagai WP OP, mengakui penghasilan kena pajak sebesar Rp ,00 karena membeli mobil dengan harga lebih murah.

37 Objek Pajak BUT - Usaha/ kegiatan BUT.
Pasal 5 Ayat (1) - Usaha/ kegiatan BUT. - Harta yang dimiliki/ dikuasai BUT. Penghasilan dari: - Usaha atau kegiatan. - Penjualan barang-barang. - Pemberian jasa. Penghasilan kantor pusat dari: Dilakukan di Indonesia dan sejenis dengan yang dilakukan BUT. Penghasilan sebagaimana tersebut dalam Pasal 26, yang diterima atau diperoleh kantor pusat: Sepanjang ada hubungan efektif antara BUT dengan harta/ kegiatan yang memberikan penghasilan. 18 18

38 Ilustrasi 2.3 - (Objek Pajak BUT)
Arctic Co. didirikan dan berkedudukan di luar negeri, serta memiliki BUT di Indonesia. Arctic Co. Dan BUTnya melakukan kegiatan penjualan chassis bus di Indonesia. Selama 2012, penjualan yang dilakukan sendiri oleh Arctic Co. Rp ,00, penjualan BUTnya Rp ,00. Arctic Co. Juga melakukan transaksi penjualan mesin bis senilai Rp ,00. BUTnya tidak menyediakan produk tersebut. Berapakah nilai objek pajak penghasilan atas BUT milik Arctic Co.? Jawaban: Objek pajak bagi BUT meliputi penghasilan oleh BUT sendiri dan penghasilan kantor pusat atas kegiatan bisnis yang serupa dengan kegiatan BUT. Objek pajak penghasilan = = Rp ,00

39 Ilustrasi 2.4 - (Objek Pajak BUT)
Baltic Inc. berkedudukan di luar negeri danmemiliki Bentuk Usaha Tetap di Indonesia. Kemenkes RI mengadakan perjanjian langsung dengan Baltic Inc. untuk membayar royalti atas paten vaksin H1N1 senilai Rp ,00 agar vaksin tersebut dapat diproduksi oleh BUMN Farmasi. Dalam kontrak dipersyaratkan bahwa Kemenkes wajib menggunakan jasa konsultansi teknis dari BUT dengan kontrak terpisah senilai Rp ,00. Berapakah nilai objek pajak penghasilan atas BUT milik Arctic Co.? Jawaban: Objek pajak bagi BUT meliputi penghasilan oleh BUT sendiri dan penghasilan kantor pusat atas atas harta (paten) yang memiliki hubungan efektif dengan BUT. Objek pajak penghasilan = = Rp ,00

40 Deductible Expenses atas Penghasilan BUT
Pasal 5 Ayat (2) Meliputi biaya yang berkenaan dengan penghasilan kantor pusat: Sehubungan dengan: - usaha atau kegiatan; - penjualan barang; - pemberian jasa; yang sejenis dengan yang dijalankan BUT di Indonesia. Penghasilan sebagaimana tersebut dalam Pasal 26, selama terdapat hubungan efektif antara BUT dengan harta/ kegiatan yang memberikan penghasilan. 21 21

41 Imbalan sehubungan dengan jasa manajemen dan jasa lainnya.
Penentuan Laba BUT Pasal 5 Ayat (3) Biaya administrasi kantor pusat yang boleh dibebankan adalah biaya yang berkaitan dengan usaha atau kegiatan BUT, berdasar besaran yang ditentukan oleh Dirjen Pajak. Pembayaran kepada kantor pusat yang tidak boleh dibebankan sebagai biaya meliputi: Royalti/ imbalan sehubungan dengan penggunaan harta, paten, dan hak lainnya. Imbalan sehubungan dengan jasa manajemen dan jasa lainnya. Bunga, kecuali bunga yang berkenaan dengan usaha perbankan. Pembayaran dari kantor pusat yang bukan sebagai penghasilan BUT meliputi: Royalti/ imbalan sehubungan dengan penggunaan harta, paten, dan hak lainnya. Imbalan sehubungan dengan jasa manajemen dan jasa lainnya. Bunga, kecuali bunga yang berkenaan dengan usaha perbankan. 22 22

42 Biaya untuk Mendapatkan, Menagih, dan Memelihara (3M) Penghasilan (1)
Pasal 6 Ayat (1) Biaya 3M bersifat dapat dikurangkan (deductible) atas penghasilan bruto : Biaya yang berkaitan dengan kegiatan usaha, meliputi: Biaya pembelian bahan baku; Biaya tenaga kerja; Bunga, sewa, dan royalti; Biaya perjalanan; Biaya pengolahan limbah; Premi asuransi; Biaya promosi, sesuai ketentuan PMK; Biaya administrasi Pajak selain PPh. Biaya penyusutan fiskal dan/atau amortisasi; Iuran kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan Menkeu; Kerugian karena penjualan atau pengalihan harta ;

43 Biaya untuk Mendapatkan, Menagih, dan Memelihara (3M) Penghasilan (1)
Pasal 6 Ayat (1) Kerugian dari selisih kurs; Biaya penelitian dan pengembangan perusahaan yang dilakukan di Indonesia; Biaya bea siswa, magang, dan pelatihan; Piutang yang nyata – nyata tak dapat ditagih, dengan syarat: Telah dibebankan sebagai biaya dalam laporan laba rugi komersial; Daftar piutang yang tidak dapat ditagih telah diserahkan kepada Ditjen Pajak; Telah diserahkan perkara penagihannya kepada PN atau BUPLN; Ada perjanjian tertulis mengenai penghapusan piutang/ pembebasan utang antara kreditur dan debitur; Telah dipublikasikan dalam penerbitan umum dan khusus. Sumbangan dalam rangka bencana nasional yang diatur oleh PP. Sumbangan dalam rangka penelitian dan pengebangan yang diatur oleh PP. Sumbangan dalam rangka infrastruktur sosial yang diatur oleh PP. Sumbangan dalam rangka fasilitas pendidikan yang diatur PP Sumbangan dalam rangka pembinaan olahraga yang diatur oleh PP.

44 Ketentuan Khusus Atas Biaya 3M
Biaya 3M yang dapat dibebankan hanyalah biaya – biaya yang dikeluarkan terkait penghasilan yang ditetapkan sebagai objek pajak. Biaya 3M yang dikeluarkan terkait penghasilan yang dikenai pajak final atau penghasilan yang bukan merupakan objek pajak, tidak dapat dibebankan. Jika diketahui nilai biaya secara total, penghitungan biaya 3M yang dapat dibebankan atau tidak, dapat ditetapkan berdasar metode pro rata berdasar proporsi penghasilan

45 Ilustrasi 2.5 - (Deductible Expenses)
PT. Mulia memiliki total penghasilan 600 milyar dan beban yang dapat dikurangkan sebesar 450 milyar. Beban tersebut dikeluarkan untuk memperoleh semua penghasilan yang diterimanya. Dari penghasilan tersebut 100 milyar merupakan penghasilan final. Perusahaan tidak dapat mengindentifikasi secara spesifik beban yang terkait dengan penghasilan final tersebut. Berapakah penghasilan kena pajak perusahaan? Jawab: Penghasilan dikenakan pajak final sebesar 100 milyar dikeluarkan dari perhitungan penghasilan. Beban yang akan menjadi pengurang dari penghasilan yang tidak final sebesar 500/600 x 450 = 375. Penghasilan kena pajak Penghasilan 500 Beban yang boleh dikurangkan 375 Penghasilan kena pajak 125

46 Kompensasi Kerugian Pasal 6 Ayat (2) Kerugian dapat dikompensasikan dengan penghasilan mulai tahun pajak berikutnya, berturut-turut sampai dengan 5 tahun. Atas penanaman modal di bidang – bidang usaha tertentu atau di daerah – daerah tertentu, kompensasi kerugian dapat diberikan hingga paling lama 10 tahun. 22 22

47 Ilustrasi 2.6 (1) - (Kompensasi Kerugian)
CV. Kandawa perusahaan yang didirikan di tahun Pada awal operasinya menghadapi pasang surut usaha. Berikut laba dan rugi fiskal semenjak pertama kali berdiri. Tahun 2006 Rugi Rp ,00 2007 Rugi Rp ,00 2008 Laba Rp ,00 2009 Rugi Rp ,00 2010 Laba Rp ,00 2011 Rugi Rp ,00 Jika perusahaan memperoleh laba senilai Rp ,00 di tahun 2012, berapakah Penghasilan Kena Pajak CV. Kandawa pada tahun 2012?

48 Ilustrasi 2.6 (2) - (Kompensasi Kerugian)
Jawaban : Kompensasi kerugian di 2008 = ,00 (Berasal dari rugi fiskal 2007) Kompensasi kerugian di 2010 = ,00 (Berasal dari rugi fiskal 2007) Kompensasi kerugian di 2012 = Rugi fiskal Rugi fiskal Rugi fiskal 2011 = = Rp ,00 Adapun rugi fiskal 2006 yang belum dikompensasikan, yaitu senilai Rp ,00 ( ), tidak dapat dikompensasikan di 2012, sebab telah melewati batas waktu lima tahun. Penghasilan Kena Pajak di 2012 = = Rp ,00

49 Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) – Rev 2016
Pasal 7 Ayat (1), (2), dan (3) No. Elemen PTKP 1 WP Sendiri Rp ,00 2 Status Kawin Rp ,00 3 Tanggungan, per orang, dengan jumlah maksimal tiga orang tanggungan. 4 PTKP bagi istri yang penghasilannnya digabung. Tanggungan meliputi anggota keluarga sedarah atau semenda dalam garis keturunan lurus (orang tua, mertua, anak kandung, anak tiri), atau anak angkat. Penerapan PTKP ditentukan oleh keadaan pada awal tahun pajak atau awal bagian tahun pajak

50 Penghasilan Wanita Bersuami
Pasal 8 Ayat (1) Penghasilan atau kerugian bagi wanita yang telah kawin dianggap sebagai penghasilan atau kerugian suaminya. Ketentuan di atas berlaku, kecuali jika: Penghasilan tersebut semata – mata berasal dari satu pemberi kerja dan telah dipotong PPh Pasal 21; dan Pekerjaan istri tersebut tidak ada hubungannya dengan usaha atau pekerjaan bebas suami atau anggota keluarga lainnya. 29 29

51 Ilustrasi 2.7 (1) -(PTKP) Karna merupakan seorang pegawai yang bekerja untuk sebuah perusahaan perbankan. Ia telah menikah dan bertempat tinggal di satu kavling apartemen milik sendri. Berikut merupakan susunan anggota keluarga Karna. Nama Tanggal Lahir Status Pekerjaan Dewi 3 Oktober 1962 Istri Ibu Rumah Tangga Darsi 6 Mei 1987 Anak Kandung Mahasiswa S2 Hani 17 Agustus1995 Pelajar Indra 4 Juni 1998 Anak Angkat Guna 15 Meil 2000 Anak Asuh Batara Istri Darsi 1 Juli 1985 Menantu PNS Kunthi 2 Februari 1945 Ibu Kandung - Arya 8 Maret 1950 Paman Pensiunan

52 Ilustrasi 2.7 (2) - (PTKP) Berapakah PTKP atas penghasilan Karna di tahun 2012, jika: Tidak terdapat keterangan tambahan. Dewi bekerja semata – mata sebagai pegawai pemerintah. Dewi memiliki usaha laundry di blok apartemen. Darsi menikah di tanggal 3 Januari 2012? Kunthi masih menerima pembayaran pensiun mendiang suaminya.

53 Ilustrasi 2.7 (3) - (PTKP) Jawaban :
PTKP = WP Sendiri + Status Kawin + 3 Tanggungan = x = Rp ,00 Tanggungan adalah Hani, Indra, dan Kunthi. PTKP tidak berubah sesuai poin (a). PTKP bertambah sebesar Rp ,00 dibanding poin (a) untuk penghasilan istri yang digabungkan. Awal tahun, Darsi masih diakui sebagai tanggungan. Akan tetapi PTKP tidak berubah sesuai poin (a), sebab maksimal tanggungan adalah 3 orang. Kunthi tidak termasuk tanggungan. PTKP berkurang sebesar Rp ,00 dibanding poin (a).

54 Pemisahan Pajak Suami - Istri
Pasal 8 Ayat (2), dan (3) Penghitungan PKP dan pengenaan pajaknya dilakukan sendiri – sendiri. Jika suami – istri hidup berpisah: Jika suami – istri mengadakan perjanjian pemisahan harta dan penghasilan secara tertulis. Penghitungan pajaknya berdasar kepada pembagian prorata atas penghasilan netto suami – istri yang digabung. Jika istri menghendaki memenuhi kewajiban perpajakannya sendiri. 31 31

55 (Penghasilan Suami – Istri)
Ilustrasi 2.8 (1) (Penghasilan Suami – Istri) Permadi seorang notaris yang memiliki kantor sendiri dengan penghasilan netto di tahun 2012 sebesar Rp ,00. Istri Permadi seorang sekretaris yang bekerja di kantor Permadi. Atas asas profesionalitas, Permadi memperlakukan istrinya sebagaimana pegawai lain dengan gaji sebesar Rp ,00 per bulan. Permadi dan istrinya memiliki dua orang anak dan menanggung ayah dan ibunya pensiunan PNS untuk hidup bersama dalam keluarganya. Berapakah pajak penghasilan yang harus dibayar di tahun 2012 oleh Permadi dan istrinya? Bagaimana jika kemudian di tahun 2012 Permadi dan istrinya hidup berpisah dengan penghasilan yang tetap? Bagaimana jika Permadi dan istrinya tinggal bersama namun istrinya menghendaki pemenuhan perpajakannya sendiri?

56 (Penghasilan Suami – Istri)
Ilustrasi 2.8 (2) (Penghasilan Suami – Istri) Jawaban : Penghitungan dilakukan dengan menggabungkan penghasilan Permadi dan istri. Penghasilan istri Permadi tidak bersifat final dan pemotongan PPh 21nya dapat dikreditkan dalam penghitungan SPT akhir tahun

57 (Penghasilan Suami – Istri)
Ilustrasi 2.8 (3) (Penghasilan Suami – Istri) Jawaban : Penghitungan dilakukan secara sendiri – sendiri antara Permadi dan istri (Misalkan diasumsikan bahwa anak – anak tinggal bersama Permadi).

58 (Penghasilan Suami – Istri)
Ilustrasi 2.8 (4) (Penghasilan Suami – Istri) Jawaban : PenghitungandilakukansecaraprorataberdasarkanperbandinganpenghasilannettoantaraPalasaradanistri. PajakditanggungPalasara = 𝑥 = 𝑥 = Rp Pajak ditanggungistri = 𝑥 = 𝑥 = Rp

59 Penghasilan Anak yang belum Dewasa
Pasal 8 Ayat (4) Penghasilan yang diterima atau diperoleh anak yang belum dewasa digabungkan dengan penghasilan orang tuanya. Mekanisme penggabungan berlaku umum tanpa mempertimbangkan dari manapun sumber penghasilan anak tersebut. Batasan usia dan syarat anak yang belum dewasa adalah anak berusia 18 tahun dan belum pernah menikah 22 22

60 Non Deductible Expenses (1)
Pasal 9 Ayat (1) Biaya yang tidak dapat dikurangkan (non deductible) atas penghasilan bruto, meliputi: Pembagian laba dengan nama dan dalam bentuk apapun; Biaya yang dibebankan untuk kepentingan pribadi pemegang saham, sekutu, anggota atau anggota; Pembentukan dana cadangan, kecuali: Cadangan untuk jenis usaha tertentu yang ditetapkan KMK; Cadangan untuk usaha asuransi; Cadangan jaminan sosial dibentuk BPJS; Cadangan penjaminan yang dibentuk LPS; Cadangan biaya reklamasi untuk usaha pertambangan; Cadangan biaya reforestasi untuk usaha kehutanan; Cadangan biaya penutupan dan pemeliharaan tempat limbah industri untuk usaha pengelolaan limbah;

61 Non Deductible Expenses (2)
Pasal 9 Ayat (1) Premi asuransi kesehatan, kecelakaan, jiwa, dwiguna, dan asuransi beasiswa yang dibayar oleh WP orang pribadi; Penggantian/ imbalan atas pekerjaan/jasa yang diberikan dalam bentuk natura dan kenikmatan, kecuali: Penyediaan makanan dan minuman bagi seluruh pegawai ; Diberikan di daerah tertentu atau diberikan berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan sebagaimana ditetapkan KMK; Jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada pemegang saham atau pihak yang mempunyai hubungan istimewa; Harta yang dihibahkan, bantuan, atau sumbangan, selain sumbangan yang ditetapkan sebagai deductible expense serta selain sumbangan keagamaan yang bersifat wajib kepada lembaga yang dibentuk atau disahkan pemerintah; Pajak penghasilan;

62 Non Deductible Expenses (3)
Pasal 9 Ayat (1) Biaya yang dibebankan/ dikeluarkan untuk kepentingan pribadi WP atau orang yang menjadi tanggungan; Gaji anggota persekutuan, firma, atau perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham; Sanksi administrasi dan pidana di bidang perpajakan.

63 Ketentuan Khusus Atas Natura
Natura yang diberikan berkenaan dengan pelaksanaan pekerjaan di daerah tertentu adalah imbalan yang terkait dengan: Tempat tinggal bagi pegawai dan keluarganya. Pelayanan kesehatan. Pendidikan. Peribadatan. Pengangkutan. Olahraga, selain golf, power beating, pacuan kuda, dan terbang layang. Natura yang diberikan akibat keharusan suatu pekerjaan di antaranya dapat berupa seragam bagi petugas pengamanan, atau penginapan bagi kru pelayaran atau penerbangan.

64 Dialektika Pajak: Asas Resiprokalitas
Atas penghasilan – penghasilan yang dikategorikan sebagai bukan objek pajak bagi pihak yang menerima penghasilan bersangkutan, maka pada umumnya biaya – biaya dari pihak yang melakukan pengeluaran terkait penghasilan tersebut, akan ditetapkan sebagai biaya yang tidak dapat dikurangkan (non deductible). Non Deductible Expense Bukan Objek Pajak Pihak Melakukan Pengeluaran Pihak Menerima Penghasilan

65 Penghasilan dan Biaya sesuai Asas Resiprokalitas (1)
Pasal 4 Ayat (3) dan Pasal 9 Ayat (1) Bantuan atau sumbangan, selain sumbangan keagamaan yang bersifat wajib, serta sumbangan bencana alam, litbang, sosial, pendidikan, dan olahraga yang ditetapkan PP. Warisan Imbalan dalam bentuk natura atau kenikmatan, selain yang diberikan oleh bukan WP, WP dikenai pajak final, atau WP menggunakan Norma Penghitungan Khusus.

66 Iuran dana pensiun yang dibayarkan oleh perusahaan.
Penghasilan dan Biaya sesuai Asas Resiprokalitas (2) Pasal 4 Ayat (3) dan Pasal 9 Ayat (1) Premi dan polis asuransi kesehatan, kecelakaan, jiwa, dwiguna, dan beasiswa bagi WP orang pribadi. Iuran dana pensiun yang dibayarkan oleh perusahaan. Bagian laba yang diterima anggota persekutuan yang tidak terdiri atas saham.

67 Pengukuran Aset Pengukuran Aset (Slide 5) 1.

68 Penghitungan Penghasilan Netto
Pasal 14, dan 15 Subjek pajak melakukan pembukuan dan menghitung penghasilan netto berdasar hasil pembukuan. Ketentuan Umum Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto kurang dari Rp ,00 per tahun dan memberitahukan kepada Dirjen Pajak di 3 bulan pertama periode pajak. Subjek pajak melakukan pencatatan dan menghitung penghasilan netto berdasar persentase Norma Penghitungan Penghasilan Netto (NPPN). Wajib Pajak yang tidak dapat dihitung penghasilan nettonya berdasar ketentuan Pasal 16 Ayat (1) dan (3) Subjek pajak melakukan pembukuan dan menghitung penghasilan netto berdasar persentase Norma Penghitungan Khusus. 31 31

69 Penerapan NPPN di Luar Ketentuan
Pasal 14 Ayat (5) WP wajib pembukuan atau pencatatan namun tidak bersedia memperlihatkan pencatatan atau bukti pendukungnya. Peredaran bruto ditentukan berdasar cara yang ditetapkan PMK dan penghasilan netto dihitung berdasar NPPN. WP tidak atau tidak sepenuhnya menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan. 31 31

70 Norma Penghitungan Khusus
Peraturan Pelaksana Norma Penghitungan Khusus Perusahaan pengeboran minyak dan gas bumi. KMK No. 628/ KMK.04/ 1991 Kantor perwakilan dagang WP luar negeri. KMK No. 433/ KMK.04/ 1994 Perusahaan berinvestasi dengan pola Bangun, Guna, Serah (BOT). KMK No. 248/ KMK.04/ 1995 Perusahaan pelayaran dalam negeri. KMK No. 416/ KMK.04/ 1996 Perusahaan pelayaran dan/ atau penerbangan luar negeri. KMK No. 417/ KMK.04/ 1996 Perusahaan penerbangan dalam negeri. KMK No. 475/ KMK.04/ 1996 Perusahaan maklon mainan anak – anak. KMK No. 543/ KMK.03/ 2002 15 15

71 Ilustrasi 2.9 (1) - (NPPN) Sasrabahu pengusaha perseorangan yang merintis usaha di bidang perhotelan. Berhubung belum memiliki sumber daya memadai untuk menjalankan fungsi akuntansi, Sasrabahu mengajukan pemberitahuan kepada Dirjen Pajak untuk menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Netto (NPPN) terkait kewajiban perpajakannya. Mengacu kepada ketentuan Keputusan Dirjen Pajak No. KEP/ 536/ Pj./ 2000, usaha Sasrabahu tergolong ke dalam industri berkode dengan besaran norma 25% jika berkedudukan di ibukota provinsi, 20% untuk kota provinsi lainnya, dan 20% untuk daerah lain. Hotel Sasrabahu memiliki 25 kamar berkelas Deluxe dengan tarif per malam Rp ,00 dan okupansi rata – rata harian 90%; 10 kamar berkelas Luxury dengan tarif per malam Rp ,00 dan okupansi rata – rata harian 85%; serta 5 kamar berkelas Royal dengan tarif per malam Rp ,00 dan okupansi rata – rata harian 80%. Berapakah besaran penghasilan netto hotel Sasrabahu untuk satu tahun berjalan, jika hotel tersebut terletak di ibukota provinsi?

72 Ilustrasi 2.9 (2) (NPPN) Jawaban : Penghasilan bruto
= (25 x 90% x x 85% x x 80% x ) x 365 = ( ) x 365 = x 365 = Rp ,00 Penghasilan netto = Penghasilan bruto x Norma = x 25% = Rp ,0 Penghasilan netto tersebut diperlakukan sebagai Penghasilan Kena Pajak yang menjadi acuan pengenaan pajak penghasilan.

73 Landasan Hukum: Pasal 16 s/ d Pasal 19 UU Pajak Penghasilan
Cara Menghitung Pajak Landasan Hukum: Pasal 16 s/ d Pasal 19 UU Pajak Penghasilan

74 Penghitungan Penghasilan Kena Pajak
Pasal 16 Wajib pajak orang pribadi dalam negeri. Penghasilan, dikurangi biaya yang dapat dikurangkan, dikurangi PTKP. Penghasilan, dikurangi biaya yang dapat dikurangkan, dikurangi kompensasi kerugian. Wajib pajak badan dalam negeri, serta WP BUT. Penghasilan dikalikan dengan NPPN, dikurangi PTKP untuk WP orang pribadi. Wajib Pajak yang menggunakan NPPN. Wajib Pajak yang terutang pajak dalam bagian tahun pajak. Penghasilan netto disetahunkan 31 31

75 (Simulasi Penghitungan PKP)
Ilustrasi 2.10 (Simulasi Penghitungan PKP) 58 59

76 (Simulasi Penghitungan PKP BUT)
Ilustrasi 2.11 (Simulasi Penghitungan PKP BUT) 58 59

77 Lapisan Penghasilan Kena Pajak
Tarif Pajak Pasal 17 Ayat (1) No. Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif Pajak 1 0 s/d Rp ,00 5% 2 Di atas Rp ,00 s/d Rp ,00 15% 3 Di atas Rp ,00 s/d Rp ,00 25% 4 Di atas Rp ,00 30% Tarif pajak progresif berlaku bagi WP orang pribadi. Tarif pajak bagi WP badan adalah 28% untuk penghasilan sebelum tahun 2010 dan 25% untuk penghasilan setelah tahun 2010.

78 Ketentuan Khusus Atas Tarif Pajak
Tarifpajaktertinggidapatditurunkanmenjadi 25%, diaturdengan PP. Tarifbagi WP badandapatberlaku 5% lebihrendah, jikamemenuhipersyaratan minimal 40% sahamnyadiperdagangkan di bursa efek di Indonesia danpersyaratanlain sesuaiketentuan PP. NilaiPenghasilanKenaPajakdibulatkankebawahmenujuribuanterdekat. Bagianpajakterutangbagi WP yang terutangdalambagiantahunpajakadalah: 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ ℎ𝑎𝑟𝑖 360 𝑥 𝐵𝑒𝑏𝑎𝑛 𝑝𝑎𝑗𝑎𝑘 𝑠𝑎𝑡𝑢 𝑡𝑎ℎ𝑢𝑛 Ataskurunwaktusatubulanpenuhdiasumsikansetaradengan 30 hari.

79 (Simulasi Penghitungan Pajak Terutang)
Ilustrasi 2.12 (Simulasi Penghitungan Pajak Terutang) 58 59

80 Perbandingan Utang dan Modal; Serta Saat Diperolehnya Dividen
Pasal 18 Ayat (1), dn (2) Menkeu berwenang menetapkan: Besarnya perbandingan antara utang dan modal untuk keperluan penghitungan pajak Saat diperolehnya dividen oleh WP DN atas penyertaan modal pada badan usaha di luar negeri yang tidak menjual sahamnya di bursa efek. Syarat: Besarnya penyertaan modal WP DN, secara sendiri atau bersama – sama dengan WP DN lain, paling rendah 50 % dari jumlah saham yang disetor. 62 63

81 Pengertian Hubungan Istimewa
Pasal 18 Ayat (4) Hubungan penyertaan modal langsung atau tidak langsung paling rendah 25 % oleh satu WP pada satu atau lebih WP lain; termasuk hubungan antar WP yang modalnya menjadi objek penyertaan. Hubungan penguasaan satu WP pada satu atau lebih WP lain; termasuk hubungan antar WP yang dikuasai. Hubungan keluarga sedarah semenda dalam garis keturunan lurus dan/ atau ke samping satu derajat.

82 Ketentuan Khusus Atas Hubungan Istimewa
Pasal 18 Ayat (3), dan (3a) Dirjen Pajak berwenang menentukan kembali besarnya penghasilan dan pengurangan penghasilan, serta menentukan utang sebagai modal untuk menghitung PKP atas pihak yang memiliki hubungan istimewa. Dirjen Pajak berwenang melakukan perjanjian dengan wajib pajak dan bekerjasama dengan pihak otoritas pajak negara lain untuk menentukan harga harga transaksi antara pihak – pihak yang mempunyai hubungan istimewa.

83 Ilustrasi 2.13 (1) (Hubungan Istimewa)
Sebagian perusahaan farmasi di Indonesia membentuk suatu aliansi operasi yang bertujuan mempermudah proses pelaksanaan riset dan pengembangan bersama. Berikut merupakan profil perusahaan yang terdaftar sebagai anggota aliansi. Perusahaan apa sajakah yang dapat disebut memiliki hubungan istimewa? No. Nama Direktur Utama Pemegang Saham 1. PT. CIS Sarpakenaka 100% Publik 2. PT. PBA Adirata 35% PT. CIS, 15% PT. KNA, 50% Publik 3. PT. KNA 30% PT. CIS, 70% Publik 4. PT. PRE Barbarika 80% PT. PBA, 5% PT. HTE, 15% Publik 5. PT. HTE Durna 15% PT. KNA, 85% Publik. Seluruh obat diproduksi atas lisensi yang dimiliki PT. PBA.

84 Ilustrasi 2.13 (2) (Hubungan Istimewa) Jawaban : Hubungan istimewa yang terbentuk oleh kelima perusahaan meliputi: Hubungan PT. CIS ke PT. PBA, akibat kepemilikan langsung di atas 25% (35%). Hubungan PT. PBA ke PT. PRE, akibat kepemilikan langsung di atas 25% (80%). Hubungan PT. CIS ke PT. PRE, akibat kepemilikan tidak langsung di atas 25% (28% melalui PT. PBA). Hubungan PT. CIS ke PT. KNA, akibat kepemilikan langsung di atas 25% (30%), serta akibat kesamaan pemangku jabatan Direktur Utama. Hubungan PT. KNA ke PT. PBA, akibat sama – sama merupakan objek penyertaan modal PT. CIS dengan kepemilikan di atas 25%. Hubungan PT. KNA ke PT. PRE, akibat sama – sama merupakan objek penyertaan modal PT. CIS dengan kepemilikan di atas 25%. Hubungan PT. PBA ke PT. HTE, akibat penguasaan dalam bentuk dominansi penggunaan lisensi produksi.

85 Landasan Hukum: Pasal 20 s/ d Pasal 29 UU Pajak Penghasilan
Pelunasan Pajak Landasan Hukum: Pasal 20 s/ d Pasal 29 UU Pajak Penghasilan

86 Cara Pelunasan Pajak Pajak tahun berjalan dapat dilunasi melalui
Pasal 20 Pajak tahun berjalan dapat dilunasi melalui Pembayaran oleh wajib pajak sendiri. (PPh Pasal 25) Pemotongan atau pemungutan oleh pihak lain. (PPh Pasal 21, 22, 23, 24, 26) Merupakan pelunasan pajak yang boleh dikreditkan terhadap PPh yang terutang untuk tahun pajak berjalan, kecuali untuk pembayaran PPh yang bersifat final. 62 63

87 Hyperlink 1. 2. PPh Pasal 21 dan 26 (Slide 3A)
PPh Pasal 22, 23, 24, 26, dan Final (Slide 3B) 2.

88 Kredit Pajak WP dalam Negeri dan BUT
Pasal 28 Ayat (1), dan (2) Kredit PPh 21 Pemotongan PPh dari pekerjaan, jasa atau kegiatan. Kredit PPh 22 Pemungutan PPh dari kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha di bidang lain. Kredit PPh 23 Pemotongan PPh dari dividen, bunga, royalti, sewa, hadiah dan penghargaan. Kredit PPh 24 Pajak yang atas penghasilan dari luar negeri yang boleh dikreditkan. Kredit PPh 25 Pembayaran yang dilakukan oleh wajib pajak sendiri. Kredit PPh 26 Ayat (5) Pemotongan pajak atas penghasilan WP LN yang beralih menjadi WP DN. Sanksi administrasi berupa bunga, denda dan kenaikan, serta sanksi pidana berupa denda tidak boleh dikreditkan. 15 15

89 (Simulasi Penghitungan Kredit Pajak)
Ilustrasi 2.14 (Simulasi Penghitungan Kredit Pajak) 58 59

90 Pajak Kurang (Lebih) Bayar
Pasal 28A, dan 29 Status pajak terutang di akhir tahun dapat berupa: Pajak kurang bayar. Ketika beban pajak terutang melebihi total kredit pajak. Pajak lebih bayar. Ketika beban pajak terutang kurang dari total kredit pajak. Wajib dilunasi selambat – lambatnya tanggal 25 bulan ketiga setelah tahun pajak berakhir, sebelum SPT tahunan disampaikan. Akan dikembalikan/ direstitusikan, setelah dilakukan pemeriksaan serta diperhitungkan dengan sanksi dan kewajiban pajak lain. 62 63

91 Landasan Hukum: Pasal 31A s/ d Pasal 31E UU Pajak Penghasilan
Fasilitas Perpajakan Landasan Hukum: Pasal 31A s/ d Pasal 31E UU Pajak Penghasilan

92 Berdasar penetapan PP dapat memperoleh fasilitas berupa:
Fasilitas Perpajakan Pasal 31A Wajib pajak yang melakukan penanaman modal di bidang – bidang usaha tertentu. Berdasar penetapan PP dapat memperoleh fasilitas berupa: Pengurangan penghasilan paling tinggi 30% dari jumlah penanaman modal yang dilakukan. Penyusutan dan amortisasi yang dipercepat (tarif dua kali lebih tinggi). Kompensasi kerugian yang lebih lama, tetapi tidak lebih dari 10 tahun. Pengenaaan PPh dengan tarif 10% atas dividen yang diterima subjek pajak luar negeri, kecuali ditetapkan lebih rendah oleh P3B. Wajib pajak yang melakukan penanaman modal di daerah – daerah tertentu. 31 31

93 Ketentuan Khusus Atas Fasilitas Perpajakan
PP No. 52 Tahun 2011 Fasilitas dalam bentuk pengurangan penghasilan sebesar 30% dari penanaman modal diberikan secara bertahap dalam jangka 6 tahun, dengan besaran pengurangan 5% dari penaman modal di setiap tahunnya. Fasilitas dalam bentuk perpanjangan masa kompensasi kerugian diberikan jika kegiatan memenuhi persyaratan berikut: Penanaman modal dilakukan di kawasan industri dan kawasan berikat. Mempekerjakan minimal 500 tenaga kerja Indonesia selama 5 tahun berturut - turut. Penanaman modal memerlukan investasi untuk infrastruktur ekonomi dan sosial minimal Rp ,00. Mengeluarkan biaya litbang di dalam negeri minimal 5% dari investasi dalam jangka 5 tahun. Menggunakan minimal 70% bahan baku atau komponen produksi dalam negeri sejak tahun ke – 4. Untuk setiap satu persyaratan yang dipenuhi, perusahaan berhak atas satu tahun perpanjangan masa kompensasi.

94 Perimbangan Penerimaan Pajak
Pasal 31C Penerimaan atas PPh orang pribadi dan PPh 21 yang dipotong oleh pemberi kerja. 80% Untuk Pemerintah Pusat 20% Untuk Pemerintah Daerah 4 4

95 Fasilitas Perpajakan Pasal 31E Memperoleh pengurangan tarif sebesar 50% dari tarif Pasal 17 (tarif flat 25%). untuk bagian Penghasilan Kena Pajak dari Wajib pajak badan yang memiliki nilai peredaran bruto kurang dari Rp ,00 Berlaku untuk bagian Penghasilan Kena Pajak dari bagian penghasilan bruto sampai dengan Rp ,00. 31 31

96 (Fasilitas Perpajakan)
Ilustrasi Tambahan (Fasilitas Perpajakan) PT. Mulia memiliki total penjualan 24 milyar, beban yang boleh dikurangan sebesar 20 milyar. Pengaslan kena pajak = 24 milar – 20 milyar = 4 milyar Porsi penghasilan yang mendapat fasilitas 4,8/24 = 20% Penghasilan yang mendapat fasilitas 4 millyar x 20% = 800juta Total pajak = (8000juta x 25% x50%) + (3.,2 milyar x 25%) = = 900juta

97 (Fasilitas Perpajakan)
Ilustrasi 2.15 (1) (Fasilitas Perpajakan) CV. Mandaraka perusahan yang bergerak di bidang pengalengan ikan dan melakukan kegiatan ekspor. Sepanjang tahun 2010, CV. Mandaraka mencatatkan penghasilan bruto senilai Rp ,00 dan mencatatkan nilai biaya yang dapat dikurangkan sesuai ketentuan perpajakan sebesar Rp ,00. Berapakah nilai pajak terutang oleh CV. Mandaraka di tahun 2010? Bagaimana jika di tahun 2011 perusahaan memperoleh penghasilan bruto yang tetap namun mencatatkan biaya Rp ,00 lebih tinggi? Bagaimana jika di tahun 2012 perusahaan mencatatkan biaya yang serupa dengan tahun 2010, namun dapat memperoleh tambahan peredaran bruto senilai Rp ,00?

98 (Fasilitas Perpajakan)
Ilustrasi 2.15 (2) (Fasilitas Perpajakan) Jawaban: CV. Mandaraka memperoleh fasilitas pengurangan tarif, sebab memiliki nilai peredaran bruto kurang dari Rp ,00. Bagian PKP yang memperoleh pengurangan tarif = 𝑥 ( − ) = 10% x = Beban pajak terutang tahun 2010 = 50% x 25% x % x ( – ) = = Rp ,00

99 (Fasilitas Perpajakan)
Ilustrasi 2.15 (3) (Fasilitas Perpajakan) Jawaban: CV. Mandaraka memperoleh fasilitas pengurangan tarif, sebab memiliki nilai peredaran bruto kurang dari Rp ,00. Bagian PKP yang memperoleh pengurangan tarif = 𝑥 ( − ) = 10% x = Beban pajak terutang tahun 2011 = 50% x 25% x % x ( – ) = = Rp ,00

100 (Fasilitas Perpajakan)
Ilustrasi 2.15 (4) (Fasilitas Perpajakan) Jawaban : Peredaran bruto 2012 = = Rp ,00 CV. Mandaraka tidak memperoleh fasilitas pengurangan tarif, sebab memiliki nilai peredaran bruto lebih dari Rp ,00. Beban pajak terutang = 25% x ( – ) = 25% x = Rp ,00

101 PPN & PPnBM

102 Agenda 1. 2. 3. 4. Konsep Umum PPN PKP dan DPP Administrasi PPN
Diskusi kasus 4.

103 PPN adalah Pajak atas Konsumsi Barang atau jasa
Pengertian Umum PPN adalah Pajak atas Konsumsi Barang atau jasa Di Dalam Daerah Pabean OLEH Orang Pribadi Badan

104 Indirect Substraction Method
Karakteristik PPN Pajak Obyektif Pajak Tidak Langsung Indirect Substraction Method KARAKTERISTIK Non kumulatif Multi stage Konsumsi Dalam Negeri Consumption type VAT

105 CIRI PPN Pengenaan PPN dilaksanakan Sistem FAKTUR
Setiap terjadinya Penyerahan BKP/JKP, wajib dibuatkan Faktur Pajak Faktur Pajak Perupakan Bukti Pungutan PPN Faktur Pajak Bagi Penjual merupakan bukti PAJAK KELUARAN Faktur Pajak Bagi Pembeli merupakan bukti PAJAK KELUARAN

106 OBYEK PPN Impor BKP Penyerahan BKP Penyerahan JKP OBYEK PPN Pemanfaatan BKP di daerah pabean Pemanfaatan JKP Ekspor JKP Ekspor BKP berwujud Ekspor BKP tidak berwujud Dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak

107 Objek Pajak Pertambahan Nilai
Penyerahan Barang Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh pengusaha; Impor Barang Kena Pajak; Penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh pengusaha; Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean; Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean;

108 Objek Pajak Pertambahan Nilai
Ekspor Barang Kena Pajak Berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak Ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak; Ekspor Jasa Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak.

109 Tempat tertentu di zona Ekonomi Eksklusif
Daerah Pabean Wilayah RI yand didalamnya berlaku ketentuan Kepabeanan (UU No 10/1995) Darat 1 Ruang udara di atasnya dan 2 Perairan Tempat tertentu di zona Ekonomi Eksklusif 3 Landas Kontinen 4

110 BARANG TIDAK BERGERAKLandas Kontinen
BARANG ADALAH BARANG BERWUJUD BARANG TIDAK BERWUJUD BARANG BERGERAK CONTOH : • HAK ATAS MEREK DAGANG • HAK PATEN • HAK CIPTA BARANG TIDAK BERGERAKLandas Kontinen

111 PENYERAHAN BARANG KENA PAJAK (BKP)
PENYERAHAN BARANG KENA PAJAK ADALAH :SETIAP KEGIATAN PENYERAHAN BARANG KENA PAJAK YANG DIKENAKAN PAJAKBERDASARKAN UU PPN

112 Penyerahan Barang Kena Pajak
Penyerahan hak atas Barang Kena Pajak karena suatu perjanjian Pengalihan BKP karena perjanjian sewa beli dan leasing Pengalihan BKP kepada pedagang perantara atau melalui juru lelang Pemakaian sendiri dan/atau pemberian Cuma-Cuma PT. A perusahaan penghasil topi. Dalam rangka ulang tahun memberikan kepada seluruh karyawan dan keluarganya topi hasil produksi perusahaan sebanyak unit. Harga jual topi 100ribu, harga pokok produksi 60ribu. PT. C perusahaan penghasil susu formula. Dalam rangka kegiatan CSR perusahaan, memberikan kepada rumah yatim susu formula sebanyak 5.000pack. Harga jual per pack 60ribu, harga pokok 40ribu.

113 Penyerahan Barang Kena Pajak
Barang Kena Pajak berupa persediaan dan/atau aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan, yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan Penyerahan BKP dari pusat ke cabang atau sebaliknya dan penyerahan antar cabang Penyerahan BKP secara konsinyasi

114 Penyerahan - Perjanjian
Penyerahan Barang Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak dalam rangka perjanjian pembiayaan yang dilakukan berdasarkan prinsip syariah, yang penyerahannya dianggap langsung dari Pengusaha Kena Pajak kepada pihak yang membutuhkan Barang Kena Pajak

115 Pemakaian untuk Tujuan Produktif
Pemakaian Barang Kena Pajak dan atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak untuk tujuan produktif belum merupakan penyerahan Barang Kena Pajak dan Jasa Kena Pajak sehingga tidak terutang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.

116 Bukan Penyerahan Barang Kena Pajak
Penyerahan Barang Kena Pajak kepada makelar sebagaimana dimaksud dalam Kitab Undang- Undang Hukum Dagang Penyerahan Barang Kena Pajak untuk jaminan utang-piutang; Penyerahan Barang Kena Pajak dari pusat ke cabang atau antar cabang dalam hal Pengusaha Kena Pajak melakukan pemusatan tempat pajak terutang;

117 Bukan Penyerahan Barang Kena Pajak
Pengalihan Barang Kena Pajak dalam rangka penggabungan,peleburan,pemekaran, pemecahan, dan pengambilalihan usaha dengan syarat pihak yang melakukan pengalihan dan yang menerima pengalihan adalah Pengusaha Kena Pajak; Barang Kena Pajak berupa aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan, yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan, dan yang Pajak Masukan atas perolehannya tidak dapat dikreditkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (8) huruf b dan huruf c.

118 TERSEDIA UNTUK DIPAKAI
JASA SETIAP KEGIATAN PELAYANAN BERDASARKAN SUATU PERIKATAN/PERBUATAN HUKUM ,YANG MENYEBABKAN SUATU BARANG FASILITAS KEMUDAHAN HAK TERSEDIA UNTUK DIPAKAI TERMASUK JASA YG DILAKUKAN UNTUK MENGHASILKAN BARANG KARENA PESANAN ATAU PERMINTAANDGN BAHAN & ATAS PETUNJUK DARI PEMESANTERMASUK

119 YANG DIKENAKAN PAJAK BERDASARKAN UU PPN
JASA KENA PAJAK (JKP) SETIAP KEGIATAN PELAYANAN BERDASARKAN SUATUPERIKATAN /PERBUATAN HUKUM YG MENYEBABKANSUATU BARANG /FASILITAS/KEMUDAHAN /HAK TERSEDIAUNTUK DIPAKAI TERMASUK JASA YG DILAKUKAN UNTUK MENGHASILKAN BARANGKARENA PESANAN ATAU PERMINTAAN DGN BAHAN DAN/ATAU PETUNJUK DARI PEMESAN YANG DIKENAKAN PAJAK BERDASARKAN UU PPN

120 SETIAP KEGIATAN PEMBERIAN JASA KENA PAJAK
JASA KENA PAJAK (JKP) SETIAP KEGIATAN PEMBERIAN JASA KENA PAJAK TERMASUK PEMAKAIAN SENDIRI JKP PEMBERIAN CUMA-CUMA OLEH PKP

121 PEMANFAATAN JKP DAN BKP
PEMANFAATAN JKP DAN BKP TIDAK BERWUJUD DARI LUAR DAERAH PABEAN SETIAP KEGIATAN PEMANFAATAN JKP DARI LUAR DAERAH PABEAN DI DALAM DAERAH PABEAN SETIAP KEGIATAN PEMANFAATAN BKP TIDAK BERWUJUD DARI LUAR DAERAH PABEAN KARENA SUATU PERJANJIAN DI DALAM DAERAH PABEAN.

122 IMPORT, EXPOR DAN PERDAGANGAN
ADALAH SETIAP KEGIATAN MEMASUKKAN BARANG DARI LUAR DAERAH PABEAN KE DLM DAERAH PABEAN IMPOR ADALAH SETIAP KEGIATAN MEMASUKKAN BARANG DARI LUAR DAERAH PABEAN KE DLM DAERAH PABEAN EXPOR ADALAH SETIAP KEGIATAN MEMASUKKAN BARANG DARI LUAR DAERAH PABEAN KE DLM DAERAH PABEAN PERDAGANGAN

123 Non Barang Kena Pajak Barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil langsung dari sumbernya; Barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak Makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan, warung, dan sejenisnya, meliputi makanan dan minuman baik yang dikonsumsi di tempat maupun tidak, termasuk makanan dan minuman yang diserahkan oleh usaha jasa boga atau katering; Emas batangan, dan surat berharga.

124 Non Jasa Kena Pajak Jasa di bidang pelayanan kesehatan medik;
Jasa di bidang pelayanan sosial; Jasa di bidang pengiriman surat dengan perangko; Jasa keuangan Jasa asuransi Jasa di bidang keagamaan; Jasa di bidang pendidikan; Jasa kesenian dan hiburan

125 Non Jasa Kena Pajak jasa angkutan umum di darat dan di air serta jasa angkutan udara dalam negeri yang menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari jasa angkutan udara luar negeri; jasa tenaga kerja; jasa perhotelan; jasa yang disediakan oleh pemerintah dalam rangka menjalankan pemerintahan secara umum; jasa penyediaan tempat parkir; jasa telepon umum dengan menggunakan uang logam jasa pengiriman uang dengan wesel pos; dan jasa boga atau katering

126 BADAN SEKUMPULAN ORANG DAN ATAU MODAL YANG MERUPAKAN KESATUAN BAIK YANG MELAKUKAN USAHA MAUPUN YANG TIDAK MELAKUKAN USAHA MELIPUTI : PERSEROAN TERBATAS; PERSEROAN KOMANDITER; PERSEROAN LAINNYA; BUMN / BUMD; FIRMA, KONGSI; KOPERASI; DANA PENSIUN; PERSEKUTUAN; PERKUMPULAN; YAYASAN; ORGANISASI MASSA; ORGANISASI SOSPOL DAN SEJENISNYA; LEMBAGA; BUT DAN BENTUK BADAN LAINNYA.

127 DALAM KEGIATAN USAHA ATAU PEKERJAANNYA
PENGUSAHA ORANG PRIBADI BADAN DALAM KEGIATAN USAHA ATAU PEKERJAANNYA MENGHASILKAN BARANG; MENGIMPOR BARANG; MENGEKSPOR BARANG; MELAKUKAN USAHA PERDAGANGAN; MELAKUKAN USAHA JASA;- MEMANFAATKAN BARANG TIDAK BERWUJUD / JASA DARI LUAR DAERAH PABEAN.

128 PENGUSAHA KENA PAJAK (PKP)
YANG MELAKUKAN PENYERAHAN BPK/JKP YANG DIKENAKAN PAJAK BERDASARKAN UU PPN TIDAK TERMASUK PENGUSAHA KECIL, KECUALIPENGUSAHA KECIL YANG MEMILIH UNTUK DIKUKUHKAN SEBAGAI PKP

129 Pengusaha Kena Pajak Pengusaha yang melakukan penyerahan BKP wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, dan wajib memungut, menyetor, dan melaporkan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah yang terutang. Pengusaha Kecil yang memilih untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak

130 MENGHASILKAN 1 2 3 MENJADI BARANG BARU
KEGIATAN MENGOLAH MELALUI PROSES MENGUBAH BENTUK ATAU SIFAT SUATU BARANG DARI BENTUK ASLINYA MENJADI BARANG BARU 1 MENJADI DAYA GUNA BARU 2 KEGIATAN MENGOLAH SUMBER DAYA ALAM MENYURUH ORANG PRIBADI ATAU BADAN MELAKUKAN KEGIATAN TERSEBUT PADA HURUF 1 DAN 2 DI ATAS 3

131 DASAR PENGENAAN PAJAK (DPP)
HARGA JUAL PENGGANTIAN YANG DIPAKAI SEBAGAI DASAR UNTUK MENGHITUNG PAJAK YANG TERUTANG NILAI IMPOR NILAI EKSPOR NILAI LAIN YANG DITETAPKAN MENKEU

132 HARGA JUAL NILAI BERUPA UANG KARENA PENYERAHAN BPKP
TERMASUK SEMUA BIAYA YANG DIMINTA ATAU SEHARUSNYA DIMINTA OLEH PENJUAL KARENA PENYERAHAN BPKP TIDAK TERMASUK PPN YANG DIPUNGUT MENURUT UU PPN& POTONGAN HARGA YG DICANTUMKAN DALAM FAKTUR PAJAK

133 SEMUA BIAYA YG DIMINTA ATAU SEHARUSNYA DIMINTA OLEH PEMBERI JASA
PENGGANTIAN NILAI BERUPA UANG TERMASUK SEMUA BIAYA YG DIMINTA ATAU SEHARUSNYA DIMINTA OLEH PEMBERI JASA KARENA PENYERAHAN JKP TIDAK TERMASUK PPN YANG DIPUNGUT MENURUT UU PPN& POTONGAN HARGA YG DICANTUMKAN DLMFAKTUR PAJAK

134 PAJAK YANG DIPUNGUT MENURUT UU
NILAI IMPOR NILAI BERUPA UANG YANG MENJADI DASAR PENGHITUNGANBEA MASUK DITAMBAH PUNGUTAN LAINNYA YG DIKENAKAN PAJAKBERDASARKANKETENTUAN DLM PERUNDANG-UNDANGANKEPABEANAN UNTUK IMPOR BPKB TIDAK TERMASUK PAJAK YANG DIPUNGUT MENURUT UU

135 HARGA JUAL Nilai berupa uang
Termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh penjual Barang Kena Pajak. Tidak termasuk PPN dan potongan harga yang tercantum dalam faktur pajak. Yang termasuk dalam pengertian biaya yang merupakan unsur harga jual, antara lain : pengangkutan, asuransi, bantuan teknik, pemeliharaan, dan garansi.

136 PENGGANTIAN Nilai berupa uang
Termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh pengusaha karena penyerahan Jasa Kena Pajak, ekspor Jasa Kena Pajak, atau ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud. Tidak termasuk PPN dan potongan harga yang tercantum dalam faktur pajak.

137 NILAI IMPOR Nilai berupa uang yang menjadi Dasar penghitungan bea masuk Ditambah pungutan yang dikenakan sesuai Undang-Undang Pabean. Tidak termasuk PPN/PPn BM. Nilai Impor = Harga Impor (CIF) + Bea Masuk PPN = 10% x Nilai Impor

138 NILAI EKSPOR Nilai berupa uang Termasuk biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh eksportir, yaitu, nilai yang tercantum dalam dokumen PEB (Pemberitahuan Ekspor Barang yang telah difiat muat oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai). PPN Ekspor = 0% x Nilai Ekspor

139 DPP Nilai Lain Jenis-jenis nilai lain :
Harga jual atau penggantian setelah dikurangi laba kotor  Perkiraan harga jual rata-rata Harga pasar wajar Persentase tertentu dari harga jual, tagihan atau imbalan-Harga faktual yang dianggap wajar 

140 DPP Nilai Lain Pemakaian Sendiri : DPP = Harga Pokok Penjualan (Harga jual atau Penggantian dikurangi laba bruto) PPN = 10% X Harga Pokok Penjualan. Pemberian Cuma-Cuma : DPP = Harga Pokok Penjualan (Harga Jual atau Penggantian dikurangi laba bruto) PPN = 10% X Harga Pokok Penjualan

141 DPP Nilai Lain Penyerahan BKP dan/atau JKP dari pusat ke cabang atau sebaliknya dan penyerahan BKP dan/atau JKP antar cabang DPP = Harga Jual atau penggantian dikurangi laba kotor PPN = 10% x Harga Jual atau penggantian dikurangi laba kotor

142 DPP atas Transaksi dengan Valuta Asing
Apabila harga jual atau penggantian menggunakan valuta asing, Dasar Pengenaan Pajak-nya dihitung dengan : Nilai konversi menurut Keputusan Menteri Keuangan (Kurs KMK) yang berlaku pada saat pembuatan Faktur Pajak (per tanggal Faktur Pajak). Dalam hal penyerahan kepada Pemungut PPN (WAPU), menggunakan nilai konversi menurut KMK yang berlaku pada saat pembayaran atas harga jual BKP/JKP yang bersangkutan (Lihat ; Pemungut PPN) Kurs menurut KMK tersebut di atas diumumkan secara periodik (setiap pekan sekali) yang berlaku untuk masa satu pekan

143 DPP atas penyerahan BKP yang tergolong mewah
Penyerahan BKP yang Tergolong Mewah yang dilakukan oleh PKP yang menghasilkan BKP yang Tergolong Mewah atau atas impor Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah, Dasar Pengenaan Pajak tidak termasuk PPN dan PPnBM Penyerahan BKP yang Tergolong Mewah yang dilakukan oleh PKP selain Pengusaha yang menghasilkan Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah atau impor, Dasar Pengenaan Pajak termasuk Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang dikenakan atas perolehan atau atas impor Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah tersebut.

144 Tarif PPN Sebesar 10% Kecuali untuk ekspor yang dikenakan tarif 0%
ekspor Barang Kena Pajak Berwujud; ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud; dan ekspor Jasa Kena Pajak.

145 Badan Usaha Milik Negara dan Milik Daerah
Jenis Pemungut PPN Sejak tanggal 1 Januari 2004, Pemungut PPN (Pembeli Khusus) terdiri dari (563/KMK.03/2003) : Bendaharawan Pemerintah baik Pusat maupun Daerah, yang dananya dari APBN/APBD. Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara Badan Usaha Milik Negara dan Milik Daerah

146 Pemungut PPN PPN yang terutang atas transaksi penyerahan BKP/JKP dipungut oleh PKP Penjual. Pembeli BKP/JKP wajib membayar kepada PKP Penjual sebesar harga jual ditambah PPN (10%). Apabila pembeli BKP/JKP tersebut berstatus Pemungut PPN (Pembeli Khusus), PPN yang terutang atas transaksi penyerahan BKP/JKP tidak dipungut oleh PKP Penjual, melainkan disetor langsung ke kas negara oleh Pemungut PPN tersebut. Pemungut PPN hanya membayar kepada PKP Penjual sebesar harga jual, sedangkan PPN-nya (10%) disetor langsung ke kas negara.

147 Jenis Pemungut PPN Dalam hal harga jual atau penggantian telah termasuk PPN, maka PPN yang terutang atas penyerahan BKP/JKP tersebut dihitung dengan formula : 10/110 x harga jual atau penggantian.

148 Faktur Pajak Faktur Pajak adalah bukti pungutan pajak yang dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak atas penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak.

149 FAKTUR PAJAK STANDAR Faktur Pajak yang paling sedikit memuat keterangan tentang : Nama, alamat, Nomor Pokok Wajib Pajak yang menyerahkan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak; Nama, alamat, Nomor Pokok Wajib Pajak Pembeli Barang Kena Pajak atau Penerima JasaKena Pajak; Jenis barang atau jasa, jumlah Harga Jual atau Penggantian, dan potongan harga; Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut; Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang dipungut; Kode, Nomor Seri, dan tanggal pembuatan Faktur Pajak; dan Nama, dan tanda tangan yang berhak menandatangani Faktur Pajak;

150 Terutangnya pajak terjadi pada saat:
SAAT TERUTANG PAJAK Terutangnya pajak terjadi pada saat: penyerahan Barang Kena Pajak; impor Barang Kena Pajak; penyerahan Jasa Kena Pajak; pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujuddari luar Daerah Pabean; pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean; ekspor Barang Kena Pajak Berwujud; ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud; atau ekspor ... ekspor Jasa Kena Pajak.

151 SAAT TERUTANG PAJAK Dalam hal pembayaran diterima sebelum penyerahan Barang Kena Pajak atau sebelum penyerahan Jasa Kena Pajak atau dalam hal pembayaran dilakukan sebelum dimulainya pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud atau Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean, saat terutangnya pajak adalah pada saat pembayaran. Direktur Jenderal Pajak dapat menetapkan saat lain sebagai saat terutangnya pajak dalam hal saat terutangnya pajak sukar ditetapkan atau terjadi perubahan ketentuan yang dapat menimbulkan ketidakadilan.

152 SAAT PEMBUATAN FAKTUR PAJAK STANDAR
YAITU SELAMBAT-LAMBATNYA : pada saat penerimaan pembayaran dalam hal penerimaan pembayaran terjadi sebelum penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau sebelum penyerahan Jasa Kena Pajak; pada saat penerimaan pembayaran termin dalam hal penyerahan sebagian tahap pekerjaan; pada saat Pengusaha Kena Pajak rekanan menyampaikan tagihan kepada Bendaharawan Pemerintah sebagai Pemungut Pajak Pertambahan Nilai.

153 FAKTUR PAJAK GABUNGAN Faktur Pajak Gabungan adalah Faktur Pajak Standar untuk semua penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang terjadi selama 1 (satu) bulan takwim kepada pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak yang sama Saat pembuatan faktur pajak gabungan  paling lama pada akhir bulan penyerahan.

154 FAKTUR PAJAK SEDERHANA
FAKTUR PAJAK SEDERHANA DIBUAT DALAM HAL TERJADI PENYERAHAN BKP/JKP KEPADA KONSUMEN YANG IDENTITASNYA TIDAK LENGKAP FAKTUR PAJAK SEDERHANA MINIMAL HARUS MEMUAT : NAMA, ALAMAT, NPWP WAJIB PAJAK YANG MENYERAHKAN BKP/JKP JENIS DAN KUANTUM BKP/JKP YANG DISERAHKAN JUMLAH HARGA JUAL ATAU PENGGANTIAN YANG SUDAH TERMASUK PAJAK ATAU PAJAK DICANTUMKAN SENDIRI TANGGAL PEMBUATAN FP SEDERHANA

155 DOKUMEN-DOKUMEN TERTENTU SEBAGAI FAKTUR PAJAK STANDAR
PIB YANG DILAMPIRI SSP ATAU BUKTI PUNGUTAN PAJAK OLEH DITJEN BEA DAN CUKAI ATAS IMPOR BKP PEB YANG TELAH DIFIAT MUAT OLEH DITJEN BEA CUKAI DENGAN DILAMPIRI INVOICE SURAT PERINTAH PENGIRIMAN BARANG YANG DIBUAT OLEH BULOG/DOLOG UNTUK PENYALURAN TEPUNG TERIGU

156 DOKUMEN-DOKUMEN TERTENTU SEBAGAI FAKTUR PAJAK STANDAR
FAKTUR NOTA BON PENYERAHAN YANG DIBUAT OLEH PERTAMINA UNTUK PENYERAHAN BBM ATAU BUKAN BBM TANDA PEMBAYARAN ATAU KUITANSI TELEPON TIKET ATAU AIRWAY BILL ATAS PENYERAHAN JASA ANGKUTAN UDARA DALAM NEGERI SSP PEMBAYARAN PPN ATAS PEMANFAATAN BKP TIDAK BERWUJUD ATAU JKP DARI LUAR DAERAH PABEAN

157 Saat Pembuatan Faktur Pajak Standar
Faktur Pajak Standar yang diterbitkan setelah melewati jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak saat Faktur Pajak Standar seharusnya dibuat adalah bukan merupakan Faktur Pajak Standar.

158 Rangkapan Faktur Pajak
Faktur Pajak Standar paling sedikit dibuat dalam rangkap 2 (dua) yang peruntukannya masing-masing sebagai berikut : Lembar ke-1, disampaikan kepada Pembeli Barang Kena Pajak atau Penerima Jasa Kena Pajak Lembar ke-2, untuk arsip Pengusaha Kena Pajak yang menerbitkan Faktur Pajak Standar.

159 KODE FAKTUR PAJAK STANDAR
2 (dua) digit Kode Transaksi; 1 (satu) digit Kode Status; dan 3 (tiga) digit Kode Cabang.

160 KODE TRANSAKSI 01 penyerahan kepada selain Pemungut PPN 02 penyerahan kepada Pemungut PPN Bendaharawan Pemerintah 03 penyerahan kepada Pemungut PPN Lainnya (selain Bendaharawan Pemerintah) 04 penyerahan yang menggunakan DPP Nilai Lain kepada selain Pemungut PPN; 05 penyerahan yang Pajak Masukannya di Deemed kepada selain Pemungut PPN; 06 penyerahan Lainnya kepada selain Pemungut PPN; 07 penyerahan yang PPN atau PPN dan PPn BM-nya Tidak Dipungut kepada selain Pemungut PPN; 08 digunakan untuk penyerahan yang Dibebaskan dari pengenaan PPN atau PPN dan PPn BM kepada selain Pemungut PPN; 09 digunakan untuk penyerahan Aktiva Pasal 16D kepada selain Pemungut PPN

161 KODE STATUS 0 Normal 1 Penggantian

162 NOMOR SERI FAKTUR PAJAK STANDAR
2 (dua) digit Tahun Penerbitan; dan 8 (delapan) digit Nomor Urut. Nomor Urut pada Nomor Seri Faktur Pajak Standar harus dibuat secara berurutan, tanpa perlu dibedakan antara Kode Transaksi, Kode Status Faktur Pajak Standar dan mata uang yang digunakan.

163 Penomoran Faktur Penerbitan Faktur Pajak Standar dimulai dari Nomor Urut 1 (satu) pada setiap awal tahun takwim mulai bulan Januari, kecuali bagi Pengusaha Kena Pajak yang baru dikukuhkan, Nomor Urut 1 (satu) dimulai sejak Masa Pajak Pengusaha Kena Pajak tersebut dikukuhkan.

164 Faktur Pajak Standar Salah
Faktur Pajak Standar yang cacat, rusak salah dalam pengisian, atau salah dalam penulisan, sehingga tidak memuat keterangan yang lengkap, jelas dan benar, Pengusaha Kena Pajak yang menerbitkan Faktur Pajak Standar tersebut dapat menerbitkan Faktur Pajak Standar Pengganti

165 Faktur Pajak Hilang Pengusaha Kena Pajak yang menerbitkan maupun pihak yang menerima Faktur Pajak Standar tersebut dapat membuat copy dari arsip Faktur Pajak Standar

166 Pambatalan Faktur Pajak
Apabila terjadi pembatalan transaksi penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang Faktur Pajak Standar-nya telah diterbitkan, maka Pengusaha Kena Pajak yang menerbitkan Faktur Pajak Standar harus melakukan pembatalan Faktur Pajak Standar

167 Faktur Pajak Pengganti
Penerbitan Faktur Pajak Standar Pengganti atau pembatalan Faktur Pajak Standar hanya dapat dilakukan paling lambat 2 (dua) tahun sejak Faktur Pajak Standar yang diganti atau dibatalkan tersebut diterbitkan. Sepanjang terhadap Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai dimana Faktur Pajak Standar yang diganti atau dibatalkan tersebut dilaporkan, belum dilakukan pemeriksaan dan atas Pajak Pertambahan Nilai yang tercantum dalam Faktur Pajak Standar tersebut belum dibebankan sebagai biaya.

168 NOTA RETUR NOTA RETUR DIBUAT DALAM HAL TERJADI PENGEMBALIAN BKP DARI PEMBELI KEPADA PENJUAL, KECUALI JIKA DIGANTI DENGAN BKP YANG JENIS, TYPE, JUMLAH DAN HARGANYA SAMA FUNGSI NOTA RETUR : BAGI PENJUAL : MENGURANGI PAJAK KELUARAN PADA MASA PAJAK DITERIMANYA NOTA RETUR BAGI PEMBELI : MENGURANGI PAJAK MASUKAN PADA MASA PAJAK DIBUATNYA NOTA RETUR

169 ISI MINIMAL NOTA RETUR NOMOR URUT NOTA RETUR
NOMOR SERI DAN TANGGAL FP ATAS BKP YANG DIKEMBALIKAN NAMA, ALAMAT DAN NPWP PEMBELI BKP YANG DIKEMBALIKAN NAMA, ALAMAT, NPWP PENJUAL YANG MENERBITKAN FP JENIS DAN HARGA JUAL BKP YANG DIKEMBALIKAN PPN/PPNBM YANG DIKEMBALIKAN TANGGAL PEMBUATAN NOTA RETUR TANDA TANGAN PEMBELI

170 Pengkreditan Pajak Masukan
Pajak Masukan dalam suatu Masa Pajak dikreditkan dengan Pajak Keluaran untuk Masa Pajak yang sama. Bagi Pengusaha Kena Pajak yang belum berproduksi sehingga belum melakukan penyerahan yang terutang pajak, Pajak Masukan atas perolehan dan/atau impor barang modal dapat dikreditkan. Pajak Masukan yang dikreditkan harus menggunakan Faktur Pajak yang memenuhi persyaratan)

171 Pajak Masukan Apabila dalam suatu Masa Pajak:
PK > PM, selisihnya yang harus disetor ke kas negara oleh PKP paling lambat akhir bulan berikutnya PM > PK, selisihnya dapat direstitusi atau dikompensasikan ke Masa Pajak berikutnya, atau direstitusi pada akhir tahun buku (pengecualian untuk pengusaha tertentu yang bergerak dalam bidang ekspor BKP, BKP Tidak Berwujud, JKP, penyerahan kepada pemungut, belum berproduksi dan tidak dipungut PPN)

172 Pajak Masukan tidak dapat dikreditkan
perolehan BKP atau JKP, pemanfaatan BKP tidak berwujud atau pemanfaatan JKP dari luar Daerah Pabean, sebelum Pengusaha dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak; perolehan BKP atau JKP yang tidak mempunyai hubungan langsung dengan kegiatan usaha; perolehan dan pemeliharaan kendaraan bermotor berupa sedan dan station wagon, kecuali merupakan barang dagangan atau disewakan

173 Pajak Masukan tidak dapat dikreditkan
pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean sebelum pengusaha dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang Faktur Pajaknya tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam atau tidak mencantumkan nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak;

174 Pajak Masukan tidak dapat dikreditkan
pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean yang Faktur Pajaknya tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat 6 perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang Pajak Masukannya ditagih dengan penerbitan ketetapan pajak;

175 Pajak Masukan tidak dapat dikreditkan
perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang Pajak Masukannya tidak dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan MasaPajak Pertambahan Nilai, yang ditemukan pada waktu dilakukan pemeriksaan; dan perolehan Barang Kena Pajak selain barang modal atau Jasa Kena Pajak sebelum Pengusaha Kena Pajak berproduksi sebagaimana dimaksud pada ayat

176 Kredit Pajak Masukan Pajak Masukan yang dapat dikreditkan, tetapi belum dikreditkan dengan Pajak Keluaran pada Masa Pajak yang sama, dapat dikreditkan pada Masa Pajak berikutnya paling lama 3 (tiga) bulan setelah berakhirnya Masa Pajak yang bersangkutan sepanjang belum dibebankan sebagai biaya dan belum dilakukan pemeriksaan

177 Kredit Pajak Masukan Apabila dalam suatu Masa Pajak Pengusaha Kena Pajak selain melakukan penyerahan yang terutang pajak juga melakukan penyerahan yang tidak terutang pajak, sedangkan Pajak Masukan untuk penyerahan yang terutang pajak tidak dapat diketahui dengan pasti, jumlah Pajak Masukan yang dapat dikreditkan untuk penyerahan yang terutang pajak dihitung dengan menggunakan pedoman yang diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.

178 Penghapusan Piutang Penghapusan piutang tidak mengakibatkan penyesuaian (koreksi) atas : Pajak Keluaran bagi Pengusaha Kena Pajak penjual, artinya PKP Penjual tidak diperkenankan membatalkan (menarik kembali) Pajak Keluaran yang telah dilaporkan dalam SPT-nya. Pajak Masukan bagi PKP pembeli atau penerima jasa, artinya PKP Pembeli tidak perlu membatalkan Pajak Masukan yang telah dikreditkan dalam SPT-nya.

179 BKP yang Dibeli Musnah/Rusak Karena Bencana Alam atau Kondisi Force Majeure
 Tidak mengakibatkan penyesuaian (koreksi) atas Pajak Masukan yang telah dikreditkan atau dibebankan sebagai biaya oleh pembeli.  Pajak Masukan atas barang yang musnah atau rusak tersebut tetap dapat dikreditkan.

180 Kesalahan dalam Pemungutan Pajak
Apabila pajak yang telah dipungut tersebut telah disetor dan dilaporkan, maka PKP yang bersangkutan tidak dapat meminta kembali (restitusi). Pajak yang salah dipungut tersebut dapat diminta kembali oleh pihak yang terpungut, sepanjang belum dikreditkan atau belum dibebankan sebagai biaya. Kesalahan pemungutan dapat berupa ; seharusnya tidak terutang PPN tetapi dipungut PPN, atau terjadi pemungutan PPN yang jumlahnya lebih besar dari yang seharusnya terutang.

181 PEDOMAN PENGHITUNGAN PENGKREDITAN PAJAK MASUKAN BAGI PENGUSAHA KENA PAJAK YANG BERDASARKAN UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN MEMILIH DIKENAKAN PAJAK DENGAN MENGGUNAKAN NORMA PENGHITUNGAN PENGHASILAN NETO.

182 Pedagang Eceran PPN Masukan untuk penyerahan Barang Kena Pajak oleh Pedagang Eceran dengan Norma Penghitungan Penghasilan Neto, sebesar 80% (delapan puluh persen) dikalikan dengan Pajak Keluaran

183 Pedagang Eceran Pajak Keluaran dihitung dengan cara mengalikan nilai peredaran bruto dan atau penerimaan bruto yang terutang Pajak Pertambahan Nilai pada Masa Pajak yang bersangkutan dengan tarif Pajak Pertambahan Nilai.

184 Pedagang Eceran Pengusaha Kena Pajak Orang Pribadi dengan jumlah peredaran bruto dan atau penerimaan bruto selama 1 (satu) tahun buku tidak lebih dari Rp ,00 (satu milyar delapan ratus juta rupiah) menyerahkan Barang Kena Pajak melalui suatu tempat penjualan eceran seperti toko, kios, atau dengan cara penjualan yang dilakukan langsung kepada konsumen akhir, atau dengan cara penjualan yang dilakukan dari rumah ke rumah;

185 Pedagang Eceran menyediakan Barang Kena Pajak yang diserahkan di tempat penjualan secara eceran tersebut; melakukan transaksi jual beli secara spontan tanpa didahului dengan penawaran tertulis, pemesanan tertulis, kontrak atau lelang dan pada umumnya bersifat tunai, dan pembeli pada umumnya datang ke tempat penjualan tersebut langsung membawa Barang Kena Pajak yang dibelinya.

186 Pengusaha Selain Pedagang Eceran
Untuk penyerahan Barang Kena Pajak yang dilakukan Pengusaha Kena Pajak selain Pedagang Eceran, sebesar 70% (tujuh puluh persen) dikalikan dengan Pajak Keluaran Untuk penyerahan Jasa Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak, sebesar 40% (empat puluh persen) dikalikan dengan Pajak Keluaran sebagaimana dimaksud dalam huruf a.

187 Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM)
Dwi Martani Slide Oleh: Jayu Pramudya, Debby Fitriasari Departemen Akuntansi FEUI

188 Sistematika 1. 2. 3. 4. Hakikat dan Karakter Umum Tarif Ketentuan Umum
Perhitungan PPnBM 4.

189 Karakteristik PPnBM PPnBM merupakan pungutan tambahan disamping PPN
Pengenaan terhadap PPnBM ini hanya satu kali yaitu pada saat penyerahan BKP yang tergolong mewah oleh Pengusaha yang menghasilkan atau pada saat impor. PPnBM tidak dapat dilakukan pengkreditannya dengan PPN. (Namun demikian, apabila Eksportir mengekspor BKP yang tergolong mewah, maka PPnBM yang telah dibayar pada saat perolehan dapat direstitusi.)

190 Batasan BKP tergolong Mewah
Bahwa barang tersebut bukan merupakan barang kebutuhan pokok Pada umumnya barang tersebut dikonsumsi oleh masyarakat tertentu Barang tersebut dikonsumsi oleh masyarakat berpenghasilan tinggi Barang tersebut dikonsumsikan untuk menunjukkan status

191 Tarif Pajak Tarif PPnBM paling rendah 10% dan paling tinggi 75% Tarif ekspor BKP tergolong mewah dikenakan pajak 0%, karena barang ekspor dikonsumsi diluar daerah pabean

192 Jenis Barang Kena Pajak
Tarif 10% : peralatan olahraga, AC, alat fotografi, alat sinematografi Tarif 20% : rumah mewah, apartmen, mesin pencuci piring, instrumen musik Tarif 30% : kapal, sampan, kano, kecuali untuk keperluan negara Tarif 40% : minuman beralcohol, permadani sutra, barang dari kristal dan logam mulia, balon udara Tarif 50% : permadani bulu hewan halus, senjata api, pesawat udara Tarif 75% : barang dari batu mulia/mutiara, kapal pesiar mewah

193 Pengecualian Pengenaan PPnBM
Kendaraan bermotor yang digunakan untuk kendaraan ambulan, kendaraan jenazah, kendaraan pamadam kebakaran, kendaraan tahanan, kendaraan angkutan umum; Kendaraan yang digunakan untuk tujuan Protokoler Kenegaraan Kendaraan bermotor angkutan orang untuk 10 (sepuluh) orang atau lebih termasuk pengemudi dengan motor bakar nyala kompresi (diesel atau semi diesel) dengan semua kapasitas isi silinder yang digunakan untuk kendaraan dinas TNI atau Polri

194 PPnBM Terutang = Tarif PPnBM x Dasar Pengenaan Pajak
Cara menghitung PPnBM Cara menghitung Pajak Penjualan Atas Barang Mewah yang terutang adalah dengan mengalikan Tarif Pajak Penjualan Atas Barang Mewah dengan Dasar Pengenaan Pajak (DPP). Untuk itu perlu diperhatikan DPP-nya apakah harga jual, nilai impor, nilai pengganti, nilai ekspor, atau nilai lain yang ditetapkan Menteri Keuangan. Rumus yang digunakan : PPnBM Terutang = Tarif PPnBM x Dasar Pengenaan Pajak

195 Contoh : Harga mobil termasuk Pajak Pertambahan Nilai (10%) dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (30%) sebesar Rp ,00 Pajak Penjualan Atas Barang Mewah dihitung : t : (110 +t) x harga atau pembayaran atas penyerahan BKP t = besaran tarif PPnBM

196 Contoh Soal 1) Bpk.Andi seorang importir mengimpor BKP Barang Mewah dengan tarif 20% seharga Rp , hitung : - PPN dan PPN-BM - jumlah yang di bayar Bpk.Andi jawab : Jumlah pembayaran Rp ,- PPN 10% X Rp Rp ,- PPN-BM 20% X Rp Rp , jumlah yang harus dibayar Rp ,-

197 Contoh soal PKP “A” menjual tunai Barang Kena Pajak dengan Harga Jual Rp ,00 Pajak Pertambahan Nilai yang terutang = 10% x Rp ,00 = Rp ,00 PPN sebesar Rp ,00 tersebut merupakan Pajak yang harus dibayar oleh PKP “A”

198 Soal PT. Mulia membeli BKP Barang Mewah Langsung dari pabrik seharga Rp tarif barang Mewah 20% kemudian barang tersebut dijual lagi seharga Rp di dalam negeri. hitunglah : - PPN dan PPN BM - Jumlah yang dibayar PT Mulia - Jumlah Yang dibayar pembeli

199 Jawab : -PPN 10% X Rp Rp PPN BM 20% X Rp Rp PPN dan PPN BM yang harus dibayar Rp dibayar pada saat membeli dari pabrik. PPnBM tidak dapat dikreditkan, PPN dapat dikreditkan. -PPN 10% X Rp Jumlah yang dibayar pembeli Rp

200 Riset Perpajakan Kebijakan perpajakan :
Kepatuhan WP terhadap peraturan pajak Menilai efektivitas peraturan perpajakan Perilaku wajib pajak - behaviour Data primer – wawancara / questioner Pajak dan laporan keuangan Tax avoidance / book tax gap / tax planning Informasi pajak  persistensi laba, return saham Informasi pajak  governance, aktivitas CSR Pajak internasional

201 Referensi Fitriandi, Primandita dkk “Kompilasi Undang – Undang Perpajakan Terlengkap” . Jakarta: Penerbit Salemba Empat. Waluyo “Perpajakan Indonesia”. Jakarta: Penerbit Salemba Empat.

202 Terima Kasih Dr. Dwi Martani Departemen Akuntansi FEUI
atau / atau dwimartani.com

203 martani@ui.ac.id atau dwimartani@yahoo.com
Akuntan Profesi untuk Mengabdi pada Negeri TERIMA KASIH Dwi Martani atau


Download ppt "PAJAK PENGHASILAN."

Presentasi serupa


Iklan oleh Google