MENGENAL EITI Disampaikan dalam kegiatan

Slides:



Advertisements
Presentasi serupa
D. Pertanggungjawaban APBN dan APBD
Advertisements

PROGRAM LEGISLASI DAERAH KABUPATEN GRESIK TAHUN 2011
Pengelolaan Informasi dan Dokumentasi oleh PPID dan PPID Pembantu
ROAD MAP IMPLEMENTASI PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 43 TAHUN 2014 TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2014 DISAMPAIKAN OLEH: TARMIZI.
A. Pengertian APBN dan APBD 1. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
Tentang Keuangan Negara
Penagihan Piutang Negara (tanpa Surat Paksa)
PENATAUSAHAAN KEUANGAN ANGGARAN
KERANGKA LEGAL FORMAL Tentang KEUANGAN
“ TATA CARA PENYUSUNAN TARGET DAN PAGU PENGGUNAAN PNBP”
PENGELOLAAN PNBP ~ PENYUSUNAN TARGET DAN PAGU INDIKATIF TA 2018 ~
BANK DAN LEMBAGA KEUANGAN LAIN
PEMBENTUKAN DAN EVALUASI PRODUK HUKUM DI KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT Disampaikan oleh : Sri Salmiani, SH, MH Kepala Bagian Penyusunan.
UNDANG-UNDANG NOMOR 20 TAHUN 2014
SOSIALISASI PEDOMAN REVIU PENYERAPAN ANGGARAN BELANJA
Ponorogo, 6 Juli 2017 Dinas Kominfo Provinsi Jatim PPID Agus DM
Kelembagaan Lingkungan Hidup
INSPEKTORAT WILAYAH VI
Kementerian Keuangan RI
Biro Sumber Daya Manusia-Sekretariat Jenderal
LAPORAN PERTANGGUNGJAWABAN (LPJ) BENDAHARA PENGELUARAN
Kementerian Keuangan RI
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
MENGENAL EITI Disampaikan dalam kegiatan
APARATUR SIPIL NEGARA (LHKASN)
LAPORAN HARTA KEKAYAAN (Surat Edaran Menteri PANRB Nomor 1 Tahun 2015)
Solo-Salatiga, Maret 2016 Direktorat Impor
Perekonomian Indonesia
IMPLEMENTASI SJSN Rapat Pakar tentang Jaminan Sosial dan Landasan Perlindungan Sosial: Belajar dari Pengalaman Regional DEWAN JAMINAN SOSIAL NASIONAL Jakarta,
KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN
MENGENAL EITI (Extractive Industries Transparency Initiatives)
Eksistensi Kerjasama Pemerintah Pusat dan Daerah Pasca UU Nomor 23/2014 ttg Pemerintah Daerah dalam Perspektif Pengawasan Keuangan dan Pembangunan Hotman.
KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA
PAJAK PENGHASILAN PASAL 22
based of Pengertian LPS
BIRO KEPEGAWAIAN SEKRETARIAT JENDERAL KEMENTERIAN AGAMA
KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN
TUGAS-TUGAS BANK INDONESIA dan OJK
KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN
KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA
Presiden dan DPR.
PAJAK PENGHASILAN PASAL 22
PERIMBANGAN KEUANGAN PEMERINTAH PUSAT DAN DAERAH
PEMERIKSAAN, PENGELOLAAN, DAN TANGGUNG JAWAB KEUANGAN NEGARA/DAERAH
Sistem Pengelolaan Keuangan Negara dan Pemerintah Pusat
Yuti Suhartati.,S.Kp. M.Kes
BAB 4 APBN DAN APBD DALAM PEMBANGUNAN.
RENCANA AKSI DAERAH PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN KORUPSI MELALUI PENINGKATAN TRANSPARANSI DAN AKUNTABILITAS PENYALURAN SERTA PENGGUNAAN DANA HIBAH DAN.
PPh Pasal 22 Pengertian Pajak Penghasilan Pasal 22 adalah PPh yang dipungut oleh: Bendaharawan Pemerintah Pusat/Daerah, instansi atau lembaga pemerintah.
PEMUNGUT PPN Niken Nindya H, SE., MSA., CA..
Tentang Keuangan Negara
PENERIMAAN PEMERINTAH
Materi Kuliah Hukum Keuangan Negara
BAGIAN TATALAKSANA KEUANGAN DAN PERBENDAHARAAN BIRO KEUANGAN DAN BMN
BADAN LEGISLASI 23 AGUSTUS 2017
S E L A M A T D A T A N G.
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL ANGGARAN
Selvia Nurindah Sari JP081280
BPK Annisa Alya Gabryella Anabell Kristian Harris M. Dicky
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH
PENDAPATAN NEGARA DAN HIBAH oleh Nisa Putri Bagaswati
Pajak Penghasilan Pasal 22 “PPh Pasal 22”
SOSIALISASI UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTENG BANTUAN HUKUM
KEJAKSAAN NEGERI PURWOREJO
Pengelolaan Hibah Daerah
Aspek Perpajakan Badan Penyelenggara Pemilu Ad Hoc
EVALUASI KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK DAN LAPORAN TAHUNAN
Kebijakan pengaturan kelembagaan jasa konstruksi
EVALUASI KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK DAN LAPORAN TAHUNAN
AUDIT LAPORAN KEUANGAN PEMERINTAHAN
Transcript presentasi:

MENGENAL EITI Disampaikan dalam kegiatan “Sosialisasi Persiapan Pelaporan EITI Indonesia Tahun Pelaporan 2010 – 1011” Di Samarinda, Kalimantan Timur 27 Agustus 2013 Oleh: Ronald Tambunan Regulatory Specialist Sekretariat Tim Transparansi Industri Ekstraktif

Memahami EITI ... Apa EITI? EITI adalah standar transparansi internasional tentang penerimaan negara (daerah) dari industri ekstraktif (migas dan pertambangan). Prinsip dasar dari standar ini adalah rekonsiliasi laporan dari industri dan pemerintah dan hasilnya terbuka sebagai informasi publik. Proses rekonsiliasi (mekanisme) pelaporan mencakup: - penyerahan template oleh perusahaan termasuk BUMN – yang melaporkan pembayaran, royalti atau pembagian hasil industri migas dan pertambangan yang disetorkan kepada pemerintah dari industri tersebut. - penyerahan template oleh instansi pemerintah terkait, yang melaporkan besarnya penerimaan atau pembagian hasil industri migas dan pertambangan yang diterima dari industri tersebut. - penunjukan rekonsiliator independen untuk mengecek-ulang angka-angka dalam poin (1) dan (2), mengidentifikasi dan menjelaskan setiap perbedaan yang ada. - Pengawasan butir (3) oleh Multi Stakeholder Group.

Mekanisme Penerapan EITI Peusahaan Melaporkan Pembayaran Pemerintah Melaporkan Penerimaan Rekonsiliasi dan Verifikasi Independen Penerimaan Pajak & Royalti This slide: Key elements in every implementing country (companies disclose, governments disclose), independently and credibly verified and reconciled Process overseen (by multi-stakeholder group of government, companies, civil society), process published  thoroughly discussed [Press again] EITI: forum for dialogue and platform for boarder reforms [Press again] – Example: the government along with stakeholders may decide to work for more transparency: in the award of licensing and contracts, and monitoring of the sector [Press again] – Might push for; more transparency (the distribution of government spending) [Press again] – Link up with other elements of governance (reform of the public financial and budgeting system) These additions; entirely up to them. Blue elements: the EITI ‘core’. Power of the multi-stakeholder process; help focus on ‘governance chain’ in the most need of transparency. Pengawasan oleh Multi-Stakeholder Group 3

Item yang dilaporkan Rekonsiliasi Non Rekonsiliasi 1. Royalti PPh Pasal 26 2. Iuran Tetap (Land-rent) PPh Pasal 4 (2), 15, dan 23 3. PPh Badan PPh Pasal 21 4. PBB PPN (yang tidak dikreditkan) 5. Dividend BM dan BM Tambahan 6. Pajak Tidak Langsung Lainnya 7. PNBP Kehutanan 8. PNBP Lainnya 9. Pajak dan Retribusi Daerah 10. Penerimaan Daerah Lainnya

KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2010 TENTANG TRANSPARANSI PENDAPATAN NEGARA DAN PENDAPATAN DAERAH YANG DIPEROLEH DARI INDUSTRI EKSTRAKTIF SOSIALISASI FORMULIR PELAPORAN EITI INDONESIA 2010 – 2011 HOTEL MESRA, SAMARINDA 27 AGUSTUS 2013

I. LATAR BELAKANG PENERBITAN PERPRES NO. 26/2010 Surat Menko Bidang Perekonomian, Juli 2009 kepada Presiden RI perihal Rancangan Perpres tentang Transparansi Pendapatan Negara/Daerah yang Diperoleh Dari Industri Ekstraktif. Prinsip transparansi sebagai bagian dari akuntabilitas pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya alam. Rancangan Perpres No. 26/2010 dibahas dengan Kementerian terkait (ESDM, Keuangan, Dalam Negeri) dan BPKP. Sumber daya alam ekstraktif, sebagai salah satu sumber daya alam yang tidak terbarukan, harus dilakukan secara efisien dan efektif untuk peningkatan kesejahteraan umum (salah satu butir Menimbang Perpres No. 26/2010). Penerbitan Perpres No.26/2010 sejalan dengan niat Indonesia melaksanakan ketentuan Extractive Industries Transparency Initiative (EITI ) – surat Menko Bidang Perekonomian kepada Ketua Dewan EITI bulan September 2010 (Request for Entrance Into EITI Candidacy). 6

II. SISTEMATIKA PERPRES NO. 26/2010 BAB I: KETENTUAN UMUM BAB II: TIM TRANSPARANSI INDUSTRI EKSTRAKTIF BAB III: MEKANISME TRANSPARANSI BAB IV: PEMBIAYAAN BAB V : KETENTUAN PENUTUP 7

BAB I : KETENTUAN UMUM Industri Ekstraktif (IE) adalah segala kegiatan yang mengambil sumber daya alam yang langsung dari perut bumi berupa mineral, batubara, minyak bumi dan gas bumi. Pendapatan Negara yang diperoleh dari IE adalah semua penerimaan negara yang berasal dari penerimaan perpajakan, dan penerimaan negara bukan pajak yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih yang bersumber dari IE. Pendapatan Daerah adalah hak Pemerintah Daerah yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih yang bersumber dari IE. 8

BAB II : TIM TRANSPARANSI INDUSTRI EKSTRAKTIF Tim Transparansi Industri Ekstraktif (Tim Transparansi) dibentuk dalam rangka pelaksanaan transparansi pendapatan negara dan pendapatan daerah. Tim Transparansi berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden. Tim Transparansi berwenang untuk meminta informasi, data tambahan, masukan dan/atau mengadakan konsultasi dengan instansi pemerintah pusat, pemerintah daerah, perusahaan Industri Ekstraktif, dan pihak lain yang dipandang perlu. Tim Transparansi terdiri dari: Tim Pengarah; dan Tim Pelaksana 9

BAB II. TIM TRANSPARANSI INDUSTRI EKSTRAKTIF (lanjutan) Tim Pengarah : Ketua : Menko Bidang Perekonomian Anggota : Menteri (ESDM, Keuangan, Dalam Negeri), Kepala BPKP dan Prof. Dr. Emil Salim. Tim Pelaksana : Ketua : Deputi Bidang Koordinasi ESDM Kemenko Bidang Perekonmian; Wakil Ketua I (merangkap anggota): Dirjen Anggaran, Kementerian Keuangan; Wakil Ketua II (merangkap anggota): Sekjen Kementerian ESDM; Anggota : 9 pejabat eselon 1 Kementerian terkait, Kepala BP Migas, Dirut Pertamina, 3 wakil dari asosiasi IE, 3 wakil LSM; Untuk kelancaran pelaksanaan tugas Tim Transparansi, Ketua Tim Pengarah membentuk Sekretariat. 10

BAB III : MEKANISME TRANSPARANSI Pemerintah, Pemerintah Daerah, BP Migas,, dan perusahaan IE menyerahkan laporan kepada Tim Transparansi melalui Tim Pelaksana. Format laporan sebagaimana ditetapkan oleh Tim Pelaksana. Muatan data dan laporan diatur dalam Pasal 14 butir (2) a, b, dan c. Laporan yang diserahkan kepada Tim Transparansi direkonsiliasi oleh rekonsiliator . Ketua Tim Pelaksana melaporkan hasil rekonsiliasi kepada Ketua Tim Pengarah. Tim Pelaksana wajib mempublikasikan hasil rekonsiliasi. Publikasi hasil rekonsiliasi dilakukan melalui a.l., situs internet, seminar dan media publikasi dan komunikasi lainnya. 11

BAB IV : PEMBIAYAAN Segala pembiayaan yang diperlukan bagi pelaksanaan tugas Tim Transparansi dibebankan kepada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan sumber pembiayaan lainnya yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 12

V. KETENTUAN PENUTUP Usul pencalonan anggota Tim Pelaksana kepada Ketua Tim Pengarah yang berasal dari perwakilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 angka 12, angka 13 dan angka 14; Mulai berlakunya Perpres No. 26/2010 – 23 April 2010. 13