Anak-anak Jusuf Kalla 1. Muchlisa Jusuf Tradisi kewirausahaan sepertinya sudah menjadi sesuatu yang terberi dalam keluarga Jusuf Kalla. Muchlisa Jusuf, anak sulung pasangan Jusuf Kalla-Mufidah Miad Saad, kerap bolak-balik Bontang-Makassar. Lisa, begitu namanya biasa dipangil, sering terlihat di Kota Bontang. Keberadaannya, tentu untuk mendampingi sang suami, Susanto Suparjo yang memiliki bisnis kontruksi di Bontang. Padahal, sebagai pengusaha dan ibu rumah tangga yang juga menjabat sebagai salah seorang ketua yayasan Athirah yang bergerak di bidang pendidikan Islam, kesibukan Lisa sudah cukup padat. Toh, ia selalu berusaha meluangkan waktu untuk mendampingi sang suami. Selain itu, keberadaannya di Balikpapan dan Bontang, ternyata juga punya maksud lain. Ibu dari Ahmad Fikri dan Mashitah ini berterus terang sedang menjalankan misi ’sambil menyelam minum air’, yakni mendampingi suami sembari juga mulai melirik untuk melebarkan sayap bisnis keluarga. “Kami lihat-lihat, kalau prospek di Bontang bagus, ya… dijajaki,” katanya. Sebagai anak tertua, Lisa juga terlihat telaten mengurusi adik-adiknya. Terkadang ia berperan sebagai istri, ibu, pengusaha, dan kakak tempat adik-adiknya mencurahkan isi hati. Peran dan tugasnya itu sedikit pun tidak dirasakannya sebagai beban. Dikarenakan pada dasarnya, Lisa adalah pribadi periang dan cukup humoris. “Mungkin pembawaan saya memang sudah begitu,” katanya. 2. Muswirah Jusuf Muswirah Jusuf, istri dari Langlang Wilangkoro ini masih tinggal serumah dengan orangtuanya di Jakarta. Diantara kesibukannya sebagai ibu rumah tangga, Ira, demikian panggilan akrabnya, juga aktif sebagai pemegang kendali bisnis transportasi perkapalan milik keluarga Kalla dengan bendera PT Kalla Lines. Sementara suaminya bekerja sebagai salah seorang direktur untuk perusahaan pengelola pesawat pribadi Jusuf Kalla. Tinggal dan berkumpul bersama keluarga dekat, menurut Ira, membuat hubungan kekeluargaan menjadi lebih harmonis, baik dalam lingkup keluarga batihnya sendiri maupun keluarga besar Jusuf Kalla. Pola pikir itu ternyata mendapatkan dukungan sepenuhnya karena memang diajarkan oleh kedua orangtuanya. “Ayah-ibu selalu mengajarkan bagaimana hidup rukun dengan penuh cinta dan kasih sayang,” ujarnya. Sejak Jusuf Kalla berdinas sebagai Menteri Perindustrian dan Perdagangan (1999-2000) hingga menjabat sebagai Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat(2001-2004), harmoni itu berjalan lancar dan leluasa dalam koridor keluarga. Namun, sejak ayahnya terpilih sebagai wakil presiden mendampingi Susilo Bambang Yudoyono, ada urusan protokoler kenegaraan yang turut mewarnai silaturrahmi keluarga. “Saya kaget ketika tahu bahwa anak-anak wapres juga diberi pengawalan khusus dari Paspampres, tapi saya pikir itu tidak akan mengganggu aktivitas keseharian kami,” ujar ibu dari Emir Thaqib ini. 3. Imelda Jusuf Di antara lima anak pasangan Jusuf Kalla-Mufidah, Imelda Jusuf terlihat paling tertutup. Ia, misalnya, tampak paling irit bicara soal ayahnya ketika menjabat sebagai wakil presiden periode 2004-2009. Akan tetapi, saat perempuan bernama kecil Elda ini berada di tengah keluarga besar Jusuf Kalla, ia tampak tidak kalah riang dibandingkan saudara-saudaranya. Sehari-hari Elda tinggal di Makassar dan sibuk mengurusi NV Hadji Kalla, sebuah perusahaan yang dirintis oleh kakeknya, Haji Kalla, sejak 1965. Sebelum dikelola oleh Elda, Jusuf Kalla menangani langsung perusahaan perdagangan ini dan menjabat sebagai direktur utama hingga 2001. Tongkat estafet berpindah pada ibu dari Rania Hamidah dan Aisha Kamilah ini, seiring dengan kesibukan dan komitmen ayahnya yang hendak berkonsentrasi dalam menjalani tugas sebagai Menko Kesra. Suami Elda, Zumadi Anwar, juga bekerja di Makassar mengurusi bisnis keluarga Kalla di bidang telekomunikasi jaringan, PT Bukaka Siagtel. Tidak jauh berbeda dengan saudara lainnya, Elda mengaku merasa kikuk ketika mendapat pengawalan pribadi dari Paspampres. Namun, dia tetap menghargai sikap pemerintah yang memberikan fasilitas tersebut. “Saya sih jarang keluar berpergian. Lebih banyak di Makassar,” kata Elda. 4. Solichin Jusuf Solichin Jusuf yang lahir pada 27 Juni 1976 adalah putra satu-satunya Jusuf Kalla. Sejak ayahnya resmi ditetapkan sebagai calon wakil presiden oleh Komisi Pemilihan Umum, ke mana-mana ayah dua anak ini terus dikawal dua petugas Paspampres sehingga dia merasa sudah agak terbiasa dengan nuansa protokoler semacam itu. Di mata laki-laki yang mempunyai hobi fotografer jurnalistik ini, ayahnya adalah sosok jujur dan terbuka terhadap keluarga. Jusuf Kalla, menurut laki-laki yang sehari-hari dipanggil Ihin ini, kerap membicarakan kepada keluarga berbagai persoalan, juga yang berhubungan dengan langkah-langkah politiknya. “Sebelum mencalonkan diri sebagai presiden, ketika masih konvensi Golkar, bapak meminta dukungan anak-anak dan istrinya,” kata Ihin yang kini duduk sebagai direktur utama Radio Prambors Makassar. Ayah dari Sitti Safiyah dan Rasheed ini menyelesaikan pendidikan S1-nya di Jurusan Bisnis Internasional Pittsburg University, Amerika Serikat, pada 1999. Sepulang dari AS, dia langsung diserahi tugas oleh ayahnya menjadi direktur pengembangan NV Hadji Kalla. Meski tidak mengharuskan anaknya memilih universitas tertentu, menurut Ihin, ayahnya banyak memberi pertimbangan. “Ayah memberi pilihan di universitas mana anaknya bisa terus belajar,” kata suami dari Pinkanova ini. Namun, anak keempat dari lima bersaudara ini, di sela-sela kesibukannya yang juga sebagai direktur operasional Mall Ratu Indah Makassar, tetap berupaya menjaga keharmonisan keluarga. Salah satu kiatnya, setiap ada waktu luang pergunakan sesering mungkin bertemu dengan istri dan anak. “Sabtu-Minggu saya prioritaskan untuk berkumpul dengan keluarga. Kadangkala kami sekeluarga keluar rekreasi, tapi tak jarang juga tinggal di rumah seharian kumpul bersama,” kata laki-laki yang lebih banyak tinggal di Makassar ini. 5. Chaerani Jusuf Putri bungsu Jusuf Kalla ini rupanya sudah mempersiapkan skenario khusus untuk ‘mengamankan’ kedua anggota Paspampres yang senantiasa mengawalnya. “Kalau mau ketemu pacar, misalnya, waktu dan tempatnya didesain sedemikian rupa, biar tidak terganggu Paspampres,” ujar Chaerani. Lajang yang oleh kakak-kakaknya biasa dipanggil Ade ini mengaku sempat rikuh ketika kali pertama mendapat pengawalan ekstra ketat dari Paspampres. “Pergi ke kantor pun harus dikawal.” kata Ade, yang bekerja di sebuah perusahaan periklanan. Biar begitu, lama-kelamaan Ade merasa terbiasa dengan tata cara protokoler semacam itu dan kerikuhannya dibuat senang saja. “Aku menghormati tata cara protokoler bagi keluarga presiden dan wakil presiden,” ujar perempuan yang Mei 2004 lalu baru lulus dari Jurusan Desain Multimedia Universitas San Fransisco, AS, ini. Jabatannya sebagai Junior Art Director Hotline Advertising menurutnya untuk terus berkreasi. Kadang-kadang, seperti kebanyakan ‘orang iklan’ lainnya, Ade lebih banyak menghabiskan waktunya di kantor sampai larut malam ketimbang keluyuran di luar. Pengawalnya juga bisa lebih banyak istirahat sembari menunggu di pos satpam kantor hotline. Ade yang kelahiran Makassar, 16 Oktober 1980, masih tinggal serumah dengan ayah-ibunya di Jakarta. Saban pagi, sebelum berangkat ke tempat kerja, ia selalu menyempatkan diri sarapan bersama orangtuanya. Ketika sarapan, katanya, sang ayah selalu menanyakan soal perkembangan pekerjaannya. Begitu pun, saat berkumpul untuk makan malam bersama. Momen ini sering dihiasi dengan cerita-cerita Jusuf Kalla yang penuh humor dan menghibur, sembari tidak lupa mengingatkan tentang hidup yang harus dijalani dengan jujur dan penuh kerja keras. “Kadangkala ayah bercerita soal dirinya yang terus saja bekerja,” katanya. Sikap dan perbuatan yang ditunjukkan ayah-ibunya dalam membina keluarga begitu berkesan di benak Ade. “Saya sangat bersyukur punya ayah seperti Jusuf Kalla,” ujarnya. Bagi Ade, ayahnya adalah orang yang bersahaja dan sederhana.