KEPALA DINAS KESEHATAN KAB. ENDE Kebijakan Umum Sistem Rujukan dalam Sistem Pelayanan Kesehatan Maternal Perinatal
Pendahuluan Tingginya angka kematian ibu di Indonesia menun- jukkan rendahnya kualitas pelayanan kesehatan terutama kesehatan ibu. Penurunan angka kematian ibu dikatakan mustahil tanpa adanya sistem rujukan yang efektif terutama untuk kasus dengan komplikasi. WHO juga menyatakan bahwa salah satu aspek fundamental pelayanan kesehatan primer (termasuk ibu dan anak) adalah adanya hubungan yang erat dengan level di atasnya. Hubungan yang erat ini tercermin sebagai suatu sistem rujukan yang efektif.
………lanjutan Sistem rujukan maternal dan neonatal di Indonesia belum pernah dilakukan penilaian penerapannya. Namun secara umum masih banyak keluhan mengenai sistem rujukan tersebut antara lain 1. dokter umum yang dianggap “asal rujuk” atau “selalu merujuk,” sehingga terjadi pengulangan pemeriksaan diagnostik, 2. tidak ada sistem rujuk balik dan penumpukan pasien strata primer di rumah sakit.
……………lanjutan Walaupun belum terdapat data secara empiris, secara logika fenomena ini membuat pelayanan kesehatan menjadi tidak efisien dan mahal. Suatu penelitian kasus kontrol di Maharasthra, India menunjukkan bahwa kematian ibu lebih banyak terjadi pada komplikasi kasus kebidanan yang mengalami penundaan rujukan dan ibu yang terlalu banyak dirujuk.
………….lanjutan World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa untuk membuat layanan rujukan yang baik perlu disertai dengan mekanisme pengawasan sistem. Salah satu fungsi pengawasan adalah menggunakan Standar Operasional Prosedure (SOP)
UU Kes. No.36 Tahun 2009 Pasal 5 (ayat 2): Setiap orang mempunyai hak dalam memperoleh Pel.Kes yg aman, bermutu dan terjangkau Pasal 24 (ayat 1): Tenaga kes. HARUS memenuhi ketentuan kode etik, standar Profesi, standar pelayanan, SOP UU Pelayanan Publik No. 25 Tahun 2009 Pasal 15 (poin a & f): (a) Penyelenggara berkewajiban untuk menyusun Standar Pelayanan (f) Melaksanakan pelayanan sesuai dengan Standar Pelayanan Pasal 20 (ayat 1 & 3): (1) Penyelenggara berkewajiban menyusun dan menetapkan Standar Pelayanan dgn memperhatikan kemampuan penyelenggara, kebutuhan masyarakat dan kondisi lingkungan. (2) Penyelenggara berkewajiban menerapkan standar pelayanan sebagaimana yg dimaksud pada ayat (1). LATAR BELAKANG PENYUSUNAN “SOP”
Peraturan Gubernur NTT No. 42 Tahun 2009 Pasal 17 (ayat 2): Kewajiban penyelenggara pelayanan. a. Meningkatkan kualitas dan pemeliharaan fasilitas kes. b. Melayani sesuai standar pelayanan dan mematuhi peraturan perundang -undangan yg berlaku. Pengembangan Manajemen Kinerja Klinik (PMKK) Perawat dan Bidan ( Kepmenkes. No. 836 Tahun 2005 Tentang Pedoman Pengembangan Manajemen Kinerja Perawat dan Bidan) Dalam Organisasi Pemerintah, SOP biasanya diperlukan sbg pedoman penyelenggaraan kinerja pelayanan kepada publik/masyarakat. Dinas Kesehatan memandang bahwa SOP dapat memberikan kepastian gerak langkah/tindakan dan transparansi bagi stakeholder dalam upaya mewujudkan visi dan misi Indonesia sehat Penyusunan SOP RUJUKAN MATERNAL dan NEONATAL bagi 9 puskesmas PONED se-kabupaten Ende.
Pengertian sistem rujukan (Menurut SKN, 2009) Merupakan suatu sistem penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang melaksanakan pelimpahan tanggung jawab timbal balik terhadap satu/lebih kasus penyakit atau masalah kesehatan secara vertikal dari unit berkemampuan kurang kepada unit yang lebih mampu atau secara horizontal antar unit-unit yang setingkat kemampuannya.
Ruang lingkup 1. Rujukan Medis (rujukan pasien, dan rujukan laboratorium) 2. Rujukan Kesehatan (rujukan iptek dan keterampilan yaitu pengalihan pengetahuan dan keterampilan) 3. Rujukan Manajemen (pengiriman informasi guna kepentingan monitoring semua kegiatan pelayanan kesehatan diperlukan sistem informasi)
Permasalahan dalam merujuk kasus maternal dan perinatal (Menurut Samsulhadi,2007) Keterlambat yang tinggi dalam merujuk kasus maternal dan neonatal merupakan salah satu permasalahan utama dari terjadinya kematian ibu atau bayi. Keterlambatan ini disebabkan berbagai permasalahan dasar pada aspek kesehatan maupun non kesehatan. Beberapa diantaranya meliputi permasalahan dari faktor geografis, sosial, maupun kemampuan pembiayaan.
Prinsip sistem rujukan pelayanan kegawatdaruratan maternal dan neonatal (Menurut SKN 2009) Kecepatan dan ketepatan tindakan, efisien, efektif, sesuai dengan kemampuan dan kewenangan bidan serta fasilitas pelayanan. Setiap kasus dengan kegawatdaruratan maternal dan neonatal yang datang ke Puskesmas PONED, harus langsung dikelola sesuai dengan prosedur tetap. Setelah dilakukan stabilisasi kondisi pasien (pemberian obat- obatan, pemasangan infus dan pemberian oksigen), kemudian ditentukan apakah pasien akan dikelola di tingkat puskesmas PONED atau dirujuk ke rumah sakit PONEK, untuk mendapatkan pelayanan yang lebih sesuai dengan kegawatdaruratannya dalam upaya penyelamatan jiwa ibu dan anak.
Faktor yang mempengaruhi rujukan darurat dari pemberi rujukan ke penerima rujukan (menurut Depkes RI) Tingkat rumah tangga pada kenyataannya para keluarga dapat melakukan pencaharian pelayanan langsung ke berbagai pelayanan kesehatan yang ada. Tingkat masyarakat dengan jenis pelayanan kesehatan yang dilaksanakan merupakan kediatan swadaya masyarakat dalam rangka menolong diri mereka sendiri. Tingkat pertama fasilitas pelayanan kesehatan, seperti Puskesmas, Pustu BP-KIA, dan lain-lain. Tingkat kedua fasilitas pelayanan kesehatan, seperti rumah sakit atau tempat rujukan lain yang lebih tinggi.
Hal yang harus diperhatikan dalam merujuk kasus gawat darurat (Menurut: Saifuddin, A.B, 2002) Stabilisasi penderita dengan pemberian oksigen, cairan infus intravena, transfusi darah serta obat-obatan. Stabilisasi kondisi penderita dan merujuknya dengan cepat dan tepat sangat penting (essensial) dalam menyelamatkan kasus gawat darurat, tidak peduli jenjang atau tingkat pelayanan kesehatan. Tata cara untuk memperoleh transportasi dengan cepat bagi kasus gawat darurat harus ada pada setiap tingkat pelayanan kesehatan, sehingga dibutuhkan koordinasi dengan semua komponen. Penderita harus didampingi oleh tenaga yang terlatih (dokter/ bidan/perawat) sehingga cairan infus intravena dan oksigen dapat terus diberikan. Apabila pasien tidak dapat didampingi oleh tenaga terlatih, maka pendamping harus diberi petunjuk bagaimana menangani cairan intravena dalam perjalanan.