SUPLEMEN MODUL 4 MOTIVASI BERPRESTASI JUDUL : MOTIVASI BERPRESTASI (1) Dalam hidup ini setiap orang pastilah memiliki tujuan-tujuan yang hendak dicapai. Mereka yang sekolah mmemiliki target agar dapat nilai baik dan lulus dengan baik pula, mereka yang berusaha juga memiliki target agar usahanya lancar dan menghasilkan keuntungan, mereka yang bekerja berharap dapat menempati posisi strategis dan mendapatkan gaji yang memadai, dan mereka yang terjun di dunia politik memiliki keinginan menduduki jabatan-jabatan tertentu yang berimbas naiknya pamor mereka di mata masyarakat. Semuanya itu merupakan hal yang biasa kita jumpai. Namun terkadang kita melihat ada orang-orang yang bisa berhasil dalam tempo yang tidak terlalu lama, ada pula mereka yang justru belum bisa mengubah nasib mereka. Banyak variabel memang yang bisa menentukan hal semua itu. di antara variabel itu adalah berkitan dengan motivasi individu. Teori-teori tentang motivasi banyak dipelajari dalam ranah studi psikologi dan manajemen. Teori ini berkaitan dengan perilaku individu, dan kedua ranah studi tersebut memang berkaitan dengan perilaku individu. Salah satu tokoh yang cukup dikenal adalah Abraham Maslow. Beliau adalah pionir dari aliran psikologi humanistik. Teorinya yang cukup terkenal adalah mengenai Theory of Hierarchy Needs. Menurutnya, manusia memunculkan suatu perilaku didasarkan pada kebutuhan yang ada. Hirarki kebutuhan menurut Maslow adalah sebagai berikut: The need for self-actualization The esteem needs The love needs The safety needs The 'physiological' needs ‘12 Etika Ir. Suprapto M.Si. 1 Pusat Pengembangan Bahan Ajar Universitas Mercu Buana http://www.mercubuana.ac.id
yang memiliki kebutuhan berprestasi (nAch): gambar-gambar untuk mengetahui perbedan individual (Gibson, et.al., 1996). Tes ini dikembangkan oleh seorang psikolog Henry Murray dari klinik Psikologi Harvard, AS tahun 1943 (Groth-Marnat, 1984). Dari penelitian yang dilakukan McClelland ini kemudian dihasilkan profil orang-orang yang memiliki kebutuhan berprestasi (nAch): Orang dengan nAch tinggi memilih untuk mengindari tujuan prestasi yang mudah dan sulit. Mereka sebenarnya memilih tujuan yang moderat yang mereka pikir akan mampu mereka raih. Orang dengan nAch tinggi memilih umpan balik lansung dan dapat diandalkan mengenai bagaimana mereka berprestasi. Orang dengn nAch tinggi menyukai tanggung jawab pemecahan masalah. Adversity Quotient: Paradigma Baru Menghadapi Tantangan Pada kesempatan ini saya akan menambahkan sekelumit tentang sebuah pendekatan baru dalam melihat, mengukur, dan meramalkan kesuksesan seseorang. Pendekatan teoritis ini disebut adversity quotient (AQ) yang dikembangkan pertama kali oleh Paul G. Stoltz. Ia beranggapan bahwa IQ dan EQ yang sedang marak dibicarakan itu tidaklah cukup dalam meramalkan kesuksesan orang. Stoltz mengelompokkan individu menjadi tiga: quitter, camper, dan climber. Pengunaan istilah ini memang berdasarkan pada sebuah kisah ketika para pendaki gunung yang hendak menaklukan puncak Everest. Ia melihat ada pendaki yang menyerah sebelum pendakian selesai, ada yang merasa cukup puas sampai pada ketinggian tertentu, dan ada pula yang benar-benar berkeinginan menaklukan puncak tersebut. Itulah kemudian dia mengistilahkan orang yang berhenti di tengah jalan sebelum usai sebagai quitter, kemudian mereka yang merasa puas berada pada posisi tertentu sebagai camper, sedangkan yang terus ingin meraih kesuksesan ia sebut sebagai climber. Teori ini sebenarnya tetap melihat pada motivasi individu. Mereka yang berjiwa quitter cenderung akan mati di tengah jalan ketika pesaingnya terus berlari tanpa henti. Sementara mereka yang berjiwa camper merasa cukup puas berada atau telah mencapai sebuah target tertentu, meskipun tujuan yang hendak dicapai masih panjang. ‘12 Etika Ir. Suprapto M.Si. 3 Pusat Pengembangan Bahan Ajar Universitas Mercu Buana http://www.mercubuana.ac.id
malas? Atau bagaimana caranya menigkatkan motivasi? demikian. Jika hari ini tidak berbeda dengan hari kemarin, merugilah kita. Jika lebih buruk? Parah lagi, kita termasuk orang-orang celaka. Dan jika hari ini lebih baik dari sebelum-sebelumnya, masuklah kita ke dalam golongan orang-orang yang beruntung. Kondisi di atas cukup bertentangan. Satu sisi kita dituntut prestatif, tetapi di sisi lain kita juga punya rasa malas. Lantas, bagaimana cara kita menghilangkan rasa malas? Atau bagaimana caranya menigkatkan motivasi? Sebenarnya yang paling berhak meningkatkan motivasi kita adalah diri kita sendiri. Kitalah yang lebih menentukan keberhasilan kita. Dan kita pun bisa mengusahakan peningkatan motivasi itu melalui beberapa cara. Menurut Anis Matta dalam bukunya, Model Manusia Muslim, motivasi atau kemauan dapat dibangun dengan pemantapan tujuan hidup. Sedini mungkin, cobalah kita merumuskan tujuan hidup kita sebenarnya. Karena orang yang tidak punya tujuan akan mudah terombang-ambing oleh masalah. Rumusan tujuan hidup ini hendaknya sejelas mungkin. Tidak cukup kita hanya bercita-cita menjadi orang yang berguna bagi nusa bangsa, agama, dan keluarga. Tetapi labih jauh lagi, rumuskan dengan cara apa kita akan menjadi orang berguna. Misalnya kita ingin berguna dengan menjadi seorang entrepreneur. Alasannya ingin memberi kesempatan kerja bagi orang lain. Setidaknya itu lebih jelas dari cira- citasebelumnya. Jika sudah, cobalah visualisasikan tujuan itu sedetil-detilnya. Bayangkan gagahnya kita menjadi seorang entrepreneur. Jalan-jalan sambil menggenggam handphone. Bolak-balik ke luar negeri karena urusan bisnis. Pakaian rapi, rambut klimis, wangi, dan segar. Kendati kaya, kita pun tidak lupa akan kewajiban sebagai seorang hamba. Tak pernah kita lalai mendirikan shalat, shaum, tilawah, infaq, nikah, da’wah, dan berakhir dengan meraih gelar syuhada. Penggambaran cita-cita yang detil ini akan membuat kita lebih bersemangat. Jika kita masih merasa malas, cobalah analisis. Mengapa rasa malas itu muncul? Apakah karena kita merasa tidak cocok terhadap jenis aktivitas tertentu? Jika itu alasannya, kita pun bisa menyiasatinya. Cobalah cintai pekerjaan itu. Caranya dengan mencari tahu beribu manfaatnya. Dengan mengetahui manfaat, kita akan lebih ‘12 Etika Ir. Suprapto M.Si. 5 Pusat Pengembangan Bahan Ajar Universitas Mercu Buana http://www.mercubuana.ac.id