Kebijakan Riset dan Daya Saing Bangsa

Slides:



Advertisements
Presentasi serupa
PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA INDUK PENELITIAN (RIP)
Advertisements

PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA INDUK PENELITIAN (RIP)
UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
RENCANA STRATEGIS LEMBAGA PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KEPADA MASYARKAT
Information Systems, Organizations, and Strategy
RENCANA INDUK PENELITIAN (RIP) UNIVERSITAS DIPONEGORO
PENGALIHAN HAK, LISENSI DAN PELAKSANAAN PATEN OLEH PEMERINTAH
MENGEMBANGKAN POTENSI DIRI SISWA MELALUI PENINGKATAN KETERAMPILAN BELAJAR TENTANG BAGAIMANA CARA BELAJAR.
MAFTUCHAH -SENTRA HKI UMM Jl. Raya Tlogomas No 246 Malang – 65144
ANALISIS STRATEGIS: MENENTUKAN POTENSI MASA MENDATANG MODUL 6 PERT. 19 S/D 21.
Strenghtening Role of Technology and Innovation As Driver for Economic Growth and Competitiveness Rachmawan Budiarto Jurusan Teknik Fisika – FT UGM Magister.
BERDASAR TINGKAT KEKETATAN SNMPTN 2011
HUMAN CAPITAL CHALLENGES ABI SUJAK DIRECTOR SEAMOLEC SEMINAR INTERNASIONAL GEDUNG SERBA GUNA UT FEBRUARI 2016.
RISET ANDALAN PERGURUAN TINGGI DAN INDUSTRI (RAPID)
RAPAT : RENCANA KEGIATAN PENELITIAN & PENGABDIAN MASYARAKAT 2017
Insentif Riset Sistem Inovasi Nasional Tahun 2017
Kebijakan Riset Dalam Mendukung Daya Saing dan Kedaulatan Bangsa
PROGRAM UNDIKSHA (BIDANG AKADEMIK) 2018
Arah Kebijakan Penelitian dan Inovasi UGM
Mata Kuliah TPB (Mata Kuliah Wajib)
PEMANFAATAN SISTEM PATEN DALAM KEGIATAN PENELITIAN
PEMETAAN DAYA SAING DAERAH JAWA BARAT
Kebijakan Pendidikan Tinggi Prof. Munawar Ketua LP3M-UB
PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA INDUK PENELITIAN (RIP)
Ditjen Penguatan Riset dan Pengembangan
HIBAH PENELITIAN PASCA SARJANA (PPS)
HIBAH PENELITIAN KERJA SAMA ANTAR PERGURUAN TINGGI (PEKERTI)
Pert. 16. Menyimak lingkungan IS/IT saat ini
Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi
Skema Program Pengabdian Kepada Masyarakat
Hak Desain Industri Miko Kamal
legal aspek produk teknik informatika & komunikasi -PATEN ( 2) -
Miko Kamal FAKULTAS HUKUM UNIV. BUNG HATTA, 2016
UU NOMOR 29 TAHUN 2000 TENTANG PERLINDUNGAN VARIETAS TANAMAN
Pengelompokan Bidang Ilmu PKM
I. PENDAHULUAN Mengapa HaKI Penting
W1. About Social Informatics
Pemberian Tunjangan Profesi Dosen dan Tunjangan Kehormatan Profesor
EVALUASI KINERJA PENELITIAN
Pemberian Tunjangan Profesi Dosen dan Tunjangan Kehormatan Profesor
Upaya Mengatasi Kecemasan dalam Menghadapi Masa Depan
Emerging Business Start up ecosystem #CEOLecturerSeries2015
DESAIN INDUSTRI, RAHASIA DAGANG dan DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TERPADU
UNDANG-UNDANG NOMOR 19 TAHUN 2002
Rinaldo Anugrah Wahyuda
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG MEREK
UNIVERSITAS AIRLANGGA
Grow Your Social Media Communities
KONSEP PENILAIAN DALAM KERANGKA KURIKULUM SMK EDISI 2013
Agenda Riset Nasional & Laporan Pelaksanaan Fokus Tugas DRN
Direktorat Kelautan dan Perikanan
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI
Strategi Peningkatan Kinerja../UNIGAL
RIP UNAIR
Divisi Bidang Riset, Pengbdian Masyarakat dan Publikasi
Sertifikasi, Pemeliharaan, Mutasi dan Lisensi Paten Dra
By Yulius Suprianto Macroeconomics | 02 Maret 2019 Chapter-5: The Standard of Living Over Time and A Cross Countries Source: http//
Kebijakan Riset Dalam Mendorong Daya Saing Nasional
Departemen Gizi Kesehatan FK UGM
Biro Hukum dan Organisasi
EVALUASI KINERJA PENELITIAN
TAHAPAN PERMOHONAN PATEN melalui Program Insentif Kemenristekdikti
Copyrights© budiagusriswandi
DRPM Ditjen Penguatan Riset dan Pengembangan
Valuasi Paten Income Base Approach Disusun oleh:
SISTEM INFORMASI KESEHATAN
A SHORT ESSAY OF CIVIL ENGINEERING BY : ALFATIHATU RAHMI CIVIL ENGINEERING ENGINEERING FACULTY ANDALAS UNIVERSITY PADANG.
Pembentukan Sentra HKI Kota Prabumulih Rapat Pembahasan Rencana Kerja Kegiatan Tim Sentra HKI Kota Prabumulih Kantor Badan Penelitian dan Pengembangan.
PPUPIK TRAINING CENTER PRODUCTION CENTER MAINTENANCE & REPAIR RESEARCH
SENTRA KI DALAM UU PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN NO. 18 TAHUN 2002
Transcript presentasi:

Kebijakan Riset dan Daya Saing Bangsa Ocky Karna Radjasa Direktorat Riset dan Pengabdian Masyarakat Direktorat Jenderal Penguatan Riset dan Pengembangan Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi

POTRET DAYA SAING SAAT INI Sumber: WEF 2015 Daya saing Indonesia (WEF) peringkat ke-34 dari 144 negara (2015 turun jadi 37), Pilar kesiapan teknologi bernilai rendah (85) dibandingkan pilar lainnya. Peringkat tertinggi: pilar market size (10), pilar inovasi pada peringkat 30. Fakta ini berarti perkembangan sumber daya Iptek belum memberikan sumbangan yang signifikan terhadap pembentukkan keunggulan posisi Indonesia di dalam meningkatkan daya saing. Rendahnya nilai Global Innovation Index ini disebabkan oleh masih lemahnya pilar institusi (lingkungan politik, lingkungan regulator, lingkungan bisnis), human capital dan riset (pendidikan, pendidikan tersier, R&D), infrastruktur (ICT, infrastruktur umum, keberlanjutan ekologi), market sophistication (kredit, investasi, perdagangan dan persaingan), business sophistication (pengetahuan pekerja, innovation linkage, innovation absorbtion), output pengetahuan dan teknologi (penciptaan pengetahuan, dampak pengetahuan, difusi pengetahuan), output kreatif (intangible asset, barang dan jasa kreatif, kreativitas online). Berdasarkan The global competitiveness index tahun 2015 - 2016 dari World Economic Forum, Indonesia saat ini berada pada fase 2 yaitu efficiency-driven bersama dengan 30 negara berkembang lainnya, sedangkan Malaysia berhasil masuk pada transisi fase 2 menuju fase 3 bersama 19 negara lainnya. Indonesia berada pada urutan ke 37 dari 144 negara yang diukur daya saingnya. Kondisi daya saing tersebut mengalami kenaikan dibandingkan tahun 2013-2014 yang pada peringkat 38 dari 148 negara. Posisi daya saing Indonesia tahun 2015-2016 ini masih jauh di bawah negara-negara di kawasan asia seperti Singapura (2), Jepang (6), Malaysia (18), Korea Selatan (26), China (28), Thailand (32). Salah satu penyebabnya adalah karena lemahnya pilar inovasi (skor 3,9), institusi (skor 4,1), infrastruktur (skor 4,2) labor market efficiency (skor 3,7) dan kesiapan teknologi (skor 3,5) SDM SARPRAS DANA ATURAN MISMATCH

RANK COMPETITIVENESS 2015 2015 +3 47 +2 75 -15 68 -14 54 +1 41 = 102 No Indicator 2013 2014 2015 1 Availability of research and training services, 1-7 (best) 48 50 47 +3 2 Tertiary education enrollment, gross %* 87 77 75 +2 3 Availability of latest technologies, 1-7 (best) 60 53 68 -15 4 FDI and technology transfer, 1-7 (best) 39 40 54 -14 5 Firm-level technology absorption, 1-7 (best) 46 42 41 +1 6 University-industry collaboration in R&D, 1-7 (best) 30 = 7 Quality of scientific research institutions, 1-7 (best) 8 PCT patents, applications/million pop.* 103 106 102 +4 9 Availability of scientists and engineers, 1-7 (best) 31 34 -3 10 Capacity for innovation, 1-7 (best) 24 22 -8 11 Company spending on R&D, 1-7 (best) 23 12 Gov’t procurement of advanced tech products, 1-7 (best) 25 13

RISET, TEKNOLOGI, PENDIDIKAN TINGGI, DAN DAYA SAING BANGSA Higher education and training Science & Technology Dari 12 pilar Competitiveness yang ditetapkan World Economi Forum, 3 Pilar diantaranya menjadi domain/tugas fungsi Kemenrisntekdikti. Hal ini menjadi sangat penting karena Kemenristekdikti memegang peranan/andil yang cukup signifikan (1 Kementerian dengan 3 pilar) dalam meningkatkan daya saing bangsa. Quality higher education and training is crucial for economies that want to move up the value chain beyond simple production processes and products.12 In particular, today’s globalizing economy requires countries to nurture pools of well-educated workers who are able to perform complex tasks and adapt rapidly to their changing environment and the evolving needs of the production system. This pillar measures secondary and tertiary enrollment rates as well as the quality of education as evaluated by business leaders. The extent of staff training is also taken into consideration because of the importance of vocational and continuous on-the-job training—which is neglected in many economies—for ensuring a constant upgrading of workers’ skills. In today’s globalized world, technology is increasingly essential for firms to compete and prosper. The technological readiness pillar measures the agility with which an economy adopts existing technologies to enhance the productivity of its industries, with specific emphasis on its capacity to fully leverage information and communication technologies (ICTs) in daily activities and production processes for increased efficiency and enabling innovation for competitiveness. ICTs have evolved into the “general purpose technology” of our time, given their critical spillovers to other economic sectors and their role as industry-wide enabling infrastructure. Therefore ICT access and usage are key enablers of countries’ overall technological readiness. Whether the technology used has or has not been developed within national borders is irrelevant for its ability to enhance productivity. The central point is that the firms operating in the country need to have access to advanced products and blueprints and the ability to absorb and use them. Among the main sources of foreign technology, FDI often plays a key role, especially for countries at a less advanced stage of technological development. It is important to note that, in this context, the level of technology available to firms in a country needs to be distinguished from the country’s ability to conduct blue-sky research and develop new technologies for innovation that expand the frontiers of knowledge. That is why we separate technological readiness from innovation, captured in the 12th pillar, described below. Innovation can emerge from new technological and non-technological knowledge. Non-technological innovations are closely related to the know-how, skills, and working conditions that are embedded in organizations and are therefore largely covered by the eleventh pillar of the GCI. The final pillar of competitiveness focuses on technological innovation. Although substantial gains can be obtained by improving institutions, building infrastructure, reducing macroeconomic instability, or improving human capital, all these factors eventually run into diminishing returns. The same is true for the efficiency of the labor, financial, and goods markets. In the long run, standards of living can be largely enhanced by technological innovation. Technological breakthroughs have been at the basis of many of the productivity gains that our economies have historically experienced. These range from the industrial revolution in the 18th century and the invention of the steam engine and the generation of electricity to the more recent digital revolution. The latter is not only transforming the way things are being done, but also opening a wider range of new possibilities in terms of products and services. Innovation is particularly important for economies as they approach the frontiers of knowledge, and the possibility of generating more value by merely integrating and adapting exogenous technologies tends to disappear. Although less-advanced countries can still improve their productivity by adopting existing technologies or making incremental improvements in other areas, for those that have reached the innovation stage of development this is no longer sufficient for increasing productivity. Firms in these countries must design and develop cutting-edge products and processes to maintain a competitive edge and move toward even higher value-added activities. This progression requires an environment that is conducive to innovative activity and supported by both the public and the private sectors. In particular, it means sufficient investment in research and development (R&D), especially by the private sector; the presence of high-quality scientific research institutions that can generate the basic knowledge needed to build the new technologies; extensive collaboration in research and technological developments between universities and industry; and the protection of intellectual property, in addition to high levels of competition and access to venture capital and financing that are analyzed in other pillars of the Index. In light of the recent sluggish recovery and rising fiscal pressures faced by advanced economies, it is important that public and private sectors resist pressures to cut back on the R&D spending that will be so critical for sustainable growth into the future. GLOBAL COMPETITIVENESS Innovation & Technological readiness

TECHNOLOGY READINESS LEVEL (TRL) IRL Technology Market Organization Partnership Risk

ASEAN POSISI RISET DAN IPTEK NASIONAL INDIKATOR IPTEK Publikasi Internasional Indonesia dibandingkan dengan beberapa negara ASEAN, 1996-2014 Perbandingan Jumlah Paten Indonesia dengan beberapa negara ASEAN di USPTO 2005-2014 ASEAN Sumber: Scimago, 2016 Sumber: USPTO, 2015 INDIKATOR IPTEK Peringkat Paten Terdaftar di Beberapa Negara ASEAN, 2014 Publikasi Internasional: Indonesia < Thailand < Singapore < Malaysia Jumlah Paten USPTO: Indonesia < Thailand < Malaysia < Singapore Peringkat Paten Philipina < Vietnam < Indonesia < Thailand < Singapura < Malaysia < Korea Selatan Sumber: Scimago, 2016 Sumber: WIPO, 2015

SUMBER DAYA IPTEK NASIONAL (Korelasi SDM Peneliti terhadap Kekuatan Ekonomi) 8.000 peneliti/sejuta penduduk 7.000 peneliti/sejuta penduduk 2.590 peneliti/sejuta penduduk 1.071 peneliti/sejuta penduduk 765 peneliti/sejuta penduduk Ekonomi << SDM Iptek << Jumlah Peneliti

saing dan berdaulat berbasis riset” VISI & MISI RIRN 2015-2040 VISI “Indonesia 2040 berdaya saing dan berdaulat berbasis riset” MISI Menciptakan masyarakat Indonesia yang inovatif berbasis iptek. Menciptakan keunggulan komparatif bangsa secara global berbasis riset. TUJUAN: Meningkatkan kapasitas dan kompetensi riset Indonesia di ranah global. Meningkatkan literasi iptek masyarakat. “Indonesia 2040 Berdaya Saing” Riset menjadi motor utama untuk menghasilkan invensi dan inovasi yang berujung pada peningkatan daya saing bangsa. SASARAN: Meningkatkan kontribusi riset terhadap ekonomi nasional secara signifikan. Meningkatkan kontribusi aktif pemangku kepentingan, baik pemerintah maupun swasta dalam kegiatan riset. Meningkatkan kuantitas dan kualitas SDM terkait riset yang mampu berkompetisi secara global. “Berdaulat berbasis riset” RIRN menjadi titik awal pembentukan Indonesia yang mandiri secara sosial ekonomi melalui penguasaan dan keunggulan komparatif iptek yang tinggi secara global.

Bidang Fokus Rencana Induk Riset Nasional 2015-2040 Ketahanan Pangan Penciptaan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan Pengembangan Teknologi Kesehatan dan Obat Pengembangan Teknologi dan Manajemen Transportasi Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) Pengembangan Teknologi Pertahanan dan Keamanan Material Maju Kemaritiman Manajemen Penanggulangan Bencana Sosial Humaniora – Seni Budaya – Pendidikan Bidang Fokus Rencana Induk Riset Nasional 2015-2040 *Nomenklatur bidang berdasarkan Draft Dokumen RIRN versi 2016/04/04

Skenario pergeseran fokus pembangunan teknologi SKENARIO SHIFTING Skenario pergeseran fokus pembangunan teknologi

(Bidang prioritas & isu strategis)

Kemana harus mencari?

Bidang Unggulan dan Program Studi PT NO 23 TEMA KEUNGGULAN PROGRAM STUDI 1 Pengentasan Kemiskinan Teknik Elektro 24 Kedokteran Gigi 47 Sosiologi 2 Perub. Iklim dan Keanekaragaman Hayati Teknik Fisika 25 Kedok. Hewan 48 Sejarah 3 Energi Baru dan Terbarukan Teknik Geodesi 26 Farmasi 49 Arkelologi 4 Ketahanan dan Keamanan Pangan Teknik Geologi 27 Keperawatan 50 Antropologi 5 Kesehatan, Penyakit Tropis, Gizi & Obat2an Teknik Industri 28 Pertanian 51 Psikologi 6 Pengelolaan dan Mitigasi Bencana Teknik Kimia 29 Kehutanan 52 Hubungan Internasional 7 Integrasi Nasional dan Harmoni Sosial Teknik Mesin 30 Perikanan 53 Ilmu Komunikasi 8 Otonami Daerah dan Desentralisasi Teknik Nuklir 31 Peternakan 54 Ilmu Pemerintahan 9 Seni dan Budaya/Industri Kreatif Teknik Sipil 32 Ilmu Ekonomi 55 Fisafat 10 Infrastruktur Teknik Perminyakan 33 Akuntansi 56 Ilmu Hukum 11 Transportasi Teknik Pertambangan 34 Manajemen 57 Hukum Islam 12 Pertahanan dan Keamanan Teknik Lingkungan 35 Ekonomi Islam 58 Pendidikan MIPA 13 Teknologi Informasi dan Komunikasi Tek. Informatika/Komp. 36 Sastra Arab 59 Pendidikan Teknik 14 Material Maju Teknik Kelautan 37 Sastra Indonesia 60 Pend. Bahasa & Sastra 15 Maritim Arsitektur 38 Sastra Inggris 61 Pendidikan Olah Raga 16 Pemb. Manusia dan Daya Saing Bangsa Fisika 39 Sastra Jawa 62 Pendidikan IPS 17 MIPA Geofisika 40 Sastra Jepang 63 Pend. Ekon. dan Bisnis 18 Ilmu Tanaman Kimia 41 Sastra Prancis 64 Pendidikan Seni 19 Ilmu Hewani Biologi 42 Sastra Jerman 65 Pendidikan Agama 20 Ilmu Teknik Matematika 43 Sastra Cina 66 Perpustakaan 21 Ilmu Bahasa Statistika 44 Sastra Rusia 22 Geografi 45 Sastra Korea 23 Ilmu Pendidikan Kedoteran Umum 46 Pariwisata

PARAMETER PEMETAAN RISET PT 1 4 2 3 5 7 8 6 BUKU AJAR/TEKS Data 2015, Sumber: www.simlitabmas.dikti.go.id per 31 Januari 2016 dan www.sciencedirect.com

KEUNGGULAN RISET NASIONAL BERDASAR TOTAL 8 PARAMETER

Pemetaan Kinerja Penelitian Perguruan Tinggi PROSES Pemetaan Kinerja Penelitian Perguruan Tinggi Penilaian Kinerja Penelitian PT KOMPONEN PENILAIAN http://simlitabmas.dikti.go.id/kinerja SUMBER DAYA PENELITIAN Peneliti http://forlap.dikti.go.id 30% Dana dari DRPM dan Non-DRPM Fasilitas Penunjang MANAGEMEN PENELITIAN Kelembagaan 15% Standar prosedur MANDIRI UTAMA MADYA BINAAN Forum Ilmiah Verifikasi Data Validasi Data Skor Kinerja LUARAN PENELITIAN Publikasi di jurnal Pemakalah 50% HKI dan Luaran lainnya Buku Ajar REVENUE GENERATING Kontrak kegiatan 5% KLASTER PERGURUAN TINGGI Unit Bisnis

RATING Hasil Penilaian Kinerja Penelitian

Kelompok Perguruan Tinggi Mandiri HASIL Konversi Nilai Total Kinerja Penelitian dengan Jumlah Perolehan Bintang Kelompok Perguruan Tinggi Mandiri

TIGA PERIODE PEMETAAAN KINERJA PENELITIAN PERGURUAN TINGGI HASIL PEMETAAN TIGA PERIODE PEMETAAAN KINERJA PENELITIAN PERGURUAN TINGGI No Periode Pemetaan Mandiri Utama Madya Binaan Total Kontributor 1 2007-2009 10 22 71 291 394 2 2010-2012 14 36 79 772 901 3 2013-2015 25 73 160 1.219 1.447

Skema Program Peningkatan Paten PROGRAM PATEN Penguatan Sentra KI Pelatihan Penulisan Draft paten Pendaftaran Paten: Raih KI  PT & Litbang Uber KI  Dosen PT Fasilitasi Konsultasi dgn Pemeriksa Paten Valuasi Teknologi

Insentif Paten Kemenristekdikti 1 Insentif Penguatan Sentra KI 2 Insentif Raih KI 3 Insentif Uber KI 4 Fasilitasi Drafting dan Hearing Paten

KEGIATAN TAHUN 2016 No Kegiatan Tujuan Skim Peserta Mekanisme Dana 1. Uber HKI Meningkatkan perolehan perlindungan Kekayaan intelektual dari kegiatan Penelitian dan pengabdian masyarakat yang sudah selesai dan berpotensi Paten dari Perguruan Tinggi Bantuan biaya pendaftaran paten atau paten sederhana (permohonan paten, pemeriksaan substantif, dan percepatan perolehan paten). Dosen/Peneliti Perguruan Tinggi Seleksi Reviewer s/d Rp. 2.700.000,-/judul 2. Raih HKI Meningkatkan perolehan perlindungan Kekayaan intelektual dari kegiatan Penelitian dan pengabdian masyarakat yang sudah selesai dan berpotensi Paten dari Non Perguruan Tinggi Peneliti/Perekayasa LPK/LPNK/Litbang Pusat/Daerah,PT ± Rp. 2.700.000,-/judul

KEGIATAN TAHUN 2016 No Kegiatan Tujuan Skim Peserta Mekanisme Dana 3. Sentra HKI Penguatan Sentra HKI lembaga/instansi induk yang sudah terbentuk yang bertujuan untuk membentuk proses manajemen HKI secara terpadu , mulai dari identifikasi kreatifitas, inovasi sampai dengan proses pemasarannya. Bantuan dana untuk penguatan kelembagaan Sentra HKI. Sentra HKI lembaga/instansi induk yang sudah terbentuk Seleksi Reviewer s/d Rp. 100.000.000,-

UU 13/2016 tentang Paten

SISTIMATIKA UU PATEN BARU BAB: 20 PASAL: 173 BAB I Ketentuan Umum BAB II Lingkup Perlindungan Paten BAB III Permohonan Paten BAB IV Pengumuman dan Pemeriksaan Substantif BAB V Persetujuan atau Penolakan Permohonan BAB VI Komisi Banding Paten dan Permohonan Banding BAB VII Pengalihan Hak, Lisensi dan Paten sebagai Objek Jaminan Fidusia BAB VIII Pelaksanaan Paten Oleh Pemerintah BAB IX Paten Sederhana BAB X Dokumentasi dan Pelayanan Informasi Paten BAB XI Biaya BAB XII Penghapusan Paten BAB XIII Penyelesaian Sengketa BAB XIV Penetapan Sementara Pengadilan BAB XV Penyidikan BAB XVI Perbuatan Yang Dilarang BAB XVII Ketentuan Pidana BAB XVIII Ketentuan Lain Lain BAB XIX Ketentuan Peralihan BAB XX Ketentuan Penutup BAB: 20 PASAL: 173

RINGKASAN PENGATURAN SUBSTANSI BARU UU 13/2016 tentang PATEN Perluasan objek pelindungan Paten Sederhana (prinsip dasar: pelindungan bersifat teritorial) Pasal 3 ayat (2) Paten sederhana diberikan untuk setiap Invensi baru atau pengembangan dari produk atau proses yang telah ada, dan dapat diterapkan dalam industri.

RINGKASAN PENGATURAN SUBSTANSI BARU UU 13/2016 tentang PATEN Publikasi di Perguruan Tinggi atau lembaga ilmiah nasional Pasal 6 ayat (1) huruf (c) Invensi tidak dianggap telah diumumkan jika dalam waktu paling lama 6 (enam) bulan sebelum Tanggal Penerimaan, Invensi telah: c. diumumkan oleh Inventornya dalam: sidang ilmiah dalam bentuk ujian dan/atau tahap ujian skripsi, tesis, disertasi, atau karya ilmiah lain; dan/atau forum ilmiah lain dalam rangka pembahasan hasil penelitian di lembaga pendidikan atau lembaga penelitian

RINGKASAN PENGATURAN SUBSTANSI BARU UU 13/2016 tentang PATEN Inventor ASN/PNS: sebagai Pemegang Paten, mendapatkan Imbalan dan Royalti, dan dapat melaksanakan Paten dengan pihak ketiga. (Pasal 13) Pemegang Paten dalam hubungan dinas adalah instansi pemerintah dan Inventor, kecuali diperjanjikan lain. Setelah Paten dikomersialkan, Inventor mendapatkan Imbalan. Dalam hal instansi pemerintah sebagai Pemegang Paten tidak dapat melaksanakan Patennya, Inventor atas persetujuan Pemegang Paten dapat melaksanakan Paten dengan pihak ketiga. Selain Pemegang Paten, Inventor memperoleh Royalti dari pihak ketiga. Ketentuan ini tidak menghapuskan hak Inventor untuk tetap dicantumkan namanya dalam sertifikat paten.

PMK Nomor 72/PMK.02/2015 (6 April 2015) IMBALAN YANG BERASAL DARI PNBP PATEN KEPADA INVENTOR Nilai Sampai 100 jt : 40% Nilai 100 jt – 500 jt : 30% Nilai 500 jt – 1 M : 20% Nilai Lebih dari1 M :10%

RINGKASAN PENGATURAN SUBSTANSI BARU UU 13/2016 tentang PATEN 4. Pemanfaatan sistem elektronik Kekayaan Intelektual (e-filing) Pasal 24 ayat (4) Permohonan dapat diajukan baik secara elektronik maupun non- elektronik.

RINGKASAN PENGATURAN SUBSTANSI BARU UU 13/2016 tentang PATEN 5. Pengangkatan Expert/Ahli sebagai Pemeriksa Paten Pasal 53 Pemeriksaan substantif dilaksanakan oleh Pemeriksa. Menteri dapat meminta bantuan ahli dan/atau menggunakan fasilitas yang diperlukan dari instansi lain untuk keperluan pemeriksaan substantif. Ahli diangkat dan diberhentikan oleh Menteri.

RINGKASAN PENGATURAN SUBSTANSI BARU UU 13/2016 tentang PATEN Percepatan/Pengurangan waktu penyelesaian pemeriksaan substantif Pasal 57 Paten, paling lama 30 (tiga puluh) bulan terhitung sejak tanggal pengajuan permohonan substantif Pasal 124 ayat (1) Paten sederhana, paling lama 12 (dua belas) bulan terhitung sejak Tanggal Penerimaan Permohonan

RINGKASAN PENGATURAN SUBSTANSI BARU UU 13/2016 tentang PATEN Pengecualian pembayaran biaya tahunan Paten bagi Perguruan Tinggi dan Litbang Pemerintah, Pasal 126 ayat (4) pembebasan dan pengurangan biaya pemeliharaan Paten.

RINGKASAN PENGATURAN SUBSTANSI BARU UU 13/2016 tentang PATEN Mekanisme Paralel Impor dan Bolar Provision Pasal 167 Dikecualikan dari ketentuan pidana sebagaimana dimaksud dalam Bab XVII dan gugatan perdata atas: (2) produksi produk farmasi yang dilindungi Paten di Indonesia dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sebelum berakhirnya pelindungan Paten dengan tujuan untuk proses perizinan kemudian melakukan pemasaran setelah pelindungan Paten tersebut berakhir.

Terima Kasih atas perhatiannya MINISTRY OF RESEARCH, TECHNOLOGY AND HIGHER EDUCATION 36