Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

Pertemuan ke – 2 TEORI HUKUM PENDAFTARAN TANAH

Presentasi serupa


Presentasi berjudul: "Pertemuan ke – 2 TEORI HUKUM PENDAFTARAN TANAH"— Transcript presentasi:

1 Pertemuan ke – 2 TEORI HUKUM PENDAFTARAN TANAH
Dosen Dr. Suryanti T. Arief SH, MKn, MBA

2 LATAR BELAKANG PENDAFTARAN TANAH

3 KONDISI YANG ADA (SEJARAH TERBENTUKNYA UUPA)
ADANYA DUALISME HUKUM PERTANAHAN 1. Tanah-tanah Hak Barat 2. Tanah-tanah Hak Indonesia (Tanah-tanah Hak Adat) TIDAK ADANYA JAMINAN KEPASTIAN HUKUM BAGI RAKYAT 1. Belum tersedia Hukum Tanah Tertulis yang Lengkap dan Jelas 2. Belum diselenggarakan Pendaftaran Tanah yang Efektif

4 ADANYA DUALISME HUKUM PERTANAHAN
Berlakunya bersamaan perangkat peraturan: Hukum Tanah Barat yang pokok-pokok peraturannya terdapat dalam buku II KUHPerdata yang merupakan hukum tertulis dan Hukum Tanah Adat yang bersumber pada Hukum Adat yang tidak tertulis.”

5 1. TANAH-TANAH HAK BARAT (Agrarische Wet dan Agrarische Besluit)
Bentuknya TERTULIS KUHPerdata  Buku II Tanah Hak Eigendom(Hak Milik)  Pasal 571 Tanah Hak Erfpacht(Hak Usaha)  Pasal 720 Tanah Hak Opstal(Hak Numpang Karang)  Pasal 711 Hampir semuanya terdaftar dan dipetakan oleh Kantor Kadaster menurut Peraturan-peraturan Kadaster Tunduk pada Hukum Tanah Barat Jumlahnya tidak sebanyak Tanah-tanah Hak Indonesia (lebih kurang bidang)

6 1. TANAH-TANAH HAK BARAT (Lanjutan)
Sifatnya INDIVIDUALISTIK :  yaitu berpusat pada Hak Individu atas tanah yang bersifat pribadi semata-mata; Hak Eigendom(Hak Milik)  Pasal 570 hak secara leluasa menikmati benda dan bebas menggunakannya dengan kekuasaan sepenuhnya Subyeknya :  1. Golongan Eropa dan Timur Asing 2. Golongan Pribumi yang tunduk pada Hukum Perdata Barat.

7 TANAH–TANAH HAK INDONESIA (TANAH HAK ADAT)
Bentuknya TIDAK TERTULIS Tanah Hak Ulayat masyarakat Hukum Adat Hak Milik Adat Hampir semuanya belum terdaftar Tunduk pada Hukum Tanah Adat, yang tidak tertulis Jumlahnya terbesar pada tanah di Hindia Belanda

8 TANAH–TANAH HAK INDONESIA (Lanjutan)
Sifatnya kebersamaan masyarakat sangat kuat GOTONG ROYONG Subyeknya : Masyarakat Hukum Adat / Pribumi Non Pribumi karena perkawinan/percampuran harta, warisan tanpa wasiat Golongan Timur Asing (keturunan Cina)

9 TANAH–TANAH HAK INDONESIA (Lanjutan)
Disamping Tanah-tanah Hak Adat, terdapat Tanah-tanah dengan Hak Indonesia yang berasal dari tanah Hak Adat ciptaan Pemerintah Hindia Belanda : Hak Agrarisch Eigendom (Perkebunan Besar) terletak di kota-kota Besar dan daerah Pegunungan Landerijen bezitrech (Tanah-tanah Tionghwa/ Tanah Partikeir dengan hak usaha) terletak dikota-kota besar Tanah Swapraja di daerah Sumatra Timur, Yogyakarta

10 AKIBAT DUALISME HUKUM PERTANAHAN
Menimbulkan masalah hukum antara lain : Bertentangan dengan cita-cita persatuan bangsa Persoalan hubungan antar-golongan (subyek hukum) Karena tanah-tanah Hak Barat tidak hanya dipunyai/dapat dipunyai oleh orang dan badan hukum yang tunduk pada Hukum Perdata Barat. Demikian juga tanah-tanah Hak Adat. Orang Pribumi (yang hukum perdatanya Hukum Adat) dapat mempunyai tanah-tanah Hak Barat yang diperoleh dari orang Non-pribumi melalui jual-beli, tukar-menukar dan pemberian atau dari Pemerintah Orang Non-pribumi selain dapat mempunyai tanah-tanah Hak Barat, dapat pula memperoleh dan mempunyai tanah- tanah Hak Adat walaupun memperolehnya terbatas pada cara-cara tertentu karena dibatasi oleh peraturan.

11 AKIBAT DUALISME HUKUM PERTANAHAN (Lanjutan)
Bagi Non Pribumi untuk memperoleh tanah Hak Adat dibatasi oleh peraturan-peraturan yang dikenal sebagai Larangan Pengasingan Tanah (Grond Vervreemdingsverbod S ) yang menyatakan : bahwa hak milik adat atas tanah oleh orang Pribumi tidak dapat dipindah kepada Non Pribumi. Maka semua perbuatan yang bertujuan untuk secara langsung ataupun tidak langsung memindahkannya adalah batal demi hukum. Yang dilarang adalah : perbuatan hukum pemindahan hak milik adat dari Pribumi ke Non Pribumi. Sedangkan peralihan hak karena bukan perbuatan hukum pemindahan hak tidak dilarang, misalnya karena percampuran harta karena perkawinan campuran atau karena warisan tanpa wasiat.

12 AKIBAT DUALISME HUKUM PERTANAHAN (Lanjutan)
Hukum manakah yang berlaku, jika tanah hak adat dipunyai oleh Non Pribumi dan jika tanah hak barat dipunyai oleh orang Pribumi? Hukum apa yang berlaku jika terjadi perbuatan hukum misalnya jual-beli, hibah dan sewa menyewa? Atau pihak-pihak yang Hukum Perdatanya berbeda dengan hukum yang berlaku terhadap tanahnya. Menimbulkan liberalisme berusaha yang maksudnya untuk meningkatkan kemakmuran masyarakat, tetapi kenyataannya kemakmuran hanya dinikmati oleh sebagian rakyat kecil yang menguasai modal dan alat produksi. Dan kemakmuran tidak terbagi secara adil dan merata.

13 BERLAKUNYA HUKUM TANAH NASIONAL
Undang-Undang Nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) yang berlaku 24 September 1960, menghapuskan dualisme/pluralisme Hukum Tanah di Indonesia dan menciptakan dasar-dasar bagi pembangunan Hukum Tanah Nasional yang tunggal berdasarkan Hukum Adat, yang disempurnakan serta disesuaikan dengan kepentingan masyarakat dalam negara modern dan dalam hubungan dengan dunia internasional.

14 Hukum Adat digunakan sebagai sumber utama dari Hukum Tanah Nasional (konsepsi, asas, lembaga, dan sistem) dan sebagai sumber pelengkap (norma). Dengan diberlakukannya UUPA, semua hak- hak atas tanah yang ada sebelumnya, dikonversi menjadi hak-hak atas tanah yang diatur dalam UUPA dan terjadi karena hukum menurut keadaan pada tanggal 24 September 1960, walaupun penegasannya baru akan dilakukan kemudian.

15 TIDAK ADANYA JAMINAN KEPASTIAN HUKUM BAGI RAKYAT
Pemberian jaminan kepastian hukum di bidang pertanahan memerlukan : Perangkat Hukum Tertulis, yang lengkap dan jelas serta dilaksanakan secara konsisten Penyelenggaraan Pendaftaran Tanah yang efektif

16 SISTEM ADMINISTRASI PEMILIKAN TANAH DI INDONESIA PADA MASA LALU
Ketentuan Hukum Tanah Administratif hampir semuanya tertulis, tetapi jumlahnya amat banyak dalam berbagai bentuk peraturan perundang-undangan tersebar tidak terkodifikasi. Dalam praktek, Hukum Tanah Administratif dikenal sebagai bagian hukum yang tidak mudah dipelajari dan dikuasai ketentuan dan isinya.

17 UNTUK TANAH KOMUNAL Sistem administrasi untuk tanah komunal (milik bersama), khususnya di desa-desa sangat tergantung kepada ingatan kepala desa setempat. Teknik kadaster seperti peta dan dokumen belum dikenal.

18 UNTUK TANAH MILIK ADAT Khususnya di daerah perkotaan dan produktif Telah mengenal sistem pajak tanah sejak awal abad ke-19, yaitu tahun 1811. Sebagai konsekuensinya, sistem pengukuran kadaster juga telah mulai dikenal, meskipun belum cukup akurat untuk kadaster hukum. Hal ini karena umumnya pengukuran tanah untuk keperluan pajak tidak teliti sebagaimana yang dipersyaratkan untuk kepastian hak. Jaminan kepastian bergantung kepada kesaksian dan bukan dokumen resmi kadaster. Dalam periode ini administrasi pertanahan belum dapat menjamin kepastian hak.

19 UNTUK TANAH KOLONIAL Sistem administrasi pertanahan kolonial yang lain adalah yang dikelola oleh Dinas Pekerjaan Umum, hanya merupakan himpunan data fisik tanpa ada dokumentasi hak atas tanahnya.

20 UNTUK TANAH MILIK BERDASAR HUKUM BELANDA
Konsep kadaster hukum mulai dikenal sejak tahun 1620. Sistem ini mengelola dokumen administrasi dan pendaftaran atas tanah-tanah milik berdasarkan hukum Belanda. Di sini tanah-tanah telah diukur dan didaftar sebagaimana mestinya.

21 Pasal 19 UUPA : “Untuk menjamin kepastian hukum oleh Pemerintah diadakan pendaftaran tanah di seluruh wilayah Republik Indonesia menurut ketentuan-ketentuan yang diatur dengan Peraturan Pemerintah”  Seluruh bidang tanah di Indonesia terdata dan terdaftar (Penguasaan dan Pemilikan)

22 Menurut Pasal 19 UUPA Pendaftaran Tanah Merupakan:
FISIK KADASTER (Data Bidang Tanah) Pengukuran, perpetaan dan pembukuan tanah Pemberian surat-surat tanda-bukti-hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat RECHT KADASTER / LEGAL KADASTER (Menjamin Kepastian Hukum) Pendaftaran hak-hak atas tanah dan peralihan hak- hak tersebut Pemberian surat-surat tanda-bukti-hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat

23 KADASTER YANG MEMPUNYAI KEKUATAN BUKTI
Pendaftaran Tanah diselenggarakan untuk memberikan jaminan kepastian hukum dan kepastian hak di bidang pertanahan kepada pemegang hak yang terdaftar Dalam pelaksanaannya untuk mencapai maksud tersebut maka kepada pemegang hak yang terdaftar akan diberikan tanda bukti hak agar dapat dengan mudah membuktikan haknya yang telah didaftar.

24 TUJUAN PENDAFTARAN TANAH
Untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum kepada pemegang hak yang terdaftar, agar dengan mudah dapat membuktikan dirinya sebagai pemegang hak ybs Untuk menyediakan informasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan termasuk Pemerintah, agar dengan mudah dapat memperoleh data yang diperlukan dalam mengadakan perbuatan hukum mengenai bidang-bidang tanah dan Satuan Rumah Susun yang sudah terdaftar Untuk terselenggaranya tertib administrasi pertanahan

25 DASAR HUKUM PENDAFTARAN TANAH
Pasal 19 UUPA Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun tentang Pendaftaran Tanah, yang diundangkan tanggal 8 Juli 1997, mulai berlaku 8 Oktober 1997 Permen 3 Tahun 1997


Download ppt "Pertemuan ke – 2 TEORI HUKUM PENDAFTARAN TANAH"

Presentasi serupa


Iklan oleh Google