Faktor Sosial dan Ekonomi terhadap Bisnis Internasional

Slides:



Advertisements
Presentasi serupa
SISTEM PEREKONOMIAN FENARO Rai.E - Mak.
Advertisements

KESEIMBANGAN DAN KETIDAKSEIMBANGAN NERACA PEMBAYARAN
PENGANTAR ILMU EKONOMI MAKRO modul ke 1
ALIRAN STRUKTURALIS Adalah aliran pengembangan ide dasar sosialisme yang muncul di akhir 1940 dan 1950an. Teori strukturalis percaya bahwa pembangunan.
Analisa Makro. A Leading & Enlightening U N I V E R S I T Y Kenapa Analisa Makro 1.Situasi perekonomian negara berpengaruh terhadap iklim investasi 2.Perekonomian.
Ekonomi Politik PEMBANGUNAN UTANG LUAR NEGERI.
KEBIJAKAN EKONOMI MAKRO DAN MIKRO Eny Lia purwandari A
Kegiatan Statistik Kehutanan
Ruang Lingkup Makro Ekonomi
Transformasi Struktural Perekonomian Indenesia
Peta Peningkatan Pemenuhan Energi Listrik Tiap Provinsi Hasil Model
Asisten Pemerintahan dan Kesra
Berita Resmi Statistik
NERACA PEMBAYARAN INTERNASIONAL (BOP)
KELOMPOK 10 ANALISIS DAMPAK PERTUMBUHAN PENDUDUK TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA DAFTAR ISI DATA A B TEORI A B ANALISIS A B c KESIMPULAN.
Hutang Luar Negeri.
PENGANTAR ILMU EKONOMI MAKRO BAB 1
KONSEP EKONOMI Materi Ekonomi Kelas X
SISTEM NILAI TUKAR RUPIAH
PENGANTAR ILMU EKONOMI MAKRO BAB 1
Ruang Lingkup Analisis Ekonomi Makro
Garapan Drs. Puji Suharjoko
Gambaran Umum Ekonomi Internasional
Kabupaten/Kota yang telah Menginisiasi KLA sampai Tahun 2014
DATA KELULUSAN SERTIFIKASI GURU TAHUN 2007 S.D 2010
DATA KEBUTUHAN GURU (NASIONAL) TAHUN
KONTROVERSI PENANAMAN MODAL ASING (PMA) & UTANG LUAR NEGERI (ULN)
Pengangguran Pertemuan 9.
PERDAGANGAN INTERNASIONAL
NERACA PEMBAYARAN INTERNASIONAL
NERACA PEMBAYARAN KURS VALUTA ASING DAN PERTUMBUHAN EKONOMI
NERACA PEMBAYARAN KURS VALUTA ASING DAN PERTUMBUHAN EKONOMI
KONSEP DASAR ILMU EKONOMI MAKRO
BAB XIII. ANALISIS EKONOMI
Rapat Panitia Anggaran DPR RI Tentang Asumsi Makro APBN 2009 dan RAPBN 2010 Bank Indonesia Jakarta, 1 Juni 2009.
PERDAGANGAN INTERNASIONAL
DATA KEBUTUHAN GURU SD NEGERI (NASIONAL) TAHUN
Kinerja Kebijakan Ekonomi & Perekonomian
BAHAN AJAR EKONOMI Kelas X Semester 2.
PELAKU KEGIATAN EKONOMI
NERACA PEMBAYARAN KURS VALUTA ASING DAN PERTUMBUHAN EKONOMI
TINJAUAN RINGKAS MENGENAI TEORI, MASALAH DAN KEBIJAKAN MAKROEKONOMI
DEVISA DAN KESEIMBANGAN DAN KETIDAKSEIMBANGAN NERACA PEMBAYARAN
MAKRO EKONOMI PENDAHULUAN
SISTEM MONETER INTERNASIONAL
Makroekonomi Perekonomian Terbuka: Konsep Dasar
Perkembangan Perekonomian Indonesia dan Pelaku Ekonomi
NERACA PEMBAYARAN INTERNASIONAL
DATA KEBUTUHAN GURU SMK NEGERI (NASIONAL) TAHUN
BAB XIII. ANALISIS EKONOMI
KESEIMBANGAN DAN KETIDAKSEIMBANGAN NERACA PEMBAYARAN
BAB II PEMBANGUNAN EKONOMI.
PENGANTAR EKONOMI MAKRO
Alamat : Banjaran Rt 06 Rw 03 Taman
PENDAHULUAN.
Faktor Eksternal Kebijakan Fiskal Faktor Internal Output
BAB 12 Neraca Pembayaran, Kurs Valuta Asing dan Kegiatan Perekonomian Terbuka Neraca Pembayaran : suatu catatan aliran keuangan yang menunjukkan nilai.
MANAJEMEN DAN BISNIS Lingkungan Bisnis Pertemuan 10 1.
PENGANTAR EKONOMI MAKRO
(Makroekonomi) Ruang Lingkup Analisis Ekonomi Makro
Perkembangan Perekonomian Indonesia dan Pelaku Ekonomi
KEBIJAKAN PEMERINTAH DALAM MENGHADAPI MASALAH EKONOMI
NERACA PEMBAYARAN Pengertian : Adalah suatu catatan sistematis mengenai hubungan ekonomi atau transaksi antara penduduk suatu negara dan negara lainnya,
NERACA PEMBAYARAN INTERNASIONAL
Perkembangan Perekonomian Indonesia dan Pelaku Ekonomi
NERACA PEMBAYARAN KURS VALUTA ASING DAN PERTUMBUHAN EKONOMI
EKONOMI MIKRO dan EKONOMI MAKRO STANDAR KOMPETENSI KOMPETENSI DASAR MATERI PEMBELAJARAN.
PERDAGANGAN INTERNASIONAL
Bab 1 Overview dan Review
Dosen : Deskoni, S.Pd., M.Pd Yuliana FH, S.Pd., M.Pd KONSEP DASAR DAN RUANG LINGKUP EKONOMI MAKRO Program Studi Pendidikan Ekonomi FKIP Universitas Sriwijaya.
Transcript presentasi:

Faktor Sosial dan Ekonomi terhadap Bisnis Internasional Dampak

Mengapa Bisnis Internasional Berbeda ? Bisnis internasional tidak hanya dipengaruhi oleh kondisi di dalam negeri saja, namun juga dipengaruhi kondisi di luar negeri (mitra dagang) Ada faktor kekuatan lingkungan yang mempengaruhi bisnis internasional yaitu segala sesuatu di luar organisasi yang mempengaruhi kehidupan dan perkembangan perusahaan. Kekuatan lingkungan Kekuatan yang tidak dapat dikendalikan (uncontrollable forces)/ eksternal Kekuatan yang dapat dikendalikan (controllable forces)/ internal

Kekuatan yang tidak dapat dikendalikan Pesaing Saluran distribusi Ekonomi Sosial Keuangan Hukum Fisik Politik Sosial budaya Tenaga kerja Teknologi

Kekuatan yang dapat dikendalikan : Faktor produksi Aktivitas organisasi Sumber daya manusia Keuangan Produksi Pemasaran

Isu pokok yang dibahas Tujuan dilakukan analisa ekonomi Pola konsumsi masyarakat dan pengaruhnya terhadap bisnis internasional Variasi nilai tenaga kerja antar negara (tingkat upah dan produktifitas) Peran hutang luar negeri bagi pelaku bisnis internasional Pengaruh menurunnya tingkat kelahiran terhadap bisnis internasional Memahami pola kebijakan di sebuah negara

Tujuan dilakukan analisa ekonomi Menetapkan asumsi-asumsi ekonomi makro dalam sebuah perekonomian Tingkat nilai tukar Pertumbuhan ekonomi Hutang luar negeri Pengangguran Jumlah uang beredar Tingkat inflasi

Asumsi Ekonomi Makro Indonesia 2012 Pada januari 2012 ditetapkan Asumsi Makro 2012, yaitu : Produk Domestik Bruto (Triliun Rp) 8.119,8 Pertmbhn Ekonomi 6,7 %; Inflasi 5,30%; Kurs Rp 8.800,0 per dolar AS; SPN 3 bln 6,0%; Minyak Ind. 90,0 US$/brl; Lift. Mnyk 950,0 Jt.brl/hr. Dalam APBN-P 2012, asumsi dasar pertumbuhan ekonomi direvisi, dan kemudian ditetapkan pada angka 6,5 persen (dari sebelumnya 6,7% pada Januari 2012), sementara itu inflasi pada tingkat 6,8 persen (dari sebelumnya 5,30% pada Januari 2012). Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) sebesar Rp9.000 per dolar AS (dari sebelumnya Rp 8.800,0 per dolar AS pada Januari 2012), di sisi lain suku bunga Surat Perbendaharaan Negara (SPN) 3 bulan sebesar 5,0 persen (dari sebelumnya 6,0% pada Januari 2012).

Pola konsumsi masyarakat dan pengaruhnya terhadap bisnis internasional Pola konsumsi suatu masyarakat sangat penting dalam menentukan bisnis internasional Dengan menggunakan data pola konsumsi, maka seorang pengusaha dapat menentukan industri atau kegiatan bisnis apa yang dianggap menguntungkan di sebuah negara Pola konsumsi biasanya dipengaruhi oleh struktur pendapatan masyarakat di negara yang bersangkutan.

Persentase Pengeluaran Rata-rata per Kapita Sebulan Menurut Kelompok Barang, Indonesia, 1999, 2002-2011 Kelompok Barang 2007 2008 2009 2010 2011 Makanan:   - Padi-padian 10.15 9.57 8.86 8.89 7.48 - Umbi-umbian 0.56 0.53 0.51 0.49 - Ikan 3.91 3.96 4.29 4.34 4.27 - Daging 1.95 1.84 1.89 2.1 1.85 - Telur dan susu 2.97 3.12 3.27 3.2 2.88 - Sayur-sayuran 3.87 4.02 3.84 4.31 - Kacang-kacangan 1.47 1.55 1.57 1.49 1.26 - Buah-buahan 2.56 2.27 2.05 2.49 2.15 - Minyak dan lemak 1.69 2.16 1.96 1.92 1.91 - Bahan minuman 2.21 2.13 2.02 2.26 1.8 - Bumbu-bumbuan 1.1 1.12 1.08 1.09 1.06 - Konsumsi lainnya 1.34 1.39 1.33 1.29 1.07 - Makanan jadi 10.48*) 11.44*) 12.63*) 12.79*) 13.73*) - Minuman beralkohol - - Tembakau dan sirih 4.97 5.08 5.26 5.25 5.16 Jumlah makanan 49.24 50.17 50.62 51.43 49.45

Kelompok Barang 2007 2008 2009 2010 2011 Bukan makanan:   - Perumahan dan fasilitas rumahtangga 20.78 20.21 19.89 20.36 19.91 - Barang dan jasa 17.01 17.12 17.49 16.78 17.92 - Pakaian, alas kaki dan tutup kepala 3.33 3.37 3.38 2.02 - Barang-barang tahan lama 6.47 6.37 5.88 5.14 7.52 - Pajak dan asuransi 1.27 1.25 1.41 1.57 1.64 - Keperluan pesta dan upacara 1.89 1.51 1.36 1.32 1.53 Jumlah bukan makanan 50.76 49.83 49.38 48.57 50.55

Variasi nilai tenaga kerja antar negara (tingkat upah dan produktifitas) Secara umum produktifitas tenaga kerja dipengaruhi oleh beberapa hal : 1. Tingkat Upah 2. Pengalaman dan keterampilan 3. pendidikan dan keahlian 4. Usia pekerja 5. Pengadaan barang 6. Cuaca 7. Jarak material 8. Hubungan kerja sama antar pekerja 9. Faktor manajerial 10.Efektivitas jam kerja

Penduduk Menurut Jenis Kegiatan 2004 - 2011 2005 (Nov) 2006 (Agst) 2007 (Agst) 2008 (Agst) 2009 (Agst) 2010 (Agst) 2011 (Agst)   1 Penduduk Berumur 15 Tahun Ke Atas 158 491 396 160 811 498 164 118 323 166 641 050 169 328 208 172 070 339 171 756 077 2 Angkatan Kerja 105 857 653 106 388 935 109 941 359 111 947 265 113 833 280 116 527 546 117 370 485 Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (%) 66.79 66.16 66.99 67.18 67.23 67.72 68.34 Bekerja 93 958 387 95 456 935 99 930 217 102 552 750 104 870 663 108 207 767 109 670 399 Pengangguran Terbuka*) 11 899 266 10 932 000 10 011 142 9 394 515 8 962 617 8 319 779 7 700 086 Tingkat Pengangguran Terbuka (%) 11.24 10.28 9.11 8.39 7.87 7.14 6.56 3 Bukan Angkatan Kerja 52 633 743 54 422 563 54 176 964 54 693 785 55 494 928 55 542 793 54 385 592 Sekolah 13 581 943 13 530 160 13 777 378 13 226 066 13 810 846 14 011 778 13 104 294 Mengurus Rumah Tangga 30 619 529 31 977 973 31 989 042 32 770 941 33 346 950 32 971 456 32 890 423 Lainnya 8 432 271 8 914 430 8 410 544 8 696 778 8 337 132 8 559 559 8 390 875

Peran hutang luar negeri bagi pelaku bisnis internasional FAKTOR PENYEBABNYA Defisit transaksi berjalan Kebutuhan dana investasi Tingkat inflasi yang tinggi Structural inefficiences dalam ekonomi PERKEMBANGAN UTANG LUAR NEGERI INDONESIA Mengalami peningkatan terus seiring dengan peningkatan PDB (seharusnya berbalikan) Dalam struktur hutang, komposisi utang dari IMF terus meningkat Sejak Orde Baru, Indonesia sangat tergantung pada bantuan/utang LN, karena: Defisit I-S gap, defisit transaksi berjalan, defisit keuangan pemerintah (fiscal gap)

Hutang dan Arus Modal Masuk MANFAAT ARUS MODAL INTERNATIONAL Keuntungan Moneter Pertumbuhan PDB Kesempatan kerja dan pendapatan Peralihan Teknologi Pengetahuan Manajemen PERKEMBANGAN ARUS MODAL INTERNASIONAL DI INDONESIA Arus modal internasional mengalami fluktuasi dipengaruhi oleh: Country Risk Inflasi BOP Pertumbuhan Ekonomi

UTANG LUAR NEGERI DIGUNAKAN UNTUK APA ? Pembangunan Infra Struktur, seperti pembangunan pelabuhan yang bertaraf internasional untuk menunjang ekspor dan impor ( termasuk bahan baku impor), Pembangunan Sarana transportasi (jalan dan jembatan) untuk membuka keterisolasian dan menggerakkan roda perekonomian Menyeimbangkan neraca pembayaran untuk menutupi defisit neraca pembayaran Meningkatkan cadangan devisa Menciptakan iklim yang kondusif bagi penanaman modan asing (PMA)

Permasalahan yang dihadapi Beberapa permasalahan yang sering terjadi sebagai akibat dari PMA dan utang luar negeri adalah : Transfer keuntungan yang dilakukan oleh PMA ke negara asal modal Terjadi aliran dana dari Indonesia keluar negeri  untuk mengontrolnya cukup sulit. Jumlah utang luar negeri sangat tergantung pada fluktuasi kurs mata uang negara kepada siapa Indonesia berhutang Apabila terjadi depresiasi rupiah, maka hutang akan membengkak Selama ini Indonesia terus meminjam dari LN untuk membayar utang LN  “ Gali Lubang Tutup Lubang” Kecenderungan sebagai negara terlilit hutang, karena selalu memanfaatkan tawaran hutang

Indikator Baik atau Buruknya Hutang Luar Negeri Ada dua pedoman yang digunakan untuk mengetahui seberapa jauh beban utang luar negeri: Ratio hutang kumulatif dengan PDB Uk R Uk = ----------- x 100% < 30% PDB Ratio bunga dan cicilan terhadap ekspor bersih (Debt Service Ratio = DSR) Dt DSR = ---------- x 100 % < 20% Xnt Ambang batasnya = 20% DSR = Debt Service Ratio, DT = Bunga dan cicilan hutang, Xnt= ekspor – impor migas Kedua ratio tersebut merupakan ratio pinjaman pemerintah, bukan ratio pinjaman swasta/perorangan

Pengaruh menurunnya tingkat kelahiran terhadap bisnis internasional Penduduk dapat dipandang menjadi dua faktor yang berbeda dalam Bisnis Internasional: Faktor Positif Dengan banyaknya penduduk maka ketersediaan tenaga kerja terjamin Merupakan pasar yang potensial bagi produk Faktor Negatif Membutuhkan fasilitas sosial yang banyak Menimbulkan masalah sosial jika tidak di tangani secara serius.

Apakah Indonesia merupakan pasar potensial bagi produk luar negeri?? Negara sedang berkembang Penduduk lebih dari 240 juta jiwa Pola konsumsi yang tinggi Sifat meniru yang sangat tinggi Arus informasi bebas masuk Belum ketatnya pemerintah dalam melindungi produk dalam negeri

Penduduk Indonesia menurut Provinsi 1990-2010   1990 1995 2000 2010*) Aceh 3.416.156 3.847.583 3.930.905 4.494.410 Sumatera Utara 10.256.027 11.114.667 11.649.655 12.982.204 Sumatera Barat 4.000.207 4.323.170 4.248.931 4.846.909 R i a u 3.303.976 3.900.534 4.957.627 5.538.367 J a m b i 2.020.568 2.369.959 2.413.846 3.092.265 Sumatera Selatan 6.313.074 7.207.545 6.899.675 7.450.394 B e n g k u l u 1.179.122 1.409.117 1.567.432 1.715.518 L a m p u n g 6.017.573 6.657.759 6.741.439 7.608.405 Kep. Bangka Belitung - 900.197 1.223.296 Kepulauan Riau 1.679.163 DKI Jakarta 8.259.266 9.112.652 8.389.443 9.607.787 Jawa Barat 35.384.352 39.206.787 35.729.537 43.053.732 Jawa Tengah 28.520.643 29.653.266 31.228.940 32.382.657 DI Yogyakarta 2.913.054 2.916.779 3.122.268 3.457.491 Jawa Timur 32.503.991 33.844.002 34.783.640 37.476.757 Banten 8.098.780 10.632.166 B a l i 2.777.811 2.895.649 3.151.162 3.890.757 Nusa Tenggara Barat 3.369.649 3.645.713 4.009.261 4.500.212 Nusa Tenggara Timur 3.268.644 3.577.472 3.952.279 4.683.827 Kalimantan Barat 3.229.153 3.635.730 4.034.198 4.395.983 Kalimantan Tengah 1.396.486 1.627.453 1.857.000 2.212.089 Kalimantan Selatan 2.597.572 2.893.477 2.985.240 3.626.616 Kalimantan Timur 1.876.663 2.314.183 2.455.120 3.553.143 Sulawesi Utara 2.478.119 2.649.093 2.012.098 2.270.596 Sulawesi Tengah 1.711.327 1.938.071 2.218.435 2.635.009 Sulawesi Selatan 6.981.646 7.558.368 8.059.627 8.034.776 Sulawesi Tenggara 1.349.619 1.586.917 1.821.284 2.232.586 Gorontalo 835.044 1.040.164 Sulawesi Barat 1.158.651 M a l u k u 1.857.790 2.086.516 1.205.539 1.533.506 Maluku Utara 785.059 1.038.087 Papua Barat 760.422 Papua 1.648.708 1.942.627 2.220.934 2.833.381 INDONESIA 179.378.946 194.754.808 206.264.595 237.641.326

Laju Pertumbuhan Penduduk menurut Provinsi Provinsi Laju Pertumbuhan Penduduk per Tahun 1971-1980 1980-1990 1990-2000 Nanggroe Aceh Darussalam 2,93 2,72 1,46 Sumatera Utara 2,6 2,06 1,32 Sumatera Barat 2,21 1,62 0,63 R i a u 3,11 4,3 4,35 J a m b i 4,07 3,4 1,84 Sumatera Selatan 3,32 3,15 2,39 B e n g k u l u 4,39 4,38 2,97 L a m p u n g 5,77 2,67 1,17 Kep. Bangka Belitung   0,97 DKI Jakarta 3,93 2,42 0,17 Jawa Barat 2,66 2,57 2,03 Jawa Tengah 1,64 1,18 0,94 DI Yogyakarta 1,1 0,57 0,72 Jawa Timur 1,49 1,08 0,7 Banten 3,21 B a l i 1,69 1,31 Nusa Tenggara Barat 2,36 2,15 1,82 Nusa Tenggara Timur 1,95 1,79 Kalimantan Barat 2,31 2,65 2,29 Kalimantan Tengah 3,43 3,88 2,99 Kalimantan Selatan 2,16 2,32 1,45 Kalimantan Timur 5,73 4,42 2,81 Sulawesi Utara 1,6 1,33 Sulawesi Tengah 3,86 2,87 Sulawesi Selatan 1,74 1,42 Sulawesi Tenggara 3,09 3,66 Gorontalo 1,59 Maluku 2,88 2,79 0,08 Maluku Utara 0,48 Papua 3,46 3,22 INDONESIA 1,98

End of session