Sumber Daya Proyek Men (manusia) Material (material) Money (modal/ uang) 5 M + 1 T Machine (Tool/Equipment) Methode ( metode) Time (waktu)
SUMBER DAYA PROYEK Pada suatu proses kegiatan proyek diperlukan adanya “sumber daya proyek” yang lebih dikenal dengan “6 M”. Sumber daya ini harus selalu ada, karena apabila terjadi kekosongan pada salah satu sumber daya, akan terjadi ketimpangan dalam proses kegiatannya.
“6 M” sebagai sumber daya proyek tersebut adalah : 1 : MAN / MEN , merupakan sumber daya manusia yang berupa tenaga kerja proyek Tenaga kerja tersebut mencakup: Tenaga Ahli Proyek, berupa tenaga kerja yang mempunyai basis keilmuan dan pengalaman yang memadai untuk menangani suatu proyek. Misalnya, para “engineer” yang diberi tugas untuk mengelola dan mengendalikan suatu proyek.
Tenaga Kerja Terampil (skilled worker), Berupa tenaga kerja lapangan yang mempunyai ketrampilan tertentu atau khusus, baik itu sebagai tukang atau pelaksana lapangan. Contoh skilled worker adalah para tukang kayu, tukang batu tukang baja, tukang cat, pelaksana lapangan dsb.
Tenaga Kerja Tidak/kurang Terampil (unskilled worker). Yaitu tenaga kerja penunjang yang fungsinya untuk membantu tenaga kerja terampil dalam melaksanakan pekerjaan. Unskilled worker disini sebagai contoh adalah para pembantu tukang/ pekerja kuli/ laden, dsb.
KOMPETENSI TENAGA KERJA KONSTRUKSI
Tukang merupakan tenaga kerja konstruksi yang paling terdepan yang terlibat dan berhadapan langsung dengan pelaksanaan suatu pekerjaan konstruksi. Seharusnya tukang memiliki, spesialisasi, kompetensi dan bersertifikat. Tenaga kerja konstruksi Indonesia diharapkan bisa diterima dan berkompetisi dengan tenaga kerja konstruksi dari negara lain dalam rangka liberalisasi tenaga kerja
PP No 23 Tahun 2004 tentang Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BSNP) Pasal 1 Ayat 1 dan 2 tentang kompetensi. Sertifikasi kompetensi kerja adalah proses pemberian sertifikat kompetensi yang dilakukan secara sistematis dan obyektif melalui uji kompetensi yang mengacu kepada standar kompetensi kerja nasional Indonesia dan/atau internasional. Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia adalah rumusan kemampuan kerja yang mencakup aspek pengetahuan, keterampilan dan/atau keahlian serta sikap kerja yang relevan dengan pelaksanaan tugas dan syarat jabatan yang ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Bukti Kompetensi Realitas Legalitas Akademis
Kompetensi Secara Realitas Dapat diukur atau ditunjukkan pada ketrampilannya di lapangan Hanya dapat diketahui oleh orang yang pernah memakainya
Contoh Kompetensi Secara Realitas Tidak menggunakan bahan yang tidak memenui standar Pendetailan tulangan. Proses pengerjaan beton. Mengetahui secara dini dan tidak menutup-nutupi potensi kegagalan konstruksi yang akan terjadi. Memahami resiko fatal dari kesalahan suatu proses pelaksanaan
tidak menutup-nutupi potensi kegagalan
Kompetensi Secara Legalitas Dapat ditunjukkan dengan menggunakan sertifikat Dapat diketahui oleh semua orang yang memerlukan
Kompetensi Secara Akademis Pernah mengikuti pendidikan baik secara formal maupun secara non formal seperti pelatihan Dapat ditunjukkan dengan hasil uji tertulis maupun uji lisan. Dapat diketahui oleh semua orang yang memerlukan
Diutarakan oleh Smith (1995): salah satu cara untuk mencegah terjadinya kegagalan struktur adalah dgn mengeluarkan dana untuk pelatihan yg berkualitas dan layak.
Pelaksanaan pelatihan-pelatihan Sangat diharapkan untuk meningkatkan Kompetensi tenaga kerja konstruksi
Manfaat Kompetensi bagi Tenaga Kerja Konstruksi Mudah mencari kerja Kalau bisa diatur sistem upah yang berbeda Kalau bisa ada pembagian SHU jika kontraktor lebih untung karena kinerja mereka yang lebih baik
Manfaat Kompetensi bagi Pengguna Tenaga Kerja Konstruksi Mencegah kegagalan pelaksanaan dalam hal: - Waktu - Biaya - Kualitas - Funsional - Kesehatan dan Keselamatan Kerja - Keuntungan yang maksimal
Kegagalan adalah suatu kegiatan berbiaya tinggi Hal ini perlu dilakukan untuk mencegah biaya kegagalan atau kehilangan yg lebih mahal karena penolakan hasil pekerjaan : 1. Perbaikan 2. Pembongkaran dan pengerjaan ulang 3. Pelaksanaan pengujian atau tes 4. Jaminan kualitas 5. Keterlambatan penyelesaian
Diharapkan TK konstruksi yg mempunyai kompetensi, tdk hanya sekedar mengikuti perintah dlm melaksanakan tugasnya, namun juga harus dpt melalukan beberapa hal sbb : Mempunyai inisiatif dan bisa berinovasi dalam menghadapi kendala di lapangan Bisa membuat keputusan penting yg bersifat darurat yaitu mengerjakan atau tdk mengerjakan suatu pekerjaan. Memperbaiki rancangan insinyur shg bisa dikerjakan
Komitmen Pemerintah Pemerintah menyatakan siap menghadapi liberalisasi tenaga kerja yang telah diterapkan pada tahun 2009 Pembentukan Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP), yang akan bertugas melaksanakan sertifikasi kompetensi kerja bagi tenaga kerja Indonesia. Badan tersebut sebenarnya sudah beroperasi pada Februari 2005 yang juga akan memberikan ujian tingkat akhir bagi proses pelatihan yang dilakukan balai-balai pelatihan.
Sertifikat yg dikeluarkan diharapkan berlaku paling tdk di kawasan ASEAN. Dengan adanya sertifikat tsb, jika kualifikasi untuk suatu bidang pekerja sudah ada, kita bisa menolak TK asing yg akan masuk ke bidang tsb. Dgn dmk maka TK Indonesia akan terlindungi, meskipun pasar kerja Indonesia juga terbuka bagi masuknya TK asing. Kualifikasi kompetensi dibuka diberbagai bidang dan tidak ada yg high labour maupun yg low labour Jadi meskipun ada liberalisasi TK, kita siap menghadapinya
Kendala di Lapangan Kesiapan para stake holder dan para tenaga kerja konstruksi sendiri untuk mendapatkan kompetensi dalam rangka menghadapi era liberalisasi tenaga kerja. Bahasa bisa merupakan penghambat jika akan melakukan sertifikasi secara internasional. Beberapa tenaga kerja yang mengikuti pelatihan akan mempunyai masalah keuangan jika upah dari tempat asal bekerja dihentikan selama mengikuti pelatihan tersebut. Perbedaan pendapatan atau upah antara yang bersertifikat dengan yang tidak bersertifitakat bisa bisa menimbulkan konflik.
Oleh karena itu diharapkan : Dalam rangka menghadapi era liberalisasi tenaga kerja tenaga kerja konstruksi harus mempunyai kompetensi dan bersertifikat. Kompetensi tenaga kerja konstruksi ditunjukkan secara realitas, legalitas dan akademis. Peningkatkan kompetensi tenaga kerja konstruksi dilakukan lewat pelatihan-pelatihan. Semua stake holder bidang konstruksi ambil bagian dalam meningkatkan kompetensi tenaga kerja konstruksi. Sebaiknya ada sistem insentif seperti penggajian yang berbeda atau sisa hasil usaha (SHU) jika kontraktor untung lebih besar akibat kinerja tenaga kerja konstruksi yang sangat baik
Tenaga Kerja Penunjang Administrasi Yaitu tenaga kerja non teknis yang bertugas mengurusi hal-hal yang bersifat administraf, misalnya surat-menyurat, pembuatan kontrak, berita acara dsb, pengurusan tagihan, pembayaran upah dan honor tenaga dsb.
UNDANG-UNDANG KETENAGAKERJAAN Nomor 25 Tahun 1997 BAB VII PERLINDUNGAN, PENGUPAHAN, DAN KESEJAHTERAAN Pasal 108 (1) Setiap pekerja mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas : a. keselamatan dan kesehatan kerja; b. moral dan kesusilaan; c. perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia serta nilai-nilai agama. (2) Untuk melindungi kesehatan pekerja guna mewujudkan produktivitas kerja yang optimal diselenggarakan upaya kesehatan kerja. (3) Perlindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 109 Setiap pekerja berhak memperoleh penghasilan yang layak bagi kemanusiaan. (2) Untuk mewujudkan penghasilan yang layak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah menetapkan perlindungan pengupahan bagi pekerja. (3) Perwujudan penghasilan yang layak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), Pemerintah menetapkan upah minimum atas dasar kebutuhan hidup layak. Pasal 114 (1) Upah tidak dibayar apabila pekerja tidak melakukan pekerjaan. (2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku dan pengusaha wajib membayar upah apabila : a. pekerja sakit sehingga tidak dapat melakukan pekerjaan; b. pekerja tidak masuk bekerja karena berhalangan; c. pekerja tidak dapat melakukan pekerjaannya karena sedang menjalankan kewajiban terhadap negara; d. pekerja tidak dapat melakukan pekerjaannya karena menjalankan ibadah yang diperintahkan agamanya;