Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

JURNAL PERKIM MEDIA INFORMASI & KOMUNIKASI PERMUKIMAN JAKARTA

Presentasi serupa


Presentasi berjudul: "JURNAL PERKIM MEDIA INFORMASI & KOMUNIKASI PERMUKIMAN JAKARTA"— Transcript presentasi:

1 JURNAL PERKIM MEDIA INFORMASI & KOMUNIKASI PERMUKIMAN JAKARTA
hal APRIL 2011 | NO. 06 | TAHUN II EKONOMI & BISNIS APRIL 2011 | NO. 06 | TAHUN II | HALAMAN hal.01 Sejak Memorandum of Understanding (MoU) yang ditandatangani pada 5 Agustus 2008, ruang di ba-wah jalan-tol (kolong tol) di Jakarta dikategorikan sebagai Ruang Terbuka Hijau (RTH). Kolong tol di Jakarta Utara sebelumnya disesuaikan dengan per-mukiman informal dan squatter, yang tumbuh se-kitar rumah tangga sebelum kebakaran be-sar di tahun Insiden ini menyebabkan korban jiwa, harta-benda dan kerusakan infrastruktur. Se-buah pengusiran besar masyarakat kolong tol oleh lebih dari 7000 petugas ketertiban umum (Satpol PP) menyusuli. Pada tahun 2010, dengan bantuan dari Mercy Corps Indonesia dan Universitas Indonusa Esa Unggul, warga di RW 13 Penjaringan, Jakarta Utara menyusun proposal rencana tata ruang wilayah di bawah jalan-tol yang ditinggikan di samping komu-nitas mereka. Orang-orang sangat antusias tentang proses tersebut, partisipasi pada workshop peren- canaan tata ruang itu berjumlah sekitar 600 orang, dan individu-individu dari demografi yang biasanya terpinggirkan seperti wanita, anak-anak, dan lansia diberdayakan untuk mengekspresikan ide-ide me- reka. Organisasi berbasis komunitas Kelompok Masyarakat Peduli Kolong Tol (KMPKT) membantu dan memfasilitasi masyarakat menunjukkan komit- men dan perselisihan pada RW 13. Mereka juga terlibat dalam mendukung dan mengadministrasikan berbagai kegiatan masyarakat di kolong tol seperti pertunjukan teater, futsal, dll. Produk akhirnya me- muaskan masyarakat, menyampaikan visi mereka untuk area itu – penting, karena proposal akan men- jadi alat yang mereka gunakan untuk menjelaskan ide-ide mereka untuk perbaikan lingkungan mereka kepada pemerintah ♦ Sumber : KAK Presentase Kolong Tol Barry Beagen JURNAL PERKIM Pemanfaatan Ruang Milik Jalan Tol Bagi Kegiatan Ekososbud Publik/Komunitas Sekitar MEDIA INFORMASI & KOMUNIKASI PERMUKIMAN JAKARTA Pemukim Kolong Tol : Para migran golangan miskin yang datang ke Jakarta untuk mencari nafkah menyandarkan harapannya untuk bernaung dan tinggal di ruang tengah kota, dekat sumber nafkah dan jika bisa gratis. Kolong tol salah satu pilihan terbaik. Bermukim di ko-long tol, selain bisa menimbulkan ke-celakaan yang merugikan bangunan jalan tol, juga tidak layak bagi pe-mukimnya, terutama ditinjau dari segi sanitasi perkotaan dan dampak so-sialnya. Banyak sudah penghuni kolong tol direlokasi ke rumah susun, kolong tol dibersihkan, dikosongkan, namun ka-rena tidak difungsikan dan tidak di-kontrol, berulang lagi penggunaanya sebagai pemukiman squatter. Pemanfaatan kembali sebagai tem-pat mukim oleh pemukim yang sudah direlokasikan ke rusun. Unit rusun-nya disewakan atau dijual, dapat duit lumayan untuk usaha dan tinggal di kolong tol yang gratis dan dekat sum-ber nafkah. Upaya-preventif tumbuhnya permu-kiman squatter perlu disegerakan, termasuk di kolong tol yang cukup banyak di DKI Jakarta ini. UPAYA PREVENTIF PERTUMBUHAN SQUATTER: Salahsatunya dengan upaya pemanfaatan dan pengawasan ruang-ruang di kolong tol. Masyarakat sekitar bisa di-berdayakan dan diberi peran untuk pengontrol sosial atas pemanfaatan rumija untuk kegiatan-kegiatan publik atau kegiatan-kegiatan ekonomi-sosial-budaya komunitas. Sumber : Kolong Tol Presentation Barry Beagen & I. Prahabyarka

2 E D I T O R I A L Kesulitan Air Bersih di Rusun Kawasan Penjaringan
hal APRIL 2011 | NO. 06 | TAHUN II POTRET PEMBANGUNAN POTRET PEMBANGUNAN APRIL 2011 | NO. 06 | TAHUN II hal.11 Ada keistimewaan di edisi akhir April 2011 Jurnal Perkim ini. Terbit 16 halaman, dengan tambahan 4 halaman sajian khusus (hal. A, B, C, dan D) plus poster permukiman. Topik utama yang diangkat kali ini adalah upaya-upaya pencegahan tumbuh dan berkembangnya pemukim dan usaha liar, terutama di daerah mar-jinal. Di edisi ini, giliran pemerintah Kota Admi-nistrasi Jakarta Utara jadi sorotan utama, setelah di edisi-edisi sebelumnya ada Jakarta Barat, Jakarta Selatan dan Jakarta Pusat. Fokus sorotan adalah pada pembangunan permukiman di wilayahnya, se-bagaimana tinjauan draft RTRW DKI 2011 – 2030. Sistem informasi yang baik adalah suatu keha-rusan jika pembangunan permukiman benar-benar ingin diubah secara signifikan. Dengan sistem informasi yang baik, bisa diperoleh data yang akurat dan mutakhir, bisa memantau dan mengendalikan pertumbuhan/pengembangan penduduk, bisa meminimalkan penyelewengan penggunaan dana, bisa sebagai sarana pen-didikan dan penambahan wawasan, serta bisa membentuk opini publik. Pemanfaatan kolong-tol dengan kegiatan-kegi-atan ekonomi, sosial dan budaya berbasis komunitas sebagai upaya preventif bertumbuh dan ber-kembangnya squatter. Ada beberapa titik komunitas pemeduli kolong-tol di wilayah Jakarta Utara. Profil Tokoh kali ini adalah Antonio R. Ismael, yang tidak asing lagi bagi setiap pemeduli permukiman dan pengembang komunitas. The Real Community Architect yang dengan semangat “keroyokan”nya memberi warna ceria dalam perjuangan dan per-gerakan membantu rakyat miskin dan kurang mam-pu untuk memperoleh permukiman yang adil dan layak ♦ Mimpi Panjang Nelayan Kali Adem Oleh: Rustandi Cahaya mentari menusuk kampung nelayan yang berada di Kali Adem, Muara Angke, Jakarta Utara, siang itu. Sorotnya menerobos puluhan rumah ku-muh terbuat dari bambu yang sekedar mencukupi kebutuhan beristirahat. Lingkunganya begitu kotor dengan bau amis menebar dimana-mana. Beberapa ibu melipat dus, anak-anak bermain dengan mainan bekas yang ikut terbuang, semen-tara seorang nelayan sibuk membolak-balikan jala yang sedang diperbaikinya. Seperti itulah geliat ke-hidupan keluarga nelayan, saat musim barat me-maksa mereka tidak beraktifitas. Makanan adalah barang mahal bagi keluarga ne-layan, manakala musim angin darat tiba. Puluhan nelayan hanya berharap uang dari hasil mengum-pulkan barang bekas yang terseret arus muara. Sisanya, rasa lapar menggelayuti setengah waktu mereka setiap harinya. Denyut nafas di lorong pemukiman nelayan itu tak bisa berbohong, saat puluhan anak, ibu rumah tang-ga hanya berpangku tangan menunggu waktu siang berganti malam. Muka-muka penuh harapan seperti berbisik, kapan nasib mereka beranjak dari kimis-kinan yang terus menggelayutinya. Sayang bisikan mereka tak pernah sampai terbawa angin ke telinga penguasa. Teganya, keinginan ke-luarga miskin di Muara Angke ini, kerap dijadikan komoditas muatan politik saja. Sering mereka dijadi-kan potret untuk mendapatkan bantuan, tapi hingga Bersambung ke hal. 11 Sambungan dari hal.02 saat ini bantuan sering salah sasaran. Pernah mereka bermimpi, mempunyai rumah di te-ngah komplek nelayan dengan kasur empuk. Na-mun, itu ternyata memang mimpi, karena kehening-an malam di rumah mereka yang nyaris runtuh ki-sahnya masih panjang. Perumahan komplek nela-yan yang sempat dibangun tidak jauh dari lokasi mereka, malah diberikan pemerintah atau pengelola ke orang yang salah. Seorang lelaki bertubuh kekar berumur sekitar 30 tahun-an, tiba-tiba menghampiri kemeramen dan mempertanyakan kedatangan. Ucok, begitu pria itu disapa warga di Kali Adem, Muara Angke, langsung mengoceh. “Ini pak lihat kami, warga nelayan yang hidup miskin namun tak pernah diperhatikan pemerintah,” cetus Ucok dengan lantang. Tokoh pemuda itu memaparkan, banyak sekali janji pemerintah membantu nelayan, dari mu-lai mesin perahu hingga perumahan yang la-yak. Namun sayangnya, tutur Ucok,. Bantuan itu semua salah sasaran. Ucok kesal dengan apa yang diterimanya sela-ma ini. Menurutnya, hidup layak jadi mimpi panjang bagi keluarganya. Kemiskinan, adalah fakta yang harus rela diterima warga Muara Angke. “Kalau mereka (pemimpin bangsa, red) mau mendengar sedikit aja dan membagi programnya untuk kami, tentunya kemiskinan ini bisa teratasi,” pungkas Ucok. Angina mulai berhembus kencang, saat mata-hari sebentar lagi pulang dan berganti dengan bulan di sekitar kampong nelayan itu. Seperti-nya benar, mimpi panjang itu masih akan terus berlanjut mengiringi kemiskinan nelayan Kali Adem. Petang itu, nelayan meminta agar tak ada lagi kebohongan bagi mereka. Berharap pemerintah membuka mata dan telinganya, adalah harapan besar tahun ini. Setidaknya, itu akan sedikit membuka mata hati penguasaha terhadap gejolak kemiskinan mereka yang tak pernah tuntas terbereskan. (rustandi/adith) Sumber: Artikel Feature, dicari dengan Google ♦ASA – Apr 2011 Salah satu indikator suatu permukiman dikatego-rikan sebagai kumuh, adalah ketersediaan air ber-sih. Kebanyakan kompleks-kompleks dan blok-blok rumah susun di bangun, menjadi permukiman ber-kepadatan tinggi, namun tidak siap dengan sistem penyediaan air bersih. Karenanya, banyak rusun yang walaupun masih cukup baru, tergolomg dan terkesan kumuh. Contohnya di Rusun Penjaringan Sejumlah warga menimba air bersih di rumah susun kawasan Penjaringan, Tidak lancarnya akses air bersih di kawasan itu membuat warga terpaksa memasang selang untuk memenuhi kebutuhan air sehingga menyebabkan lingkungan terkesan ku-muh. Jadilah permukiman kumuh vertikal Jadi, perlu memikirkan dan merencanakan serta menyediakan sistem daur hidrologik di setiap per-mukiman padat ♦ Sumber: Artikel Feature, dicari dengan Google plus hasil pengkajian ♦ ASA – Apr 2011 E D I T O R I A L Kesulitan Air Bersih di Rusun Kawasan Penjaringan JURNAL PERKIM Media Permukiman – Periodik Bulanan Alamat Redaksi : Jl. Siaga IIA no. 49C JakSel Redaktur : Anita & Astaja Mobile : &

3 Rencana Pembangunan Tanggul Raksasa Pantura
hal APRIL 2011 | NO. 06 | TAHUN II KOMUNITAS SOSIAL BUDAYA APRIL 2011 | NO. 06 | TAHUN II hal. 03 Sambungan dari hal. 03 depan perlu dipertanyakan lagi. "Kita akan berkumpul bersama instansi peme- rintah pusat, pemerintah daerah untuk jangka panjang. Kita tidak punya plihan selain mem- bangun bendung raksasa di teluk Jakarta, per- sisnya dimana masih memerlukan penelitian lebih jauh yang jelas karena ada pelabuhan Priok tentu arus tranportasi laut," tandas Foke saat itu ♦ (lia/mok) Dari beberapa rekan milis GreenLifestyle mem- pertanyakan dan terjadi diskusi yang cukup menarik yang bisa diambil kesimpulan bahwa pembangunan tanggul itu, selain mengeluarkan biaya yang besar, juga tidak efektif karena tidak menyentuh akar persoalan. Lebih leng- kapnya dituturkan oleh Pak Fatchy seorang ahli hidro geologi bahwa: Tulisan diatas jelas tanggul raksasa hanya mengurangi tekanan rob yg selalu terjadi setiap 2x dalam 1 bulan. Dan Tanggul ini bukan me-nyelesaikan solusi banjir. Seperti saya kata-kan  masalah banjir & kekeringan ; akar masalah banjir dan kekeringan di Ja-karta adalah alih fungsi lahan tanpa mem-perhatikan lingkungan (konservasi secara artificial). Penyebab dari alih fungsi lahan dan tata ruang : Bertambahnya penduduk DKI setiap tahun sehingga kebutuhan akan lahan setiap tahun juga bertambah. Dalam menyikapi hal ini pertambahan penduduk merupakan tantangan sekaligus ancaman kedepan bagi penduduk DKI. Karena kebutuhan akan lahan bertambah (po-int 1 ) ; kasus-kasus di lapangan telah terjadi pelanggaran Tata Ruang baik oleh Pemerintah DKI dan juga Masyarakat itu sendiri. Dampak dari alih fungsi lahan dan tataruang Terjadi gangguan dari sistem siklus Geohidro-logi ; yaitu pada saat hujan, jumlah air limpasan menjadi lebih banyak atau besar, sementara air yg meresap kedalam tanah  secara natural menjadi lebih sedikit atau kecil. Jumlah air limpasan yg lebih banyak atau be-sar kemudian masuk kedalam sungai; limpas-an tersebut mengakibatkan erosi badan sungai bertambah, yg pada gilirannya akan menam-bah sedimentasi di hilir sungai sehingga kapa-sitas sungai semakin terbatas atau kecil, dan karena kapasitas sungai makin kecil , Terjadi Banjir  pada saat air limpasan melebihi daya tampung sungai. Air yg meresap kedalam tanah secara natural semakin lebih sedikit atau kecil ;  Dampak ke-tidak seimbangan  air yg masuk kedalam tanah (lapisan aquifer) dan air yang dipompa oleh masyarakat akan mengakibatkan muka  air ta-nah  menjadi turun ( defisit air tanah ), mata air di sisi sungai akan semakin berkurang dan bu-ah dari masalah tersebut akan terjadi Kelang-kaan Air Baku pada musim kemarau. Fakta : di Jakarta Umumnya dan Jakarta Sela-tan khususnya, sudah terjadi perubahan alih fungsi lahan dan perubahan tata ruang dengan penyebab dan dampak yg diuraikan diatas. Pertanyaan yg mendasar adalah bagaimana solusi yg tepat dan benar dg fakta diatas sistem Siklus Geohidrologi tidak terganggu ? *Jawabannya adalah KONSERVASI* konser-vasi secara natural / alami  ; penghijauan kem-bali dan Konservasi secara artificial / buatan ; sumur resapan, biopori, waduk resapan dan metoda-metoda lainnya. d Sumber : Milis GL (Mely, Suhud, Naneng, Shanty, Elisa, Kosasih) ♦ ASA – Februari 2011 Pro-kontra seputar rencana pembangunan tanggul raksasa Pantura dapat dimengerti. Konflik kepentingan, terutama kepentingan perekonomian global dan politik lebih banyak dimenangkan.Suara-suara dari para pemerhati lingkungan biasanya kurang dihiraukan. Sebe-narnya, pihak penguasa bersama-sama de-ngan para pengusaha besar memainkan peran-an menentukan yang menyangkut hajat hidup masyarakat banyak. Berikut ini, disajikan tulisan dalam tulisan, un-tuk nantinya diikuti diskusi maya tentangnya: Jakarta Siap Belajar Soal Banjir dari Kota Rotterdam  Lia Harahap - detikNews r Jakarta - Banjir salah satu masalah yang tidak bisa terpisahkan dari Jakarta. Solusi demi solusi terus dilakukan. Salah satunya adalah meneken Memorandum of Agreement (MoU) dengan Walikota Rotterdam Ahmed Aboutaleb sebagai kota kembar. Penandatanganan ini dilakukan langsung oleh Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo. Kedua kota ini akan bekerjasama dan mencari solusi untuk penanggulangan banjir. t "Di Rotterdam kami harus selalu melindungi diri dari kekuatan laut utara di sebelah barat dan air pasang yang tinggi dari sungai-sungai yang mengalir dari sebelah timur," ujar Walikota Rotterdam, Aboutaleb, usai penandatanganan MoU di Gedung Balai Agung, Balaikota, Jl Medan Merdeka Selatan, Senin (7/2/2011) g Rotterdam, menurut Aboutaleb, telah mengem-bangkan keahlian yang luar biasa di bidang pe-ngelolaan air. Kota itu berambisi menjadi pu-sat dunia di bidang pengelolaan air, dan ke-ahlian inilah yang akan dibagikan untuk Jakarta untuk mengatasi banjir. "Kerjasama ini memberikan fokus pada pence-gahan dan pengelolaan banjir untuk dua tahun ke depan," lanjutnya. Menurut Fauzi Bowo, Jakarta memang perlu masukan dari pakar pemeliharaan air asal Rotterdam itu. Tujuannya tak lain untuk men-dapatkan pembuangan air hujan dan air sungai yang lebih baik. "Maka itu kita akan susun ren-cana sebaik mungkin," kata Foke. f Selain mengadakan MoU, Walikota Rotterdam berencana akan melakukan kunjungan ke se-jumlah tempat di Jakarta, dalam rangka. Meng-amati pemeliharaan dan kegiatan pengerukan sungai yang dilakukan guna meredam banjir. o Apalagi, pemerintah Belanda dan Indonesia sedang melakukan penelitian strategis tentang bagaimana menghadapi masalah land subsi-dence dan meningginya permukaan air laut se-cara efektif akibat penurunan permukaan ta-nah. Sebelumnya, Foke pernah mengatakan meng-amati peningkatan permukaan laut serta pe-runan permukaan tanah (line subsidance). Mengatasi itu pemerintah berencana akan membangun dam raksasa. Dengan dibangunnya tanggul raksasa tersebut, lanjut Foke, paling tidak bisa mengurangi tekanan rob secara signifikan. Meskipun perlu tahapan pananganan yang lebih serius dari itu. g "Ini banyak terjadi di dunia (New Orlens, Belanda), Belanda yang paling advance untuk urusan ini sampai mereka buat sistem polder ,sehingga meski air laut tinggi tidak akan tumpah karena ada bendungan," jelasnya. Memang ini bukan solusi akhir untuk menye-lesaikan masalah banjir di Jakarta. Karena tentu tanggul tersebut minimal tahun ke Bersambung ke hal. 10 Rencana Pembangunan Tanggul Raksasa Pantura

4 Jalan Pintas adalah Jalan Terjauh
hal APRIL 2011 | NO. 06 | TAHUN II SOSIAL BUDAYA INFO KEBIJAKAN PUBLIK APRIL 2011 | NO. 06 | TAHUN II hal. 09 Kesemrawutan tata-ruang dan peristiwa peng-gusuran kampung kumuh dan kampung liar bukan lagi berita baru. Hal ini kondisi yang bisa dijumpai di beberapa kota dan ibukota negara berkembang. Hal ini bahkan lebih banyak ter-jadi menjelang event-event nasional, terlebih lagi menyambut event-event internasional… penertiban dilakukan, satpol PP dikerahkan de-mi mendandani wajah kota, guna pencitraan kepada pihak luar. Selbentar lagi Jakarta ke-tempatan sebagai tuanrumah Sea-Games dan Asian Games. Pendandanaan mulai dilakukan. Pembangunan jalan layang, Mal-mal ditambah, tanggul raksasa pantura, target pembenahan RW kumuh 2012 selesai. Namun, ini bukan sekadar masalah fisik ling-kungan dan pencitraan perkotaan. Namun kon-disi sosial budaya yang seolah berpenyakit kro-nis. Kondisi seperti ini tidak dapat diubah da- lam sekejap. Tak ada jalan pintas. Justru me- lam sekejap. Tak ada jalan pintas. Justru me- maksakan perubahan tiba-tiba, tanpa menyen-tuh akar persoalan adalah jalan terjauh. Mau tak mau, suka tak suka, semua harus di-mulai dari akar persoalannya, dengan: Pen-cegahan Dini Pemukim & Usaha Liar Me-lalui Tupoksi Kelurahan Dalam Pengawasan Tataruang, seperti yang ditulis dan disusun Bersambung ke hal. 08 Rencara struktur ruang Kota Administrasi Jakarta Utara ditunujkkan pada peta sbb: Sedangkan rencara pola ruangnya sbb: Rencana kawasan budi daya di Kota Adm. Jakarta Utara meliputi: a) kawasan terbuka hijau budi daya; b) kawasan permukiman; c) kawasan perkantoran, perdagangan, dan jasa; d) kawasan pariwisata; e) kawasan perikanan; dan f) kawasan industri dan pergudangan. Rencana pengembangan kawasan campuran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, dilaksanakan berdasarkan arahan pengem-bangan kawasan campuran, perdagangan, dan jasa dengan perumahan vertikal dan horisontal terutama di kawasan sebagai berikut: a) Jalan Lodan; b) Jalan Martadinata; c) Jalan Yos Sudarso; d) Kawasan Cilincing; e) Kawasan Kelapa Gading; dan f) Kawasan Sunter. Pengembangan kawasan campuran untuk membantu peningkatan daya tampung pen-duduk yang dikembangkan secara vertikal ter-utama di koridor jalan arteri. Pengembangan RTH di kawasan permukiman dengan : a) pemberian insentif dan disinsentif bagi lingkungan permukiman yang mampu me-miliki atau mempertahankan RTH; b) men-dorong pengembang permukiman untuk mem-bangun ruang terbuka hijau; c) mendorong peran serta masyarakat dalam pengembangan dan pemeliharaan RTH; d) pemberian insentif dan disinsentif bagi lingkungan permukiman yang mampu memiliki atau mempertahankan RTH; e) mendorong pengembang permukiman untuk membangun ruang terbuka hijau; f) men-dorong peran serta masyarakat dalam pe-ngembangan dan pemeliharaan RTH. Dalam draft RTRW ini sangat sedikit bahasan tentang permukiman. Dalam bab penataan Ka-wasan Pantura disebutkan tentang perbaikan lingkungan, pemeliharaan kawasan permu-kiman dan kampung nelayan, namun rencana pengembangan dan penataan kembali daratan Pantura dengan rencana pembangunan tang-gul raksasa dan reklamasi banyak ditentang oleh pemerhati masalah limgkungan ♦ 5 Disarikan kembali – ASA Rencana kawasan budi daya di Kota Admi-nistrasi Jakarta Utara meliputi: a) kawasan terbuka hijau budi daya; b) kawasan per-mukiman; c) kawasan perkantoran, perda-gangan, dan jasa; d) kawasan pariwisata; e) kawasan perikanan; dan f) kawasan industri Jalan Pintas adalah Jalan Terjauh RTRW – 2030 Kota Administrasi Jakarta Utara Bidang Perumahan dan Kawasan Permukiman (Draft Revisi Februari 2011)

5 Antonio Risianto Ismael dan Gerakan Arkom Indonesia
hal APRIL 2011| NO. 06 | TAHUN II PERGERAKAN PEMBANGUNAN PROFIL TOKOH APRIL 2011| NO. 06 | TAHUN II hal. 05 Sambungan dari hal. 04 Jalan Pintas… oleh Sri Probo Sudarmo di sajian utama media ini. Penguraian gagasan yang bisa dibilang sangat komprehensif dan terpadu serta siap diimplemantasikan. Upaya-upaya preventif ini pernah juga dipapar-kan oleh beliau dalam alternatif-alternatif ske-ma Forkimja pada Desember 2008, namun tidak selengkap dan sedetil dalam sajian khu-sus tersebut. Gagasan-gagasan itu perlu diiringi dengan sis-tem informasi berbasis RT dan/atau RW. Peta wilayah yang akurat, data mutakhir dari jumlah dan proporsi penduduk, jumlah, kondisi dan peruntukan rumah dan bangunan lain. Pene-rapan peraturan yang tegas, sehingga tidak terjadi lagi ketimpangan antara data di kertas atau di berkas dengan kenyataan di lapangan. Contoh yag sangat baik adalah sistem infor-masi berbasis komunitas RT di Kota Solo. Warga di sekitar kolong-tol, misalnya RW 013 Kel. Penjaringan, di dampingi LSM dan Pergu- ruan Tinggi, juga pernah melakukan sistem informasi yang baik bagi upaya perencanaan spasial partisipatif, namun mungkin belum sustain. Membangun sistem informasi ini, disamping dijadikan tupoksi (tugas pokok dan fungsi) ke-lurahan, perlu melibatkan warga lokal di tiap RT dan/atau RW, mungkin para aktifis karang taruna. Dan, agar ‘tugas’ ini menyenangkan dan sustain, bisa dipikirkan, diupayan adanya media lokal dengan sistem jurnalistik rakyat, dengan insentif dan pembiayaan dari pihak kelurahan. Media lokal yang dimaksud, memuat berbagai informasi lokal, baik data penduduk, kondisi peta wilayah, kegiatan dan peristiwa di wilayah dan di komunitas, sejarah, asal usul, budaya, tradisi, rencana-rencana ke depan, maupun penambahan wawasan dan sosialisasi kebijak-an publik serta peraturan perundangan. Di RW 06 Kel. Jatipulo ada media lokal yang diterbitkan tiap dua minggu, hingga saat ini sudah terbit 15 edisi. Walaupun pada awalnya, dan hingga saat ini masih dijalankan oleh se-orang tokoh masyarakat yang aktif di TPP/ BKM Jatipulo Mandiri, didampingi seorang pe-merhati permukiman. Diharapkan dan diupaya-kan peranserta warga secara lebih luas, ter-utama generasi mudanya ♦ Sumber : PSP Komunitas Kolong-tol dan Media Lokal Komunitas Kampung Jatipulo – ASA Bersambung ke hal. 09 Antonio temasuk yang sangat produktif dan me- warnai setiap pergerakan. Arkom (arsitek komu- nitas, red.) juga dikenal sebagai pasukan nyeker, konsultan semar, dan arsitek tanpa dasi. Apa dan bagaimana Arkom itu? Di Indonesia gerakan Arkom muncul dari kampus di mana dosen dan mahasiswa greget turun ke kam- pung-kampung dan desa-desa miskin. Salah satu- nya waktu itu disebut “Lembaga Bantuan Teknis” (mahasiswa teknik masuk desa / kampong), jaman teknologi tepat guna, dimana filosofi Schumacher: “Small is Beautiful” menjadi patokan banyak maha- siswa saat itu. Tokoh- tokoh awal seperti Romo Mangun , Prof. Hasan Poerbo, P. Robi Sularto (yg lebih muda), mungkin beberapa dari generasi per- tama kita memberi istilah “Konsultan Pemba- ngunan” / “Konsultan Semar”, Konsultan Pendam- ping Rakyat”. Pasukan Nyeker bukanlah pasukan penjual jamu yg berjalan masuk keluar di kampong dan desa-desa , bukan juga pasukan pijat kaki , dan juga bukan suatu partai baru . Pasukan Nyeker ada-lah mungkin istilah bahasa rakyat dari satu ge-rakan bahasa bule yg sering disebut “Barefoot Architects” atau “Architects for the Poor”. Konsultan Semar, Konsultan Rakyat Jelata, juga disebut "ARSITEK TANPA DASI". Pak Tjuk K. , Pak Johan Silas, Pak Parwoto, Pak Sutan H, Pak Sri Probo, Pak Syahrul S., Romo Sandyawan dianggap generasi kedua menamakan "ARSITEK KOMU-NITAS" (Arkom). Para tokoh senior memberi virus . putih ini ke generasi ketiga seperti seperti Dodo, Marco K, Yohanes W, Hendry, Sonny K, Isono, Dayu, Inne, dan Antonio (hehehe…. dimudakan sedikit ), dll. Sekarang muncul juga cucu-cucu Pak Hasan Poerbo dan Romo Mangun, yaitu Jehan, Anindito, Amry, Miduk, Ikaputra, Eko Prawoto Vebri, Herlily, Vinondini, Erwin … Turun lagi sekarang muncul kader-kader baru, buyut-buyut (?) seperti Wanda, Vera, Ivana, Fajar, Todung, Sorta, Anita, Reza, YuSing dan … semua seperti gelombang-gelombang . Karya-karya Antonio bidang permukiman antara lain Penataaan Permukiman Kumuh Mojosongo, Solo. Usulan Pedoman GLD, Usulan Reformasi CBIUm (Depdagri), Pedoman Pelaksanaan GLD Berbasis Komunitas, advokasi bagi pemukim Kolong Tol Jakarta, Stren Kali Surabaya, Permukiman Pasca Bencana di Aceh dan Yogya. Belum lama ini me-nangani permukiman kumuh di Morokembrangan, Surabaya, dan juga aktif dalam Gerakan Eco City Sanur Together, serta Komunitas Arsitek. Antonio pernah mendapatkan penghargaan Aga Khan pada tahun 1994 untuk kreatifitasnya dalam penataan kawasan pusat kota Samarinda, khususnya bagi pedagang kaki lima serta perumahan swadaya di bagian lain kota itu. Antonio paling semangat jika bisa "keroyokan" me- nyelesaikan suatu masalah Permukiman bagi war- ga miskin. Hal ini ditunjukkan juga dengan banyak menyemangati teman-teman seperjuangan yang memberi perhatian kepada upaya peremajaan Kampung Tomangpulo di Kel. Jatipulo Jakarta Barat Sumber : Milis Forkimnas dan pribadi ♦ ASA - April 2011 Antonio Risianto Ismael dan Gerakan Arkom Indonesia Lahir di Amsterdam, 5 April 1951, sekarang tinggal di Sanur, Bali. Sebagai kon- sultan pembangunan yang sangat mempedulikan ling- kungan dan pengembang- an komunitas. Antonio ada- lah sosok arsitek yang sa- ngat mewarnai Gerakan Arkom di Indonesia.

6 Pemerintah Kota Adminstrasi Jakarta Utara dan Pembangunan Permukiman
hal APRIL 2011 | NO. 06 | TAHUN II JURNAL UTAMA JURNAL UTAMA APRIL | NO. 06 | TAHUN II hal. 07 Profil Walikota Jakarta Utara wahannya atau biasa dikenal dengan istilah Asal Bapak Se-nang (ABS). Pokoknya sejak dilantik menjadi Walikota Ja-karta Utara pada 22 Januari 2009 lalu, mantan Kepala Badan Kesatuan Bangsa Provinsi DKI Jakarta itu benar-benar ingin mengetahui se-jelas mungkin permasalahan yang mendera warganya dan mencarikan solusi terbaik. Berbicara masalah banjir, Walikota Jakarta Utara, Bambang Sugiyono mengakui masalah banjir tidak mudah diatasi selain perilaku masyarakat agar terus disosiliasikan untuk menjaga lingkungannya masing-masing juga dengan berbagai upaya penanganan seperti pengerukan kali dan lain-lainnya harus terus dilakukan. Bambang menjelaskan (mulai) tahun ini (2010) ada 13 Kali akan dikeruk termasuk Kali yang ada di Jakarta Utara seperti Kali Kamal Muara, Kali Ancol, Kali Opak, Kali Adem, Kali Angke dan lain-lain sehingga nantinya diharapkan sampah akan hilang dan tidak sampai air me-luber ke jalan,” harapnya. VISI DAN MISI VISI :  “Jakarta Yang Nyaman Dan Sejahtera Untuk Semua”. MISI : 1) Membangun tata kelo-la pemerintah yang baik dengan menerapkan kaidah-kaidah “good governance”; 2) Melayani masyarakat dengan prinsip pelayanan prima; 3) Memberdayakan masyarakat dengan prinsip oemberian otoritas pada masyarakat untuk mengenali permasalahan yang di hadapi dan mengupayakan pemecahan yang terbaik pada tahapan perencanaan, pelaksanan, pengawas-an dan pengendalian pembangunan; 4) Mem-bangun sarana dan prasarana kota yang yang menjamin kenyamanan dengan memperhatiksn prinsip pembangunan berkelanjutan; 5) Men-ciptakan lingkungan kehidupan kota yang dina-mis dalam mendorong pertumbuhan dalam ke-sejahteraan. Kondisi Wilayah Kota Administrasi Jakarta Utara dengan luas 137 km², populasi sejumlah pen-duduk (data 2007). 9,908 penduduk / km persegi. Ada enam wilayah kecamatan, yaitu: Cilincing, Koja, Kelapa Gading, Tanjung Pri- ok, Pademangan, dan Penjaringan. Lima dari 6 wilayah ini berbatasan dengan pantai utara. Upaya-upaya Penanganan Masalah Permukiman Masih Ada 98 RW Kumuh di Jakarta Utara : Setiap usul pembangunan yang disampaikan seluruh Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) di lingkungan Pemkota Jakarta Uta-ra,  harus tepat sasaran, sesuai kebutuhan warga, sesuai program pemerintah, dan tidak hanya berorientasi kepada proyek belaka. Setiap SKPD juga harus memahami program unggulan Pemkota Jakarta Utara. Walikota yang didampingi Kepala Kapeko Ir Daryati Asrining Rini Msc , pada pertemuan Pra-Musrembang Rabu, 23 Maret 2011, me-nyatakan bahwa masih ada 98 Rw kumuh yang tersebar di enam kecamatan. Pihaknya menargetkan sebanyal 66 RW Kumuh harus segera diselesaikan. Namun faktanya, anggar-an yang disediakan baru untuk 18 Rw kumuh saja. "Kita berharap pada 2012 mendatang ti-dak ada lagi RW kumuh di Jakarta Utara," kata Walikota. Penyediaan Rumah Susun, kelihatannya tidak cukup menyelesaikan masalah kebutuhan rumah bagi MBR dan miskin kota. Beberapa di antaranya diperuntukkan bagi golongan me-nengah, sedangkan yang diperuntukkan bagi MBR dan miskin, sebagian besar, cepat atau lambat dialihkan ke golangan menengah juga. Daftar rumah susun yang didapatkan dari portal resmi Pemprov, dibagi berdasarkan adanya PPRS (Persatuan Penghunu RuSun) berbadan hukum dan belum adanya PPRS itu. Rusun yang sudah memiliki PPRS berbadan hukum : Rumah Susun Non-Hunian (?) Jakarta International Trade Centre (JITC-IA) Mangga Dua, Rumah Susun Metro Sunter, Rumah Susun Menara Marina, Rumah Susun Kondominium Menara Kelapa Gading, Rumah Susun Campuran Apartemen Wisma Gading Permai, Rumah Susun Perkantoran Wisma SMR, Rusun Hunian & Non Hunian Wisma dan Apartemen Mitra Sunter, Rumah Susun Campuran Apartemen Mitra Bahari. Rusun yang belum memiliki PPRS berbadan hukum : Rusun Hunian dan Non Hunian (?) - Apartemen Gading Mediterania Residence, Rusun Hunian dan Non Hunian (?) - Apartemen & Suite Pantai Mutiara. Istilah RuSun Non-Hunian yang memiliki PPRS berbadan hukum, membingungkan logi-ka (red.) karena itu diberi tanda tanya (?) Seorang pejabat menyadari rendahnya kinerja dan kapasitas di lingkungan kerjanya, Dinas Perumahan maupun di Suku Dinas Perumahan DKI. Menurut beliau, begitu banyak anggaran yang dihabiskan, namun hasilnya jauh dari yang diharapkan. Beliau berharap kondisi ini bisa segera diatasi dan diupayakan suatu perubahan yang signifikan. Beliau berharap pa-ra pemerhati permukiman dalam forum multi-disiplin, multi stakeholder bisa memformulasi-kan solusinya dan bisa diterapkan di lapangan. Di wilayah Jakarta Utara ini, penghuni kolong tol juga menjadi persoalan yang belum men-dapat penyelesaian ♦ Berbagai Sumber (Google) dan reportasi independen – ASA - April 2011 Pemerintah Kota Adminstrasi Jakarta Utara dan Pembangunan Permukiman Jauh sebelumnya, ketika Ja-karta masih namanya Batavia sudah terjadi banjir dimana ka-wasan banyak ditemui rawa-rawa dan empang. Hal ini ka-rena letak tanah kita berada di bawah permukaan air laut. Apalagi setiap tahun menurut penelitian katanya permukaan tanah kita turun mencapai 7 cm. ”Di jaman Batavia yang jumlah penduduk sedikit saja banjir, apalagi sekarang ini dengan jumlah penduduk yang banyak,” ungkap walikota. Jangan hanya duduk di kursi, itulah konsep Walikota Jakarta Utara, H. Bambang Sugiyono, SE, Msi yang mencanangkan seluruh jajarannya untuk turun ke bawah mencari tahu segala permasalahan yang dihadapi masyarakat sekaligus meng-upayakan perbaikan. Konsep itu melekat erat di benak Pak Wali, yang memberikan con-toh langsung terjun ke la-pangan dan tidak ingin seka-dar mendapat laporan dari ba-

7 TUPOKSI KELURAHAN DALAM PENGAWASAN TATARUANG
hal. D APRIL 2011 | NO. 06 | TAHUN II SAJIAN KHUSUS SAJIAN KHUSUS APRIL 2011 | NO. 06 | TAHUN II hal. A Lahan yang menjadi sasaran Sasaran pemantauan lahan marjinal oleh kelu-rahan mencakup lahan di dalam maupun di luar batas kelurahan yang tidak terjangkau pengawasan secara rutin / dari hari-ke-hari oleh pihak yang mempunyai hak / wewenang;  Lahan ini harus ditetapkan dengan peta yang direkam di basis data Pemda dan dimiliki pula oleh setiap pihak yang mempunyai wewenang & tang-gungjawab pengelolaan lahan tersebut. Tindakan bila terjadi pelanggaran  Bagi aparat kelurahan terbatas pada: a) pe-laporan dan, b) peringatan kepada warga yang ber-sangkutan, sementara siapa yang melakukan, c) tindakan penertiban bergantung pada siapa yang mempunyai wewenang dan tanggungjawab pe-ngelolaan area yang bersangkutan;  Seyogyanya Pemerintah Daerah mendorong agar masyarakat setempat berperanserta dalam melakukan pengawasan lahan marjinal, dan dengan demikian mengurangi beban aparat kelurahan. Pengawasan oleh warga akan lebih efektif lagi bila lahan marjinal tersebut mempunyai fungsi sosial. Pemanfaatan ruang  Pemberian tanggungjawab pengawasan lahan marjinal dapat disertai hak mengelola lahan tersebut untuk kepentingan warga kelurahan, sesuai dengan tataguna lahan dan peraturan yang berlaku bagi lajur tanah yang bersangkutan. Selain merupakan insentif kepada aparat kelurahan dan warga, ini sekaligus memudahkan pengawasan terhadap la-han marjinal tersebut. Di sini dapat diaktifkan ber-bagai fungsi atau fasilitas umum yang sangat di-butuhkan oleh warga tetapi seringkali tidak dimung-kinkan penyediaannya karena sempitnya lahan. Sesuai dengan kondisi fisik dan persyaratan peng-amanan lahan marjinal tsb, fungsi tersebut dapat meliputi beberapa di antara yang berikut: a) Taman, penghijauan; rekreasi dan olahraga; b) Daur-ulang sampah. Bila terdapat lapak, harus diberi rancangan cara menumpuk dan bongkar-muat yang efisien dan tidak mengganggu lingkungan. Sebaiknya oleh or-ganisasi warga setempat; c) Taman kanak-kanak, PAUD, sarana pendidikan lainnya; d) Balai warga, kantor koperasi dst; e) Parkir; f) Komponen pra-sarana / sarana tertentu seperti penjernihan air, pembangkit listrik.  Operasi dan perawatan sarana di atas me-merlukan peranserta masyarakat setempat. Terdapat beberapa contoh pemanfaatan lahan marjinal seperti pemanfaatan kolong-tol di Rawa Bebek – Penjaringan, yang berhasil menarik du-kungan dana CSR / tanggung-jawab sosial per-usahaan swasta. Lahan ini digunakan untuk taman kanak-kanak, perpustakaan, daur-ulang sampah dan berbagai kegiatan lain yang diperbolehkan oleh otoritas jalan tol. Hal ini mempunyai dampak sosial yang positif dan mendorong partisipasi masyarakat dalam pengelolaan lingkungan. Implementasi  Implementasi pencegahan melalui kelurahan ini diperkirakan melalui langkah berikut;  SK Gubernur – Penerapan tugas tambahan ke-pada kelurahan, “Sistem Pengawasan dan Pen-cegahan dini Permukiman dan Usaha liar” (SK per-alihan sebagai ujicoba), yaitu : a) Pembagian teri-tori tanggungjawab kelurahan dan warga mencakup pengawasan penggunaan lahan yag terintegrasi de-ngan tugas pengelolaan tata-hijau, pengelolaan sampah, fasilitas sosial, sistem pengelolaan risiko bencana; b) TOR / SOP untuk petugas di kelurahan dan kecamatan. Bila diperlukan, rekomendasi pe-nambahan petugas untuk menangani lingkup di atas; c) Ujicoba di beberapa kelurahan; d) Pe-ngorganisasian warga yang menempati area-area kritis untuk berperanserta dalam pengawasan & pengendalian, dengan kontrak sosial / “pakta” ten-tang hak dan sanksi ♦ Penulis adalah pemerhati dan pegiat perumahan dan per-mukiman, generasi kedua gerakan “arsitek komunitas” di Indonesia, dan anggota Forum Permukiman - Forkim MAKSUD USULAN Di sini diusulkan untuk mengembangkan rincian dari Tugas Pokok & Fungsi Kelurahan agar dapat mencegah pertumbuhan permukiman dan usaha liar di DKI. Usulan ini diharapkan dapat ditindaklanjuti peraturan daerah (bila perlu melalui penyusunan Naskah Akademik) yang dapat segera dilaksanakan untuk mencegah pertumbuhan liar lebih lanjut. Usulan ini juga membawa berbagai manfaat dan peluang lain. LATARBELAKANG & TITIK TOLAK PEMIKIRAN Permukiman dan kegiatan yang tak sesuai tata-guna lahan  Pertumbuhan permukiman dan pedagang kaki-lima yang tak terencana dan tanpa kepastian legal atau biasa dijuluki “permukiman liar”, “pedagang liar” dan sebagainya seringkali berakhir dengan penggusuran atau sering disebut “penertiban”. Penertiban yang biasa kita lihat membawa kerugian harta benda yang besar (terutama bagi warganya sendiri), kerugian ekonomi dan korban sosial yang lebih besar lagi, serta memakan biaya besar pula di pihak Pemerintah Daerah. Dalam banyak kasus, persoalan tidak selesai karena hanya berpindah ke lokasi lain di Jabodetabek. Beberapa faktor yang menimbulkan komplikasi di atas adalah: 1) Warga menempati lokasi tersebut berdasar informasi yang tidak jelas, melalui jaringan kekerabatan dari mulut ke mulut; 2) Dalam banyak kasus kondisi tersebut dimanfaatkan oleh “preman”, bahkan pegawai dari berbagai instansi terkait untuk mencari keuntungan dengan memberikan kepastian palsu. Berbagai pihak yang “memancing di air keruh” ini pada akhir-nya menjebak warga miskin atau yang kurang ber-pendidikan ke dalam semacam perasaan ‘false se-curity’; 3) Beberapa instansi tetap memberikan pe-layanan (sambungan dan meteran listrik dan air, kadang-kadang telpon. Terdapat kendala koordinasi dan komunikasi antar-lembaga; 4) Banyaknya la-han terlantar di DKI; 5) Hilangnya batas fisik area Gagasan Awal PENCEGAHAN DINI PEMUKIM & USAHA LIAR melalui TUPOKSI KELURAHAN DALAM PENGAWASAN TATARUANG Oleh : Sri Probo Sudarmo yang tak boleh ditempati, sempadan, dst – baik karena disengaja atau kurang perawatan; 6) Tidak dimiliki informasi yang akurat dari warga yang menempati lokasi liar, dengan akibat penun-daan kebijakan dan tindakan. Masalah pokok = Pembiaran  Secara umum faktor-faktor di atas dapat diala-matkan kepada satu sebab utama, yaitu PEM-BIARAN. Kondisi yang mendorong terjadinya pem-biaran ini terutama karena adanya GAP dalam pengawasan ruang, yang mencakup: a) gap geo-grafik: lahan di luar batas resmi kelurahan dan bu-kan kewenangan kelurahan, menjadi “tidak bertuan” karena tidak dapat diawasi secara rutin oleh lem-baga yang memiliki hak penguasaan; b) koordinasi antar lembaga tidak terjadi;  Juga terjadi gap / kesenjangan dalam informasi, akibat keterbatasan sumberdaya dan kemampuan Pemerintah Daerah dalam hal: a) pembinaan kepa-da warga pendatang melalui pengaturan dan pem-bimbingan, pendidikan dan pelatihan, pemberian bantuan dan kemudahan (Undang-undang Peru-mahan dan Permukiman); b) penyediaan informasi tentang peraturan bangunan dan tataruang yang seharusnya terbuka dan jelas. Alternatif: pencegahan pertumbuhan rumah dan usaha liar Disamping berbagai program yang mencoba menangani permukiman liar dan mengatur peda-gang kaklimia dsb, harus ada kepastian bahwa ge-

8 hal. B APRIL 2011 | NO. 06 | TAHUN II SAJIAN KHUSUS
SAJIUAN KHUSUS APRIL 2011 | NO. 06 | TAHUN II hal. C jala yang sama tidak terus terjadi kembali – baik oleh warga baru maupun oleh warga yang telah mengalami penertiban. Karenanya, secara paralel perlu upaya PENCEGAHAN secara sistematik;  Pencegahan harus diterapkan pada setiap area perkotaan yang tidak terpantau secara rutin, yaitu setiap bantaran dan sempadan jalan raya dan sungai, kolong jalan layang / tol, serta lahan yang terlantar (di sini disebut “lahan marjinal” ). Upaya pencegahan yang diusulkan di sini tidak berdiri sendiri. Sebaiknya menjadi bagian dari strategi pe-ngendalian perkembangan permukiman yang lebih luas, yang mencakup perencanaan, penataan lahan & alokasi lahan, pengarahan investasi, pendidikan masyarakat, kebijakan pertanahan, maupun upaya pencegahan. Manfaat lain pengawasan lahan marjinal oleh kelurahan bersama warga  Selain pencegahan usaha dan permukiman liar, terdapat sejumlah manfaat lain dari pengawasan oleh kelurahan bersama warganya, yaitu : a) ber-sarangnya kegiatan kriminal atau melanggar hu-kum; b) kegiatan yang merusak kualitas lingkungan seperti pembuangan limbah atau penggalian secara liar; c) deteksi risiko kecelakaan atau bencana alam dan buatan manusia. Pemindaian (scanning) oleh aparat kelurahan dan warga aktif  Setiap aparat kelurahan diharapkan mengenal benar wilayahnya, termasuk unsur-unsur yang berbatasan dengan wilayahnya. Sebagian “lahan marjinal” dapat terpantau dengan cukup mobilitas dalam ruang, termasuk perjalanan ke dan dari kantor. Bagian “lahan marjinal” lainnya sukar untuk diamati, karena berada di balik bangunan atau obyek lain tetapi karenanya justru lebih berpeluang untuk ditempati secara liar. Area seperti ini me-merlukan upaya khusus dan berkala untuk dipindai. Peranserta warga dalam hal ini sangat penting, antara lain bagi mereka yang mempunyai asset bersebelahana dengan lahan marjinla tsb;  Pada saat terjadinya bencana, yang menentu-kan banyak sedikitnya korban dan kerusakan ada-lah kesiapan warga dan sistem penanggulangan risko yang ada. Berbagai risiko bencana dimulai di margin / pinggiran permukiman, tetapi seringkali justru tidak terjangkau oleh indera penglihatan atau penciuman, seperti genangan air (bahaya penyakit melular), kegiatan usaha yang berbahaya seperti mercon atau penumpukan bahan yang mudah ter-bakar, retak yang timbul di tepi tebing (pada area yang rentan longsor). Kembali di sini kesiagaan warga akan sangat menentukan besar-kecilnya dampak dari suatu bencana alam atau buatan manusia;  Hal yang serupa juga berlaku dalam rangka penanggulangan kriminalitas atau gangguan pada jalur-jalur sistem transportasi umum (jalan raya, rel maupun sungai). LANDASAN HUKUM DAN ASAS ASAS Landasan hukum  Beberapa dasar legal bagi pencegahan per-mukiman dan usaha liar melalui penugasan ke-lurahan: a) Undang-Undang Dasar Republik Indo-nesia pasal 28H ayat (1) yang mengamanatkan “setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan ba-tin, bertempat tinggal dan mendapatkan lingkungan hidup baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan…” Dalam hal ini warga yang menghadapi kesulitan memperoleh rumah seharus-nya dibantu dengan alternatif yang layak oleh Pe-merintah. Demikian juga warga yang tertipu oleh oknum tertentu dalam hal hak untuk menempati suatu area pun berhak mendapat perlindungan dari Pemerintah. Undang-undang juga menjamin hak setiap orang atas informasi yang menyangkut ke-pentingan umum;  Peraturan Gubernur Prov. DKI no. 147 tahun 2009 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kelurahan memberikan rincian tugas pokok dan fungsi kelu-rahan sbb: a) penyusunan, dan pelaksanaan Ren-cana Kerja dan Anggaran (RKA) Kelurahan; b) pelaksanaan tugas pemerintahan daerah yang di-limpahkan dari Gubernur; c) pengendalian ope-rasional pemeliharaan ketenteraman dan ketertiban dan penegakan Peraturan Daerah dan Peraturan Gubernur oleh Satuan Tugas Satpol PP Kelurahan; d) pelaksanaan pemberdayaan masyarakat Kelu-rahan; e) pembinaan lembaga masyarakat; f) pe-meliharaan prasarana dan sarana umum, termasuk saluran-saluran air lingkungan serta saluran tersier lainnya; g) pemeliharaan dan pengembangan ke-bersihan dan lingkungan hidup; h) pemeliharaan dan pengembangan kesehatan lingkungan d an ko- komunitas; i) pengoordinasian Puskesmas Kelurahan; j) pengawasan rumah kost dan rumah kontrakan; k) pe-rawatan taman interaktif dan pengawasan pohon di jalan; l) pembinaan Rukun Warga dan Rukun Tetangga; m) pelaksanaan koordinasi dengan lembaga musyawarah Kelurahan; n) pelayanan kepada masyarakat (pe-layanan perizinan dan non-perizinan yang dilimpah-kan dari Gubernur); o) pengendalian pelaksanaan anggaran Satpol PP Kelurahan. Rincian Pergub:  Peta-peta: Kelurahan masih mengalami kendala terbatasnya peta-peta kelurahan yang cukup rinci dan mutakhir. Perubahan dalam bidang tanah atau prasarana seringkali tidak dicatat. Kendala ini juga dirasakan ketika melaksanakan Musrenbangdes, di mana keputusan diambil secara sumir dan tidak mampu mengungkapkan persoalan di lapangan secara akurat. Kelengkapan peta-peta kelurahan dan updating secara berkala akan sangat mem-bantu Dalam rembug warga Musrenbang. Untuk melaksanakan PerGub di atas, khususnya f), g), h) dan k) yang menyangkut lingkungan hidup, serta n) yang menyangkut perizinan, kelurahan aka banyak bergantung pada peta-peta tematik yang baik, se-perti peta administratif dgn batas-batas, prasarana dan sarana, fasilitas sanitasi;  Di sini diusulkan untuk menyediakan peta ke-lurahan yang juga mencakup area marjinal di se-kitarnya, sebagai acuan bagi (i) pengawasan oleh setiap perangkat kelurahan, serta (ii) kemungkinan untuk memanfaatkan area marjinal tersebut untuk kepentingan warga;  Satpol PP: Pemeliharaan keamanan dan keter-tiban dan penegakan peraturan sebagaimana di-tetapkan pd butir c) dan o) masih memerlukan perincian lebih lanjut. Bagi Satpol PP tugas mem-beri peringatan dan mengusir satu keluarga akan jauh lebih ringan daripada menggusur permukiman yang sudah tumbuh beberapa generasi. Karena itu tindakan penertiban harus dilakukan sedini mung-kin, ketika langkah awal baru terjadi dan warga pendatang yang bersangkutan belum sempat meng-investasikan sumber yang banyak. Asas-asas  Wewenang pengawasan ≠ pengelolaan: Dalam hal ini dibedakan antara wewenang dan tanggung-jawab untuk (a) mengelola wilayah tertentu, dan (b) mengawasi wilayah tersebut. Dalam batas wilayah kelurahan yang lazim kedua fungsi ini berimpitan; c) akan tetapi dalam hal pengamanan area di jalur-jalur publik, maka pihak yang berwenang & ber-tanggungjawab untuk (a) dapat berbeda dari pihak penanggungjawab untuk (b);  Disiplin dan sanksi: Tujuan mencegah permu-kiman liar sebagaiamna diusulkan di sini tidak dapat terlaksana tanpa kedisiplinan semua pihak. Disiplin - sebagai suatu kekurangan kronis bangsa kita yang harus diatasi secara sistematik - harus menjadi ba-gian dari sistem pencegahan permukiman liar dan diterjemahkan ke dalam aturan yang cukup rinci, termasuk sanksi. USUL RINCIAN TUPOKSI KELURAHAN Batas wilayah pengawasan  Batas tanggung-jawab pengawasan oleh aparat kelurahan dapat mencakup “lahan marjinal” di seki-tarnya, lebih luas daripada batas lahan yang di-kuasai perorangan atau lembaga. Wilayah peng-awasan oleh kelurahan berbatasan dengan wilayah pengawasan kelurahan tetangga di sebelahnya, atau dengan wilayah pengawasan lembaga peme-rintah yang lain;  Dengan kata lain, tanggungjawab pengawasan berhenti pada batas wilayah kelurahan tetangga atau pada batas fungsi publik yang sudah ada pe-tugas pengawasnya seperti jalan raya (oleh LLAJR dan polisi) atau kawasan pelabuhan dan stasiun.


Download ppt "JURNAL PERKIM MEDIA INFORMASI & KOMUNIKASI PERMUKIMAN JAKARTA"

Presentasi serupa


Iklan oleh Google