Analisis Obat, Makanan dan Kosmetika Februari 2008 Oleh M. Erwin Yamashita S.Si, Apt AKFAR MAHADHIKA JAKARTA
PROTEIN I. Struktur Umum Protein Berdasarkan struktur diatas, Protein mempunyai sifat amfoter, dan dengan asam dan basa akan membentuk garam yang dapat mengalami ionisasi Gugus -NH2 bebas melekat pada ujung kiri dan gugus -COOH bebas melekat pada ujung kanan molekul
II. Struktur Molekul Protein Protein terdiri dari asam amino-asam amino, terikat bersama-sama dalam bentuk ikatan peptida (-CO-NH-) melalui proses kondensasi. Pada pembentukan ikatan peptida, air dilepaskan dari H pada gugus -NH2 suatu asam amino dan dari OH pada gugus -COOH asam amino yang lain
III. Sifat Koloid Larutan Protein Protein membentuk larutan koloid tipe emulsi, atau koloid hidrofilik. Efek hidrasi dan muatan pada sifat koloid dan stabilitas larutan protein adalah sbb :
IV. Klasifikasi Protein 1. Berdasarkan komposisi a. Simple Protein. Protein murni yang ditemukan di alam, yang jika terhidrolisis membentuk beberapa asam amino utama atau derivatnya contoh: albumin, globulin, prolamin, protamin. b. Conjugated Protein. Simple Protein yang terikat dengan molekul nonprotein contoh: kromoprotein, glikoprotein, fosfoprotein, nukleoprotein. c. Derived Protein. Protein yang padanya melekat gugus artifisial (artificial group) hasil dari aktivitas panas, enzim, dan reagen kimia contoh: pepton, coagulated protein. 2. Berdasarkan fungsi fisiologinya a. Protein struktural d. Enzim b. Protein kontraktil e. Antibodi c. Hormon f. Protein darah
V. Fungsi Protein Komponen membran dinding sel dan mitokondria. 2. Komponen darah. 3. Komponen hemoglobin. 4. Enzim (katalis biologis). 5. Hormon. VI. Komposisi Protein C = 50-55%, H = 6-7,3%, O = 19-24%, N = 13-19%, S = 0-4%. Protein juga dilaporkan mengandung P, Fe, Cu, I, Mn, Zn.
IX. Analisis Kualitatif Analisis kualitatif protein tidak cukup dilakukan dengan beberapa reaksi warna saja melainkan harus diikuti dengan uji tertentu yang terkait dengan tertentu yang terdapat pada protein. 1. Uji Komposisi Suatu Protein a. Uji komposisi secara umum Protein (serbuk) dipanaskan dalam tabung reaksi kering. Warna hitam residu menandakan adanya karbon; bau amoniak (membirukan kertas lakmus merah) menandakan adanya nitrogen dan hidrogen; kertas yang mengandung Pb-asetat menjadi berwarna hitam menandakan adanya sulfur. b. Uji terhadap nitrogen organik --- uji Lassaigne c. Uji terhadap sulfur (uji terhadap sulfur pada sistin dan sistein)
2. Reaksi Warna Untuk Protein a. Uji Biuret CuSO4 dalam suasana basa bereaksi dengan senyawa yang mengandung dua atau tiga ikatan peptida membentuk kompleks berwarna violet. Reaksi ini bersifat tidak mutlak spesifik untuk ikatan peptida; juga diberikan oleh semua senyawa yang mempunyai dua atau lebih ikatan peptida. Asam amino negatif : tidak mempunyai ikatan peptida Dipeptida negatif : hanya mempunyai satu ikatan peptida Warna yang dihasilkan karena terbentuknya kompleks koordinasi antara Cu2+, gugus karbonil dan gugus –NH- yang terdapat pada ikatan peptida
b. Uji Millon Reagen Millon + larutan protein pertama-tama protein diendapkan sebagai garam-merkuri (endapan berwarna putih). Pada pemanasan dengan nyala api kecil endapan berubah seperti warna merah-daging (+) Hanya protein yang mengandung tirosin yang mengalami hidrolisis yang memberikan reaksi positif. Gugus hidroksifenil (-C6H4OH) pada tirosin merupakan gugus yang merespon uji ini. Karenanya uji Millon ditujukan untuk tirosin yang terdapat pada protein.
c. Uji Hopkins-Cole Gugus indol pada triptofan merupakan gugus yang merespon uji ini. Gugus aldehid pada asam glioksilik membantu merubah gugus indol menjadi senyawa berwarna violet. Uji Hopkins-Cole ini selanjutnya dijadikan uji terhadap triptofan.
d. Uji Liebermann Jika HCl pekat ditambahkan pada protein (padatan), kemudian dididihkan, dan ditambah beberapa tetes larutan sukrosa, maka warna violet akan terlihat jika protein mengandung triptofan. Mirip dengan uji Hopkins-Cole, gugus aldehid di sini berasal dari kerja HCl terhadap gula e. Uji Acree-Rosenheim Uji ini dapat digunakan untuk mengidentifikasi formaldehid dalam susu. Protein yang mengandung triptofan pada susu, dengan adanya formaldehid (mempunyai gugus aldehid), memberikan hasil positif (ditunjukkan dengan cincin berwarna ungu) dengan uji ini jika ditambah asam (HCl) dan dipanaskan.
f. Uji p-DAB Ehrlich Ehrlich menyarankan digunakannya p-DAB (p-dimetil- aminobenzaldehid) sebagai aldehid untuk uji triptofan. g. Uji Diazo Ehrlich Pada penambahan larutan protein yang mengandung histidin atau tirosin, dan larutan dibuat basa dengan NH4OH terjadi warna merah hingga orange. Histidin akan memberikan warna merah hingga orange; tirosin memberikan warna orange terang. h. Uji Sulfur Jika larutan protein dididihkan dengan campuran larutan KOH atau NaOH dan Pb-asetat, endapan berwarna hitam akan terbentuk jika terdapat asam amino yang mengandung sulfur (misalnya sistein dan metionin). Larutan basa kuat memutus ikatan sulfur pada asam amino, membentuk K2S, yang dengan Pb-asetat membentuk PbS, senyawa berwarna hitam. Metionin tidak positif dengan uji ini kecuali jika larutan potein dipanaskan terlebih dahulu dengan asam mineral.
i. Uji Molisch Uji ini ditujukan untuk beberapa KH, tetapi baik juga digunakan untuk keperluan memperoleh larutan protein murni yang berasal dari glikoprotein. j. Uji Ninhydrin Selain oleh protein, hasil positif juga diberikan oleh peptone, asam amino, dan amin primer lainnya, termasuk amoniak.
untuk senyawa yang mengandung dua gugus karbamil k. Uji Biuret untuk senyawa yang mengandung dua gugus karbamil (-CONH2) yang berikatan secara langsung maupun melalui satu atom nitrogen atau atom karbon. Protein mengandung pasangan gugus CONH. Senyawa yang terbentuk di-postulat sebagai berikut : Senyawa yang mirip yang mengandung (menempati gugus –CONH2) gugus –CSNH2, -C(NH)NH2, -CH2NH2 juga (+) Dipeptida tidak memberikan reaksi positif dengan Biuret; begitu juga dengan protein yang telah mengalami hidrolisis sempurna.
3. Reaksi pengendapan untuk protein a. Denaturasi dengan panas dan pH ekstrim b. Pembentukan endapan dengan logam berat (antara lain: HgCl2, AgNO3) c. Pembentukan endapan dengan reagen bersifat asam (antara lain: asam fosfotungstat, asam pikrat) d. Endapan dengan ferrosianida e. Endapan dengan alkohol
X. Analisis Kuantitatif 1. Volumetri a. Metode Kjeldahl Yang ditentukan kandungan nitrogen, bukan protein Kandungan protein suatu substansi hasilnya dikali dengan faktor kimia untuk meng-konversi nitrogen ke kadar protein. Karena rata-rata kandungan nitrogen dalam protein adalah 16%, maka 16 mg N2 setara dengan 100 mg protein: 1 mg N2 setara dengan 100/16 setara dengan 6,25 mg protein. Contoh perhitungan : Jika makanan tertentu mengandung nitrogen sebanyak 2%, maka kandungan protein dalam makanan tersebut adalah sama dengan 2 X 6,25, atau = 12,5%. Karena lain protein lain pula jumlah kandungan nitrogennya, maka faktor perkalian lainnya dapat digunakan untuk menghitung berat protein.
Modifikasi metode Kjeldahl Yang biasa digunakan : sampel dipanaskan dengan H2SO4 pekat, Na2SO4 dan sejumlah kecil CuSO4. Setelah digestasi berjalan sempurna, nitrogen berada dalam bentuk (NH4)2SO4. Ketika NaOH ditambahkan pada residu, H2SO4 dinetralkan dan NH3 dibebaskan. NH3 ini didestilasi dan dilewatkan dalam suatu larutan standar asam (jumlahnya terukur), dan dari asam yang dinetralkan, sebagaimana biasanya titrasi maka kelebihan asam dititrasi dengan larutan standar basa. Modifikasi lainnya : Mengumpulkan amoniak yang dibebaskan ke dalam larutan asam borat yang mengandung indikator (misalnya campuran bromkresol dan merah metil). Asam borat bereaksi dengan amoniak membentuk amonium borat, karenanya terjadi pergeseran pH larutan ke arah basa. Dengan menggunakan indikator yang spesifik maka larutan ini dapat dititrasi langsung dengan suatu larutan standar asam.
b. Titrasi formol untuk alanin Formaldehid bereaksi dengan gugus amino(-NH2) membentuk senyawa monometilol dan senyawa dimetilol. -NH2 + HCHO -NH(CH2OH) -NH(CH2OH) + HCHO -N(CH2OH)2 Formaldehid tidak bereaksi dengan gugus amino bermuatan (-NH3+), sehingga efek penambahan formaldehid adalah menggeser pK gugus amino ke pH lebih rendah. pH titik akhir titrasi asam amino dengan larutan standar NaOH menjadi berkurang sehingga dapat ditetapkan (indikator PP). 2. Spektrofotometri a. Metode Biuret Larutan protein + reagen Biuret, dicampur dan dihangatkan pada suhu 37 oC selama 10 menit. Kemudian didinginkan dan ekstinsi dibaca pada 540 nm.
b. Metoda Folin-Lowry Protein bereaksi dengan reagen Folin-Ciocalteau membentuk senyawa kompleks berwarna. Pembentukan warna disebabkan karena reaksi alkaline copper dengan protein sebagaimana uji biuret dan reduksi fosfomolibdat oleh tirosin dan triptofan yang terdapat pada protein. Metode ini umumnya digunakan pada analisis biokimia. c. Serapan pada daerah UV 1). Serapan pada 210 nm. 2). Serapan pada 280 nm. 3. Metoda Pengikatan Zat Warna Pada kondisi tertentu, gugus-gugus yang bersifat asam dan basa pada makromolekul protein berinteraksi dengan gugus-gugus pada zat warna organik yang mengalami disosiasi, misalnya radikal asam dari asam sulfonik, membentuk endapan yang berwarna. Fenomena pengikatan zat warna dapat digunakan untuk keperluan analisis kuantitatif.
4. Turbidimetri Pada turbidimetri, intensitas cahaya yang dilewatkan melalui larutan turbid diukur vs intensitas cahaya yang melalui larutan murni. Turbidimetri digunakan sebagai metode untuk menentukan protein sederhana. Jika semua kondisi pengujian adalah konstan, maka konsentrasi dapat ditentukan hanya dari kurva kalibrasi. Metoda turbidimetri untuk menetapkan protein dapat digunakan terutama untuk keperluan clinical analysis. 5. Fluorometri, refraktometri dan polarografi