Pencegahan Konflik Manajemen Resolusi Konflik Internasional Nur Alia Pariwita, 25 Maret 2015
Kasus Laut China Selatan
Arti Penting Laut China Selatan Sumber daya alam: ikan, biota laut, minyak, dan gas “Jantung” keamanan regional dari Asia Tenggara untuk keperluan surveillance, navigasi, dan komunikasi Keterkaitan dengan jalur keamanan non-tradisional: terorisme, pembajakan, penyelundupan obat2 terlarang
Sengketa Wilayah Paracel Islands di bagian utara; dikuasai China tapi diklaim oleh Vietnam dan Taiwan Spartly Islands di bagian selatan; dikuasai sebagian oleh China, Taiwan, Vietnam, Malaysia dan Filipina, tetapi diklaim secara keseluruhan oleh China, Taiwan, dan sebagian oleh Malaysia, Filipina, dan Brunei Pratas Islands di bagian utara, dikuasai oleh Taiwan tetapi diklaim oleh China Scarborough Shoal di bagian tengah dan timur laut, tidak dikuasai, tetapi diklaim oleh China, Taiwan, dan Filipina
Penyelesaian Konflik Perjanjian antara China dengan ASEAN ASEAN: ASEAN Declaration in South China Sea in 1992 ASEAN-China Dialogue in 1994 Declarations on Conduct (DoC) 2002 Code of Conduct 2002-sekarang ASEAN: Pihak yang terlibat dalam sengketa: Vietnam dan Filipina Pihak yang tidak terlibat dalam sengketa, tetapi memiliki kedekatan dg China: Kamboja dan Laos Pihak yang netral: Indonesia dan Singapura Kerjasama antara China-Vietnam; China-Filipina Keterlibatan aktor internasional (AS) dan aktor non-negara
Kemungkinan penguatan pasukan militer? Klaim 9-dash line China di Laut China Selatan Deklarasi Air Defense Identification Zone di Laut China Timur Remiliterisasi Jepang Rotasi 2,000 marinir AS ke Darwin, Australia Pelibatan India dalam konsepsi geopolitik “Indo-Pacific” Posisi Indonesia?
Tugas Kelompok Buat dua kelompok besar Kelompok ganjil adalah pendukung penyelesaian konflik dg non-kekerasan Kelompok genap adalah pendukung penyelesaian konflik dg cara kekerasan Kumpulkan sebanyak mungkin argumen untuk menguatkan pandangan masing-masing pihak dalam waktu 30 menit
Pencegahan Konflik Prevention is a matter of trying to organize international as well as national affairs in a way which reduces tension (ketegangan) and discord (perselisihan). It is about providing peaceful means for dealing with differences and disagreements. It is about finding sustainable, long-term solutions –not about sweeping unpleasant issues under the carpet. (Wallensteen; 39-40) Upaya untuk mencegah terjadinya konflik yang mematikan , berkaca pada genocide di Rwanda, perang etnik di Bosnia dan negara gagal di Somalia Mengurangi respon reaktif yang tidak terintegrasi dalam menghadapi kemungkinan terjadinya konflik Pencegahan konflik lebih hemat biaya dibandingkan dengan rekonstruksi pasca-konflik
Penyebab dan Pencegahan Konflik Sugunami (On the Causes of War, 1996): Kondisi apa yang memungkinkan terjadinya konflik? Dalam kondisi apa konflik paling mungkin terjadi? Bagaimana konflik terjadi? Reformulasi pertanyaan Sugunami: Apakah konflik dapat dicegah jika kita menghilangkan kondisi2 pendorong kehadirannya? Apakah intensitas konflik dapat dikurangi dengan pengelolaan kondisi yang lebih damai? Apakah proses tertentu dalam konflik dapat diubah untuk mencegah terjadinya konflik yang mematikan?
Kemunculan konflik dan perubahan yang damai Konteks Struktur Hubungan
Pencegahan Konflik Official diplomacy: mediasi, rekonsiliasi, fact-finding, konferensi perdamaian, utusan khusus (special envoy), pusat pencegahan konflik Non-official diplomacy: mediasi tertutup, pengiriman pesan, workshop penyelesaian masalah, pelatihan resolusi konflik, komisi perdamaian Aktor lokal: penyelesaian konflik oleh tokoh agama/tokoh masyarakat, debat antara para politisi Kekuatan politik: organisasi internasional/regional, upaya untuk mempengaruhi media Kekuatan ekonomi: embargo, sanksi, bantuan kemanusiaan, bantuan bersyarat Kekuatan militer: preventive peacekeeping, embargo militer
Liberal Peace Norma-norma yang muncul dalam kajian konflik dan perdamaian ‘Masa depan kedaulatan’ ‘Tanggung jawab untuk melindungi (responsibility to protect)’ ‘Perlindungan warga sipil ’ Perdamaian didefinisikan sebagai ‘liberal peace’ (Richmond, et. al.), termasuk demokratisasi dan HAM sebagai elemen utama tata aturan normatif ‘Liberal peace’ muncul pasca 1992 dalam wujud institusi dan global civil society
Elemen-elemen ‘Liberal Peace’ Kedaulatan terbatas Minimalisasi penggunaan kekerasan Perhatian kepada perlindungan HAM individu Demokratisasi politik Liberalisasi ekonomi Kemunculan aktor ‘baru’, seperti IOs dan (I)NGOs Resolusi konflik sebagai tujuan
Pencegahan Dini – Keutamaan NGO Memiliki akar kuat dalam masyarakat dan bekerja di wilayah2 terpencil Bekerja untuk pembangunan sekaligus dapat mendeteksi kemungkinan terjadi konflik Kemampuan untuk mengumpulkan informasi Monitor kondisi HAM
Karakteristik NGOs (Evans, 2001) The ‘thinking’ NGO International Crisis Group Center for Strategic and International Studies Clingendael Institute The ‘talking’ NGO Asia Watch Amnesty International The Cooperative for Assistance and Relief Everywhere (CARE) The ‘doing’ NGO Search for Common Ground International Alert West African Network for Peacebuilding The Community of Sant’Egidio
Kapasitas penyelesaian konflik Internasional Nasional Sub-state Eropa Barat dan Amerika Utara Eropa Timur dan pecahan Uni Soviet Amerika Latin Asia Tenggara, Timur Tengah dan Afrika Utara, sub-Sahara Afrika