KESETIMBANGAN ANTARFASE TERKONDENSASI

Slides:



Advertisements
Presentasi serupa
Modul 7 Humidifikasi.
Advertisements

4.5 Kapasitas Panas dan Kapasitas Panas Jenis
DISKUSI PRAKTIKUM KIMIA DASAR II
DISTILASI.
BAB 5 KONSEP LARUTAN 1. KOMPOSISI LARUTAN 2. SIFAT-SIFAT ZAT TERLARUT
TERMODINAMIKA LARUTAN:
PEMBELAJARAN KIMIA KELAS XII SEMESTER 1
Kesetimbangan Kimia Kinetika Kesetimbangan Termodinamika Kesetimbangan
KESETIMBANGAN KIMIA SMA NEGERI 1 BANGKALAN.
NAMA : SEPTIAN TRIADI SYAHPUTRA NIM :
Termodinamika Lingkungan
SIFAT – SIFAT CAMPURAN LARUTAN DAN KOLOID.
KESETIMBANGAN KIMIA Indriana Lestari.
FISIKA TERMAL Bagian I.
2.1 Bahan Bakar Padat/Cair
KALOR DAN PERPINDAHAN KALOR
KESETIMBANGAN FASE npofer-y_^.
Proses Spontan dan Kesetimbangan Termodinamika
Materi Tiga : LARUTAN.
BAB VIII Larutan Sifat dasar larutan Konsentrasi larutan
DISTILASI/PENYULINGAN
PRINSIP – PRINSIP KESETIMBANGAN KIMIA
6. 21 Termodinamika Larutan Non ideal 6
Larutan.
PENINGKATAN TITIK DIDIH
LARUTAN DAN KELARUTAN PADA KRISTAL
STOIKIOMETRI.
Larutan.
APLIKASI STOIKIOMETRI
SIFAT-SIFAT KOLIGATIF LARUTAN
Diagram Fasa Zat Murni Pertemuan ke-1.
Pemisahan campuran berdasarkan : Penyaringan / Filtrasi:
KULIAH MPP Dra Ita Ulfin,MSi
Larutan.
MM FENOMENA TRANSPORT Kredit: 3 SKS Semester: 5
“SIFAT KOLIGATIF LARUTAN”
TERMODINAMIKA Bagian dari ilmu fisika yang mempelajari energi panas, temperatur, dan hukum-hukum tentang perubahan energi panas menjadi energi mekanik,
ELEKTROKIMIA.
Karakteristik Umum Larutan Ideal
KESETIMBANGAN UAP-CAIR
PEMBELAJARAN KIMIA KELAS XII SEMESTER 1
LARUTAN & KONSENTRASI Oleh : Ryanto Budiono.
POTENSIAL KIMIA Larutan Ideal Larutan Nonideal.
LARUTAN ELEKETROLIT DAN NON ELEKTROLIT
Matakuliah. : <<D00672>>/<<PENGETAHUAN KIMIA
DASAR-DASAR TEORITIS ANALISIS KUALITATIF.
TERMOMETRI PERTEMUAN 6.
DASAR-DASAR TEORITIS ANALISIS KUALITATIF.
TERMOMETRI PERTEMUAN 6.
PENDINGINAN & PEMBEKUAN.
SUHU DAN KALOR.
KESETIMBANGAN FASE OLEH : RIZQI RAHMAT MUBARAK BUDI ARIYANTO
Diagram fasa dan kesetimbangan fasa
Termodinamika Nurhidayah, S.Pd, M.Sc.
OLEH : Nurwahida ( ) Rabianti ( )
CAMPURAN TIGA KOMPONEN (DIAGARAM TERNER)
DIFUSI, TERMODINAMIKA, DAN POTENSIAL AIR
DESTILASI.
KIMIA DASAR MULYAZMI.
SIFAT KOLIGANTIF LARUTAN
HUBUNGAN KP , KC dan KX Dari persamaan umum : Gr = G0 + RT ln K
2 Kesetimbangan kimia.
Modul 6 Humidifikasi. Fenomena transfer massa pada interface antara gas dan cair dimana gas sama sekali tidak larut dalam cairan Sistem : gas-cair Yang.
4. Kesetimbangan Fasa Pada proses perpindahan massa sering
Kimia Dasar (Eva/Zulfah/Yasser)
Mengenal Sifat Kimia Material
PEMBELAJARAN KIMIA KELAS XII SEMESTER 1 Aries Eko Wibowo.
Gaya Antarmolekul Cairan
OLEH: MIFTAHUL JANNAH NURDIYATI. Pendahuluan Kristalisasi merupakan teknik pemisahan kimia antara bahan padat-cair, dimana terjadi perpindahan massa (mass.
Transcript presentasi:

KESETIMBANGAN ANTARFASE TERKONDENSASI

Kesetimbangan Cair–Cair Case 1: Jika sejumlah kecil toluena ditambahkan ke dalam ‘beaker glass’ yang telah terisi benzena lalu kita perhatikan, berapa pun jumlah toluena yang ditambahkan, campuran yang diperoleh akan berupa satu fase. Dua cairan tersebut disebut saling melarutkan (completely miscible). Case 2: Jika air dicampurkan ke nitrobenzena akan terbentuk dua lapisan cairan yang terpisah. Air akan mengandung sejumlah kecil nitrobenzena yang dapat larut, demikian juga nitrobenzena mengandung hanya sedikit air yang dapat larut. Cairan semacam ini disebut tidak saling melarutkan (immiscible). Case 3: Jika sejumlah phenol ditambahkan ke dalam air mula mula akan terbentuk cairan satu fase, pada penambahan phenol selanjutnya maka air akan jenuh dengan phenol dan bila terus ditambahkan phenol ke dalamnya akan terbentuk dua lapisan cairan, satu lapisan kaya dengan air lapisan yang lain kaya dengan phenol. Cairan semacam ini disebut saling melarutkan sebagian (partially miscible).

Perhatikan sistem yang berada dalam kesetimbangan yang terdiri atas dua lapisan cairan atau dua fase cairan. Misalnya salah satu lapisan cairan terdiri dari cairan A murni, lapisan yang lain adalah larutan jenuh A dalam B. Kesetimbangan ini secara termodinamika dapat dinyatakan bahwa potensial kimia A dalam larutan, A, sama dengan potensial kimia A dalam cairan murninya 𝜇 𝐴 0 yaitu 𝜇 𝐴 = 𝜇 𝐴 0 atau 𝜇 𝐴 − 𝜇 𝐴 0 =0 (6.1) Apakah persamaan (6.1) dapat memenuhi untuk larutan ideal? Di dalam larutan ideal yaitu persamaan (5.3), 𝜇 𝐴 − 𝜇 𝐴 0 =𝑅𝑇 ln 𝑥 𝐴 (6.2) Jelas dari persamaan (6.2) bahwa RT ln xA tidak pernah nol. Jika RT ln xA sama dengan nol, maka campuran A dan B akan memiliki xA = 1, yang artinya, campuran tidak mengandung B.

Dalam Gambar 6.1, 𝜇 𝐴 − 𝜇 𝐴 0 diplotkan terhadap xA untuk larutan ideal (kurva garis tebal). Nilai 𝜇 𝐴 − 𝜇 𝐴 0 negatif untuk semua komposisi larutan ideal. Artinya zat A murni selalu dapat ditransfer ke dalam larutan ideal dengan berkurangnya energi Gibbs. Konsekuensinya, zat yang dapat membentuk larutan ideal tentu saling melarutkan satu sama lain secara sempurna. 𝜇 𝐴 − 𝜇 𝐴 0 Gambar 6.1 Potensial kimia dalam larutan nonideal

Untuk kelarutan parsial nilai 𝜇 𝐴 − 𝜇 𝐴 0 akan nol pada beberapa komposisi tertentu, sehingga 𝜇 𝐴 − 𝜇 𝐴 0 akan membentuk semacam kurva seperti yang tertera pada Gambar 6.1. Pada titik xA’, nilai 𝜇 𝐴 − 𝜇 𝐴 0 adalah nol,dan sistemnya adalah larutan dengan fraksi mol A = xA’ dan lapisan lainnya terdiri dari cairan A murni. Nilai xA’ adalah kelarutan A dalam B yang dinyatakan dalam fraksi mol. Jika fraksi mol A dalam B melebihi nilai ini ,maka seperti ditunjukkan oleh Gambar 6.1 tampak bahwa 𝜇 𝐴 − 𝜇 𝐴 0 akan positif sehingga 𝜇 𝐴 > 𝜇 𝐴 0 . Pada keadaan ini A secara spontan akan meninggalkan larutan untuk masuk ke cairan murninya (A), sehingga mengurangi xA hingga tercapai nilai kesetimbangan xA’.

Perhatikan jika pada suhu T1, sejumlah kecil zat A ditambahkan secara berturut turut ke dalam cairan B. Mula mula A akan larut sempurna, keadaan ini dapat dilihat sebagaimana digambarkan pada diagram T-x yaitu Gambar 6.2a, yang dinyatakan pada tekanan konstan. Titik a,b,c menunjukkan komposisi setelah penembahan A pada B. Karena semuanya larut maka titik titik tersebut terletak pada daerah satu fase. Setelah penambahan sejumlah tertentu akan dicapai suatu batas kelarutan yaitu pada titik l1. Bila penambahan dilanjutkan akan dihasilkan dua lapisan cairan karena A tidak dapat larut lagi. Jadi daerah disebelah kanan l1 adalah daerah dua fase. Hal yang sama dapat dilakukan sebaliknya yaitu B ditambahkan ke A dan akan diperoleh kurva yang sama.

Diagram T-x untuk sistem phenol-air tampak pada Gambar 6 Diagram T-x untuk sistem phenol-air tampak pada Gambar 6.2b, apabila suhu dinaikkan maka kelarutan masing masing zat akan berubah. Kurva kelarutan akan bertemu di titik yaitu pada suhu konsolut atas (upper consolute temperature) yang juga disebut suhu larutan kritis (critical solution temperature), tc. Di atas tc air dan phenol akan larut sempurna. Sembarang titik a di bawah lengkungan menyatakan keadaan sistem yang terdiri atas dua lapisan cairan, yaitu L1 dengan komposisi l1 dan L2 dengan komposisi l2. Massa relatif dari dua lapisan tersebut dinyatakan oleh aturan Lever, yaitu merupakan perbandingan segmen dari garis dasi (l1l2). Yaitu : 𝑚𝑜𝑙 𝑙 1 𝑚𝑜𝑙 𝑙 2 = 𝑎𝑙 2 𝑎𝑙 1

Beberapa sistem diketahui kelarutannya akan berkurang dengan naiknya suhu. Pada sistem ini dapat diamati adanya suhu konsolut bawah (lower consolute temperature), sebagaimana tampak pada gambar 6.3(a) yaitu sistem trietilamin-air yang suhu konsolut bawahnya 18,5­0C. Karena kurva yang begitu datar sehingga sulit menentukan komposisi larutan pada suhu konsolutnya, hanya tampak kira kira 30% berat trietilamina. Jika larutan pada keadaan a dipanaskan keadaannya akan tetap homogen sampai pada suhu sedikit di atas 18,50C; kemudian pada titik a’ cairan akan memisah menjadi dua lapisan. Pada suhu yang lebih tinggi lagi misalnya a” larutan akan mempunyai komposisi l1 dan l2, menurut aturan lever l1 akan lebih besar daripada l2. Pada tipe ini kelarutan bertahan pada suhu yang rendah, sehingga pada suhu yang lebih tinggi senyawa akan terdissosiasi.

Beberapa zat memiliki baik suhu konsolut atas maupun bawah Beberapa zat memiliki baik suhu konsolut atas maupun bawah. Diagram untuk sistem nikotin- air tampak pada Gambar 6.3(b). Suhu konsolut bawah sekitar 610C, suhu konsolut atasnya 210 0C. Semua titik di dalam lengkungan terdapat dua fase, di luarnya adalah satu fase. Aturan fase untuk sistem pada tekanan konstan adalah F’= C-P+1, dengan F’ adalah jumlah variabel selain tekanan yang diperlukan untuk mendeskripsikan sistem. Untuk sistem dua komponen, F’ = 3-P. Jika ada dua fase maka hanya perlu satu variabel untuk mendeskripsikan sistem. Di daerah dua fase jika suhunya ditentukan maka perpotongan tie line dengan kurva akan menghasilkan komposisi larutan yang bersesuaian. Jika hanya satu fase, F’ = 2 maka suhu dan komposisi telah tertentu.

Distilasi Cairan yang Larut Sebagian dan Tidak Larut Asumsi: tekanan cukup tinggi sehingga uap tidak terbentuk di daerah kisaran suhu yang dibahas. Biasanya kelarutan parsial pada suhu rendah, walau tidak selalu demikian, menunjukkan azeotrop didih minimum, seperti tampak pada Gambar 6.4a. Kelarutan parsial menunjukkan bahwa saat dicampurkan, kedua komponen memiliki kecenderungan menguap yang lebih besar dibanding dalam larutan ideal. Kecenderungan yang besar ini dapat mencapai maximum dalam kurva komposisi – tekanan uap, dan sesuai dengan itu juga mencapai minimum dalam kurva komposisi-titik didih. Gambar 6.4 Distilasi parsial cairan tidak larut

Gambar 6.4 Distilasi parsial cairan tidak larut Jika tekanan pada sistem seperti Gambar 6.4a diturunkan, titik didih akan turun juga secara bertahap. Pada tekanan yang cukup rendah, kurva titik didih akan berpotongan dengan kurva kelarutan cair-cair seperti tampak pada Gambar 6.4b yang merupakan skema sistem air-n butanol pada tekanan 1 atm. Pada Gambar 6.4a, jika suhu dari cairan homogen a dinaikkan, akan terbentuk uap dengan komposisi b pada ta. Selanjutnya jika uap tersebut didinginkan dan dibawa ke titik c, akan terbentuk kondensat yang terdiri dari dua lapisan cairan. Jadi distilat pertama hasil distilasi dari cairan homogen a akan terpisah membentuk dua cairan dengan komposisi d dan e. Gambar 6.4 Distilasi parsial cairan tidak larut

Jika temperatur dari kedua cairan pada c tersebut dinaikkan, komposisi dari kedua cairan tersebut sedikit bergeser. Sistem menjadi univarian, F’ = 3-P = 1 di daerah ini. Pada suhu t’ larutan konjugat tersebut memiliki komposisi f dan g dan juga muncul uap pada komposisi h. Terdapat 3 fase, sepanjang ketiga fase tersebut dipertahankan maka komposisi dan suhunya akan tetap. Contoh, aliran panas ke dalam sistem tidak mengubah suhu, tetapi hanya menghasilkan uap lebih banyak pada kedua cairan. Uap h, yang terbentuk lebih kaya air dibanding komposisi sebelumnya, c, jadi lapisan kaya air akan lebih suka menguap. Setelah lapisan kaya air lenyap, suhu naik dan komposisi uap berubah sepanjang kurva hb. Terakhir, cairan dengan komposisi a lenyap pada tA. Jika dua fase sistem pada daerah komposisi antara f dan h dipanaskan, kemudian pada t’ akan terbentuk cairan dengan komposisi f dan g dan uap pada titik h. Sistem pada t’ adalah invarian. Karena uapnya kaya butanol dibanding komposisi sebelumnya, lapisan kaya butanol tersebut lebih mudah menguap meninggalkan cairan f dan uap h. Titik h memiliki sifat azeotropik, sistem dengan komposisi ini tidak mengalami perubahan komposisi selama distillasi. Jadi tidak dapat dipisahkan ke dalam komponen-komponennya dengan cara distillasi.

Gambar 6.5 Cairan tidak larut dalam kesetimbangan dengan uap Distillasi zat yang tidak larut lebih mudah didiskusikan dari titik pandang yang berbeda. Perhatikan dua cairan yang tidak larut berada dalam kesetimbangan dengan uapnya pada suhu tertentu (Gambar 6.5). Penghalang hanya memisahkan cairannya, karena tidak saling larut maka pengambilan penghalang tidak mempengaruhi apapun. Tekanan uap total adalah jumlah dari tekanan uap cairan murni: 𝑝= 𝑝 𝐴 0 + 𝑝 𝐵 0 . Fraksi mol yA dan yB dalam uap adalah : 𝑦 𝐴 = 𝑝 𝐴 0 𝑝 dan 𝑦 𝐵 = 𝑝 𝐵 0 𝑝

jika nA dan nB adalah jumlah mol A dan B dalam uap, maka 𝑛 𝐴 𝑛 𝐵 = 𝑦 𝐴 𝑦 𝐵 = 𝑝 𝐴 0 𝑝 𝑝 𝐵 0 𝑝 = 𝑝 𝐴 0 𝑝 𝐵 0 massa A dan B adalah wA = nAMA dan wB = nBMB sehingga 𝑤 𝐴 𝑤 𝐵 = 𝑀 𝐴 𝑝 𝐴 0 𝑀 𝐵 𝑝 𝐵 0 (6.3) yang menghubungkan massa relatif dari kedua zat yang ada di fase uap terhadap massa molar dan tekanan uapnya. Jika uap ini diembunkan, persamaan (6.3) menyatakan massa relatif dari A dan B dalam kondensatnya. Misalnya: sistem anilin(A)-air(B) pada 98,4oC. Tekanan uap anilin pada suhu ini sekitar 42 mmHg, sementara air sekitar 718 mmHg. Tekanan uap total adalah 718+42= 760 mmHg, sehingga campuran ini mendidih pada 98,4oC pada 1 atm. Massa anilin yang terdistillasi tiap 100 gram air yang terbentuk adalah: 𝑤 𝐴 =100 𝑔 94 𝑔/𝑚𝑜𝑙 42 𝑚𝑚𝐻𝑔 18 𝑔/𝑚𝑜𝑙 718 𝑚𝑚𝐻𝑔 ≈31 𝑔

Kesetimbangan Padat–Cair, Diagram Eutektik Sederhana Jika suatu larutan dari dua zat A dan B didinginkan sampai suhu yang cukup rendah, akan muncul suatu padatan. Suhu ini adalah titik beku larutan, yang bergantung pada komposisi. Dalam diskusi pada penurunan titik beku larutan, kita memperoleh persamaan. ln 𝑥 𝐴 =− ∆𝐻 𝑓𝑢𝑠, 𝐴 𝑅 1 𝑇 − 1 𝑇 0,𝐴 (6.4) Dengan asumsi bahwa padatan murni A ada dalam kesetimbangan dengan larutan idealnya. Persamaan (6.4) menghubungkan titik beku larutan dan xA, fraksi mol A dalam larutan. Gambar 6.6 Kesetimbangan padat–cair dalam sistem 2 komponen Plot dari fungsi ini tampak pada Gambar 6.6.a. Titik di atas kurva menunjukkan keadaan cair dari sistem, sedangkan di bawah kurva menunjukkan keadaan padatan murni A ada dalam kesetimbangan dengan larutan. Kurvanya dinamakan kurva liquidus.

Titik a menunjukkan larutan dengan komposisi b dalam kesetimbangan dengan padatan dengan komposisi c, yaitu, zat murni A. Dengan aturan Lever, rasio jumlah mol larutan terhadap jumlah mol padatan A adalah sama dengan rasio bagian garis dari ac/ab. Makin rendah suhu, makin besar jumlah relatif padatan pada suatu keseluruhan komposisi tertentu. Kurva ini tidak dapat menunjukkan situasi meliputi keseluruhan daerah komposisi. Jika xB mendekati 1, kita dapat mengharapkan padatan B akan membeku jauh di atas suhu yang ditunjukkan oleh kurva pada daerah ini. Gambar 6.6 Kesetimbangan padat– cair dalam sistem 2 komponen

Jika larutan ideal, aturan yang sama berlaku untuk zat B : ln 𝑥 𝐵 =− ∆𝐻 𝑓𝑢𝑠, 𝐵 𝑅 1 𝑇 − 1 𝑇 0,𝐵 (6.5) Dengan T adalah titik beku B dalam larutan. Kurva berpotongan pada suhu Te, yaitu suhu eutektik. Komposisi xe adalah komposisi eutektik. Garis GE adalah titik beku melawan kurva komposisi B. Titik semacam a di bawah kurva ini menunjukkan keadaan yaitu padatan B dalam kesetimbangan dengan larutan pada komposisi xb. Titik pada EF menunjukkan padatan B murni dalam kesetimbangan dengan larutan berkomposisi xe. Titik pada DE menunjukkan padatan murni A dalam kesetimbangan dengan larutan berkomposisi xe. Oleh karena itu larutan yang memiliki komposisi eutektik xe ada dalam kesetimbangan dengan padatan A dan padatan B. Jika terdapat tiga fase bersama, maka F’ = 3 – P = 3-3=0; sistemnya adalah invarian pada suhu ini. Jika panas keluar dari sistem ini, suhunya akan tetap sampai satu fase lenyap, sehingga jumlah relatif dari ketiga fase berubah hingga panas dihilangkan. Jumlah cairan berkurang sedangkan jumlah kedua padatan yang ada bertambah. Di bawah garis DEF adalah keadaan sistem yaitu hanya dua padatan, dua fase, murni A dan murni B.

Beberapa contoh sistem kesetimbangan padat cair adalah: sistem Sb-Pb, (Gambar 6.7). Daerah berlabel L adalah cairan, Sb adalah padatan Sb dan Pb adalah padatan Pb. Suhu eutektik adalah 246 oC, komposisi eutektik adalah 87% massa Pb. Nilai xe dan te dihitung dengan persamaan 6.4 dan 6.5 dan ternyata sesuai dengan hasil eksperimen. Berarti cairan tersebut hampir menyerupai larutan ideal. Gambar 6.7 Sistem Antimoni–lead Garam Temperatur eutektik (C) % massa garam anhidrat dalam eutektik NaCl –21,1 23,3 NaBr –28,0 40,3 Na2S –1,1 3,84 KCl –10,7 19,7 NH4Cl –15,4

Bentuk kurva titik beku dapat ditentukan secara experimental dengan analisis termal. Pada metode ini, campuran yang diketahui komposisinya dipanaskan sampai suhu yang cukup tinggi hingga homogen. Kemudian didinginkan secara bertahap. Suhu diplot sebagai fungsi waktu. Kurva yang diperoleh pada berbagai komposisi untuk sistem A-B tampak pada Gambar 6.8. Kurva pertama, cairan homogen didinginkan sepanjang kurva ab, pada b pertama kali terbentuk kristal komponen A. Peristiwa ini melepaskan panas laten pembekuan, laju pendinginan berkurang dan lekukan pada kurva muncul di b.

Other simple eutectic systems Banyak sistem biner, baik ideal maupun tidak, memiliki diagram fase bertipe eutektik sederhana. Invariansi sistem pada titik eutektik memungkinkan campuran eutektik dipergunakan sebagai bak bersuhu konstan. Misalnya padatan NaCl dicampur dengan es pada 0oC dalam labu vakum. Titik komposisi berpindah dari 0% ke sejumlah kecil nilai positif. Padahal pada komposisi ini titik beku es di bawah 0oC, sehingga sejumlah kecil es melebur. Karena sistem ada dalam labu terisolasi, meleburnya es mengurangi suhu campuran. Jika NaCl yang ditambahkan cukup, suhu akan turun sampai suhu eutektik, -21,1oC. Pada suhu eutektik ini, es padatan garam dan larutan jenuh terdapat bersama sama dalam kesetimbangan. Suhu bertahan di suhu eutektik hingga es yang tersisa melebur karena panas yang menerobos secara lambat ke dalam labu.

Diagram Titik Beku dengan Pembentukan Senyawa Jika dua zat membentuk satu atau lebih senyawa, diagram titik bekunya memiliki penampakan sebagai dua atau lebih diagram eutektik sederhana pada posisi yang bersilangan. Gambar 6.11 adalah diagram komposisi titik beku untuk sistem yaitu terbentuknya AB2. Kita dapat memandang diagram ini sebagai dua diagram eutektik sederhana yang bertemu pada posisi yang ada panahnya seperti pada gambar 6.11. Jika titik yang menyatakan keadaan terletak di sebelah kanan panah, interpretasi didasarkan pada diagram eutektik sederhana sistem AB2-B; jika titik terletak di sebelah kiri panah berarti kita mendiskusikan sistem A-AB2. Dalam diagram komposit terdapat dua eutektik; salah satu adalah cairan A-AB2 ,yang lain adalah cairan AB2-B. Titik lebur senyawa adalah maksimum pada kurva,maksimum pada kurva komposisi-titik lebur hampir selalu menunjukkan pembentukan senyawa. Hanya sedikit sistem yang dikenal yaitu yang maksimumnya berlangsung karena alasan lain. Padatan yang pertama terbentuk pada pendinginan suatu leburan pada sembarang komposisi antara dua komposisi eutektik adalah senyawa padatan.

Gambar 6.12 Titik beku dalam sistem H2O–Fe2Cl6 Gambar 6.11. Diagram pembentukan senyawa

Senyawa yang Memiliki Titik Lebur Inkongruen Di dalam sistem pada gambar 6.8, senyawa tersebut memiliki titik lebur lebih tinggi dibanding komponen yang bersamanya. Dalam situasi ini diagramnya selalu berbentuk seperti tampak pada gambar 6.8; yaitu muncul dua eutektik pada diagram itu. Tetapi bila titik lebur dari senyawa di bawah titik lebur komponen lain yang bersamanya, muncul dua kemungkinan. Salah satunya seperti digambarkan di gambar 6.9; tiap bagian dari diagram adalah diagram eutektik sederhana seperti kasus di gambar 6.8. Kemungkinan kedua digambarkan oleh sistem alloy Potassium-Sodium yang tampak pada gambar 6.10. Pada sistem ini, kurva kelarutan Na (sodium) tidak turun dengan cepat untuk memotong kurva yang lain diantara komposisi Na2K dan Na murni. Justru membelok ke sebelah kiri komposisi Na2K dan memotong kurva kelarutan lain pada titik c, yaitu titik peritektik. Untuk sistem Na-K hal ini terjadi pada 7oC.

Pertama kita uji perilaku senyawa padatan murni Pertama kita uji perilaku senyawa padatan murni. Jika suhu dinaikkan titik keadaan bergerak sepanjang garis ab. Pada b cairan memiliki komposisi bentuk c. Karena cairan lebih kaya dengan potassium dibanding senyawanya semula, sejumlah padatan sodium d tertinggal tidak melebur. Sehingga pada peleburan senyawa terjadi reaksi Na2K (s) → 2Na (s) + K (l) Ini adalah reaksi peritektik atau reaksi fase. Senyawanya disebut melebur secara inkongruen, karena leburan berbeda dari senyawanya dalam komposisinya. (Senyawa yang digambarkan pada gambar 6.8 dan 6.9 melebur secara kongruen,komposisi tidak berubah). Yaitu terdapat tiga fase;padatan Na2K, padatan Na, dan cairannya ada bersama sama, sistemnya adalah invarian, selagi panas mengalir ke dalam sistem, suhu akan tetap sama sampai senyawa padat melebur sempurna. Kemudian suhu naik, titik keadaan bergerak sepanjang garis bef dan sistem terdiri atas Na padat dan cair. Di f sisa terakhir dari Na melebur, dan di atas f sistem terdiri atas satu fase cairan. Pendinginan komposisi g membalikkan perubahan ini. Di f muncul Na padat, komposisi cairan bergerak sepanjang fc. Di b cairan berkomposisi c ada bersama dengan Na padat dan Na2K padat. Kebalikan dari reaksi fase yang terjadi sampai kedua cairan Na dan padatannya habis secara simultan, hanya tinggal Na2K dan titik keadaan bergerak sepanjang ba.

Gambar 6. 10 Senyawa dengan titik didih tidak sebangun,

Kemampuan Bercampur dalam Keadaan Padat Di dalam sistem yang dideskripsikan sejauh ini, hanya padatan murni yang terlibat. Kebanyakan padatan mampu melarutkan bahan lain untuk membentuk larutan padat. Tembaga dan Nikel, sebagai contoh, saling larut satu sama lain pada semua komposisi dalam padatan. Diagram fase untuk sistem Cu-Ni tampak pada Gambar 6.12. Gambar 6.12. Sistem Cu–Ni

Bagian atas kurva tersebut adalah kurva liquid; bagian bawahnya adalah kurva solid (padatan). Jika sistem yang diwakili oleh titik a didinginkan ke b, muncul larutan padat berkomposisi c. pada titik d sistem terdiri dari cairan berkomposisi b’ dalam kesetimbangan dengan larutan padat berkomposisi c’. Suatu kesulitan eksperimental timbul dalam bekerja dengan sistem tipe ini. Anggap sistem didinginkan dengan cepat dari a ke e. Jika sistem diatur agar dalam kesetimbangan, maka bagian akhir cairan b” akan bersinggungan dengan padatan yang memiliki komposisi seragam e. Tetapi dengan pendinginan mendadak maka tak ada waktu bagi padatan membentuk komposisi yang seragam. Kristal pertama yang berkomposisi c dan lapisan berkomposisi dari c ke e terbentuk di luar kristal pertama. Komposisi rata- rata padatan yang mengkristal terletak mungkin di titik f; padatan lebih kaya nickel dari yang seharusnya, ini terletak di sebelah kanan e. Jadi cairan lebih kaya Cu dibanding yang seharusnya, titik komposisinya terletak mungkin pada g. Sehingga sejumlah cairan tertinggal pada suhu ini dan pendinginan lebih lanjut diperlukan sebelum sistem mengendap seluruhnya.

Kenaikan Titik Beku Telah ditunjukkan bahwa penambahan sejumlah tertentu zat asing selalu menurunkan titik lebur dari padatan murni. Gambar 6.12 menggambarkan sistem titik lebur satu komponen (tembaga) meningkat dengan penambahan zat asing. Kenaikan titik lebur ini hanya dapat terjadi jika padatan yang berada dalam kesetimbangan dengan cairan bukan padatan murni melainkan larutan padat. Anggaplah larutan padat adalah larutan padat ideal, yang didefinisikan, analog dengan gas ideal dan larutan cair ideal, dengan mengetahui bahwa tiap komponen, 𝜇 𝑖 = 𝜇 𝑖 0 +𝑅𝑇 ln 𝑥 𝑖 dengan 𝜇 𝑖 0 adalah potensial kimia padatan murni, xi adalah fraksi mol dalam larutan padat. Kondisi kesetimbangan untuk larutan padat dalam kesetimbangan dengan larutan cair untuk satu komponen adalah 1(s) = 1(l).

Dengan menganggap kedua larutan adalah ideal, kita memperoleh 𝜇 1 0 𝑠 +𝑅𝑇 ln 𝑥 1 𝑠 = 𝜇 1 0 𝑙 +𝑅𝑇 ln 𝑥 1 𝑙 (6.6) Misalnya ∆𝐺 1 0 = 𝜇 1 0 𝑙 − 𝜇 1 0 𝑠 energi Gibbs peleburan pada komponen murni pada suhu T. maka persamaan 6.6 menjadi ln 𝑥 1 𝑙 𝑥 1 𝑠 =− ∆𝐺 1 0 𝑅𝑇 (6.7) Karena ∆𝐺 1 0 = ∆𝐻 1 0 − 𝑇∆𝑆 1 0 dan titik lebur T0,1 dari zat murni, ∆𝑆 1 0 = ∆𝐻 1 0 𝑇 0,1 persamaan ini menjadi: ln 𝑥 1 𝑙 𝑥 1 𝑠 =− ∆𝐻 0 𝑅 1 𝑇 − 1 𝑇 0,1 Menyelesaikan persamaan ini untuk T, kita peroleh 𝑇= 𝑇 0,1 ∆𝐻 0 ∆𝐻 0 +𝑅 𝑇 0,1 ln 𝑥 1 𝑠 𝑥 1 𝑙 (6.8)

Jika terdapat padatan murni, maka x1(s)=1; dalam kasus ini suku kedua dari penyebut dalam pers. (6.8) positif sehingga fraksi dalam kurung dari satu. Titik beku T berarti kurang dari T01. Jika larutan padat berada dalam kesetimbangan maka jika x1 (s)  x1(l), suku kedua pada penyebut akan negatif, fraksi dalam kurung lebih besar dari satu dan titik lebur lebih besar dari T01. Gambar 6.12 menunjukkan bahwa fraksi mol Cu dalam larutan padat xCu(s) selalu lebih kecil dari fraksi mol Cu dalam larutan cairnya xCu(l). Konsekuensinya titk lebur Cu naik. Satu kelompok persamaan analog dapat dijabarkan untuk komponen kedua. Dari situ kita dapat menyimpulkan bahwa titik lebur Ni turun. Dengan asumsi bahwa H0 dan S0 bukan fungsi suhu; hal ini tidak benar tetapi tidak terlalu berpengaruh terhadap kesimpulan secara keseluruhan.

Sistem Tiga Komponen Dalam sistem tiga komponen, varian adalah F = 3 – P + 2 = 5 – P. Jika sistem hanya mengandung satu fase, dibutuhkan empat variabel untuk menyatakan keadaan sistem; ini mungkin lebih menguntungkan jika diambil variabel T,p,x1,x2. Adalah tidak mungkin memberikan suatu representasi grafis lengkap mengenai sistem ini dalam tiga dimensi, apalagi dalam dua dimensi. Konsekuensinya, cara untuk merepresentasikan sistem ini adalah pada tekanan dan suhu konstan. Maka varian menjadi F’ = 3 – P, sehingga sistem memiliki, paling tidak, 2 varian, dan dapat direpresentasikan pada bidang datar. Setelah menetapkan suhu dan tekanan, variabel yang tinggal adalah variabel komposisi,x1,x2,x3, yang dihubungkan oleh x1 + x2 + x3 =1. Sehingga dengan menentukan dua maka yang ketiga dapat dihitung. Metoda Gibbs dan Roozeboom menggunakan suatu segitiga sama sisi untuk representasi grafis. Gambar 6.13 menunjukkan prinsip metoda ini. Titik A, B, C pada titik sudut segitiga menyatakan 100% A, 100% B, 100% C. Garis yang paralel dengan AB merupakan berbagai persentase dari C. Titik P pada gambar 6.13 menyatakan sistem mengandung 30% C. Panjang PM menyatakan persen C, panjang PN menyatakan persen A, panjang PL menyatakan persen B. Jumlah ketiga panjang ini selalu sama dengan panjang sisi segitiga yaitu menyatakan 100%. Dengan metoda ini setiap komposisi dari sistem tiga komponen dapat dinyatakan oleh titik dalam segitiga.

Gambar 6.13 Diagram segitiga Gambar 6.14 Sifat diagram segitiga

Dua sifat yang lain dari diagram ini juga penting Dua sifat yang lain dari diagram ini juga penting. Yang pertama diilustrasikan dalam gambar 6.14(a). Jika dua sistem dengan komposisi seperti dinyatakan oleh P dan Q dicampur bersama sama, komposisi campuran yang diperoleh akan dinyatakan oleh titik x di suatu tempat pada garis yang menghubungkan titik P dan Q. Hal ini dapat diikuti dengan mudah yaitu jika tiga sistem yang dinyatakan oleh titik P,Q,R dicampur, komposisi campuran akan terletak di dalam segitiga PQR. Sifat penting kedua yaitu bahwa semua sistem dinyatakan oleh titik titik pada garis yang melalui puncak yang mengandung dua komponen lain dalam perbandingan yang sama. Contoh, semua sistem yang dinyatakan oleh titik pada CM mengandung A dan B dalam jumlah yang sama. Pada ganbar 6.14 (c), dengan menegakkan garis tegak lurus dari dua titik P dan P’ dan menggunakan sifat-sifat segitiga, kita peroleh: 𝑃 𝑆 𝑃 ′ 𝑆′ = 𝐶 𝑃 𝐶𝑃′ dan 𝑃 𝑁 𝑃 ′ 𝑁′ = 𝐶 𝑃 𝐶𝑃′ Sehingga 𝑃 𝑆 𝑃 ′ 𝑆′ = 𝑃 𝑁 𝑃 ′ 𝑁′ dan 𝑃 𝑆 𝑃 𝑁 = 𝑃 ′ 𝑆′ 𝑃 ′ 𝑁′ terbukti. Sifat ini penting dalam mendiskusikan penambahan atau pengambilan suatu komponen pada sistem tanpa mengubah jumlah dua komponen lain yang ada.

Kesetimbangan Cair–Cair Diantara beberapa contoh sederhana dari perilaku sistem tiga komponen adalah sistem chloroform-air- asam acetat. Pasangan chloroform-asam asetat dan air- asam asetat adalah saling bercampur sempurna. Pasangan chloroform-air tidak. Gambar 6.17 menunjukkan skema kesetimbangan cair- cair untuk sistem ini. Titik a dan b menyatakan lapisan cairan konjugasi tanpa asam asetat. Anggap bahwa semua komposisi sistem adalah c sehingga dengan aturan lever terdapat lebih banyak lapisan b daripada lapisan a. Jika sedikit asam asetat ditambahkan ke dalam sistem, komposisi berubah sepanjang garis yang menghubungkan c dengan puncak asam asetat ke titik c’. Penambahan asam asetat mengubah komposisi dari kedua lapisan menjadi a’ dan b’. Ingat bahwa asam asetat lebih cenderung memasuki lapisan kaya air b’, sehingga garis dasi yang menghubungkan larutan konjugat a’ dan b’ tidak paralel ke ab. Jumlah relatif dari a’ dan b’ diberikan oleh aturan lever; yaitu, dengan perbandingan segmen dari garis dasi a’b’. Penambahan selanjutnya dari asam asetat mengubah komposisi lebih lanjut sepanjang garis putus putus c; lapisan kaya air bertambah sedangkan lapisan kaya chloroform berkurang. Pada c” hanya sedikit lapisan kaya chloroform yang tinggal, sedangkan di atas c” sistemnya homogen.

Karena garis dasi tidak paralel, titik yang disitu dua larutan konjugat memiliki komposisi yang sama tidak terletak pada puncak dari kurva binodal tetapi keluar ke satu sisi pada titik k, yaitu titik sambung. Jika sistem berkomposisi d dan ditambahkan asam asetat ke dalamnya, komposisi akan berubah sepanjang dk; hanya di bawah k dua lapisan akan ada dalam jumlah yang komparabel; pada k, batas antara dua larutan lenyap sehingga sistem menjadi homogen. Bandingkan perilaku ini dengan yang ada di titik c” yang disitu hanya ada sedikit dari satu lapisan konjugat yang tinggal. Gambar 6.17 Dua zat cair larut sebagian

Kelarutan Garam; Efek Ion Sejenis Sistem yang mengandung dua garam dengan ion sejenis dan air sangat menarik untuk dikaji. Masing masing garam saling mempengaruhi kelarutannya satu sama lain. Skema diagram untuk NH4Cl.(NH4)2SO4.H2O pada 30oC tampak pada gambar 6.18. Titik a menyatakan larutan jenuh NH4Cl dalam air tanpa (NH4)2SO4. Titik antara A dan a menyatakan berbagai jumlah padatan NH4Cl dalam kesetimbangan dengan larutan jenuh a. Titik antara a dan C menyatakan larutan tidak jenuh NH4Cl. Serupa dengan itu, b menyatakan kelarutan (NH4)2SO4 tanpa NH4Cl. Titik pada Cb menyatakan larutan tidak jenuh, sedang pada bB menyatakan padatan (NH4)2SO4 dalam kesetimbangan dengan larutan jenuh. Adanya (NH4)2SO4 mengubah kelarutan NH4Cl sepanjang garis ac, sedang adanya NH4Cl mengubah kelarutan (NH4)2SO4 sepanjang garis bc. Titik c menyatakan larutan yang dijenuhkan terhadap kedua NH4Cl dan (NH4)2SO4. Garis dasi menghubungkan larutan jenuh dan padatan dalam kesetimbangan dengannya. Daerah stabilitas tampak pada Tabel 6.2.

NH4Cl+(NH4)2SO4+larutan jenuh c Tabel 6.2 Daerah Sistem varian Cacb Larutan takjenuh 2 Aac NH4Cl+larutan jenuh 1 Bbc (NH4)2SO4+larutan jenuh AcB NH4Cl+(NH4)2SO4+larutan jenuh c Gambar 6.18 Anggap suatu larutan takjenuh dinyatakan oleh P dievaporasikan secara isotermal; titik keadaan seharusnya bergerak sepanjang garis Pdef, yang digambarkan melalui puncak C dan titik P. Pada d, NH4Cl mengkristal, komposisi larutan bergerak sepanjang garis dc. Pada titik e, komposisi larutan adalah c, dan (NH4)2SO4 mulai mengkristal. Evaporasi lebih lanjut akan mengendapkan kedua NH4Cl dan (NH4)2SO4 hingga titik f dicapai, di situ larutan menghilang secara sempurna.

Pembentukan Garam Rangkap Jika terjadi dua garam dapat membentuk suatu senyawa, garam rangkap, kemudian kelarutan senyawa tersebut dapat pula muncul sebagai garis kesetimbangan dalam diagram. Gambar 6.19 menunjukkan dua tipe kasus pembentukan senyawa. Pada dua gambar tersebut, ab adalah kelarutan A; bc adalah senyawa AB; cd adalah B. Daerah dan menyatakan apa saja mereka itu ditabulasikan di Tabel 6.3. Gambar 6.19 (a) Senyawa jenuh sebangun (b) Senyawa jenuh tidak sebangun

Perbedaan perilaku dari dua sistem dapat ditunjukkan dengan dua cara Perbedaan perilaku dari dua sistem dapat ditunjukkan dengan dua cara. Pertama mulai dengan senyawa padat kering dan tambahkan air; titik keadaan bergerak sepanjang garis DC. Pada gambar 6.19(a), ini menggerakkan titik ke daerah senyawa plus larutan jenuh senyawa tersebut. Sehingga, senyawa ini disebut jenuh secara kongruen (congruently saturating). Penambahan air ke dalam senyawa AB di gambar 6.19(b) mengubah titik keadaan sepanjang DC ke daerah stabilitas A+AB+larutan jenuh b. Penambahan air, oleh karenanya, mendekomposisi senyawa padatan A larutan a. Senyawa ini disebut jenuh inkongruen (incongruently saturating). Serupa dengan itu senyawa pada 6.19(b) tak dapat dibuat dengan cara mengevaporasikan larutan yang mengandung A dan B dalam perbandingan molar yang sama. Evaporasi mengkristalkan padatan A pada titik e; pada titik f padatan A bereaksi dengan larutan b untuk mengendapkan AB. Saat D dicapai, semua A telah lenyap dan hanya tinggal senyawa. Jika padatan disaring pada titik keadaan antara f dan D, kristal senyawa akan tercampur dengan kristal A. Hal ini dapat dipahami bagaimana sulitnya mengerjakan ini di laboratorium.

Salting Out Dalam praktikum kimia organik, ada prosedur umum untuk memisahkan campuran suatu cairan organik dalam air dengan menambahkan garam. Contoh, jika cairan organik dan air bercampur sempurna, penambahan garam ke dalam sistem dapat menghasilkan pemisahan menjadi dua lapisan cairan – salah satu kaya dengan cairan organik, yang lain kaya dengan air. Relasi fasenya dapat diilustrasikan seperti dalam tabel 6.4 dan oleh diagram K2CO3-H2O-CH3OH, yaitu gambar 6.20, yang merupakan tipikal sistem garam- air-alcohol Tabel 6.4 Daerah Sistem Aab K2CO3 dalam kesetimbangan dengan larutan jenuh kaya air Aed K2CO3 dalam kesetimbangan dengan larutan jenuh kaya alkohol bcd Dua cairan konjugat digabung oleh dua garis dasi Abd K2CO3 dalam kesetimbangan dengan cairan konjugat b dan d

Sistem tersebut dibedakan oleh penampakan dua daerah cairan bcd Sistem tersebut dibedakan oleh penampakan dua daerah cairan bcd. Misalnya dianggap bahwa padatan K2CO3 ditambahkan ke dalam campuran air dan alkohol pada komposisi x. Titik keadaan akan bergerak sepanjang garis xyzA. Di y terbentuk dua lapisan; di z K2CO3 berhenti melarut sehingga padatan K2CO3 dan cairan b dan d ada bersama sama. Cairan d adalah lapisan kaya alkohol dan bisa dipisahkan dari b, lapisan kaya air. Ingat bahwa penambahan garam setelah padatan berhenti melarut tidak menghasilkan perubahan pada komposisi di lapisan b dan d, tentu saja terjadi seperti ini sebab sistemnya adalah isotermal dan invarian di segitiga Abd. Gambar 6.20

Diagram ini dapat juga dipakai untuk menunjukkan bagaimana garam yang ditambahkan dapat diendapkan oleh penambahan alkohol ke dalam larutan jenuh; titik keadaan bergerak dari a, misalnya dikatakan, sepanjang garis yang menghubungkan a dan B. Karena dalam kasus khusus ini hanya lebih sedikit garam yang diendapkan sebelum dua lapisan cairan terbentuk, cara ini tidak terlalu bermanfaat. Sistem ini mengherankan dalam pengaruh penambahan air ke dalam larutan takjenuh K2CO3 dalam alkohol pada komposisi x’. Garis x’y’z’ yang menghubungkan x’ dan c menunjukkan bahwa K2CO3 akan mengendap di y’ jika air ditambahkan ke dalam larutan alkohol. Penambahan air lebih lanjut akan menyebabkan larutnya kembali K2CO3 di z’.

Soal-soal Tekanan uap chlorobenzena dan air pada berbagai temperatur berbeda adalah Pada tekanan berapa uap Cl akan terdistilasi pada 90oC? b) Pada suhu berapa uap Cl akan terdistilasi pada tekanan total 800mmHg.? c) Berapa gram uap air yang diperlukan untuk mendistillasi 10,0 gram Cl (a) pada 90oC dan (b) pada tekanan total 800 Torr.? Campuran 100 gram air dan 80 gram phenol dipisahkan menjadi dua lapisan pada 60oC. Satu lapisan, L1, mengandung 44,9% massa air, yang lain, L2, mengandung 83,2% massa air. a) Berapa massa L1 dan L2? b) Berapa jumlah mol total dalam L1 dan L2? t/oC 90 100 110 Po(Cl)/mmHg 204 289 402 Po(H2O)/mmHg 526 760 1075

Titik lebur dan panas peleburan timbal dan antimon adalah Hitunglah garis kesetimbangan padat-cair; perkirakan komposisi eutektik secara grafis,kemudian hitunglah suhu eutektik. Bandingkan hasilnya dengan nilai yang diberikan di gambar 6.7 Kelarutan KBr dalam air adalah Dalam satu molal larutan, KBr menurunkan titik beku air sebesar 3,29oC. Perkirakan suhu eutektik untuk sistem KBr-H2O secara grafik. Berapa varian pada tiap daerah di Gambar 6.20?   Pb Sb tm/oC 327,4 630,5 Hfus/(kJ/mol) 5,10 20,1 t/oC 20 40 60 80 100 gKBr/g H2O 0,54 0,64 0,76 0,86 0,95 1,04