Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

Kewenangan dan persoalan penerbitan Izin Tambang

Presentasi serupa


Presentasi berjudul: "Kewenangan dan persoalan penerbitan Izin Tambang"— Transcript presentasi:

1 Kewenangan dan persoalan penerbitan Izin Tambang
Sebelum dan pasca Reformasi

2 Latar Belakang dan Sejarah
Pada tahun 1899 Belanda menerbitkan Indische Mijnwet Stb Nomor 214, sebagai undang-undang pertambangan pertama produk Pemerintah Hindia Belanda. Pasal tambahan 5A Indische Mijn wet 1899 Tahun 1910 pengusahaan pertambangan bukan orang Belanda dan bukan penduduk Hindia Belanda harus dilakukan berdasarkan kontrak dengan Pemerintah Hindia Belanda, bukan melalui Konsesi. Pada tahun 1960 Pemerintah mengundangkan Undang-undang Nomor 37 Tahun 1960 tentang Pertambangan, yang juga hanya memberi kesempatan kepada investor dalam bentuk pinjaman luar negeri, yang akan dikembalikan dari hasil produksi bahan galian sebagaimana ditentukan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1963 Pasal 8 ayat (1) Undang-undang Nomor 1 Tahun 1967 (UU Penanaman modal asing) menetapkan bahwa, penanaman modal asing di bidang pertambangan didasarkan pada kerjasama dengan Pemerintah atas dasar kontrak karya atau bentuk lain sesuai peraturan yang berlaku.

3 Latar Belakang dan Sejarah
Undang-undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan, yang menggantikan Undang-undang Nomor 37 Tahun 1960 tentang Pertambangan. Pasal 1 Undang-undang Nomor 11 Tahun 1967, bahwa segala bahan galian yang terdapat dalam wilayah hukum pertambangan Indonesia adalah kekayaan alam nasional bangsa Indonesia yang dikuasai dan digunakan oleh Negara untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Undang-Undang No. 32 tahun 2004 pasal 1 ayat 5, pengertian otonomi derah adalah hak ,wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. UU MINERBA ; IUP diberikan oleh Bupati/Walikota apabila berada di dalam satu wilayah kabupaten/kota; Gubernur apabila WIUP berada pada lintas wilayah kabupaten/kota dalam satu provinsi setelah mendapatkan rekomendasi dari Bupati/Walikota setempat; Menteri apabila WIUP berada pada lintas wilayah provinsi setelah mendapatkan rekomendasi dari gubernur dan bupati/walikota setempat.

4 Resiko penyelundupan SDA
Desentralisasi Kelebihan Kelemahan Pengeluaran izin tidak bisa dikendalikan dan dikontrol oleh Pemerintah pusat Resiko penyelundupan SDA Gratifikasi dan korupsi dalam pengeluaran izin tidak terkendali Akumulasi kerusakan lingkungan tidak terukur Aspirasi rakyat bisa sampai ke pemegang kewenangan lebih cepat dan sering

5 Sentralisasi Kelebihan Kekurangan Proses penyampaian aspirasi dari masyarakat lingkar tambang lebih sulit Konsesi/kontrak karya dalam wilayah yang luas sehingga menimbulkan dampak akumulasi yang besar Proses penghentian oleh rakyat menjadi sulit Laju pengeluaran izin dapat ditekan

6 Mekanisme pemberian IUP oleh bupati/walikota
Dengan dimulainya era reformasi tahun 2000 yang ditandai dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, terjadi perubahan mendasar dalam kewenangan urusan pemerintahan termasuk urusan pertambangan. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 jo. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000, Pembagian Kewenangan Pemerintahan diatur sebagai berikut : Bupati/ Walikota : memiliki kewenangan urusan pemerintahan yang terletak dalam wilayah Kabupaten/ Kota dan/ atau sampai wilayah laut 4 mil laut; Gubernur : memiliki kewenangan urusan pemerintahan yang terletak dalam beberapa wilayah Kabupaten/ Kota dan tidak dilakukan kerjasama antar Kabupaten/ Kota maupun antar Kabupaten/ Kota dengan Provinsi, dan/ atau di wilayah laut yang terletak antara 4 sampai 12 mil laut; Menteri : memiliki kewenangan urusan pemerintahan yang terletak dalam beberapa wilayah Provinsi dan tidak dilakukan kerjasama antar Provinsi, dan/ atau di wilayah laut yang terletak di luar 12 mil laut.

7 Mekanisme pemberian IUP oleh bupati/walikota
Konsep yang dianut dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tersebut selanjutnya ditindak lanjuti dengan dibentuknya Peraturan Pemerintah Nomor 75 Tahun 2001 tentang Perubahan Kedua PP Nomor 32 Tahun 1967 tentang Pelaksanaan UU Nomor 11 Tahun 1967, yang menyatakan : Bupati/ Walikota : berwenang menerbitkan Surat Keputusan Kuasa Pertambangan apabila Kuasa Pertambangannya terletak dalam wilayah Kabupaten/ Kota dan/ atau sampai wilayah laut 4 mil laut; Gubernur : berwenang menerbitkan Surat Keputusan Kuasa Pertambangan apabila wilayah kuasa pertambangannya terletak dalam beberapa wilayah Kabupaten/ Kota dan tidak dil;akukan kerjasama antar Kabupaten/ Kota maupun antar Kabupaten/ Kota dengan Provinsi, dan/ atau di wilayah laut yang terletak antara 4 sampai 12 mil laut; Menteri : berwenang menerbitkan Surat Keputusan Kuasa Pertambangan apabila wilayah kuasa pertambangannya terletak dalam beberapa wilayah Provinsi dan tidak dilakukan kerjasama antar Provinsi, dan/ atau di wilayah laut yang terletak di luar 12 mil laut. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 mengelompokkan jenis usaha pertambangan menjadi dua, yaitu : Pertambangan mineral Pertambangan mineral digolongkan atas mineral radioaktif, mineral logam, mineral bukan logan dan batuan. Pertambangan batubara Usaha pertambangan tersebut diatas dapat dilakukan dengan mengajukan izin. Penerbitan Izin Usaha Pertambangan (IUP) terdiri atas dua tahap : 1) IUP Eksplorasi 2) IUP Operasi Produksi

8 Penyebab dan Modus Operandi
Dasar utama penyebab timbulnya masalah dan konflik pertambangan adalah ketika perosalan hak rakyat dan lingkungan tidak menjadi pertimbangan utama untuk menentukan layak atau tidaknya sebuah izin tambang diterbitkan. Ini terjadi karena pola pikir pemegang wewenang penerbitan izin lebih terorentasi kepada pelimpahan pengelolaan sumber daya alam kepada swasta atau pemilik modal ketimbang mengintegrasikan kewenangan kedalam visi pembangunan daerah yang mengedepankan pilar social, ekonomi dan lingkungan. Pelimpahan penguasaan SDA menjadi tidak terkontrol juga didorong oleh mekanisme pertanggungjawaban dan sanksi yang tidak memadai kepada kepala daerah. Modus Operandi Momentum politik Transaksi hukum Klan ekonomi

9 Pengawasan Penerbitan Izin
Pengawasan terhadap penerbitan izin oleh kepala daerah menjadi tidak relevan dengan adanya desentralisasi kewenangan. Yang paling mungkin dilakukan adalah proses penegakan hukum dalam administrasi perizinan dan pidana dalam implementasi pertambangan, Dikemudian hari memunculkan pola baru dalam penguasaan SDA izin dengan terlibatnya militer dan kepolisian dalam kepemilikan IUP dan distribusi keuntungan. Sebagai kompromi terhadap pengabaian Pengawasan Dibutuhkan Instrumen hukum untuk pengawasan penerbitan izin dan impelmentasi pertambangan

10 Keterlibatan LSM dan Masyarakat
Melegitimasi perizinan dalam keterlibatan pada proses penilaian AMDAL Munculnya LSM bentukan pemerintah yang berfungsi menjadi alat legitimasi Kelompok Opportunism Sosialisasi

11 Kewenangan Provinsi dan Kabupaten
Terhadap Pemikiran untuk menarik kewenangan Bahwa persoalan terjadi bukan hanya karena kepala daerah mempunyai kewenangan, tetapi juga karena tidak ada pertanggungjawan personal pasca jabatan Pengalihan kewenangan ke pemerintah provinsi juga tidak akan menjadi jaminan konflik dan laju penerbitan izin tambang akan terkendalai. Hanya akan mengalihan peta konflik kepentingan baru yang kemudian akan membawa situasi penyelesaian kepada kondisi yang belum dipahami. UU 11 Tahun 1967 Pelaksanaan penguasaan Negara dan Pengaturan Usaha Pertambangan Bahan Galian golongan a dan b dilakukan oleh Menteri; Pelaksanaan penguasaan Negara dan pengaturan Usaha Pertambangan Bahan Galian Golongan c dilakukan oleh Pemerintah Daerah Tingkat I tempat terdapatnya bahan galian tsb. Namun terdapat pengecualian, bahwa dengan memperhatikan kepentingan pembangunan Daerah khususnya dan Negara umumnya, Menteri dapat menyerahkan pengaturan usaha pertambangan bahan-bahan galian tertentu diantara bahan galian golongan b kepada Pemerintah Daerah Tingkat I tempat terdapatnya bahan galian itu Berdasarkan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan Pokok-Pokok Pertambangan, kewenangan perizinan pertambangan mineral dan batubara diberikan berdasarkan golongan bahan galian tambang, yaitu

12 Moratorium Moratorium tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat
Memunculkan praktek baru dengan “backdate” atau memundurkan tanggal penerbitan Penerbitan izin eksplorasi dan eksploitasi sudah hampir melampaui wilayah yang ada. Strategy efektif yang relevan sekarang, adalah selain mengupayakan kekuatan hukum moratorium, pemerintah harus melakukan audit terhadap perizinan yang telah dikeluarkan daerah.

13 Intervensi Izin Lingkungan Gugatan Mendorong penegakan hukum Gugatan
Bagaimana partisipasi LSM untuk mencegah dikeluarkannya IUP bermasalah? Apa upaya yang dilakukan LSM jika ada IUP yang bermasalah? Pencegahan Upaya terhadap IUP Bermasalah Intervensi Izin Lingkungan Gugatan Mendorong penegakan hukum Gugatan

14 Apa saran LSM untuk menyelesaikan permasalahan maraknya IUP bermasalah yang ada di daerah-daerah di Indonesia saat ini? Audit Perizinan yang sudah ada Penghentian pengeluaran izinan Membentuk peta jalan dan posisi politik luar negeri dengan SDA Merubah cara pandang dalam pengelolan SDA dan Lingkungan Intrumen Hukum terhadap administrasi, Malpraktek tambang, dan personal pasca jabatan dan Kejahatan Korporasi Penegakan hukum terhadap administrasi perizinan dan praktek pertambangan terhadap kepala daerah dan pelaku usaha


Download ppt "Kewenangan dan persoalan penerbitan Izin Tambang"

Presentasi serupa


Iklan oleh Google