Upload presentasi
Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu
Diterbitkan olehInal Fahmy Telah diubah "10 tahun yang lalu
1
SAKRAMEN-SAKRAMEN Kata “sakramen” berasal dari bahasa Latin “sacramentum” yang berarti : hal-hal yang berkaitan dengan yang kudus atau yang ilahi. Dalam konteks agama katolik, sakramen berarti : Tanda dan Sarana keselamatan Allah yang diberikan kepada manusia. Tujuan sakramen : (SC 59) Menguduskan manusia Membangun Tubuh Kristus Mempersembahkan ibadat kepada Allah
2
Sakramen biasanya diungkapkan dengan kata-kata dan tindakan.
Sebagai Tanda dan Sarana keselamatan, maka sakramen hendaknya diterima berdasarkan Iman. Sakramen biasanya diungkapkan dengan kata-kata dan tindakan. Dalam semua sakramen selalu mengandung 2 unsur yang hakiki, yaitu : Forma (=kata-kata yang menjelaskan peristiwa Ilahi) Materia (= barang / tindakan tertentu yang kelihatan)
3
Dalam Gereja Katolik ada 7 sakramen :
Sakramen Inisiasi (Baptis, Krisma & Ekaristi) Sakramen Penyembuhan (Tobat & Pengurapan orang sakit) Sakramen Persekutuan dan Perutusan umat beriman (Perkawinan & Imamat) Melalui sakramen-sakramen ini Allah berkehendak mewujudkan keselamatan-Nya bagi manusia. Dari ketujuh sakramen tersebut, Ekaristilah yang menjadi sakramen segala sakramen, artinya : semua sakramen yan lain diarahkan kepada Ekaristi sebagai tujuannya, karena Ekaristilah yang menjadi “sumber dan puncak seluruh hidup kristian” (LG 11)
4
I. SAKRAMEN BAPTIS (Cfr. Mat 3:13-17 par; Mat 28:19-20)
Sakramen baptis merupakan salah satu bagian dari sakramen inisiasi. Inisiasi berasal dari bahasa Latin “inire” (masuk ke dalam), atau “initiare” (memasukkan ke dalam), atau “initium” (awal) Melalui inisiasi ini orang dimasukkan ke dalam keanggotaan Gereja, yang tampak secara nyata di dalam peristiwa pembaptisan. Baptis berasal dari kata “baptizein” atau “baptismos” (Yunani), yang berarti : “mencelupkan ke dalam air” atau “membasuh dengan air”.
5
Pembaptisan merupakan upacara inisiasi, berarti bahwa orang yang belum termasuk dalam kelompok orang yang percaya kepada Yesus Kristus dimasukkan ke dalam kelompok dengan segala hak dan kewajibannya. Pembaptisan juga diartikan bahwa orang dibebaskan dari dosa dan dilahirkan kembali sebagai putera-puteri Allah. Dengan demikian maka pembaptisan merupakan tanda perjajian antara Allah yang berprakarsa untuk menawarkan keselamatan dan kehidupan sejati dengan manusia yang beriman kepada-Nya.
6
Di dalam Gereja Katolik hanya ada satu pembatisan, yaitu pembaptisan dengan air.
Pembaptisan dengan air sungguh diimani sebagai meterai rohani yang tak terhapuskan dan diterimakan hanya satu kali untuk selama-lamanya (tidak dapat diulang). Dalam pembaptisan, orang juga menerima pengurapan minyak krisma sebagai tanda pengurapan Roh Kudus, agar orang yang dibaptis boleh mengambil bagian dalam tugas imamat, kanabian,dan penggembalaan Yesus Kristus.
7
Siapa yang boleh dibaptis ?
= mereka yang diperbolehkan menerima pembaptisan adalah setiap orang (sejauh tidak ada halangan) dan yang belum dibaptis, baik anak-anak (bayi) maupun orang dewasa. Mengapa pembaptisan anak-anak perlu dilakukan ? = menurut iman Katolik, pembaptisan anak-anak itu perlu karena mereka dilahirkan dengan kodrat manusia yang jatuh ke dalam dosa dan dinodai oleh dosa asal. Mereka membutuhkan kelahiran kembali di dalam pembaptisan supaya mereka dibebaskan dari kuasa kegelapan. Dalam pembaptisan anak-anak, yang pertama-tama mengungkapkan imannya adalah Gereja dan orang tuanya.
8
Dalam pembaptian dewasa ada beberapa proses yang harus dilalui :
1. Tahap I : Masa Pra-katekumenat = Saat untuk menampung para simpatisan, menjernihkan motivasi dan memperkenalkan Kristus sehingga mereka mulai bertobat dan beriman. Masa ini ditutup dengan pelantikan menjadi katekumen. 2. Tahap II : Masa Katekumenat = Saat untuk menjalani pembinaan menyeluruh guna menjadi orang Katolik, baik melalui kegiatan katekese dan perayaan-perayaan liturgi maupun penanaman berbagai macam sikap dan keutamaan Kristiani. Masa ini ditutup degan pemilihan sebagai calon baptis.
9
3. Tahap III : Masa Persiapan Terakhir
= Saat untuk mempersiapkan diri dan hidup guna menerima Sakramen Baptis (dan sakramen-sakramen lainnya). Masa ini ditutup dengan penerimaan sakramen inisiasi sebagai wujud bahwa seseorang sudah menjadi anggota penuh dalam Gereja. 4. Tahap IV : Masa Mistagogi = Saat di mana para baptisan baru dibimbing untuk semakin mendalami penghayatan iman mereka, baik dalam perayaan Ekaristi maupun dalam persekutuan umat beriman. Note : Pembaptisan dalam keadaan wajar dapat dilakukan oleh Uskup, Imam dan Diakon (tertahbis), sedangkan dalam keadaan darurat pebaptisan dapat dilakukan oleh setiap orang dengan tetap memperhatikan rumusan Trinitas : “NN, aku membaptis engkau atas nama Bapa dan Putera dan Roh Kudus”
10
II. SAKRAMEN KRISMA Pada mulanya sakramen krisma / penguatan ini tidak terpisahkan dengan sakramen baptis. Kedua sakramen ini dilaksanakan dalam satu rangkaian upacara, yaitu penerimaan pembaptisan pada malam Paskah, yang dilakukan oleh Uskup. Zaman berubah dan perkembangan umat bertambah, sedangkan jumlah Uskup terbatas dan kehadiran Uskup juga terbatas, maka pelaksanaan sakramen krisma dipisahkan dengan sakramen baptis. Pembaptisan sungguh dipusatkan pada baptisan air, sedangkan krisma lebih pada pengurapan dengan Roh Kudus.
11
Unsur pokok dalam penerimaan sakramen krisma adalah :
Sakramen krisma melengkapi ataupun menyempurnakan rahmat pembaptisan, artinya : dengan menerima sakramen krisma orang secara nyata diikutsertakan dalam tugas publik umat, yaitu mewartakan kabar gembira keselamatan Allah bagi dunia (LG 11) Dkl. Seseorang yang menerima sakramen krisma dianggap layak untk menjadi saksi Kristus dalam kehidupannya sehari-hari karena rahmat pengurapan Roh Kudus. Unsur pokok dalam penerimaan sakramen krisma adalah : Penumpangan tangan sebagai tanda pencurahan Roh Kudus Pengurapan dengan minyak krisma di dahi sambil berkatan : “NN, terimalah tanda karunia Roh Kudus”
12
Sakramen krisma diberikan oleh Uskup atau Wakil Uskup yang diberi kuasa (biasanya Vikjen / Vikaris Jenderal). Setiap orang yang sudah dibaptis dan belum menerima Krisma berhak dan harus menerima sakramen krisma. Dalam penerimaan sakramen krisma ini perlu diperhatikan soal kedewasaan seseorang, khususnya kedewasaan iman agar rahmat Roh Kudus sungguh dapat berdaya guna bagi orang yang bersangkutan. (usia 13 – 15 tahun) Sakramen krisma ini diberikan satu kali, sebagai meterai rohani yang tak terhapuskan.
13
III. SAKRAMEN EKARISTI Ekaristi berasal dari kata Latin “Eucharistia” atau kata Yunani “Eucharistein”, yang berarti : Ucapan Syukur. Ekaristi pertama-tama dilihat dan dipahami sebagai : (I Kor 11:23-26; Luk 22:14-20) Kenangan akan Perjamuan Terakhir yang diadakan Kristus bersama para rasul Kenangan akan wafat dan kebangkitan Kristus
14
Bagi Gereja Katolik, sakramen ekaristi dipahami sebagai “sumber dan puncak seluruh hidup kristiani” (LG 11) Dalam merayakan Ekaristi, Gereja Katolik mempunyai kerangka dasar yang sepanjang sejarah tetap sama sampai sekarang, yaitu : Liturgi Sabda, yang terdiri dari : bacaan KS, kotbah, dan doa umat. Liturgi Ekaristi, yang terdiri dari : persembahan roti dan anggur, doa syukur agung, dan komuni.
15
Di dalam ekaristi inilah Gereja meyakini Kristus hadir
Di dalam ekaristi inilah Gereja meyakini Kristus hadir. Kehadiran Kristus terjadi di dalam seluruh perayaan ekaristi (awal s/d akhir) dan dalam semua peserta perayaan (imam dan umatnya) Cfr. SC 7 Pemahaman di atas bukan berarti lalu menghilangkan arti misteri kehadiran Kristus dalam rupa roti dan anggur (Realis Praesentia). Kehadiran Kristus tetap dirasakan pada saat roti dan anggur berubah menjadi Tubuh dan Darah (Transubstantiatio). Transubstantiatio (perubahan) ini terjadi karena kekuatan Sabda Kristus dan kekuatan Roh Kudus pada saat konsekrasi.
16
Tubuh dan Darah Kristus disambut oleh umat pada saat komuni
Tubuh dan Darah Kristus disambut oleh umat pada saat komuni. (dari kata Latin “communio” yang berarti : “kesatuan”). Dkl. Menyambut komuni berarti mengalami kesatuan dengan Kristus dan kesatuan dengan umat. Perayaan ekaristi bukan bukan perayaan pribadi (satu orang), melainkan perayaan bersama. Oleh karena itu dituntut partisipasi aktif dari para peserta untuk mengambil bagian di dalamnya, baik sebagai umat biasa maupun sebagai petugas. Ekaristi juga bukan sebagai kewajiban atau formalitas belaka (setiap minggu ikut misa), melainkan sebagai kebutuhan hakiki di dalam hidup.
17
IV. SAKRAMEN TOBAT Situasi kedosaan manusia di satu pihak dan kasih setia Allah yang diberikan kepada manusia di lain pihak, sungguh dapat dirasakan dan dihayati dalam Gereja melalui sakramen tobat atau sakramen pengampunan dosa. Iman Katolik mengatakan bahwa orang berdosa berarti berdosa di hadapan Allah dan di hadapan Gereja. Melalui sakramen pengampunan dosa, orang tidak hanya diampuni dosa-dosanya, melainkan dapat mengambil bagian lagi secara penuh dalam kehidupan Gereja. Dkl. Melalui sakramen tobat, orang memperoleh pengampunan dari Allah dan sekaligus didamaikan dengan Gereja. (LG 11)
18
Praktek sakramen tobat pada zaman Gereja perdana / pada zaman para Bapa Gereja berbeda dengan praktek zaman sekarang : 1. Zaman dulu Orang berbuat dosa (membunuh, merampok, berzinah, dan murtad) harus mengaku dosa dihadapan Uskup Dilakukan secara publik dan terbuka Memakai pakaian khusus dan mempunyai tempat khusus di gedung gereja (di luar gedung gereja) Diwajibkan berpuasa, berdoa, dan bersedekah Tidak diperbolehkan mengambil bagian dalam perayaan ekaristi Orang dapat menjalani tobat hanya satu kali, dan apabila ia jatuh lagi dalam dosa, maka ia tidak diberi kesempatan kembali menjadi anggota aktif dalam Gereja.
19
Dua hal penting yang harus diperhatikan :
2. Zaman Sekarang Orang yang berdosa cukup mengaku dosa secara pribadi Dilayani oleh seorang Imam Denda atas dosa biasanya berupa doa Sakramen tobat ini dapat diterima lebih dari satu kali. Dari kedua praktek tersebut di atas, satu hal yang tetap dipertahankan yaitu Gereja Katolik yakin bahwa melalui Gereja (Uskup dan Imam) Allah berkenan untuk melimpahkan rahmat pengampunan-Nya kepada orang berdosa. Dua hal penting yang harus diperhatikan : Dari pihak orang yang berdosa dituntut penyesalan, pengakuan dosa, membuat silih atas dosa (penitensi) serta memperbaiki diri dan hidup. Dari pihak Gereja (Uskup dan Imam) berkat tahbisannya diberi wewenang atau kuasa untuk mengampuni segala dosa (memberi absolusi) atas nama Bapa, Putera dan Roh Kudus.
20
V. SAKRAMEN PERKAWINAN Iman Katolik melihat dan memahami perkawinan sebagai panggilan Allah. Allah memanggil pria dan wanita untuk hidup secara khusus, yaitu membangun hidup berkeluarga. Hidup bekeluarga hendaknya dipahami sebagai bentuk kehidupan yang sungguh suci dan agung serta patut disyukuri karena merupakan karya agung Allah sendiri.
21
Perkawinan Katolik dipahami sebagai :
“Perjanjian perkawinan, dengan mana pria dan wanita membentuk antar mereka kebersamaan seluruh hidup, dari sifat kodratinya terarah pada kesejahteraan suami isteri serta pada kelahiran dan pendidikan anak; oleh Kristus Tuhan, perkawinan antara orang-orang yang dibaptis diangkat ke martabat Sakramen” (KHK, Kan, 1055 par.1) Dari rumusan di atas dapat ditegaskan unsur-unsur paham Gereja mengenai perkawinan : 1. Perjanjian Perkawinan Lambang real hubungan antara Tuhan dan umat-Nya Sehidup semati
22
2. Kebersamaan seluruh hidup
Hubungan pribadi suami istri yang beraspek kualitatif (bukan kuantitatif) di segala bidang kehidupan. 3. Antara pria dan wanita Kebersamaan hidup dalam keluarga sungguh terjadi antara pria dan wanita (bukan pria dengan pria atau wanita dengan wanita) 4. Terarah pada kesejateraan suami istri Perkawinan bertujuan untuk kebahagiaan lahir batin bagi suami istri untuk selamanya.
23
Sifat hakiki perkawinan : (KHK, Kan. 1056)
5. Terarah pada anak Perkawinan terbuka pada prokreasi (keturunan) yang terjadi dalam hubungan persetubuhan suami istri, serta usaha mendidik anak dengan sebaik-baiknya (khususnya pendidikan iman). 6. Perkawinan sebagai sakramen Perkawinan ini terjadi antara dua orang yang dibaptis (baik baptis Katolik maupun Kristen). Sifat hakiki perkawinan : (KHK, Kan. 1056) Monogami (= seorang pria dan seorang wanita) Tak terceraikan (= ikatan perkawinan tidak terputuskan oleh kemauan suami istri sendiri ataupun kuasa manusia, mis. Instansi tertentu, kecuali karena kematian pasangannya / kematian secara wajar).
24
Proses menuju perkawinan :
Menghadap ketua lingkungan setempat Menghadap pastor paroki 3 bulan sebelum hari pernikahan, sambil menyelesaikan surat-surat yang dibutuhkan baik oleh Gereja maupun catatan sipil Menghadap pastor paroki untuk menjalani penyelidikan kanonik Pengumuman di Gereja sebanyak 3 kali (3 minggu) Tata peneguhan perkawinan : (KHK, Kan 1108 par 1) Perkawinan hanyalah sah bila : Dilangsungkan di hadapan ordinaris wilayah (Uskup) atau pastor paroki atau imam maupun diakon - yang diberi delegasi oleh salah satu dari mereka itu – yang meneguhkannya, Serta dihadapan 2 orang saksi
25
Perkawinan campur : Perkawinan beda Agama
= perkawinan yang terjadi antara seorang yang sudah dibaptis dalam Gereja Katolik, atau yang sudah diterima di dalamnya, dengan seorang yang tidak dibaptis. Maka untuk mengesahkan perkawinan ini diperlukan DISPENSASI dari ordinaris wilayah (Uskup) Perkawinan beda Gereja = Perkawinan yang terjadi antara seorang yang sudah dibaptis dalam Gereja Katolik, atau yang sudah diterima di dalamnya, dengan seorang yang dibaptis dalam Gereja Kristen. Maka untuk mengesahkan perkawinan ini diperlukan IZIN dari ordinaris wilayah (Uskup).
26
VI. SAKRAMEN IMAMAT Melalui sakramen imamat / tahbisan seseorang diangkat menjadi pemimpin resmi dalam Gereja, baik dalam pelayanan sakramen-sakramen maupun dalam seluruh kehidupan dan kegiatan Gereja. Dkl. Dengan sakramen tahbisan orang “diangkat untuk menggembalakan Gereja dengan sabda dan rahmat Allah” (LG 11) Melalui tahbisan suci, seseorang boleh mengambil bagian dalam imamat Yesus Kristus, khususnya imamat jabatan. Imamat jabatan inilah yang menjadikan seseorang bertindak atas nama Kristus dan atas nama seluruh Gereja.
27
Dalam Gereja Katolik, ada 3 jenjang tahbisan suci :
Imamat jabatan hendaklah dimengerti dan dihayati sebagai salah satu bentuk pelayanan (LG 24). Dkl. Melalui tahbisan orang menjadi pelayan Kristus dan sekaligus pelayan Gereja. Dalam Gereja Katolik, ada 3 jenjang tahbisan suci : Tahbisan Uskup (LG 21) Tahbisan Imam (LG 28) Tahbisan Diakon (LG 29) Inti sakraman tahbisan adalah penumpangan tangan oleh Uskup atas orang yang tertahbis dan doa pencurahan Roh Kudus. Tahbisan merupakan meterai atau tanda rohani yang tidak terhapuskan dan tidak dapat diulang atau dikembalikan.
28
VII. SAKRAMEN PENGURAPAN ORANG SAKIT
Dalam Gereja Katolik ada suatu kebiasaan untuk mendoakan orang sakit. Gereja mengimani bahwa di dalam doa, Allah sungguh berkarya untuk menyembuhkan yang sakit dan memberkan keselamtan padanya. Secara nyata kebiasaan ini tampak dalam penerimaan sakramen pengurapan orang sakit (cfr. Yak 5:14-16). Selain doa resmi, dilakukan juga pengolesan dengan minyak pengurapan orang sakit (OI = Oleum Infirmorum)
29
Melalui sakramen pengurapan orang sakit, seseorang dipersatukan dengan Kristus yang wafat dan bangkit dengan mulia, yang menjadi sumber pengharapan dan kekuatan bagi si sakit. (Cfr. LG 11) Sakramen pengurapan orang sakit hanya diberikan kepada orang yang sakit berat. Hal yang penting diperhatikan adalah bahwa penerimaan sakramen ini bukan dimaksudkan untuk mereka yang sudah hampir menemui ajal, tetapi hendaklah diberikan kepada mereka sewaktu belum parah, sehingga ia dapat ikut serta dalam perayaan perminyakan suci.
30
Sakramen ini jangan dipandang sebagai yang mendatangkan maut atau mempercepat kematian, tetapi dipahami sebagai karya Allah yang akan menyelamatkan (menyembuhkan) si sakit. Allah sungguh berperan bagi si sakit, baik menyembuhkan atau memanggil si sakit ke hadapan-Nya untuk selamanya. Sakramen ini hanya boleh diberikan oleh Imam atau Uskup, dengan mengolesan minyak orang sakit (OI = Oleum Infirmorum) di dahi dan tangan si sakit. Sakramen ini dapat diterima berulang kali.
Presentasi serupa
© 2024 SlidePlayer.info Inc.
All rights reserved.