HASIL STUDI EHRA ( Environmental Health Risk Asessment ) KAB HASIL STUDI EHRA ( Environmental Health Risk Asessment ) KAB. TULUNGAGUNG TAHUN 2016 Disampaikan pada Konsultasi Publik Hasil Pembaruan Studi EHRA Tanggal 27 JULI 2016
EHRA (Environmental Health Risk Assessment)? Survey partisipatif di tingkat kabupaten/kota untuk memahami kondisi fasilitas sanitasi dan perilaku higiene dan sanitasi skala rumah tangga.
Fokus Studi EHRA Fasilitas sanitasi yang diteliti mencakup: b. Perilaku Higiene dan Sanitasi (Mengacu 5 pilar STBM): Buang air besar Cuci tangan pakai sabun, Pengelolaan air minum rumah tangga, Pengelolaan sampah dengan 3R Pengelolaan air limbah rumah tangga (drainase lingkungan) Fasilitas sanitasi yang diteliti mencakup: Sumber air minum, Layanan pembuangan sampah, Jamban, Saluran pembuangan air limbah.
Langkah2 Studi EHRA Tahap 4 Tahap 2 Tahap 3 Tahap 5 Tahap 1 1 2 3 4 5 PERSIAPAN EHRA PENENTUAN AREA STUDI PELATIHAN SUPERVISOR, ENUMERATOR DAN PETUGAS ENTRI DATA PELAKSANAAN STUDI EHRA PENGOLAHAN, ANALISA DATA DAN PELAPORAN Tahap 1 Tahap 5 Tahap 4 Tahap 3 Tahap 2
4 Kriteria Penetapan Strata Jumlah Penduduk per Luas Wilayah Kepadatan Penduduk Angka Kemiskin an Angka kemiskinan (∑ Pra-KS + ∑ KS-1) x 100% ∑ KK Daerah Aliran Sungai Tampilan 1 : Ada 4 Kriteria Penetapan Strata Desa/Kelurahan. Kriteria Strata ini juga dari faktor geografis dan demografis. Ada nggak Bapak Ibu yang masih ingat dengan Kriteria yang kita pakai untuk melakukan Klastering Desa/Kelurahan pada tahun lalu ? Bila ada yang masih ingat; untuk Stratifikasi Desa/Kelurahan kita saat ini juga menggunakan kriteria yang sama. Tampilan 2 : Kriteria Pertama “ Kepadatan Penduduk “ adalah Jumlah Penduduk per Luas Wilayah ( dalam hal ini Jumlah Penduduk Desa dibagi dengan Luas Wilayah Desa ). Data bisa dicari di BPS ( Badan Pusat Statistik Kab/Kota ). Tampilan 3 : Angka Kemiskinan dengan rumus demikian ini, datanya bisa dicari di Badan Pemberdayaan Masyarakat/Bapermas Kab/Kota. Tampilan 4 : Daerah Aliran Sungai yang potensial dijadikan MCK dan tempat masyarakat membuang sampah; Data bisa dicari di Perusahaan Jasa Tirta, PU Pengairan atau Dinas Kesehatan. Tampilan 5 : Daerah Banjir : kondisi dimana banjir didesa itu cukup sering dan sudah mengganggu aktifitas penduduk. Data bisa dicari di Badan Penanggulangan Bencana Daerah. Hyperlink : Ini adalah : Ilustrasi Stratifikasi Desa/Kelurahan; sebagai berikut : Didalam Tabel ini terlihat : Yang punya 2 Kriteria berarti Strata 2 Yang punya 3 Kriteria berarti Strata 3; dan seterusnya. Ini adalah : Ilustrasi Rakapitulasi dari Stratifikasi Desa/Kelurahan Didalam Matrik ini dikumpulan nama-nama desa/kelurahan yang stratanya sama, dijumlah dan dipersentasekan. Potensi untuk MCK dan tempat membuang sampah Daerah Banjir Sering dan sudah mengganggu
DISTRIBUSI DESA PER STRATA
Responden EHRA Jumlah RT minimal tiap desa /kelurahan 4.800 Jumlah total responden 8 Jumlah RT minimal tiap desa /kelurahan 5 Jumlah Responden minimal tiap RT Bapak dan IBU, mari sama-sama kita bahas tentang Responden atau sampel dari Studi EHRA : Jumlah responden/sampel minimal tiap kabupaten/kota adalah 400 responden (ada rumus & ketentuan cara menentukan jumlah sampel) Jumlah RT minimal tiap desa/kelurahan adalah 8 RT. Jumlah Responden/Sampel untuk tiap RT adalah 5 responden. Jumlah responden minimal untuk tiap desa/kelurahan adalah 40 responden. Responden dalam Studi EHRA adalah : Ibu atau anak perempuan yang sudah menikah umur antara 18 s/d 60 tahun. 40 Jumlah responden minimal tiap desa/kelurahan Responden Ibu/Anak Perempuan yang sudah me-nikah umur antara 18 s/d 65 tahun
HASIL STUDI EHRA
INFORMASI RESPONDEN
PERSAMPAHAN
Pengelolaan sampah rumah tangga pada skala kabupaten yang dilakukan oleh masyarakat sebagian besar adalah dibakar ( 64,3% ), dibuang ke dalam lubang tetapi tidak ditutup dengan tanah ( 10,6% ) dan dikumpulkan dan di buang ke TPS ( 10,3% ). Sedangkan untuk masing – masing strata pada strata 1 sebagian besar adalah dengan dibakar ( 72,7% ) dan dibuang ke dalam lubang tetapi tidak ditutup tanah ( 11,1% ). Strata 2 pengelolaan sampah rumah tangga yang terbanyak adalah dengan dibakar ( 63,1% ) dan dibuang ke lahan kosong/ kebun/ hutan dan dibiarkan membusuk ( 11,3% ). Strata 3 pengelolaan sampah rumah tangga yang terbanyak adalah dengan dibakar ( 63,2% ) dan dibuang ke dalam lubang tetapi tidak ditutup tanah ( 13,7% ). Sedangkan pada strata 4 pengelolaan sampah rumah tangga yang terbanyak adalah dengan dibakar ( 55,3% ) dan dikumpulkan dan di buang ke TPS ( 22,2% ).
Praktik pemilahan sampah pada total skala kabupaten sebanyak 21,2% sedangkan sebanyak 78,8% tidak melakukan praktik pemilahan sampah. Sedangkan untuk masing – masing strata dapat terlihat bahwa penerima layanan sampah yang melakukan praktik pemilahan pada strata 1 sebanyak 46,6%, strata 2 sebanyak 15%, strata 3 sebanyak 21% dan strata 4 sebanyak 17,1%
AIR LIMBAH DOMESTIK
Tempat BAB pada skala kabupaten sebagian besar adalah di jamban pribadi ( 88,6% ), sungai/ pantai/ laut ( 6,5% ) dan di lubang galian ( 2,6% ). Dari data tersebut terlihat bahwa masih adanya masyarakat yang BAB tidak di tempat yang aman ( 9,4% ) sehingga perlu dilakukan kegiatan untuk merubah perilaku BAB sehingga mereka mau BAB di tempat yang aman yaitu jamban pribadi ataupun MCK/ WC Umum. Sedangkan untuk masing -- masing strata pada strata 1 tempat BAB orang dewasa yang terbanyak adalah di jamban pribadi ( 94,6% ) dan di sungai/ pantai/ laut ( 2,6% ). Pada strata 2 tempat BAB orang dewasa yang terbanyak adalah di jamban pribadi ( 89,7% ) dan di sungai/ pantai/ laut ( 5,6% ). Pada strata 3 tempat BAB orang dewasa yang terbanyak adalah di jamban pribadi ( 83% ) dan di sungai/ pantai/ laut ( 11,2% ). Sedangkan pada strata 4 tempat BAB orang dewasa yang terbanyak adalah di jamban pribadi ( 85,6% ) dan di sungai/ pantai/ laut ( 7,1% ).
Tempat penyaluran akhir tinja pada skala kabupaten sebagian besar adalah berupa tangki septik ( 70,5% ), cubluk/ lobang tanah ( 13,7% ) dan tidak tahu ( 12,3% ). Sedangkan untuk masing – masing strata pada strata 1 tempat penyaluran akhir tinja yang terbanyak adalah tangki septik ( 73,3% ) dan cubluk/ lobang tanah ( 14,9% ). Pada strata 2 yang terbanyak tangki septik ( 70,2% ) dan cubluk/ lobang tanah ( 15,9% ). Pada strata 3 yang terbanyak adalah tangki septik ( 64,4% ) dan tidak tahu ( 19,1% ). Sedangkan pada strata 4 yang terbanyak adalah tangki septik ( 77,9% ) dan tidak tahu ( 14,6% ).
Waktu terakhir pengurasan tangki septik pada skala kabupaten yang terbanyak adalah tidak pernah dikuras ( 87,9% ), tidak tahu ( 7,6% ) dan 1-5 tahun yang lalu ( 2% ). Sedangkan waktu terakhir pengurasan tangki septik untuk masing – masing strata pada strata 1 mayoritas tidak pernah dikuras sebesar 88,3%, strata 2 tidak pernah dikuras sebesar 87,7%, strata 3 tidak pernah dikuras sebesar 89,8% dan pada strata 4 tidak pernah dikuras sebesar 84,7%.
DRAINASE LINGKUNGAN
Persentase rumah tangga yang pernah mengalami banjir pada skala kabupaten mayoritas rumah tangga tidak pernah mengalami banjir ( 88,6% ), beberapa kali dalam setahun ( 5,6% ) dan sekali dalam setahun ( 4,3% ). Sedangkan pada masing – masing strata, persentase rumah tangga yang pernah mengalami banjir pada strata 1 mayoritas rumah tangga tidak pernah mengalami banjir ( 90,3% ) dan sekali dalam setahun/ beberapa kali dalam setahun ( 4,3% ). Pada strata 2 mayoritas rumah tangga tidak pernah mengalami banjir (90,8%) dan sekali dalam setahun ( 3,8% ). Pada strata 3 mayoritas rumah tangga tidak pernah mengalami banjir ( 86,6% ) dan beberapa kali dalam setahun ( 7,3% ). Sedangkan pada strata 4 mayoritas rumah tangga tidak pernah mengalami banjir ( 84,1% ) dan beberapa kali dalam setahun (10,1%).
Persentase kepemilikan SPAL pada skala kabupaten mayoritas rumah tangga memiliki SPAL ( 85,3% ) dan sisanya tidak memiliki ( 14,7% ). Sedangkan pada masing - masing strata terlihat bahwa persentase kepemilikan SPAL pada strata 1 mayoritas adalah memiliki sebanyak 81,1%, strata 2 mayoritas adalah memiliki sebanyak 90,6%, strata 3 mayoritas adalah memiliki sebanyak 80,9% dan pada strata 4 mayoritas adalah memiliki sebanyak 87,4%.
Persentase SPAL yang berfungsi pada skala kabupaten sebagian besar berfungsi ( 68,4% ), tidak ada saluran ( 28,6% ) dan tidak berfungsi ( 1,7% ). Sedangkan pada masing – masing strata persentase SPAL yang berfungsi pada strata 1 sebagian besar adalah berfungsi ( 53,6% ) dan tidak ada saluran ( 44,8% ). Pada strata 2 sebagian besar adalah berfungsi ( 77,2% ) dan tidak ada saluran ( 19,8% ). Pada strata 3 sebagian besar adalah berfungsi ( 67,3% ) dan tidak ada saluran ( 28,5% ). Sedangkan pada strata 4 sebagian besar adalah berfungsi ( 73,5% ) dan tidak ada saluran ( 23,5% ).
AIR MINUM RUMAH TANGGA
Air Minum Rumah Tangga pada skala kabupaten sebagian besar adalah berasal dari air sumur pompa mesin (43,1%), air sumur gali terlindungi (40,2%) dan air isi ulang (15,1%). Sedangkan untuk masing -- masing strata pada strata 1 air minum rumah tangga yang terbanyak adalah air sumur pompa mesin (49,1%) dan air sumur gali terlindungi (37,1%) Pada strata 2 air minum rumah tangga yang terbanyak adalah air sumur pompa mesin (40%) dan air sumur gali terlindungi (35,4%). Pada strata 3 air minum rumah tangga yang terbanyak adalah air sumur pompa mesin (44,2%) dan air sumur gali terlindungi (40,5%). Sedangkan pada strata 4 air minum rumah tangga yang terbanyak adalah di air sumur gali terlindungi (47,9%) dan air sumur pompa mesin (39%)
CTPS DI 5 WAKTU PENTING
Cuci tangan pakai sabun di 5 waktu penting yaitu 1) setelah buang air besar (BAB), 2) setelah menceboki pantat anak, 3) sebelum menyiapkan masakan, 4) sebelum makan, dan terakhir adalah 5) setelah memegang hewan. CTPS di 5 waktu penting pada skala kabupaten yang terbanyak adalah tidak melakukan CTPS di 5 waktu penting yaitu sebesar 58,1% sedangkan sisanya 41,9% melakukan CTPS di 5 waktu penting. Sedangkan pada masing – masing strata diperoleh hasil, pada strata 1 mayoritas melakukan CTPS sebesar 51,1%, strata 2 mayoritas tidak melakukan CTPS sebesar 61,9%, strata 3 mayoritas tidak melakukan CTPS sebesar 65,6% dan pada strata 4 mayoritas adalah tidak melakukan CTPS sebesar 50,6%
KEJADIAN PENYAKIT DIARE
Kejadian penyakit diare pada skala kabupaten mayoritas penduduk tidak pernah diare (78,6%), >6 bln yg lalu (8,7%) dan 3 bln terakhir (3,9%). Sedangkan pada masing –masing strata bahwa pada strata 1 mayoritas tidak pernah diare (81,3%) dan >6 bln yg lalu (8,5%). Pada strata 2 mayoritas tidak pernah diare (84,1%) dan >6 bln yg lalu (6,5%). Pada strata 3 mayoritas tidak pernah diare (73,5%) dan >6 bln yg lalu (8,5%). Sedangkan pada strata 4 mayoritas tidak pernah diare ( 69,6%) dan >6 bln yg lalu (14,6%)
Indeks Risiko Sanitasi ( IRS )
Kategori area berisiko sangat tinggi pada anggota strata 2, 1 dan 3 dimana pada strata 2 yaitu dengan nilai/skor 213, risiko sanitasi paling tinggi adalah persampahan sebesar 94, air limbah domestik sebesar 55 dan PHBS sebesar 34. Pada anggota Strata 1 yaitu dengan nilai/skor 210, dimana risiko sanitasi paling tinggi adalah persampahan sebesar 89, air limbah domestik sebesar 64 dan PHBS sebesar 28. Sedangkan pada anggota strata 3 yaitu dengan nilai/ skor 205, risiko sanitasi paling tinggi adalah persampahan sebesar 73, air limbah domestik sebesar 58 dan PHBS sebesar 36. Kategori area berisiko rendah pada anggota Strata 4 yaitu dengan nilai/skor 174, dimana risiko sanitasi paling tinggi adalah air limbah domestik sebesar 60, persampahan sebesar 48 dan PHBS sebesar 28.
Prioritas Masalah Persampahan Penerima layanan sampah terbatas sehingga perlu upaya bersama antara pemerintah, swasta & masyarakat untuk memperluas jangkauan layanan sampah Mayoritas sampah dibakar yang dapat menimbulkan polusi udara dan merusak lapisan ozon sehingga perlu dilakukan sosialisasi Pemanfaatan ulang sampah masih kurang sehingga perlu upaya pelatihan 3R pada kelompok2 untuk mendirikan bank sampah
Air Limbah Domestik Sungai masih menjadi tempat pembuangan tinja sehingga perlu dilakukan pemicuan untuk merubah perilaku tersebut Jamban keluarga masih banyak model cubluk yang masih dikuatirkan dapat mencemari sumber air sehingga perlu upaya sosialisasi tentang jamban yang sehat Masih banyaknya tangki septik yang tidak pernah dikuras yang terindikasi terjadinya kebocoran pada konstruksinya sehingga dapat mencemari air tanah PHBS Sangat minimnya kesadaran masyarakat melakukan CTPS di 5 waktu penting yang dapat mencegah penularan penyakit berbasis lingkungan terutama diare sehingga perlu dilakukan penyuluhan dan praktek CTPS