Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

PELANGGARAN HAM YANG BERAT

Presentasi serupa


Presentasi berjudul: "PELANGGARAN HAM YANG BERAT"— Transcript presentasi:

1 PELANGGARAN HAM YANG BERAT
PENANGANAN PERKARA PELANGGARAN HAM YANG BERAT

2 (Pasal 1 butir 1 UU No.39/1999 jo Pasal 1 butir 1 UU No.26/2000)
HAM (Pasal 1 butir 1 UU No.39/1999 jo Pasal 1 butir 1 UU No.26/2000) HAM adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia PERKEMBANGAN Universal Declaration Of Human Right – PBB, tanggal 10 Desember 1948 UUD 1945 : Pasal 1 ayat (3) Pasal 27 ayat (1) Pasal 28 I ayat (1) Pasal 28 J ayat (1) Undang-Undang : Nomor 39 th 1999 tentang HAM Nomor 26 th 2000 tentang Pengadilan HAM

3 PELANGGARAN HAM BERAT Pasal 1 butir 2 UU No.26/2000
Pelanggaran HAM yang berat adalah pelanggaran HAM sebagaimana dimaksud dalam UU ini. Pasal 7 UU No.26/2000 Pelanggaran HAM berat, meliputi : Kejahatan Genosida Kejahatan terhadap kemanusiaan Pasal 8 UU No.26/2000 Kejahatan genosida adalah setiap perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk menghancurkan atau memusnahkan seluruh atau sebagian kelompok bangsa, ras, kelompok etnis, kelompok agama, dengan cara : membunuh anggota kelompok; mengakibatkan penderitaan fisik atau mental yang berat terhadap anggota-anggota kelompok; menciptakan kondisi kehidupan kelompok yang akan mengakibatkan kemusnahan secara fisik baik seluruh atau sebagiannya; memaksakan tindakan-tindakan yang bertujuan mencegah kelahiran di dalam kelompok;atau memindahkan secara paksa anak-anak dari kelompok tertentu ke kelompok lain.

4 Pasal 9 UU No.26/2000 Kejahatan terhadap kemanusiaan adalah salah satu perbuatan yang dilakukan sebagai bagian dari serangan yang meluas atau sistematik yang diketahuinya bahwa serangan tersebut ditujukan secara langsung terhadap penduduk sipil, berupa : pembunuhan; pemusnahan; perbudakan; pengusiran atau pemindahan penduduk secara paksa; perampasan kemerdekaan atau perampasan kebebasan fisik lain secara sewenang-wenang yang melanggar (asas-asas) ketentuan pokok hukum internasional; penyiksaan perkosaan, perbudakan seksual, pelacuran secara paksa, pemaksaan kehamilan, pemandulan atau sterilisasi secara paksa atau bentuk-bentuk kekerasan seksual lain yang setara; penganiayaan terhadap suatu kelompok tertentu atau perkumpulan yang didasari persamaan paham politik, ras, kebangsaan, etnis, budaya, agama, jenis kelamin atau alasan lain yang telah diakui secara universal sebagai hal yang dilarang menurut hukum internasional; penghilangan orang secara paksa;atau kejahatan apartheid.

5 PENANGANAN PELANGGARAN
DIREKTORAT PENANGANAN PELANGGARAN HAM YANG BERAT PADA JAKSA AGUNG MUDA TINDAK PIDANA KHUSUS KEJAKSAAN AGUNG RI

6 DIREKTORAT PENANGANAN PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA YANG BERAT
Unit kerja Direktorat Penanganan Pelanggaran Hak Asasi manusia Yang Berat, selanjutnya disebut Direktorat Peran HAM dibentuk berdasarkan Keputusan Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor : KEP-558/A/JA/12/2003 tanggal 17 Desember 2003. Landasan hukum pelaksanaan Unit Kerja Direktorat Peran HAM adalah Pasal 21 dan 23 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 yang memberikan tugas dan kewenangan kepada Jaksa Agung Republik Indonesia untuk melakukan Penyidikan dan Penuntutan terhadap penanganan perkara pelanggaran HAM Yang Berat. Pada awalnya, kewenangan Penyidikan dan Penuntutan perkara Pelanggaran HAM Yang Berat diselenggarakan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (kasus Timor Timur dan Tanjung Priok), namun kemudian Jaksa Agung memandang perlu adanya dukungan yang lebih kondusif secara institusioanl maupun sumber daya manusia yang mampu secara efektif dan efisien dalam penanganan perkara pelanggaran HAM Yang Berat, sehingga dibentuk Satuan Tugas (Satgas) penanganan perkara pelanggaran HAM Yang Berat. Dalam perjalanannya Satgas tersebut masih dirasakan kurang dapat menjawab tantangan dan kebutuhan sehingga Jaksa Agung kembali merasa perlu untuk menyempurnakannya guna lebih menunjang kelancaran tugas dan wewenang serta fungsi Kejaksaan pada umumnya dan penanganan pelanggaran HAM Yang Berat pada khususnya. Untuk keperluan dimaksud dibentuk Lembaga Direktorat Penanganan Pelanggaran Hak Asasi Manusia Yang Berat yang berada dibawah Struktur Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus secara stuktural disebut Direktur Penanganan Pelanggaran HAM Yang Berat.

7 TUGAS DAN WEWENANG Melaksanakan sebagian tugas dan wewenang Jaksa Agung RI di bidang yustisial dalam penanganan perkara Pelanggaran HAM Yang Berat dan bertanggungjawab langsung kepada Jaksa Agung Republik Indonesia. Sesuai rumusan yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM Yang Berat, khusus pada Pasal 10, 11, 12, 19, 20, 22, 23 dan 24 Jaksa Agung RI diberi kewenangan selaku Penyidik dan Penuntut Umum perkara Pelanggaran HAM Yang Berat, sebagaimana tercantum dalam Pasal 7, 8 dan 9 Undang-Undang No. 26 Tahun 2000. Jaksa Agung berwenang mengangkat Penyidik dan Penuntut Umum Ad Hoc untuk membantu menangani kasus Pelanggaran HAM Yang Berat. Dengan Keputusan Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor : KEP-558/A/JA/12/2003 tanggal 17 Desember 2003 telah membentuk Direktorat Peran HAM sebagai perpanjangan tangan Jaksa Agung dalam menangani kasus Pelanggaran HAM Yang berat, sehingga yurisdiksi yang dimiliki Direktorat Peran HAM Yang Berat sebagai perpanjangan tangan Jaksa Agung meliputi : Melakukan penelitian dan sekaligus memberikan petunjuk terhadap hasil penyelidikan yang dilakukan oleh KOMNAS HAM; Menyidik dan menuntut kasus Pelanggaran HAM Yang Berat yang terdiri dari : a. Kejahatan Genosida; b. Kejahatan Terhadap Kemanusiaan.

8 VISI Menjadikan Direktorat Peran HAM Yang Berat Kejaksaan Agung Republik Indonesia sebagai Pusat rujukan dan penegakan keadilan dalam penanganan perkara Pelanggaran Hak Asasi Manusia Yang Berat di Indonesia. M I S I a. Meningkatkan pengetahuan teknis administrasi para Jaksa dalam penanganan perkara Hak Asasi Manusia Yang Berat; b. Membina dan menjaga integritas dan komitmen serta keberanian para Jaksa dan Pegawai Tata Usaha dalam menangani kasus-kasus Hak Asasi Manusia Yang Berat; c. Menjalin kerjasama dan koordinasi dengan instansi dan institusi dalam penanganan perkara Hak Asasi Manusia Yang Berat; d. Melakukan kerjasama dengan dengan pihak luar negeri termasuk Perguruan Tinggi dalam meningkatkan pengetahuan dan keterampilan para Jaksa dan Pegawai Tata Usaha dalam menangani kasus Hak Asasi Manusia Yang Berat; e. Memberikan penyuluhan dan pencerahan kepada warga masyarakat, khususnya dilingkungan Kejaksaan untuk lebih peduli terhadap isu-isu menyangkut Hak Asasi Manusia;

9 FUNGSI Direktorat PERAN HAM Kejaksaan R.I menjalankan fungsi yang pada pokoknya : 1. PENYIDIKAN : * Pelaksanaan penerimaan, analisis dan penelitian terhadap hasil penyelidikan dan tindakan hukum lain dari KOMNAS HAM serta menyiapkan pendapat dan saran kepada Jaksa Agung RI sebagai bahan petunjuk teknis kepada KOMNAS HAM. * Perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian kegiatan penyidikan serta penyampaian saran dan pertimbangan kepada Jaksa Agung RI mengenai pemilihan, penunjukan dan pengangkatan penyidik ad hoc. * Pembinaan kerjasama, koordinasi dan pemberian bimbingan serta petunjuk teknis dalam penyidikan perkara Pelanggaran HAM Yang Berat dengan instansi dan Lembaga terkait serta kejaksaan di daerah. * Pelaksanaan penghimpunan informasi dan data yang berkaitan dengan penyidikan perkara pelanggaran HAM Yang Berat serta pengelolaan dan pengadministrasiannya. 2. PENUNTUTAN, UPAYA HUKUM, EKSEKUSI DAN EKSAMINASI * Perencanaan, pelaksaanaan, pengendalian kegiatan penuntutan, upaya hukum, eksekusi dan eksaminasi atau melaksanakan penetapan Hakim dan putusan pengadilan, pengawasan terhadap pelaksanaan keputusan lepas bersyarat dan tindakan hukum lain. * Penyampaian saran dan pertimbangan kepada Jaksa Agung R.I mengenai pemilihan, penunjukan dan pengangkatan penuntut umum ad hoc.

10 PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN
* Pembinaan kerjasama, koordinasi dan pemberian bimbingan serta petunjuk teknis dalam perkara Pelanggaran HAM Yang Berat, dengan instansi dan Lembaga terkait mengenai pelaksanaan putusan Hakim berdasarkan peraturan perundang-undangan dan kebijaksanaan yang ditetapkan oleh Jaksa Agung RI. * Pelaksanaan penghimpunan informasi dan data yang berkaitan dengan penuntutan, upaya hukum dan eksekusi perkara pelanggaran HAM Yang Berat serta pengelolaan dan pengadministrasiannya. PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN Pelaksanaan perlindungan terhadap para Saksi dan Korban pelanggaran pada Tahap Penyidikan dan Penuntutan dengan melakukan koordinasi dengan Aparat Keamanan.

11 STRUKTUR ORGANISASI Kepja No : KEP-558/A/JA/12/2003 tanggal 17 Desember 2003 JAKSA AGUNG RI JAKSA AGUNG MUDA TINDAK PIDANA KHUSUS DIREKTORAT PENANGANAN PELANGGARAN H.A .M YANG BERAT KASUBAG TATA USAHA SUB DIREKTORAT PENYIDIKAN SUB DIREKTORAT PENUNTUTAN, UHEK DAN EKSAMINASI SEKSI KEJAHATAN GENOSIDA SEKSI KEJAHATAN GENOSIDA SEKSI KEJAHATAN TERHADAP KEMANUSIAAN SEKSI KEJAHATAN TERHADAP KEMANUSIAAN

12 STRUKTUR ORGANISASI JAKSA AGUNG MUDA BIDANG TINDAK PIDANA KHUSUS
PERPRES No.38 Th 2010 Tanggal 15 Juni 2010 tentang : ORGANISASI DAN TATA KERJA KEJAKSAAN R.I PERJA No.009/A/JA/01/2011 Tanggal 24 Januari 2011 tentang Organisasi Dan Tata Kerja Kejaksaan . STRUKTUR ORGANISASI JAKSA AGUNG MUDA BIDANG TINDAK PIDANA KHUSUS JAKSA AGUNG MUDA BIDANG TINDAK PIDANA KHUSUS SEKRETARIAT JAKSA AGUNG MUDA TINDAK PIDANA KHUSUS KOORDINATOR BAGIAN SUNPROGLAP DAN PANIL BAGIAN TATA USAHA DIREKTORAT EKSEKUSI DIREKTORAT PENYIDIKAN DIREKTORAT PENUNTUTAN SUB DIREKTORAT T.P. KORUPSI PADA DIT EKSEKUSI DAN EKSAMINASI SUB DIREKTORAT T.P. KORUPSI PADA DIT PENUNTUTAN SUB DIREKTORAT T.P. KORUPSI PADA DIT PENYIDIKAN SUB DIREKTORAT T.P. KHUSUS LAINNYA PADA DIT PENUNTUTAN SUB DIREKTORAT T.P. KHUSUS LAINNYA PADA DIT EKSEKUSI DAN EKSAMINASI SUB DIREKTORAT T.P. KHUSUS LAINNYA PADA DIT PENYIDIKAN SUBDIT PELANGGARAN HAM BERAT PADA DIT PENUNTUTAN SUB DIREKTORAT PELANGGARAN HAM BERAT PADA DIT PENYIDIKAN SUBDIT PELANGGARAN HAM BERAT PADA DIT EKSEKUSI DAN EKSAMINASI KELOMPOK JABATAN FUNGSIONAL 12

13 KEWENANGAN JAKSA AGUNG KEWENANGAN JAKSA AGUNG
TAHAP PENYIDIKAN TAHAP PENUNTUTAN PENAHANAN Ps. 14 PENAHANAN Ps. 13 PENANGKAPAN Ps. 11 JANGKA WAKTU SELAMA 30 HARI. DIPERPANJANG SELAMA 20 HARI. DIPERPANJANG LAGI SELAMA (70 HARI). ORANG YANG DIDUGA KERAS MELAKUKAN PELANGGARAN HAM YANG BERAT BERDASRKAN BUKTI PERMULAAN YANG CUKUP. JANGKA WAKTU 90 HARI. DIPERPANJANG SELAMA 90 HARI. PENYIDIKAN BELUM. SELESAI, DIPERPANJANG SELAMA 60 HARI. (240 HARI). PELAKSANAANNYA : TUNJUKKAN SURAT TUGAS. SAMPAIKAN SP PENANGKAPAN KEPADA TSK. TEMBUSAN SP PENANGKAPAN TSB. DISAMPAIKAN SEGERA KEPADA PIHAK KELUARGA TSK. PENANGKAPAN MAX. SELAMA 1 (SATU) HARI.

14 PENYIDIKAN PENUNTUTAN
Sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam Pasal 11, 12, 21, dan 22 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000, Kejaksaan (Jaksa Agung) mempunyai kewenangan untuk melakukan penyidikan. Namun sebagaimana diatur dalam Pasal 21, kewenangan tersebut hanya ada pada Jaksa Agung dan tidak pada Jaksa lainnya, sehingga dalam melakukan penyidikan, Jaksa Agung akan mengangkat penyidik Ad Hoc, baik dari unsur pemerintah maupun masyarakat sebagaimana diatur dalam Pasal 21 ayat (3) Undang-Undang Nomor 26 Tahun PENUNTUTAN Dalam Pasal 24 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 telah ditentukan secara limitatif bahwa penuntutan terhadap pelanggaran HAM yang berat wajib dilaksanakan paling lambat 70 (tujuh puluh) hari terhitung sejak tanggal hasil penyidikan diterima. Kendala yang ditemukan dalam praktek berkenaan dengan masalah ini, yaitu saat penyidikan telah selesai dan siap untuk ditingkatkan ke tahap penuntutan, namun ternyata pengadilan HAM Ad Hoc dan Majelis Hakim Ad Hoc-nya belum terbentuk, sehinga untuk menghindari ketentuan limitasi waktu sebagaimana diatur dalam pasal 24 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000, maka pelimpahan hasil penyidikan tersebut ke tahap penuntutan ditunda, menunggu terbentuknya pengadilan HAM Ad Hoc beserta pelantikan Majelis Hakimnya.

15 KOMNAS HAM Pasal 18 Dasar Hukum pembentukan
- Keputusan Presiden Nomor 50 tahun 1993 - UU Nomor 39 tahun 1999 tentang HAM ( Bab VII, pasal 75 – 99) Kewenangan : PENYELIDIKAN UU Nomor 26 tahun 2000 tentang Pengadilan HAM Pasal 18 Penyelidikan terhadap pelanggaran hak asasi manusia yang berat dilakukan oleh Komisi Nasional Hak Asasi Manusia . Komisi Nasional Hak Asasi Manusia dalam melakukan penyelidikan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat membentuk tim ad hoc yang terdiri atas Komisi Nasional Hak Asasi Manusia dan unsur masyarakat.

16 Pasal 19 Dalam melaksanakan penyelidikan sebagaimana dimaksud dalam pasal 18, penyelidikan berwenang : melakukan penyelidikan dan pemeriksaan terhadap peristiwa yang timbul dalam masyarakat yang berdasarkan sifat atau lingkupnya patut diduga terdapat pelanggaran hak asasi manusia yang berat; menerima laporan atau pengaduan dari seseorang atau kelompok orang tentang terjadinya pelanggaran hak asasi manusia yang berat, serta mencari keterangan dan barang bukti; memanggil pihak pengadu, korban, atau pihak yang diadukan untuk diminta dan didengar keterangannya; memanggil saksi untuk diminta dan didengar kesaksiannya; meninjau dan mengumpulkan keterangan di tempat kejadian dan tempat lainnya yang dianggap perlu; memanggil pihak terkait untuk memberikan keterangan secara tertulis atau menyerahkan dokumen yang diperlukan sesuai dengan aslinya; atas perintah penyidik dapat melakukan tindakan berupa : pemeriksaan surat; penggeledahan dan penyitaan; pemeriksaan setempat terhadap rumah, pekarangan, bangunan, dan tempat-tempat lainnya yang diduduki atau dimiliki pihak tertentu; mendatangkan ahli dalam hubungan dengan penyelidikan. (2) Dalam hal penyelidik mulai melakukan penyelidikan suatu peristiwa yang diduga merupakan pelanggaran hak asasi manusia yang berat penyelidik memberitahukan hal itu kepada penyidik.

17 PELANGGARAN HAM YANG BERAT
MEKANISME PENANGANAN PELANGGARAN HAM YANG BERAT

18 UNDANG-UNDANG NO. 39 TAHUN 1999
PERISTIWA KOMNAS HAM LAPOR Pasal 90 UNDANG-UNDANG NO. 39 TAHUN 1999 Setiap Orang dan atau sekelompok orang yang memiliki alasan kuat bahwa hak asasinya telah dilanggar dapat mengajukan laporan dan pengaduan lisan atau tertulis pada KOMNAS HAM Pengaduan hanya mendapatkan pelayanan apabila disertai dengan identitas Pengadu yang benar dan keterangan atau bukti awal yang jelas dengan materi yang diadukan Dalam hal pengaduan dilakukan oleh Pihak lain, maka pengaduan harus disertai dengan persetujuan dari pihak yang hak asasinya dilanggar sebagai korban, kecuali untuk pelanggaran hak asasi manusia tertentu berdasarkan pertimbangan KOMNAS HAM ; Pengaduan hak asasi manusia sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) meliputi pula pengaduan melalui perwakilan mengenai pelanggaran hak asasi manusia yang dialami oleh sekelompok masyarakat

19 alasan PEMERIKSAAN KOMNAS HAM PENYIDIKAN Tidak dilanjutkan Di hentikan
Pasal 91 UU No. 39 Tahun 1999 Tidak memiliki bukti awal yang cukup Materi pengaduan bukan masalah pelanggaran Hak Asasi Manusia Pengaduan diajukan dengan itikad buruk atau ternyata tidak ada kesungguhan dari pengadu Terdapat Upaya Hukum yang lebih efektif bagi penyelesaian materi pengaduan ; atau Sedang berlangsung penyelesaian melalui Upaya Hukum Yang tersedia sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan PEMERIKSAAN Tidak dilanjutkan Di hentikan KOMNAS HAM HASIL LID Pasal 20 ayat (1) dan (2) UU Nomor 26 Tahun 2000 ) Dalam Hal KOMNAS HAM berpendapat bahwa terdapat bukti permulaan yang cukup telah terjadi peristiwa pelanggaran HAM Yang Berat Maka kesimpulan hasil LID disampaikan kepada Penyidik. 2) Paling lambat 7 (tujuh) hari kerja setelah kesimpulan hasil LID disampaikan, KOMNAS HAM menyerahkan seluruh hasil LID kepada Penyidik Dilengkapi oleh KOMNAS HAM Dalam waktu 30 hari Pasal 20 ayat (3) UU No PENYIDIKAN Lanjut LID LENGKAP SPDP LID Pasal 19 ayat (2) UU Nomor 20 Tahun 2000 Dalam hal Penyelidik mulai melakukan penyelidikan suatu peristiwa yang diduga merupakan Pelanggaran HAM Yang berat, Penyelidik memberitahukan hal tersebut kepada Penyidik TELITI - Syarat Formil - Syarat Materil Bukti permulaan Unsur Delik JAKSA AGUNG Di kembalikan kepada KOMNAS HAM dengan petunjuk untuk dilengkapi TIDAK LENGKAP

20 PENYIDIKAN PENUNTUTAN Akan diterbitkan SPRINTDIK AD HOC
Pasal 21 UU Nomor 26 Tahun 2000 (1). Penyidikan perkara pelanggaran HAM Yang Berat dilakukan oleh JAKSA AGUNG; (2). Penyidikan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak termasuk kewenangan menerima laporan atau pengaduan; (3). Dalam pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) JAKSA AGUNG dapat mengangkat Penyidik Ad Hoc yang terdiri atas unsur Pemerintah dan atau masyarakat; (4). Sebelum melaksanakan tugasnya, Penyidik Ad Hoc mengucapkan sumpah atau janji menurut agamanya masing-masing; (5). Untuk dapat diangkat menjadi Penyidik Ad Hoc harus memenuhi bersyaratan (a s/d g) a. WNI b. Sarjana Hukum atau ahli di bidang hukum c. Usia Minimal 40 tahun, maksimal 65 tahun d. Sehat jasmani dan Rohani e. Berwibawa, jujur, adil dan berkelakuan baik f. Setia pada UUD 1945 g. Pengetahuan dan peduli HAM PENYIDIKAN LENGKAP HASIL LID Akan diterbitkan SPRINTDIK AD HOC MASA PENYIDIKAN Pasal 22 UU Nomor 26 Tahun 2000 1. Wajib diselesaikan paling lambat 90 Hari 2. Dapat diperpanjang untuk waktu paling lama 90 Hari 3. Belum dapat diselesaikan, dapat diperpanjang paling lama 60 Hari 4. Tidak diperoleh bukti yang cukup wajib dikeluarkan SP 3 oleh JAKSA AGUNG 5. SP 3 dapat dibuka kembali dan dilanjutkan apabila terdapat alasan dan bukti lain yang melengkapi hasil Penyidikan untuk dilakukan Penuntutan. 6. Tidak dapat diterima SP3 oleh Korban dan keluarganya, berhak Mengajukan Pra Pradilan kepada Ketua Pengadilan HAM PENUNTUTAN PENAHANAN Pasal 13 UU Nomor 26 Tahun 2000 Penahanan untuk kepentingan Penyidikan dapat dilakukan paling lama 90 hari; (2). Jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat diperpanjang untuk paling lama 90 Hari oleh Ketua Pengadilan HAM sesuai dengan daerah hukumnya; (3). Dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) habis dan Penyidikan belum dapat diselesaikan, maka penahanan dapat diperpanjang paling lama 60 Hari oleh KetuaPengadilan HAM sesuai dengan daerah hukumnya

21 PENUNTUTAN PENYIDIKAN Pasal 23 UU No. 26/2000
(1). Penuntutan perkara pelanggaran HAM Yang Berat dilakukan oleh JAKSA AGUNG (2). Dalam pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) JAKSA AGUNG dapat mengangkat Penuntut Umum Ad Hoc yang terdiri dari unusr Pemerintah dan atau masyarakat. (3). Sebelum melaksanakan tugasnya Penuntut Umum Ad Hoc mengucapkan sumpah atau janji menurut agamanya masing-masing. (4). Untuk dapat diangkat menjadi Penuntut Umum Ad Hoc harus memenuhi syarat (a s/d g) DILIMPAHKAN KE PENGADILAN NEGERI HAM AD HOC PEMERIKSAAN DISIDANG PENGADILAN PENYIDIKAN Pasal 27 ayat (2) UU No. 26/2000 - 2 orang Hakim Pengadilan HAM - 3 orang Hakim Ad Hoc Pasal 24 UU Nomor 26 Tahun 2000 Penuntutan Wajib dilaksanakan paling lambat 70 Hari terhitung sejak Tanggal Hasil Penyidikan diterima ACARA PEMERIKSAAN Pasal 31 UU No. 26/2000 Di Periksa dan DI Putus Oleh Pengadilan HAM Paling lama 180 Hari Terhitung sejak perkara Diliumpahkan ke Pengadilan HAM PENAHANAN Pasal 14 UU Nomor 26 Tahun 2000 Penahanan untuk kepentingan Penuntutan dapat dilakukan paling lama 30 hari; 2. Jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat diperpanjang untuk paling lama 20 Hari oleh Ketua Pengadilan HAM sesuai dengan daerah hukumnya; 3. Dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) habis dan Penuntutan belum dapat diselesaikan, maka penahanan dapat diperpanjang paling lama 20 Hari oleh Ketua Pengadilan HAM sesuai dengan daerah hukumnya Bebas Lepas dari segala Tuntutan Hukum PUTUSAN Pemidanaan Upaya Hukum KASASI PEMERIKSAAN s/d PUTUSAN Selama 90 hari Pasal 33 ayat (1) BANDING PEMERIKSAAN s/d PUTUSAN Selama 90 hari Pasal 32 ayat (1)

22 TAHAP PEMERIKSAAN DI PERSIDANGAN
PPHAM BERAT DIPERIKSA DAN DIPUTUS OLEH P. HAM/ P. HAM AD HOC YANG DILAKUKAN OLEH MAJELIS HAKIM BERJUMLAH 5 (LIMA) ORANG YANG TERDIRI DARI : 2 (DUA) ORANG HAKIM KARIER 3 (TIGA) ORANG HAKIM AD HOC. Ps. 27 (1 & 2). JANGKA WAKTU PEMERIKSAAN S/D PUTUSAN OLEH PENGADILAN HAM/ P. HAM AD HOC SELAMA 180 HARI. Ps. 31. PUTUSAN P. HAM/ P. HAM AD HOC BERUPA : HAKIM AD HOC DIANGKAT DAN DIBERHENTIKAN OLEH PRESIDEN UNTUK MASA JABATAN 5 (LIMA) TAHUN DAN DAPAT DIANGKAT KEMBALI UNTUK 1 (SATU) KALI MASA JABATAN. Ps. 28 (1 & 3). BEBAS LEPAS DARI SEGALA TUNTUTAN HUKUM. PEMIDANAAN. JUMLAH HAKIM AD HOC YANG DIANGKAT SEKURANG-KURANGNYA 12 (DUA BELAS) ORANG. Ps. 28 (2).

23 PERBUATAN SBGMN. DIATUR DALAM : Ps. 8 HURUF A, B, C, D, ATAU E.
KETENTUAN PIDANA PIDANA MATI ATAU PIDANA SEUMUR HIDUP ATAU PIDANA PENJARA PALING LAMA 25 TAHUN DAN PALING SINGKAT 10 TAHUN. Ps. 36 – Ps. 37. PERBUATAN SBGMN. DIATUR DALAM : Ps. 8 HURUF A, B, C, D, ATAU E. Ps. 9 HURUF A, B, D, E, ATAU J. PIDANA PENJARA PALING LAMA 20 TAHUN DAN PALING SINGKAT 10 TAHUN. Ps. 40. PERBUATAN SBGMN. DIATUR DALAM : Ps. 9 HURUF G, H, ATAU I. PIDANA PENJARA PALING LAMA 15 TAHUN DAN PALING SINGKAT 5 TAHUN. Ps. 38 – Ps. 39. PERBUATAN SBGMN. DIATUR DALAM : Ps. 9 HURUF C ATAU F. DIPIDANA DENGAN PIDANA YANG SAMA DALAM KETENTUAN Ps. 36 – Ps. 40. PERCOBAAN, PERMUFAKATAN JAHAT, ATAU PEMBANTUAN DALAM PHAM YANG BERAT YANG DIATUR DALAM Ps. 8 ATAU Ps. 9, Ps. 41.

24 TANGGUNG JAWAB KOMANDO Ps. 42 ayat (1) HURUF A DAN B
KOMANDAN MILITER ATAU SESEORANG YANG SECARA EFEKTIF BERTINDAK SEBAGAI KOMANDAN MILITER DAPAT DIPERTANGGUNGJAWABKAN TERHADAP TINDAK PIDANA YANG BERADA DIDALAM YURISDIKSI PELANGGARAN HAM . KOMANDAN MILITER ATAU SESEORANG TSB TIDAK MELAKUKAN TINDAKAN YANG LAYAK DAN DIPERLUKAN DALAM RUANG LINGKUP KEKUASAANNYA DAN TINDAK PIDANA TSB MERUPAKAN AKIBAT DARI TIDAK DILAKUKAN PENGENDALIAN PASUKAN SECARA PATUT, YAITU KOMANDAN ATAU SESEORANG TSB MENGETAHUI ATAU SEHARUSNYA MENGETAHUI YANG BERADA DI BAWAH KOMANDO & PENGENDALIANNYA YANG EFEKTIF ATAU DI BAWAH KEKUASAAN DAN PENGENDALIANNYA YANG EFEKTIF YANG DILAKUKAN PASUKAN BAHWA PASUKAN TSB SEDANG MELAKUKAN ATAU BARU SAJA MELAKUKAN PELANGGARAN HAM YANG BERAT DAN UNTUK MENCEGAH, MENGHENTIKAN PERBUATAN TERSEBUT ATAU MENYERAHKAN PELAKUNYA KEPADA PEJABAT YANG BERWENANG UNTUK DILAKUKAN LID, DIK & TUT.

25 PERATURAN PEMERINTAH RI NOMOR 2 TAHUN 2002
TENTANG TATA CARA PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN DAN SAKSI DALAM PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA YANG BERAT PERLINDUNGAN KORBAN DAN SAKSI BENTUK PERLINDUNGAN Keamanan dan ancaman Fisik dan Mental; Rahasia Identitas; Pemberian keterangan di Persidangan tanpa bertatap muka dengan Terdakwa Pasal 4 TATA CARA PERLINDUNGAN Pasal 5 INISIATIF APARAT PENEGAK HUKUM/APARAT KEAMANAN Pasal 5 ayat (1) huruf a PERMOHONAN YANG DISAMPAIKAN OLEH KORBAN/SAKSI Pasal 5 ayat (1) huruf b TAHAP PENYELIDIKAN DISAMPAIKAN KEPADA KOMNAS HAM Pasal 5 ayat (2) huruf a TAHAP PENYIDIKAN/ PENUNTUTAN DISAMPAIKAN KEPADA KEJAKSAAN Pasal 5 ayat (2) huruf b TAHAP PEMERIKSAAN DISAMPAIKAN KEPADA PENGADILAN Pasal 5 ayat (2) huruf c APARAT KEAMANAN Pasal 5 ayat (3) MELAKUKAN KLARIFIKASI ATAS PERMOHONAN Pasal 6 huruf a IDENTIFIKASI BENTUK PERLINDUNGAN YANG DIPERLUKAN Pasal 6 huruf b IPERLINDUNGAN DIHENTIKAN Pasal 7 KORBAN ATAU SAKSI MENINGGAL DUNIA Pasal 7 huruf b ATAS PERMOHONAN YANG BERSANGKUTAN Pasal 7 huruf a PERTIMBANGAN APARAT PENEGAK HUKUM/KEAMANAN Pasal 7 huruf c SECARA TERTULIS 3 HARI SEBELUM DIHENTIKAN Pasal 7 ayat (2)

26 PERATURAN PEMERINTAH RI NOMOR 3 TAHUN 2002
TENTANG KOMPENSASI, RESTITUSI DAN REHABILITASI TERHADAP KORBAN PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA YANG BERAT BENTUK PEMBERIAN GANTI KERUGIAN KOMPENSASI : “Ganti kerugian yang diberikan oleh negara, karena Pelaku tidak mampu memrikan ganti kerugian sepenuhnya yang menjadi tanggungjawabnya” Pasal 1 point 4 RESTITUSI : “Ganti kerugian yang diberikan kepada korban/keluarganya oleh Pelaku/Pihak Ketiga, dapat berupa pengembalian harta milik, pembayaran ganti kerugian untuk kehilangan/penderitaan/penggantian biaya untuk tindakan tertentu” Pasal 1 point 5 INSTANSI PEMERINTAH TERKAIT/PIHAK KETIGA Malaksanakan Putusan tsb paling lambat 30 hari sejak BA dibuat Pasal 7 DILAKSANAKAN OLEH INSTANSI PEMERINTAH TERKAIT, PUTUSAN YANG PUNYA KEKUATAN HUKUM TETAP Pasal 3 DILAKSANAKAN OLEH INSTANSI PEMERINTAH TERKAIT, PUTUSAN YANG PUNYA KEKUATAN HUKUM TETAP Pasal 3 DILAKSANAKAN OLEH PELAKU/PIHAK KETIGA BERDASARKAN AMAR PUTUSAN PENGADILAN HAM Pasal 3

27 TATA CARA PELAKSANAAN INSTANSI PEMERINTAH TERKAIT/PIHAK JAKSA AGUNG
KETIGA Malaksanakan Putusan tsb paling lambat 30 hari sejak BA dibuat Pasal 7 JAKSA AGUNG Melaksanakan putusan, membuat BA kepada Instansi Pemerintah Terkait/Pihak Ketiga untuk melaksanakan Putusan tersebut Pasal 6 ayat (2) KORBAN/ AHLI WARIS PENGADILAN HAM Kirim salinan putusan PH, PT dan MA kekuatan Hukum Tetap Pasal 6 ayat (1) Pemberian ganti rugi melampaui batas waktu, dapat melapor kepada Jaksa Agung. Jaksa Agung memerintahkan Instansi Pemerintah Terkait/Pihak Ketiga untuk melaksanakan pemberian ganti rugi paling lambat 7 hari Pasal 9 Pelaksanaan pemberian ganti rugi dilaporkan kepada Ketua Pengadilan HAM beserta tanda bukti pelaksanaan pemberian ganti rugi, PH mengumumkan pelaksanaan ganti rugi pada Papan Pengumuman Pasal 8)

28 UNDANG-UNDANG NOMOR 39 TAHUN 1999
Tentang HAK ASASI MANUSIA Bahwa Manusia dianugerahi oleh Tuhan Yang Maha Esa akal budi dan nurani yang memberikan kepadanya kemampuan untuk membedakan yang baik dan yang buruk yang akan membimbing dan mengarahkan sikap dan perilaku dalam menjalani kehidupannya. Dengan akal budi dan nuraninya itu, maka manusia memiliki kebebasan untuk memutuskan sendiri perilaku atau perbuatnnya. Disamping itu, untuk mengimbangi kebebasan tersebut manusia memiliki kemampuan untuk bertanggungjawab atas semua tindakan yang dilakukannya. Kewajiban menghormati Hak Asasi Manusia tersebut, tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yang menjiwai keseluruhan Pasal dalam batang tubuhnya, terutama berkaitan dengan persamaan kedudukan warga negara dalam hukum dan Pemerintah, hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak, kemerdekaan berserikat dan berkumpul, hak untuk mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan, kebebasan memeluk agama dan untuk memperoleh pendidikan dan pengajaran. Hal tersebut tercermin dari kejadian berupa penangkapan yang tidak sah, penculikan, penganiayaan, perkosaan, penghilangan paksa, bahkan pembunuhan, pembakaran tumah tinggal dan tempat ibadah, penyerangan Pemuka Agama berserta keluarganya. Selain itu, terjadi pula penyalahgunaan kekuasaan oleh Pejabat Publik dan Aparat Negara yang seharusnya menjadi Penegak Hukum, Pemelihara Keamanan, dan Pelindung Rakyat, tetapi justru mengintimidasi, menganiaya, menghilangkan paksa dan/atau menghilangkan nyawa. Dasar pemikiran Pembentukan Undang-Undang ini adalah sebagai berikut : Tuhan Yang Maha Esa adalah pencipta alam semesta dengan segala isinya; Pada dasarnya, manusia dianugerahi jiwa, bentuk, struktur, kemampuan, kemauan serta berbagai kemudahan oleh Penciptanya, untuk menjamin kelanjutan kehidupan; 3. Untuk melindungi, mempertahankan dan meningkatkan martabat manusia, diperlukan pengakuan dan perlindungan Hak Asasi Manusia, karena tanpa hal tersebut manusia akan kehilangan sifat martabatnya, sehingga dapat mendorong manusia menjadi srigala bagi manusia lainnya (homo homini lupus);

29 Karena manusia merupakan mahluk sosial, maka Hak Asasi Manusia yang satu dibatasi oleh Hak Asasi Manusia yang lain, sehingga kebebasan atau Hak Asasi Manusia bukanlah tanpa batas; Hak Asasi Manusia tidak boleh dilenyapkan oleh siapapun dan dalam keadaan apapun; Setiap Hak Asasi Manusia mengandung kewajiban untuk menghormati Hak Asasi Manusia orang lain, sehingga didalam Hak Asasi Manusia terdapat kewajiban dasar; 7. Hak Asasi Manusia harus benar-benar dihormati, dilindungi dan ditegakkan dan utuk itu Pemerintah, Aparatur Negara dan Pejabat Publik lainnya mempunyai kewajiban dan tanggungjawab menjamin terselenggaranya penghormatan, perlindungan dan penegakkan Hak Asasi Manusia Dalam Undang-Undang ini, pengaturan mengenai Hak Asasi Manusia ditentukan dengan berpedoman pada Deklarasi Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa, Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentanf Penghapusan Segala bentuk Diskriminasi Terhadap Wanita, Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hak-hak Anak dan berbagai instrumen internasional lain yang mengatur mengenai Hak Asasi Manusia. Materi Undang-Undang ini disesuaikan juga dengan kebutuhan hukum masyarakat dan pembangunan hukum nasional yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Undang-Undang tentang Hak Asasi Manbusia ini adalah merupakan payung dari seluruh peraturan perundang-undangan tentang Hak Asasi Manusia. Oleh karena itu, pelanggaran baik langsung maupun tidak langsung atas Hak Asasi Manusia dikenakan sanksi pidana, perdata dan atau adaministratif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

30 UNDANG-UNDANG NOMOR 26 TAHUN 2000 Tentang PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA
Bahwa Hak Asasi Manusia yang tercantum dalam Undang-Undang Dasar 1945, Deklarasi Universal tentang Hak Asasi Manusia, Ketetapan MPR-RI Nomor : XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia, dan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia harus dilaksanakan dengan penuh rasa tanggungjawab sesuai dengan falsafah yang terkandung dalam Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 dan asas-asas hukum Internasional. Undang-Undang tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia diharapkan dapat melindungi Hak Asasi Manusia, baik perorangan maupun masyarakat dan menjadi dasar dalam penegakkan, kepastian hukum, keadilan dan perasaan aman baik bagi perseorangan maupun masyarakat terhadap Pelanggaran Hak Asasi Manusia Yang Berat. Kekhususan dalam Penanganan Pelanggaran Hak Asasi Manusia Yang Berat adalah : Diperlukan Penyelidik dengan membentuk Tim Ad Hoc, Penyidik Ad Hoc, Penuntut Umum Ad Hoc dan Hakim Ad Hoc; b. Diperlukan penegasan bahwa Penyelidik hanya dilakukan oleh KOMNAS HAM sedangkan Penyidik (Jaksa Agung) tidak berwenang menerima laporan atau pengaduan sebagaimana diatur dalam KUHAP; Diperlukan ketentuan mengenai tenggang waktu tertentu untuk melakukan Penyidikan, Penuntutan dan Pemeriksaan di Pengadilan; Diperlukan ketentuan mengenai Perlindungan Korban dan Saksi; e. Diperlukan ketentuan yang menegaskan tidak ada kadaluarsa bagi Pelanggaran Hak Asasi Manusia Yang Berat.

31 UNSUR-UNSUR KEJAHATAN GENOSIDA Pasal 8
Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2006 tentang PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA Kejahatan Genosida sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf a adalah setiap perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk menghancurkan atau memusnahkan seluruh atau sebagian kelompok bangsa, ras, kelompok etnis, kelompok agama, dengan cara : a. Membunuh anggota kelompok; b. Mengakibatkan penderitaan fisik atau mental yang berat terhadap anggota- anggota kelompok; c. Menciptakan kondisi kehidupan kelompok yang akan mengakibatkan kemusnahan secara fisik baik seluruh atau sebagiannya. Memaksakan tindakan-tindakan yang bertujuan mencegah kelahiran di dalam kelompok; atau memindahkan secara paksa anak-anak dari kelompok tertentu ke kelompok lain. Istilah Genosida berasal dari seorang sarjana yang bernama Raphael Lemkin. Ia adalah orang yang pertama kali mengajukan istilah tersebut ke Konfrensi Internasional tahun 1933 untuk memasukan tindakan “serangan terhadap kelompok bangsa agama dan etnis” sebagai kejahatan internasional. Genosida yang berasal dari bahasa Yunani “Genos” yang berarti ras/suku, dan kata ”cide” dari bahasa Latin yang berarti pembunuhan. Dia juga mengatakan bahwa istilah “etnocide” mempunyai arti yang sama karena “etnos” berarti bangsa dan “cide” berarti pembunuhan. “Genosida …..berarti pemusnahan kelompok etnis… secara umum, Genosida tidak harus berarti pemusnahan yang segera terhadap suatu bangsa. Ini diartikan sebagai adanya unsur niat yang sudah direncanakan lebih dahulu melalui berbagai tindakan yang ditujukan untuk menghancurkan fondasi utama kehidupan kelompok suatu bangsa. Cara pelaksanaannya biasanya dengan cara memecah belah institusi politik dan sosial, budaya, bahasa, perasaan kebangsaan, agama dan lain-lain … dan pemusnahan terhadap keamanan pribadi, kemedekaan, kesehatan, martabat dan bahkan kehidupan individu dari suatu kelompok …” Analisa dan intepretasi unsur-unsur Genosida 1. Unsur “dengan maksud”; 2. Unsur “menghancurkan atau memusnahkan seluruhnya atau sebagian” 3. Unsur “kelompok yang dilindungi” 4. Unsur “dengan cara-cara sebagai berikut” 5. Unsur “anak-anak”. Unsur-unsur dari setiap perbuatan yang dikategorikan sebagai Kejahatan Genosida yaitu : (a). “melakukan pembunuhan terhadap anggota kelompok” (b). “mengakibatkan penderitaan yang berat terhadap fisik atau mental” (c). “menciptakan kondisi kehidupan” (d). “mencegah kelahiran” (e). “pemindahan paksa anak-anak.

32 UNSUR-UNSUR KEJAHATAN TERHADAP KEMANUSIAAN Pasal 9
Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2006 tentang PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA Kejahatan Terhadap Kemanusiaan sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 7 huruf b adalah salah satu perbuatan yang dilakukan sebagai bagian dari serangan yang meluas atau sistematik yang diketahuinya bahwa serangan tersebut ditujukan secara langsung terhadap penduduk sipil. Istilah “kejahatan terhadap kemanusian” (crimes against humanity) dikembangkan sejak Petersburg Declaration tahun Sebagai suatu konsep pidana, semula dikembangkan dalam konteks hukum perang berdasarkan Konvensi Den Haag 1907 (Haque Convention) yang merupakan kodifikasi dari hukum kebiasaan mengenai konflik bersenjata. Konvensi ini menyatakan bahwa hukum kemanusiaan (laws of humanity) merupakan dasar perlindungan bagi pihak Komandan maupun Penduduk Sipil dalam suatu konflik bersenjata. Kodifikasi ini didasarkan kepada praktek negara yang diturunkan dari nilai-nilai dan prinsip-prinsip yang dianggap sebagai hukum kemanusiaan berdasarkan sejarah dari berbagai kebudayaan. Berdasarkan hal diatas, kemudian peristiwa pembunuhan besar-beasaran terhadap warganegara Turki keturunan Armenia pada tahun 1915, digolongkan kedalam kejahatan terhadap kemanusiaan dan peradaban (crimes against humanity and civilization), sehingga mengundang intervensi humaniter oleh Inggris, Perancis dan Rusia, yang dianggap usaha menurut hukum internasional Sejak itu kemudian masyarakat internasional mengakui bahwa negara harus bertanggungjawab atas kejahatan kemanusiaan yang dilakukan negara terhadap warganegaranya. - Kejahatan Terhadap Kemanusian Kejahatan Terhadap Kemanusiaan adalah salah satu perbuatan yang dilakukan sebagai bagian dari serangan yang meluas dan sistematik yang diketahuinya bahwa serangan tersebut ditujukan secara langsung terhadap Penduduk Sipil, berupa : a. pembunuhan; b. pemusnahan; c. perbudakan; d. pengusiran atau pemindahan penduduk secara paksa; e. perampasan kemerdekaan atau perampasan kebebasan fisik lain secara sewenang-wenang yang melanggar (asas-asas) ketentuan pokok hukum internasional; f. penyiksaan; g. perkosaan, perbudakan seksual, pelacuran secara paksa, pemaksaan kehamilan, pemandulan atau sterilisasi secara paksa atau bentuk kekerasan seksual lain yang setara; h. penganiayaan terhadap suatu kelompok tertentu atau perkumpulan yang didasari persamaan paham politik, ras, kebangsaan, etnis, budaya, jenis kelamin atau alasan lain yang telah diakui secara universal sebagai hal yang dilarang menurut hukum internasional; i. penghilangan orang secara paksa; atau j. kejahatan apartheid.

33 Berdasarkan hal diatas, kemudian peristiwa pembunuhan besar-beasaran terhadap warganegara Turki keturunan Armenia pada tahun 1915, digolongkan kedalam kejahatan terhadap kemanusiaan dan peradaban (crimes against humanity and civilization), sehingga mengundang intervensi humaniter oleh Inggris, Perancis dan Rusia, yang dianggap sah menurut hukum internasional . Sejak itu kemudian masyarakat internasional mengakui bahwa negara harus bertanggungjawab atas kejahatan kemanusiaan yang dilakukan negara terhadap warganegaranya. Analisa Unsur-unsur Kejahatan terhadap Kemanusiaan. 1. Unsur “salah satu perbuatan”; 2. Unsur “yang dilakukan sebagai bagian dari serangan ….” 3. Unsur “…meluas atau sistematis yang ditujukan kepada penduduk sipil” 4. Unsur “yang diketahuinya” Unsur-unsur Kejahatan terhadap Kemanusiaan. Unsur-unsur umum yang harus dipenuhi dari kesemua unsur tentang cara-cara dilakukannya kejahatan terhadap kemanusiaan adalah : 1. Tindakan tersebut dilakukan sebagai bagian dari serangan meluas atau sistematik yang ditujukan terhadap suatu kelompok penduduk sipil; 2. Pelaku mengetahui bahwa tindakan tersebut merupakan bagian dari atau memaksudkan tindakan itu untuk menjadi bagian dari serangan meluas atau sistematik terhadap suatu kelompok penduduk sipil.

34 Unsur ”serangan yang meluas atau sistematik
Yang dimaksud dengan serangan (attack) adalah setiap perbuatan pelanggaran terhadap pihak lawan, baik dalam posisi menyerang atau pun bertahan. (Vide : pasal 49 ayat (1) Protocol Additional to the Geneva Conventions 12 August 1949, and Relating to Prestection of Victims of International Armed Conflicts 1997, yang menyebutkan : “Attack means act of violence against the adversary, wether in offence or in defence”). - Pengertian meluas (widespread) dapat diukur dari banyaknya jumlah korban (substantial number of victim) maupun dari banyaknya perbuatan (multiple commission of acts). Pengertian sistematik mengacu kepada pengertian ”a preconceived state or organization policy” (kebijakan negara atau organisasi yang terencana). Unsur “yang diketahuinya bahwa serangan tersebut ditujukan secara langsung terhadap Penduduk Sipil”. Pengertian “yang diketahuinya” menunjukan bahwa serangan terhadap penduduk sipil tersebut dilakukan “dengan sengaja”. Hal ini merupakan “mens rea” (mental element) dari pelaku. Artinya, harus dibuktikan bahwa pelaku mempunyai kesadaran bahwa serangan ditujukan terhadap Penduduk Sipil. - Bahwa berdasarkan keterangan para saksi yang ada dalam berkas penyelidikan, belum dapat diketahui dengan jelas apakah korban merupakan Penduduk Sipil atau Anggota Kelompok Separatis Bersenjata (OPM). Dikaitkan dengan unsur ”yang diketahuinya” atau ”kesengajaan” dari pelaku bahwa yang diserang adalah Penduduk Sipil, maka hal ini akan sulit dibuktikan mengingat bahwa tujuan operasi pencarian oleh pasukan TNI adalah dalam rangka mencari kelompok bersenjata pelaku pembunuhan anggota TNI - Disebutkan dalam penjelasan Pasal 9 UU No.26 Tahun 2000, bahwa serangan yang ditujukan terhadap Penduduk Sipil tersebut merupakan kelanjutan kebijakan penguasa atau berhubungan dengan kebijakan organisasi.

35 KEWENANGAN KOMNAS HAM PENYELIDIKAN
KOMNAS HAM sesuai dengan dengan Pasal 18, Pasal 19, dan Pasal 20 Undang Undang Nomor 26 Tahun 2000 mempunyai kewenangan dalam melakukan penyelidikan, dan memahami penyelidikan sebagai serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari serta menemukan ada tidaknya suatu peristiwa yang diduga merupakan pelanggaran HAM yang berat guna ditindaklanjuti dengan penyidikan sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang Undang ini. “Pelaksanaan “penyelidikan” dalam ketentuan ini dimaksudkan sebagai rangkaian tindakan KOMNAS HAM dalam lingkup Pro Justisia.” KOMNAS HAM bertujuan : Mengembangkan kondisi yang kondusip bagi pelaksanaan Hak Asasi Manusia sesuai dengan Pancasila, UUD 1945, dan Piagam PBB serta Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia; Meningkatkan perlindungan dan penegakkan Hak Asasi Mansuia guna berkembangnya pribadi mansusia Indonesia seluruhnya dan kemampuannya berpartisipasi dalam berbagai bidang kehidupan. Menurut Struktur baru masing-masing Sub Komisi melaksanakan fungsi KOMNAS HAM yakni : Pengkajian dan penelitian; Penyuluhan; Pemantauan; d. Mediasi. Untuk melaksanakan Fungsi KOMNAS HAM dalam Bidang pengkajian dan penelitian yaitu melakukan : Pengkajian dan penelitian berbagai instrumen internasional Hak Asasi Mansuia dengan tujuan memberikan saran-saran mengenai kemungkinan aksesi dan atau ratifikasi; b. Pengkajian dan Penelitian berbagai peraturan perundang-undangan untuk memberikan rekomen-dasi mengenai pembentukan, perubahan dan pencabutan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan Hak Asasi Manusia;

36 Landasan Hukum KOMNAS HAM :
Pada awalnya KOMNAS HAM didirikan dengan Keputusan Presiden Nomor 50 Tahun 1993 tentang Komisi Nasional Hak Asasi Manusia. Sejak 1999 keberadaan KOMNAS HAM didasarkan pada Undang-Undang yakni Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 yang juga menetapkan keberadaan, tujuan, tugas, keanggotaan, asas, kelengkapan, serta tugas dan wewenang KOMNAS HAM. Disamping kewenangan menurut Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999, KOMNAS HAM juga berwenang melakukan penyelidikan terhadap Pelanggaran Hak Asasi Manusia Yang Berat dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 26 tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentag Pengadilan Hak Asasi Manusia, KOMNAS HAM adalah lembaga yang berwenang menyelidiki pelanggaran Hak Asasi Manusia Yang Berat. Dalam melakukan penyelidikan ini KOMNAS HAM dapat membentuk Tim Ad Hoc yang terdiri atas KOMNAS HAM dan unsur masyarakat. Dalam melaksanakan fungsi, tugas dan wewenang guna mencapai tujuannya KOMNAS HAM menggunakan sebagai acuan instrumen-instrumen yang berkaitan dengan HAM, baik nasional maupun internasional.

37 TERIMA KASIH 37


Download ppt "PELANGGARAN HAM YANG BERAT"

Presentasi serupa


Iklan oleh Google